• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Untuk Pemerintah Kota Medan agar meningkatkan kegiatan pemantauan terhadap kualitas udara di beberapa wilayah di Kota Medan yang berpotensi mengalami pencemaran udara, mengatur perencanaan lahan dan lokasi berdagang, serta melakukan tindakan pencegahan dan perbaikan terhadap kualitas udara yang tercemar yaitu dengan memperbaiki pengaturan lalu lintas dan untuk Dinas Pertamanan Kota Medan agar menyelenggarakan pembangunan taman kota dengan melakukan penanaman tanaman penyerap polusi di sekitar fly over Jalan Sisingamangaraja Kota Medan.

2. Untuk pedagang di sekitar fly over Jalan Sisingamangaraja Kota Medan diharapkan mulai membiasakan menggunakan masker ketika berdagang terutama pada jam padat lalu lintas untuk mengurangi pajanan gas polutan, terutama partikel di udara. Selain itu, pedagang di sekitar fly over juga perlu meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola makan gizi seimbang, berolah raga, dan menghindari kebiasaan merokok.

3. Bagi peneliti selanjutnya dapat melanjutkan penelitian ini yaitu dengan melakukan pengukuran terhadap fungsi paru untuk memperoleh gambaran gangguan saluran pernapasan secara objektif.

2.1 Pencemaran Udara

2.1.1 Pengertian Pencemaran Udara

Pencemaran udara adalah bertambahnya bahan atau substrat fisik atau kimia ke dalam lingkungan udara normal yang mencapai sejumlah tertentu, sehingga dapat dideteksi oleh manusia (yang dapat dihitung dan diukur) serta dapat memberikan efek pada manusia, binatang, vegetasi dan material (Chambers dan Masters dalam Mukono, 2008). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.41 Tahun 1999 pencemaran udara adalah masuknya atau dimasukkannya zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak dapat memenuhi fungsinya.

2.1.2 Penyebab Pencemaran Udara

Menurut Wardhana (2004), secara umum penyebab pencemaran udara ada dua macam, yaitu :

1. Faktor internal (secara alamiah), contoh: a. Debu yang beterbangan akibat tiupan angin

b. Abu (debu) yang dikeluarkan dari letusan gunung berapi berikut gas-gas vulkanik.

c. Proses pembusukan sampah organik.

2. Faktor eksternal (karena ulah manusia), contoh: a. Hasil pembakaran bahan bakar fosil

b. Debu/serbuk dari kegiatan industri

c. Pemakaian zat – zat kimia yang disemprotkan ke udara.

Pencemaran Udara pada tingkat tertentu dapat merupakan campuran dari satu atau lebih bahan pencemar, baik berupa padatan, cairan atau gas yang masuk terdispersi ke udara dan kemudian menyebar ke lingkungan sekitarnya.

2.1.3 Klasifikasi Bahan Pencemar Udara

Menurut Mukono (2008) bahan pencemar udara atau polutan udara dibagi menjadi dua bagian:

1. Polutan primer

Polutan primer adalah polutan yang dikeluarkan langsung dari sumber tertentu, dapat berupa:

a. Gas terdiri dari:

1). Senyawa karbon, yaitu hidrokarbon, hidrokarbon teroksigenasi, dan karbon oksida (CO atau CO2).

2). Senyawa sulfur, yaitu sulfur oksida.

3). Senyawa nitrogen, yaitu nitrogen oksida dan amoniak.

4). Senyawa halogen, yaitu flour, klorin, hidrogen klorida, hidrokarbon terklorinasi, dan Bromin.

b. Partikel

Partikel dalam atmosfer mempunyai karakteristik spesifik, dapat berupa zat padat maupun suspensi aerosol cair. Bahan partikel tersebut dapat berasal dari proses kondensasi, proses dispersi (proses menyemprot/spraying) maupun proses erosi bahan tertentu.

Berdasarkan ukuran, secara garis besar partikel dapat merupakan suatu: 1) Partikel debu kasar (coarse particle), jika diameternya > 10 mikron. 2) Partikel debu, uap dan asap, jika diameternya diantara 1 - 10 mikron. 3) Aerosol, jika diameternya < 1 mikron.

Penyebab pencemaran lingkungan di atmosfer biasanya berasal dari sumber kendaraan bermotor dan atau industri. Bahan pencemar yang dikeluarkan antara lain adalah gas NO2, SO2, SO3, ozon, CO, HC, dan partikel debu. Gas NO2, SO2, HC, dan CO dapat dihasilkan dari proses pembakaran oleh mesin yang menggunakan bahan bakar yang berasal dari bahan fosil (Mostardi dalam Mukono, 2008).

2. Polutan Sekunder

Polutan sekunder biasanya terjadi karena reaksi dari dua atau lebih bahan kimia di udara, misalnya reaksi fotokimia. Sebagai contoh adalah disosiasi NO2 yang menghasilkan NO dan O radikal. Proses kecepatan dan arah reaksinya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

a. Konsentrasi relative dari bahan kimia b. Derajat fotoaktivasi

c. Kondisi iklim

d. Topografi lokal dan adanya embun

Polutan sekunder ini mempunyai sifat fisik dan sifat kimia yang tidak stabil. Termasuk dalam polutan sekunder ini adalah ozon, Peroxy acetyl Nitrat (PAN) dan Formaldehida ( Corman dan Chambers dalam Mukono, 2008).

Di daerah perkotaan dan industri, parameter bahan pencemar udara yang perlu diperhatikan dalam hubungannya dengan penyakit saluran pernapasan adalah parameter gas SO2, gas CO, gas NO2, dan partikel debu (Holzworth dan Cormick dalam Mukono, 2008).

2.1.4 Sumber Pencemaran Udara

Menurut Chandra (2006), sumber-sumber pencemaran udara dapat dibagi dalam dua kelompok besar, sumber alamiah dan akibat perbuatan manusia.

1. Sumber pencemaran yang berasal dari proses atau kegiatan alam. Contoh : Kebakaran hutan, kegiatan gunung berapi, dan lainnya. 2. Sumber pencemaran buatan manusia (berasal dari kegiatan manusia).

Contoh:

a. Sisa pembakaran bahan bakar minyak oleh kendaraan bermotor berupa gas CO,CO2, NO, karbon, hidrokarbon, aldehide, dan Pb. b. Limbah industri : kimia, metalurgi, tambang, pupuk, dan minyak

bumi.

c. Sisa pembakaran dari gas alam, batubara, dan minyak, seperti asap, debu, dan sulfur dioksida.

d. Lain-lain, seperti pembakaran sisa pertanian, hutan, sampah, dan limbah reaktor nuklir.

Menurut Kementrian Lingkungan Hidup (2013), sumber pencemar udara terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak adalah sumber yang dapat bergerak atau berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Sumber tidak bergerak adalah sumber yang statis (diam) di suatu tempat. Sumber

tidak bergerak diwakili oleh sumber titik dan sumber area. Sumber bergerak diwakili oleh sumber bergerak di jalan raya (on-road) dan bukan di jalan raya (non-road).

a. Sumber titik

Sumber titik adalah sumber individu yang tidak bergerak. Suatu sumber dikategorikan sebagai sumber titik apabila sumber tersebut mengemisikan pencemar di atas ambang batas yang ditetapkan. Tipikal sumber titik adalah industri manufaktur atau pabrik produksi yang memiliki cerobong.

Di dalam suatu sumber titik, bisa terdapat beberapa unit pembakaran/boiler atau beberapa unit proses. Untuk kota-kota sedang dan kecil, sumber titik ini selain industri manufaktur (skala besar), dapat pula mencakup insinerator di rumah sakit, boiler di hotel, krematorium, dan industri-industri skala menengah dan kecil.

b. Sumber Area

Sumber area adalah sumber yang secara individu tidak memenuhi kualifikasi sebagai sumber titik. Sumber area mewakili berbagai kegiatan individu yang mengeluarkan sejumlah kecil pencemar, namun secara kolektif kontribusi emisinya menjadi signifikan. Yang termasuk sumber area diantaranya adalah kegiatan memasak di rumah tangga, stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU), lokasi konstruksi, bengkel cat, terminal bis, klenteng, dan sejenisnya.

c. Sumber Bergerak

Sumber bergerak terbagi menjadi dua, yaitu sumber bergerak di jalan raya (on-road), seperti mobil, truk, bus, sepeda motor; dan bukan di jalan raya (non-road) seperti pesawat terbang, kapal laut, kereta api, peralatan pertanian dan konstruksi, dan mesin pemotong rumput. Lebih lanjut, sumber bergerak

on-road dan non-road juga dapat diwakili oleh sumber bergerak garis dan sumber bergerak area. Sumber bergerak garis adalah sumber bergerak (di jalan raya atau bukan di jalan raya) yang emisinya secara individu maupun kolektif membentuk garis sepanjang ruas jalan atau jalur non-jalan. Untuk mengetahui emisi sumber bergerak garis, diperlukan data aktivitas kendaraan/moda transportasi pada ruas atau jalur tersebut, misalnya volume kendaraan per hari atau jarak tempuh kereta api per hari. Apabila data aktivitas pada ruas jalan atau jalur non-jalan tidak diketahui, maka sumber bergerak dikategorikan sebagai sumber bergerak area, yaitu bahwa emisi kendaraan secara kolektif membentuk suatu area.

2.1.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pencemaran Udara

Menurut Chandra (2006) pencemaran udara yang terjadi di permukaan bumi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya faktor meteorologi dan iklim serta faktor topografi.

1. Meteorologi dan iklim a. Temperatur

Pergerakan mendadak lapisan udara dingin ke suatu kawasan industri dapat menimbulkan temperatur inversi. Dengan kata lain udara dingin akan

terperangkap dan tidak dapat keluar dari kawasan tersebut dan cenderung menahan polutan tetap berada di lapisan permukaan bumi sehingga konsentrasi polutan di kawasan tersebut semakin lama semakin tinggi. Dalam keadaan tersebut, di permukaan bumi dapat dikatakan tidak terdapat pertukaran udara sama sekali karena kondisi itu dapat berlangsung sampai beberapa hari atau beberapa minggu, udara yang berada dekat permukaan bumi akan penuh dengan polutan dan dapat menimbulkan keadaan yang sangat kritis bagi kesehatan.

b. Arah dan kecepatan angin

Kecepatan angin yang kuat akan membawa polutan terbang kemana-mana dan dapat mencemari udara negara lain. Kondisi semacam ini pernah dialami oleh negara-negara di daratan Eropa.

c. Hujan

Air hujan, sebagai pelarut umum, cenderung melarutkan bahan polutan yang terdapat dalam udara. Kawasan industri yang menggunakan batubara sebagai sumber energinya berpotensi menjadi sumber pencemar udara di sekitarnya. Pembakaran batubara akan menghasilkan gas sulfur dioksida dan apabila gas tersebut bercampur dengan air hujan akan terbentuk asam sulfat

(sulfuric acid) sehingga air hujan menjadi asam, biasa disebut hujan asam (acid rain).

2. Topografi a. Dataran rendah

Di daerah dataran rendah, angin cenderung membawa polutan terbang jauh ke seluruh penjuru dan dapat melewati batas negara dan mencemari udara negara lain.

b. Pegunungan

Di daerah dataran tinggi sering terjadi temperatur inversi dan udara dingin yang terperangkap akan menahan polutan tetap di lapisan permukaan bumi. c. Lembah

Di daerah lembah, aliran angin sedikit sekali dan tidak bertiup ke segala penjuru. Keadaan ini cenderung menahan polutan yang terdapat di permukaan bumi.

2.1.6 Baku Mutu Udara Ambien

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 tahun 1999, baku mutu udara ambien adalah ukuran batas atau kadar zat, energi, dan/atau komponen yang ada atau yang seharusnya ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam udara ambien. Nilai baku mutu PM10 dalam udara ambien rata-rata per 24 jam adalah 150 µg/Nm3, baku mutu SO2adalah 900 µg/Nm3 untuk waktu pengukuran selama 1 jam, dan baku mutu NO2 yaitu 400 µg/Nm3untuk waktu pengukuran selama 1 jam.

2.2 Partikulat 10 Mikrometer (PM10) 2.2.1 Sifat dan Karakteristik PM10

Partikulat didefinisikan sebagai partikel-partikel halus yang berasal dari padatan maupun cairan yang tersuspensi di dalam gas (udara). Partikel padatan atau cairan ini umumnya merupakan campuran dari beberapa materi organik dan non-organik seperti asam (partikel nitrat atau sulfat), logam, ataupun partikel debu dan tanah. Ukuran partikel sangatlah penting untuk diketahui karena memengaruhi dampak partikel tersebut terhadap manusia dan lingkungan. PM10 adalah partikel yang berukuran 10 mikrometer atau lebih kecil (KLH, 2013).

PM10 memiliki beberapa nama lain, yaitu inhalable particles, respirable particulate, respirable dust dan inhalable dust. PM10 juga dapat bersifat toksik karena dapat mengandung campuran partikulat jelaga, kondensat asam, garam sulfat, partikel nitrat, ataupun logam-logam berat (Fitria, 2009).

2.2.2 Sumber dan Distribusi PM10

Beberapa studi mengenai sumber dan distribusi PM10 menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara ukuran partikel polutan dengan sumbernya. Partikel yang berdiameter lebih besar dari 10 mikron dihasilkan dari proses-proses mekanis seperti erosi angin, penghancuran dan penyemprotan, dan pelindasan benda-benda oleh kendaraan atau pejalan kaki. Sumber utama PM10 di perkotaan adalah asap kendaraan bermotor. Partikulat ini dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan. Partikel yang berukuran diameter diantara 1 – 10 mikron biasanya termasuk tanah, debu, dan produk-produk pembakaran dari industri lokal. Partikel

yang mempunyai diameter antara 0,1 – 1 mikron terutama merupakan produk-produk pembakaran dan aerosol fotokimia (Fardiaz, 2012; Fitria, 2009).

Partikel sebagai pencemar udara mempunyai waktu hidup yaitu pada saat partikel masih melayang-layang sebagai pencemar di udara sebelum jatuh ke bumi. Sedangkan kecepatan pengendapannya tergantung pada ukuran partikel, masa jenis partikel serta arah dan kecepatan angin yang bertiup. Partikel yang sudah mati karena jatuh mengendap di bumi dapat hidup kembali apabila tertiup oleh angin kencang dan melayang-layang lagi di udara (Wardhana, 2004).

2.2.3 Dampak Pencemaran PM10

Partikulat dapat terhisap ke dalam sistem pernapasan dan menyebabkan gangguan pernapasan dan kerusakan paru-paru. PM10 diketahui dapat meningkatkan angka kematian yang disebabkan oleh penyakit jantung dan pernapasan, pada konsentrasi 140 μg/m3

dapat menurunkan fungsi paru-paru pada anak-anak, sementara pada konsentrasi 350 μg/m3

dapat memperparah kondisi penderita bronkhitis (Gilliland FD dalam Fitria, 2009). PM10, merupakan indikator yang baik untuk kelainan saluran pernapasan, karena didapatkannya hubungan yang kuat antara gejala penyakit saluran pernapasan dengan kadar partikel debu (Pope dalam Mukono, 2008).

Menurut Fardiaz (2012), partikel-partikel yang masuk dan tertinggal di dalam paru-paru berbahaya bagi kesehatan karena tiga hal penting, yaitu:

2. Partikel tersebut bersifat inert (tidak bereaksi) tetapi jika tertinggal di dalam saluran pernapasan dapat mengganggu pembersihan bahan-bahan lain yang berbahaya.

3. Partikel-partikel tersebut dapat membawa molekul-molekul gas yang berbahaya, baik dengan cara mengabsorbsi atau mengadsorbsi, sehingga molekul-molekul gas tersebut dapat mencapai dan tertinggal di bagian paru-paru yang sensitif.

2.2.4 Mekanisme pajanan ke Manusia

Sistem pernapasan mempunyai beberapa sistem pertahanan yang mencegah masuknya partikel-partikel, baik berbentuk padat maupun cair, ke dalam paru-paru. Bulu-bulu hidung akan mencegah masuknya partikel-partikel berukuran besar, sedangkan partikel-partikel yang lebih kecil akan dicegah masuk oleh membran mukosa yang terdapat di sepanjang sistem pernapasan dan merupakan permukaan tempat partikel menempel. Pada beberapa bagian sistem pernapasan terdapat bulu-bulu halus (silia) yang bergerak ke depan dan ke belakang bersama-sama mukosa sehingga membentuk aliran yang membawa partikel yang ditangkapnya keluar dari sistem pernapasan ke tenggorokan, dimana partikel tersebut tertelan (Fardiaz, 2012).

Pada saat orang menarik napas, udara yang mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru. Ukuran partikel (debu) yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan partikel tersebut (Wardhana, 2004). Partikel yang mempunyai diameter lebih besar daripada 5 mikron akan terhenti dan terkumpul terutama di dalam hidung dan tenggorokan.

Meskipun partikel tersebut sebagian dapat masuk ke dalam paru-paru. Partikel yang berukuran diameter 0,5 – 5,0 mikron dapat terkumpul di dalam paru-paru sampai bronchioli, dan hanya sebagian kecil yang sampai pada alveoli. Partikel yang berukuran dimeter kurang dari 0,5 mikron dapat mencapai dan tinggal di dalam alveoli. Pembersihan partikel-partikel yang sangat kecil tersebut dari alveoli sangat lambat dan tidak sempurna dibandingkan dengan di dalam saluran yang lebih besar. Beberapa partikel yang tetap tertinggal di dalam alveoli dapat terabsorbsi ke dalam darah (Fardiaz, 2012).

Gambar 2.1. Efek Pajanan PM10terhadap Saluran Pernapasan

Sumber:Mukono, 2008 Inhalable particle (2,5-10 mikron) Faring Deposit di Trakeobronkial Iritasi Kronis Keradangan Sekret/lendir Gangguan mukosilier

2.3 Sulfur Dioksida (SO2) 2.3.1 Sifat dan Karakteristik SO2

Sulfur dioksida adalah salah satu spesies dari gas-gas oksida sulfur (SOx). Gas ini sangat mudah terlarut dalam air, memiliki bau namun tidak berwarna (KLH, 2013). Sulfur dioksida merupakan ikatan yang tidak stabil dan sangat reaktif terhadap gas yang lain. Ciri lainnya yaitu, sangat mengiritasi, tidak terbakar, dan tidak meledak. Konsentrasi SO2di udara akan mulai terdeteksi oleh indera penciuman manusia ketika konsentrasi berkisar antara 0,3 – 1 ppm (Sunu, 2001; Wardhana, 2004).

2.3.2 Sumber dan Distribusi SO2

Sebagian besar sulfur yang terdapat di atmosfer dalam bentuk sulfur dioksida (SO2). Sebagian besar pencemaran udara oleh gas belerang oksida (SOx) berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, terutama batu bara (Sunu, 2001).

Sebagaimana O3, pencemar sekunder yang terbentuk dari SO2, seperti partikel sulfat, dapat berpindah dan terdeposisi jauh dari sumbernya. SO2dan gas-gas oksida sulfur lainnya terbentuk saat terjadi pembakaran bahan bakar fosil yang mengandung unsur sulfur. Sulfur sendiri terdapat dalam hampir semua material mentah yang belum diolah seperti minyak mentah, batu bara, dan bijih-bijih yang mengandung metal seperti aluminium, tembaga, seng, timbal, dan besi. Di daerah perkotaan, yang menjadi sumber utama sulfur adalah kegiatan pembangkit tenaga listrik, terutama yang menggunakan batu bara ataupun minyak sebagai bahan bakarnya. Selain itu gas buang dari kendaraan yang menggunakan

minyak solar, industri-industri yang menggunakan bahan bakar batu bara dan minyak bakar, juga merupakan sumber sulfur (KLH, 2013).

SO2 berpotensi besar untuk berpindah ke tempat yang lebih jauh (lebih dari 500-1000 km) karena gas dapat tetap berada di atmosfer selama beberapa hari. Hal ini dapat menimbulkan hujan asam regional bahkan dapat menyeberang ke negara lain (CAI-Asia, 2010).

2.3.3 Dampak Pencemaran SO2terhadap Kesehatan

SO2 dapat mempengaruhi sistem pernapasan dan fungsi paru, dan menyebabkan iritasi mata. Radang saluran pernapasan yang disebabkan oleh SO2 akan mengakibatkan batuk dengan sekresi lendir yang berlebihan, peningkatan gejala asma dan bronkitis kronis serta membuat manusia lebih rentan terhadap infeksi pada saluran pernapasan (WHO, 2014).

Tabel 2.1 Pengaruh SO2terhadap Manusia Konsentrasi (ppm) Pengaruh

3 – 5 Jumlah terkecil yang dapat dideteksi dari baunya

8 – 12 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi tenggorokan

20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan iritasi mata 20 Jumlah terkecil yang segera mengakibatkan batuk

20 Maksimum yang diperbolehkan untuk kontak dalam waktu lama

50 – 100 Maksimum yang dipebolehkan untuk kontak dalam waktu singkat (30 menit)

400 – 500 Berbahaya meskipun kontak secara singkat

Sumber : (Kirk dan Othmer dalam Fardiaz, 2012)

Kemudian, menurut Saric dan Robinovitch dalam Mukono (2008), gas SO2pada kondisi tertentu dapat berubah menjadi asam sulfat (H2SO4). Jika asam sulfat di atmosfer bercampur dengan partikel debu, dan masuk ke dalam saluran pernapasan, maka dapat merusak epitel saluran pernapasan. Kerusakan epitel

tersebut akan memudahkan terjadinya infeksi oleh bakteri atau virus, dan hal ini juga merupakan predisposisi terjadinya Penyakit Paru Obstruktif Menahun (PPOM).

2.3.4 Mekanisme pajanan ke Manusia

Menurut Satriyo (2008) yang dikutip dari skripsi Sakti (2012) rute pajanan SO2 ke tubuh manusia yang utama adalah melalui inhalasi. SO2 mudah larut dalam air sehingga dapat terabsorbsi di dalam hidung dan sebagian besar juga ke saluran pernapasan. Partikulat sulfat dalam gas buang kendaraan bermotor berukuran kecil sehingga partikulat tersebut dapat masuk sampai ke dalam alveoli paru-paru dan bagian lain yang sempit. SO2 dapat menyebabkan iritasi terhadap saluran pernapasan, membengkaknya membran mukosa, dan dapat menghambat aliran udara pada saluran pernapasan. Kondisi ini akan menjadi lebih parah bagi kelompok yang rentan seperti penderita penyakit jantung atau paru-paru dan para lanjut usia.

Gambar 2.2 Efek Pajanan SO2terhadap Saluran Pernapasan

Gas SO2

Masuk saluran pernapasan

melalui : - Mulut -Napas dalam

Daya larut tinggi Iritasi dinding bronkus

Bronkiolus dan alveolus

terjadi : - Keradangan

-Produksi lendir meningkat

Resistancesaluran pernapasan meningkat

terjadi : - Produksi lendir meningkat

2.4 Nitrogen Dioksida (NO2) 2.4.1 Sifat dan Karakteristik NO2

Umumnya spesies dari NOxmerupakan gas yang tidak berwarna dan tidak berbau. Tetapi NO2 menjadi pengecualian dimana keberadaannya di daerah perkotaan dapat dilihat sebagai lapisan kabut kecoklatan di langit (KLH, 2013).

Berdasarkan penelitian Handayani dkk (2003), nitrogen dioksida adalah gas toksik yang memiliki kelarutan yang rendah jika berada dalam air, namun larut dalam larutan alkali, karbon disulfida dan kloroform. Gas ini berwarna coklat kemerahan dan pada suhu di bawah 21,2°C akan berubah menjadi cairan berwarna kuning.

2.4.2 Sumber dan Distribusi NO2

Pencemaran udara di perkotaan cenderung meningkat termasuk konsentrasi NO2 yang lebih tinggi dibandingkan dengan daerah pegunungan. Emisi NO2dipengaruhi oleh kepadatan penduduk karena sumber utama NO2yang diproduksi manusia adalah dari pembakaran terutama kendaraan bemotor, produksi energi dan pembakaran sampah. Sebagian besar emisi NO2 sebagai akibat dari kegiatan manusia dengan berbagai kepentingannya berasal dari pembakaran arang, gas alam dan bensin (Sunu, 2001).

Tabel 2.2. Sumber Pencemaran NOx di Udara Sumber Pencemaran % bagian % total Transportasi: - Mobil bensin - Mobil diesel - Kereta api - Kapal laut - Sepeda motor dll 32,0 2,9 1,9 1,0 1,5 39,3 Pembakaran Stasioner: - Batubara - Minyak

- Gas alam (termasuk LPG) - Kayu 19,4 4,8 23,3 1,0 48,5 Proses Industri

Pembuangan Limbah Padat Lain-lain:

- kebakaran hutan

- pembakaran batubara sisa - pembakaran limbah pertanian

5,8 1,0 0,0 1,0 2,9 8,3 Sumber : Wardhana, 2004

Menurut Fardiaz (2012), konsentrasi NOx di udara dalam suatu kota bervariasi sepanjang hari tergantung dari sinar matahari dan aktivitas kendaraan. Perubahan konsentrasi NOxberlangsung sebagai berikut:

1. Sebelum matahari terbit, konsentrasi NO dan NO2 tetap stabil pada konsentrasi sedikit lebih tinggi dari konsentrasi minimum sehari-hari. 2. Segera setelah aktivitas manusia meningkat (jam 6 – 8 pagi)

konsentrasi NO meningkat terutama karena meningkatnya aktivitas lalu lintas yaitu kendaraan bermotor. Konsentrasi NO tertinggi pada saat ini dapat mencapai 1-2 ppm.

3. Dengan terbitnya sinar matahari yang memancarkan sinar ultaviolet, konsentrasi NO2 meningkat karena perubahan NO primer menjadi NO2 sekunder. Konsentrasi NO2 pada saat ini dapat mencapai 0,5 ppm.

4. Konsentrasi ozon meningkat dengan menurunnya konsentrasi NO sampai kurang dari 0,1 ppm.

5. Jika intensitas energi solar (sinar matahari) menurun pada sore hari (jam 5 - 8 sore) konsentrasi NO meningkat kembali.

6. Energi matahari tidak tersedia untuk mengubah NO menjadi NO2 (melalui reaksi hidrokarbon), tetapi O3yang terkumpul sepanjang hari akan bereaksi dengan NO. Akibatnya terjadi kenaikan konsentrasi NO2dan penurunan konsentrasi O3.

2.4.3 Dampak Pencemaran NO2

Pajanan nitrogen dioksida sangat berpengaruh pada saluran pernapasan. Bukti ilmiah menunjukkan bahwa pajanan NO2 selama 30 menit hingga 24 jam akan menimbulkan efek yang merugikan bagi pernapasan yaitu peradangan

Dokumen terkait