• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kadar gula awal dalam daging biji kopi akan mempengaruhi konsentrasi gula akhir setelah fermentasi. Fermentasi menghasilkan produk sampingan berupa asam organik. Melalui jalur Embden-Mayer-Parnas menghasilkan produk sampingan seperti asam piruvat, asetaldehid, dan asam organik lainnya seperti asam laktat, asam asetat dan gliserol (Basuki 1995). Dalam proses fermentasi glukosa melalui jalur glikolisis akan terjadi reduksi asam piruvat yang menghasilkan asam laktat, kemudian asam piruvat menghasilkan asetil-KoA yang merupakan salah satu senyawa hasil katabolisme karbohidrat, lemak maupun protein (Fardiaz 1990).Kandungan karbohidrat pada biji kopi

27 yaitusebesar 48,8%. Dari hasil tersebut, kadar karbohidrat yang cukup besar berpengaruh pada terbentuknya asam-asam organik yang berpotensi pada pembentukan aroma kopi yang lebih nikmat.

Pada Tabel 11 menunjukkan bahwa asam laktat pada biji kopi hasil fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan biji kopi Arabika maupun kopi luwak. Pada kopi luwak, kadar asam laktat lebih rendah jika dibandingkan dengan biji kopi Arabika sedangkan pada biji kopi hasil fermentasi menghasilkan kadar asam laktat yang lebih tinggi. Pada kombinasi bakteri FLs1 dan FLp1 memiliki kadar asam laktat sebesar 6600 ppm yang paling rendah dari ketiga perlakuan fermentasi.Hal ini mungkin dapat diakibatkan oleh adanya protease dengan konsentrasi 5% yang dapat menghambat proses pemecahan gula sehingga asam laktat yang dihasilkan lebih kecil. Hal ini sama dengan hasil penelitian Rohman (2013) yang memperoleh kadar asam laktat paling rendah sebesar 1400 ppm pada perlakuan biji kopi yang difermentasi menggunakan protease dengan konsentrasi 10%. Asam laktat dapat membantu metabolisme sel di dalam tubuh. Kondisi asam laktat yang tinggi dapat mencegah serangan penyakit kanker (Naland 2008).

Tabel 11. Hasil analisa biji kopi menggunakan HPLC

Sampel Asam Askorbat (ppm) Kafein (ppm) Asam Butirat (ppm) Asam Laktat (ppm) Asam Oksalat (ppm) FLs1 370.2 9723.4 3300 18400 1667.74 FLs1+FLp1 396.6 9529.5 1500 6600 1272.2 FLs1+FLp1+FLx3 440.4 10193.8 1000 10600 930.43 Kopi Arabika (tanpa fermentasi) 224.6 18857.8 72 74 3000 Kopi Luwak 202.8 13426 82 26 1700

Glukosa difermentasi oleh berbagai macam bakteri, dan perbedaan dalam tipe-tipe fermentasi biasa terletak pada penggunaan asam piruvat yang terbentuk. Pembentukan asam butirat meliputi tahap pemecahan karbohidrat menjadi glukosa, setelah itu menjadi asam piruvat. Kemudian sebelum terbentuk asam butirat, akan melalui dua senyawa antara yaitu asetil-KoA dan asam asetoasetat (Pelczar dan Chan 2007).

Pada kopi luwak menghasilkan asam butirat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika, sedangkan kadar asam butirat yang diperoleh pada biji kopi hasil fermentasi memiliki nilai yang lebih tinggi yaitu sebesar 3300 ppm dengan menggunakan bakteri selulolitik (FLs1). Hal ini menunjukkan kemampuan selulolitik dalam mendegradasi selulosa yang terkandung di dalam kopi, sehingga terjadi pemecahan kandungan gula yang menghasilkan asam-asam diantaranya merupakan asam butirat. Asam butirat dapat digunakan sebagai sumber energi kolonisitas dan mempunyai sifat anti inflamasi yang penting untuk menjaga kesehatan dan penyembuhan sel-sel kolon (Hijova 2007).

Komponen yang cukup penting dalam biji kopi adalah kafein dan kafeol. Kandungan kafein dalam biji kopi bervariasi menurut jenisnya. Kafein (1,3,7- trimetilsantin) merupakan zat perangsang syaraf yang sangat penting dalam bidang farmasi dan kedokteran sedangkan kafeol merupakan salah satu zat pembentuk cita rasa dan aroma. Kadar kafein rata-rata dalam biji kopi Arabika adalah 12000 ppm sedangkan kopi Robusta 22000 ppm. Meskipun rasanya pahit tetapi kafein hanya menyumbang cita rasa bitterness kurang dari 10%. Kafein tidak mempunyai pengaruh langsung terhadap cita rasa. Namun, pada beberapa kultivar kopi, kafein berhubungan dengan komponen lainnya seperti lemak dan asam khlorogenat (Yusianto 1999).

28 Proses fermentasi yang terjadi di dalam perut luwak akan mempengaruhi buah kopi yang di uraikan oleh enzim proteolitik. Hal ini menunjukan bahwa sekresi endogen pencernaan hewan luwak tersebut meresap ke dalam biji kopi, kemudian sekresi enzim proteolitik memecah kandungan protein yang terdapat pada biji kopi dan menjadikan buah kopi tersebut sangat rendah kafein (Buldani 2011).Pada hasil analisa kafein yang diperoleh pada hasil fermentasi ini berkisar antara 9529.5-10193.8 ppm. Kadar kafein pada ketiga perlakuan kombinasi bakteri tersebut memiliki nilai yang tidak terlalu berbeda jauh. Penurunan kadar kafein biji kopi fermentasi tertinggi terhadap biji kopi arabika diperoleh pada kombinasi bakteri FLs1 dan FLp1. Kandungan protein pada biji kopi yaitu sebesar 10.34%. Dari hasil tersebut, kadar protein akan mempengaruhi kinerja proteolitik yang digunakan dalam proses fermentasi.Hal ini menunjukkan jika proses fermentasi secara enzimatis dapat menurunkan kadar kafein pada biji kopi.Rendahnya kafein berindikasi baik karena kafein dapat menyebabkan insomnia, meningkatkan denyut jantung, mudah gugup, sakit kepala, merasa tegang dan cepat marah. Pada wanita hamil juga disarankan tidak mengkonsumsi kopi dan makanan yang mengandung kafein, karena pada janin dapat menyerang plasenta kemudian masuk dalam sirkulasi darah janin dan dapat menyebabkan keguguran (Anonim 2009).

Gambar 8. Penurunan kadar kafein biji kopi setelah fermentasi dan kopi luwak

Secara umum dengan semakin lamanya proses fermentasi, maka keasaman kopi akan semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh terbentuknya asam-asam alifatik selama proses fermentasi. Apabila lama fermentasi diperpanjang akan terus terjadi perubahan komposisi kimia biji kopi, dimana asam-asam alifatik akan berubah menjadi ester-ester asam karboksilat yang dapat mengakibatkan cacat fermentasi dengan cita rasa busuk (Sulistyowati dan Sumartono 2002).

Menurut Ciptadi dan Nasution (1985), senyawa yang membentuk aroma di dalam kopi adalah golongan fenol dan asam tidak mudah menguap yaitu asam kofeat, asam klorogenat, asam ginat dan riboflavin, golongan senyawa karbonil yaitu asetaldehid, propanon, alkohol, vanilin aldehid, golongan senyawa karbonil asam yaitu oksasuksinat, aseto asetat, hidroksi pirufat, keton kaproat, oksalasetat, mekoksalat, merkaptopiruvat, golongan asam amino yaitu leusin, iso leusin, variline, hidroksiproline, alanin, threonin, glisin dan asam aspartat, golongan asam mudah menguap yaitu asam asetat, propionat, butirat dan volerat.

Pada biji kopi hasil fermentasi memiliki kadar asam oksalat yang lebih rendah dibandingkan dengan kopi Arabika dan kopi luwak. Kadar asam oksalat paling rendah dihasilkan oleh biji kopi hasil fermentasi dengan kombinasi bakteri FLs1, FLx3 dan FLp1 sebesar 930.43 ppm. Hal ini menunjukkan

49 48 46 29 0 10 20 30 40 50 60 P enur un an K af ei n (%) Biji kopi+FLs1 +FLp1

Biji kopi+FLs1 Biji kopi+FLs1

29 jika proses fermentasi secara enzimatis dapat menurunkan kadar asam oksalat pada biji kopi. Asam oksalat bersama-sama dengan kalsium di dalam tubuh manusia membentuk senyawa yang tak larut dan tak dapat diserap oleh tubuh, hal ini tak hanya mencegah penggunaan kalsium yang juga terdapat dalam produk-produk yang mengandung oksalat, tetapi menurunkan CDU dari kalsium yang diberikan oleh bahan pangan lain. Hal tersebut dapat menekan mineralisasi kerangka dan mengurangi pertambahan berat badan (Rahma 2011).

Selain asam laktat, asam butirat dan asam oksalat, juga dilakukan analisa pada asam askorbat atau yang biasa dikenal secara umum dengan vitamin C. Kadar vitamin C pada kopi selama proses fermentasi lebih tinggi dibandingkan dengan kopi Arabika dan kopi luwak. Pada fermentasi dengan bakteri FLs1 memiliki kadar asam askorbat yang paling rendah yaitu sebesar 370.2 ppm jika dibandingkan dengan perlakuan fermentasi yang lain. Vitamin C umumnya hanya terdapat pada sayur dan buah. Vitamin C merupakan vitamin yang paling tidak stabil dari semua vitamin, mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) (Almatsier 2004).

30

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Bakteri proteolitik (FLp1) merupakan isolat bakteri yang terbaik dengan nilai aktivitas enzim tertinggi yaitu 1.4 unit/ml.Perlakuan terbaik pada fermentasi tunggal menggunakan selulolitik dan kombinasi dua bakteri menggunakan selulolitik dan proteolitik diperoleh pada hari ke-2, dan pada kombinasi tiga bakteri menggunakan selulolitik, xilanolitik dan proteolitik diperoleh pada hari ke-3 dengan suhu 30o

C.Hasil analisa pada biji kopi terbaik hasil fermentasi menunjukkanperubahan pada asam organik dan kafein. Hal ini dibuktikan dengan hasil asam oksalat dan kadar kafein yang lebih rendah dibandingkan kopi luwak, serta tingginya asam butirat, asam laktat dan asam askorbat. Berdasarkan kandungan nutrisinya, kopi luwak enzimatis ini lebih baik dari kopi luwak.

5.2 SARAN

Perlu dikaji analisa dengan pengujian organoleptik, sehingga dapat mengetahui aroma dan rasa terhadap kopi hasil fermentasi secara enzimatis.

31

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia, Jakarta.

Anonim. 2009. Manfaat dan Bahaya Kandungan Kafein dalam Kopi.

Aunstrup K, Andersen O, Falch A, Nielsen TK. 1979. Production of Microbial Enzymes. Diacu dalam Pepler, H.J. dan D. Perlman (eds.). Microbial Technology Microbial Process. Academic Press, New York.

Abalos JMF, Arribas AR, Garda AL, Santamaria RI. 1997. Effect of Carbon Source on the Expression of celAl, a Cellulase-Encoding Gene from Streptomyces halstedii JM8. FEMS Microbiol. 153: 97-103.

Allen, Collen M. 1998. Kombucha FAQ—Frequently Asked Questions about Kombucha Tea

Basuki W. 1995. Teknologi Fermentasi untuk Produksi Etanol. Prosiding Seminar Nasional Mikrobiologi Kelautan dan Bioremediasi. Ujung Pandang, 6-7 Desember 1995.

Beg QK, Kapoor M, Mahajan L, Honndal GS. 2001. Microbial Xylanases and Their Industrial Applications. [ulasan]. Appl Microbiol Biotechnol. 56: 326-338.

Bradford, MM. 1976. A Rapid and Sensitive Method for the Quantitation of Microg Quantities of Protein Utilizing the Principal of Protein-dye Binding. Anal Biochem.72:248-254.

Buldani D. 2011. Mengungkap Rahasia Bisnis Kopi Luwak. [e-book] Cicalengka, Bandung.

Chen S, Wang J, Xu F, Qin W, Yu Z, Zhao H, Xing X, Li H. 2011. Strain Improvement for Enhanced Production of Cellulase in Trichoderma viride. Appl Biochemist and Microbiol.47(1):53-58. Cho GS, Suh JH, Choi YI. 1996. Overproduction, Purification, and Characterization of Bacilluss

stearothmophillus Endo-Xylanase A (XynA). Microbiol and Biotechnol.6: 79-85. Ciptadi W, Nasution MZ. 1985. Pengolahan Kopi. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.

Considine DM, Considine GD. 1983. Van Nostrands Scientific Encyclopedia, 6th ed. Van Nostrand Reinhold Company, New York.

Corbet GB, Hill JE. 1992. The Mammals of the Indomalayan Region: a Systematic Review. Nat. Hist. Mus. Publ. and Oxford Univ. Press, Singapura.

Cranbrook. 1987. Riches of the Wild: Land Mammals of South-East Asia. Oxford Univ. Press,

Singapura.

Dewi SL. 2012. Isolasi Bakeri Selulolitik dan Xilanolitik dari Feses Luwak [skripsi]. Departemen Biologi Institut Pertanian Bogor,Bogor.

32 Dubois M, Gilles KA, Hamilton JK, Rebers PA, Smith F. 1956. Colorimetric Method for

Determination of Sugar and Related Substances. Anal Chem.28: 350-356.

El-Raheem A, El-Shanshory R, El-Sayed MA, El-Shouny WA. 1994. Optimal Production Conditions of an Extracellular Protease from Streptomyces corchorusii ST 36. Acta Microbial. 43: 313-320.

Elias LG. 1979. Chemical Composition of Coffee-Berry By-Products. Diacu dalam Braham J E dan Bressani R. (eds.) Coffee Pulp: Composition, Technology, and Utilization. Institute of Nutrition of Central America and Panama.

Enari TM. 1983. Microbial Cellulases. Microbial Enzymes and Biotechnol. Appl Sci Publisher, New York.

Fardiaz S. 1987. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB, Bogor. _______. 1989. Fisiologi Fermentasi. PAU IPB, Bogor.

_______. 1990. Mikrobiologi Pangan . Grameedia Pustaka Utama, Jakarta. _______. 1992. Mikrobiologi Pangan I. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Girindra, A. 1993. Biokimia I. PT Gramedia Pustaka, Jakarta.

Hasbi H. 2009. Budidaya Kopi. Hayashida S, Mo K, Hosoda A. 1998. Production and Characteritics of Avicel-Digesting and

Non-Avicel Digesting Cellobiohydrolases From Aspergillus ficum. Appl Environ Microbiol.54(6) : 1523-1529.

Hijova E, Chmelarova A. 2007. Short Chain Fatty Acids and Colonic Health. BratisI Lek Listy, 108(8):354-358. Slovakia.

Himmel ME, Ruth M, Wyman CE. 1999. Cellulase for Comodity Products from Cellulosic Biomass.

Current Opinion of Biotechnol. 10: 358-364.

Irawadi TT. 1990. Selulase. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor, Bogor. Irawadi TT. 1991. Produksi Enzim Ekstraselular (Selulase dan Xilanase dari Neurospora sitopila Pada

Substrat Limbah Padat Kelapa Sawit [disertasi]. Prog Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Lehninger AL. 1988. Principles of Biochemistry. Thenawidjaja M, penerjemah. Erlangga, Jakarta. Lonsane BK, Saucedo CG, Raimbault M, Roussos S, Viniegra GG, Ghildyal NP, Ramakrishna M,

Krishnaiah MM. 1992. Scale-up strategies for solid-statefermentation system. Process Biochem. 27: 259–273.

Madigan T, Martinko JM. 2006. Brock Biology of Microorganisms. Prentice Hall Internasional lnc, New Jersey.

Mandels M, Reese T, Spano LA. 1976. Enzymatic Convertion of Cellulosic Material. Technology and Application Interscience. Publishing John Willey and Sons. New York.

Miller GL. 1959. Usage of Dinitrosalicyclic Acid Reagent for Determination of Reducing Sugar. Anal Chem. 31: 426-428.

Miyamoto K. 1997. Renewable Biological System for Alternative Sustainable Senergy Production.

33 Muchtadi D. 1992. Evaluasi Nilai Gizi Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. IPB, Bogor. Muthulakshmi C, Gomathi D, Kumar DG, Ravikumar D, Kalaiselvi M, Uma C

Najiyati S dan Danarti. 2006. Kopi, Budidaya dan Penanganan Pascapanen. Penebar Swadaya, Jakarta.

. 2011. Production, Purification and Characterization of Protease by Aspergillus flavus under Solid State Fermentation. Biochem. 4:137-148

Naland, H. 2008. Kombucha,Teh dengan Seribu Khasiat. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Pandey A, Selvakumar P, Soccol CR, Nigam P. 1999. Solid State Fermentation for the Production of Industrial Enzymes. Curr Sci. 77: 149–162.

Panggabean E. 2011. Buku Pintar Kopi. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Pelczar MJ dan Chan ECS. 2007. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press, Jakarta.

Perez J, Munoz-Dorado J, de la Rubia T, Martinez J. 2002. Biodegradation and Biological Treatment of Cellulose, Hemicellulose and Lignin. Int Microbial. 5(2): 53-63.

Purwadaria T.1997. The Correlation between Amylase and Cellulase Activities with Starch an Fibre Contents on The Fermentation of Cassapro (Cassava Protein) with Aspergillus niger. Proc Indonesian BiotechnolConference. Jakarta, 17-19 Juni, 1997. 1: 379-390.

Rachman, A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Rahma. 2011. Asam Oksalat, Sifat-sifat Asam Oksalat dan Pengaruh Asam Oksalat. http://ww [1 Februari 2013].

Ramos-Valdivia A, de la Torre M, Casas-Campillo C. 1983. Solid State Fermentation of Cassava with

Rhizopus Oligosporus. In Production and Feeding of Single Cell Protein. Ed. M.P. Ferranti dan A. Fiechter. Appl Sci Pub, London.

Reilly PJ. 1981. Enzymatic Degradation of Starch. Starch Convertion Technology. Marcell Dekker, New York.

Richana N. 2012.Produksi dan Prospek Enzim Xilanase dalam Pengembangan Bioindustri di Indonesia.Bul AgroBio.5(1): 29-36.

Ridwansyah. 2003. Pengolahan Kopi [skripsi]. Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Lampung.

Rimbault M. 1998. General and Microbiological Aspects of Solid Subtrate Fermentation. EJB ElectronicJ Biotechnol. 0717-3458.

Rohman H. 2013. Produksi Kopi Secara Enzimatis Menggunakan Bakteri Proteolitik dan Kombinasi Bakteri Selulolitik dan Xilanolitik dari Luwak [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Bogor. Saha BC. 2003. Hemicelluocesa Bioconversion. Microbiol Biotechnol. 30: 279-291.

Satiawiharja B. 1984. Fermentasi Media Padat dan Pemanfaatannya. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, Jakarta.

34 Schaefer. 1969. Sporulation and The Production of Antibiotics, Exoenzyme, and Exotoxins. Rev. 33:

48-71.

Secades P, Alvarez B, Guijarro JA. (2001). Purification andCharacterization of a Psychrophilic, Calcium-Induced, Growth-Phase-DependentMetalloprotease from the Fish Pathogen

Flavobacterium psychrophilum. ApplEnviron Microbiol. 67(6):2436-2444.

Senez J. 1979. Solid State Fermentation of Starchy Subtrates. Food and Nutrition Bul. 1(2): 199. Setyatwan H. 2007. Peningkatan Kualitas Nutrisi Duckweed Melalui Fermentasi Menggunakan

Trichodermaharzianium. JIT. 7(2) :113-116.

Siswoputranto PS. 1993. Kopi Internasional dan Indonesia. Kanisius, Yogyakarta.

Subramaniyan S, Prema P. 2002. Biotechnology of Microbial Xylanases: Enzymology, Molecular Biology and Application. Critical Rev Biotechnol. 22(1): 33-64.

Sugiarto JW. 2001. Studi Produksi Enzim Protease Bacillus subtilis DB104 Rekombinan R-1 pada Media Tepung Kedelai [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB, Bogor.

Suhartono MT. 1988. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas. IPB, Bogor.

___________. 1989. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor. ____________. 1991. Protease. IPB Press, Bogor.

___________. 1992. Enzim dan Bioteknologi. Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB, Bogor. Sulistyowati dan Sumartona. 2002. Metode Uji Citarasa Kopi. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi

19-21 Februari 2002. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

Sutrisno. 2006. Isolasi dan Karakterisasi Enzim Ekstrak Kasar Xilanase Sari Aspergillus niger. Availabe at http://fisika.brawijaya.ac.ai. [16 Oktober 2012].

Tunga RB. 1995. Influence of Temperature on Enzyme Production. Tech. M [thesis] IIT. Kharagpur, India.

Walter H-E. 1984. Proteinases (Proteins as Substrates). Method with Haemoglobin, Casein and Azocoll as Substrate. Di dalamBergmeyer J, GraβI M, editor. Method of enzymatic Analysis.

Edisi ke-3. Verlag Chemie, Weinheim.

Ward OP. 1983. Properties of Microbial Proteinase. Di dalam W. Fogarty (ed). Microbial Enzymes and Biotechnol. Applied Science Publishing, London.

Webb EE . 1979. Enzymes. Academic Press, New York.

Wery N, Gerike U, Sharman A, Chaudhuri JB, Hough DW, Danson MJ. (2003). Use of a Packed-Column Bioreactor for Isolation of Diverse Protease Producing Bacteria from Antarctic Soil.

Appl Environ Microbiol. 69(3):1457-64.

Whitaker Jr. 1994. Principle of Enzymology for the Food Science.Ed ke-2. Oxford University Pr, New York.

Winarno FG, Fardiaz S, dan Fardiaz D. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

35 Winarno FG. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Yusianto S, Widyotomo S, dan Mulato S. 1999. Studi pembuatan papan partikel darikulit kopi kering.

Pelita Perkebunan. 15(3) : 188-202.

Yusianto S dan Mulato S. 2003. Pengolahan dan Komposisi Kimia Biji Kopi : Pengaruhnya Terhadap Cita Rasa Seduhan. Materi Pelatihan Uji Citarasa Kopi 5-6 Agustus 2003. Jember : Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.

36

LAMPIRAN

37

Dokumen terkait