• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Vegetarianisme

2.1.6. Nutrisi pada Vegetarian

Pola makan vegetarian, bergantung jenisnya, memiliki implikasi pada kecukupan nutrisi, dilihat dari kadar zat nutrisi dalam darah. Zat-zat tersebut antara lain:

Protein

Sumber protein didapat dari berbagai kacang-kacangan dan polong-polongan, yang memiliki kadar protein adekuat dan fitonutrisi yang

10

Menurut Xiao (2008), konsumsi protein yang berasal dari kacang-kacangan berkontribusi untuk menurunkan risiko penyakit jantung koroner, atherosklerosis, DM Tipe 2, dan beberapa jenis kanker seperti kanker payudara dan kanker prostat, serta menjaga kesehatan tulang dan meredakan gejala menopause. Konsumsi kacang-kacangan beserta isoflavon dapat menurunkan risiko penyakit jantung koroner dengan cara menurunkan kadar trigliserida dalam darah/hati, kadar kolesterol total/LDL, meningkatkan kadar kolesterol HDL dan rasio HDL/LDL. Konsumsi protein nabati juga bisa menurunkan tekanan darah (Sacks, et al., 2006), dan sumber protein nabati mengandung asam lemak tak jenuh yang baik bagi kesehatan (Schlenker & Gilbert, 2015). Meskipun demikian, ada berbagai sumber protein nabati yang sulit untuk dicerna, sehingga rekomendasi diet harian meningkat pada vegetarian (Craig & Mangels, 2009). Selain itu, sumber protein hewani memiliki nilai lebih dibandingkan dengan sumber nabati, karena mengandung berbagai mikronutrisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan sumber nabati, seperti vitamin B12, zat besi, dan seng, meskipun memiliki kadar lemak dan kolesterol yang tinggi. Sumber protein hewani seperti susu dan produk susu, telur, dan daging, jika dikonsumsi dalam jumlah sedikit sudah hampir memenuhi kadar gizi harian, dibandingkan dengan sumber protein nabati (Murphy, et al., 2003). Berbagai penelitian menunjukkan, konsumsi protein harian pada vegetarian lebih rendah daripada nonvegetarian (Larsson & Johansson, 2002; Haddad, et al., 1999).

Asam lemak Omega-3

Asam lemak Omega-3 terdiri atas DHA (Docosahexaenoic acid) dan EPA (Eicosapentaenoic acid). Asam lemak jenis ini umumnya ditemukan di dalam sumber ikan, seperti salmon, hering, mackerel, halibut, dan tuna (Schlenker & Gilbert, 2015). Pola diet yang tidak mengonsumsi ikan cenderung kekurangan zat gizi ini (Craig & Mangels, 2009; Sarter, et al., 2014), meskipun memiliki kadar asam lemak Omega-6 yang tinggi

11

(McEvoy, et al., 2012). Asam lemak Omega-3 bermanfaat bagi kesehatan kardiovaskular, mata dan otak (Craig & Mangels, 2009). EPA memiliki efek anti-inflamasi yang membantu mencegah penyakit jantung koroner, hipertensi, penyakit autoimun, arthritis dan beberapa jenis kanker. DHA dan EPA juga berperan meningkatkan proses penghantaran sinyal intrasel dan ekspresi gen. DHA banyak terdapat pada korteks serebri, retina, testis, dan cairan semen (Saunders, et al., 2012). Oleh sebab itu, Craig & Mangels (2009) merekomendasikan konsumsi makanan yang difortifikasi dengan DHA dan EPA, ataupun mengonsumsi suplemen minyak ikan.

Zat besi

Fungsi zat besi adalah sebagai komponen sel darah merah untuk mengangkut oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh, elektron di dalam sel, dan sebagai bagian terpadu berbagai reaksi enzin di dalam tubuh (Almatsier, 2010). Zat besi banyak terdapat pada sumber hewani dan terbatas pada sumber nabati. Absoprsi zat besi dalam tubuh bergantung pada beberapa faktor, yaitu bentuk (heme atau non-heme), ciri kimia (feri atau fero), dan bioavailabilitas (interaksi dengan zat lain) (Schlenker & Gilbert, 2015; Almatsier, 2010). Bentuk heme lebih mudah diabsorpsi karena memiliki berat molekul lebih kecil daripada yang non-heme; besi hanya bisa diabsorpsi dalam bentuk fero, sehingga besi feri harus diubah menjadi fero oleh asam lambung, dan jika kadar asam lambung terbatas, maka feri akan terbuang bersama feses; bioavailabilitas zat besi meningkat bila dikonsumsi bersama vitamin C, dan berkurang bila dikonsumsi bersama dengan asam fitat, oksalat, dan tannin. Berdasarkan penjelasan di atas, maka orang vegetarian memiliki kesulitan untuk mendapatkan zat besi yang cukup (Schlenker & Gilbert, 2015; Ball & Bartlett, 1999). Ada penelitian yang menghubungkan pola diet vegetarian dengan risiko menderita anemia defisiensi besi, dan hasilnya terdapat hubungan meskipun tidak signifikan (Dwyer, 1988; Saunders, et al. 2012; Craig & Mangels, 2009).

12

Seng

Seng merupakan komponen dari 100 lebih enzim tubuh dan faktor pertumbuhan (Schlenker & Gilbert, 2015). Seng berperan dalam berbagai aspek metabolisme, sintesis DNA, fungsi reproduksi, pembentukan kulit dan kolagen, imunitas, dan fungsi pancaindera (Almatsier, 2010). Seng banyak terdapat pada makanan laut (khususya oyster), daging, telur, dan susu, serta terbatas pada sayur-sayuran (Schlenker & Gilbert, 2015). Sayuran memiliki zat fitat yang dapat menghambat penyerapan seng, sehingga bioavailabilitasnya rendah (Craig & Mangels, 2009; Saunders, et al., 2012), sehingga orang vegetarian perlu mencari cara untuk meningkatkannya dengan cara merendam sayuran sehingga mereduksi ikatan asam fitat dengan seng. Seng juga bisa dikonsumsi dengan jeruk yang mengandung asam sitrat untuk meningkatkan bioavailabilitasnya (Craig & Mangels, 2009).

Iodin

Iodin merupakan komponen utama dari hormone tiroksin, yang diproduksi di kelenjar tiroid. Defisiensi iodin menyebabkan hipotiroidisme atau gondok dan kretinisme. Sumber yang baik untuk mendapatkan iodine adalah makanan laut dan garam yang difortifikasi dengan iodin (Schlenker & Gilbert, 2015; Almatsier, 2010). Vegetarian yang tidak mengonsumsi makanan laut memiliki risiko kekurangan iodin karena sumber nabati memiliki kadar iodin yang terbatas (Craig & Mangels, 2009; Leung, et al., 2011).

Kalsium

Kalsium merupakan mineral dengan kadar terbanyak dalam tubuh, sekitar 1,5-2% berat badan manusia (Almatsier, 2010). Kalsium memiliki banyak fungsi, dengan fungsi utama adalah pembentukan tulang dan gigi. Selain itu, kalsium juga berfungsi dalam penggumpalan darah, transmisi saraf, kontraksi dan relaksasi otot, permeabilitas membrane sel, dan aktivasi

13

enzimatik sel. Sumber kalsium terbaik adalah susu dan produk susu, seperti keju dan yogurt. Selain itu, kalsium juga terdapat dalam jumlah terbatas pada sayuran dan makanan yang difortifikasi kalsium (Schlenker & Gilbert, 2015). Pada vegetarian, khususnya lakto-ovo-vegetarian, kecukupan kalsium harian sama dengan yang non-vegetarian, sedangkan orang vegan memiliki kadar kalsium yang lebih rendah (Craig & Mangels, 2009). Kadar kalsium yang rendah disebabkan sayuran yang dikonsumsi memiliki zat fitat dan oksalat, yang menurunkan bioavailabilitas kalsium dengan cara berikatan dengan kalsium dan membentuk zat yang tidak larut dan tidak bisa diabsorpsi. Oleh sebab itu, orang vegan yang tidak mengonsumsi produk susu disarankan mengonsumsi makanan yang difortifikasi kalsium atau suplemen kalsium (Craig & Mangels, 2009; Schlenker & Gilbert, 2015; Weaver & Plawecki, 1999).

Vitamin B12

Vitamin B12 memiliki fungsi pembentukan gugus heme pada hemoglobin, dan defisiensi vitamin B12 menyebabkan anemia megaloblastik (Schlenker & Gilbert, 2015). Sumber vitamin B12 hanya terdapat dalam sumber hewani, dan tidak bisa didapat dari sumber nabati. Oleh sebab itu, orang vegetarian berisiko defisiensi vitamin B12 (Dwyer, 1988; Craig & Mangels, 2009), dan membutuhkan makanan yang difortifikasi atau suplementasi (Craig & Mangels, 2009; Schlenker & Gilbert, 2015; Kwok, et al., 2002). Banyak penelitian telah dilakukan untuk mencari hubungan pola diet vegetarian dengan gejala defisiensi vitamin B12, salah satunya dengan mengukur kadar homosistein, asam metilmalonat, u holotranskobalamin II (Craig & Mangels, 2009; Kwok, et al., 2002).

Dokumen terkait