• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.2. Saran

3. Faktor lain yaitu riwayat diabetes memiliki hubungan signifikan terhadap fungsi kognitif (p-value<0,05).

4. Tidak ada hubungan antara kebiasaan merokok dan riwayat hiperlipidemia dengan fungsi kognitif (p-value >0,05).

6.2. Saran

6.2.1 Bagi Lahan Penelitian

Disarankan kepada petugas puskesmas dan posyandu setempat agar lebih memerhatikan masalah hipertensi sebagai salah satu faktor yang dapat dicegah

(modifiable risk factor) sehingga mengurangi angka kejadiannya gangguan kognitif di kemudian harinya.

6.2.2. Bagi Peneliti Lain

Peneliti berharap penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya dan dapat diteliti jauh dengan jumlah sampel yang lebih besar, atau diteliti hubungan faktor-faktor lainnya dengan fungsi kognitif yang terganggu.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hipertensi 2.1.1. Definisi

Menurut The Seventh Report of the Joint National Comitte on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (JNC 7), tekanan darah dapat dikategorikan menjadi 4 kategori, yaitu: tekanan darah normal, prehipertensi, hipertensi derajat 1, dan hipertensi derajat 2.

Tabel 2.1. Klasifikasi Tekanan Darah untuk Usia 18 Tahun atau Lebih Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Darah

Sistolik (mm Hg)

Tekanan Darah Diastolik (mm Hg)

Normal <120 dan <80

Prehipertensi 120-139 atau 80-89

Hipertensi Derajat 1 140-159 atau 90-99

Hipertensi Derajat 2 ≥160 atau ≥ 100

Sumber: The Seventh Report of Joint National Comitee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure (JNC VII) (2003)

Berdasarkan klasifikasi di atas, maka seseorang dikatakan hipertensi saat hasil pengukuran tekanan darah sistolik lebih besar atau sama dengan 140 mm Hg atau tekanan darah diastol lebih besar atau sama dengan 90 mm Hg.

Menurut kamus kedokteran Dorland (2000), hipertensi adalah tekanan darah arteri yang meninggi, penyebabnya mungkin tidak diketahui (hipertensi primer) atau mungkin disebabkan oleh penyakit lain (hipertensi sekunder).

2.1.2. Etiologi

Hipertensi dapat bersifat primer maupun sekunder. Hipertensi primer merupakan hasil dari interaksi genetik dan lingkungan, sedangkan hipertensi sekunder dapat terjadi akibat berbagai etiologi yang jelas termasuk gangguan ginjal, pembuluh darah, dan endokrin. Hipertensi primer atau hipertensi esensial merupakan penyebab 90-95% kasus hipertensi dan hipertensi sekunder hanya terjadi pada 2-10% kasus (Madhur et al., 2014).

2.1.3. Faktor Risiko

Berbagai faktor risiko telah dihubungkan dengan hipertensi, termasuk umur, seks, ras, aktifitas fisik, dan status sosio-ekonomi (Wang, 2005). Gaya hidup modern yang salah juga berkontribusi dalam menyebabkan hipertensi seperti merokok, komsumsi alkohol, stress, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, dan kurangnya mengkomsumsi buah dan sayur (Kaplan & Flynn., 2006).

2.1.4. Patogenesis

Kebanyakan penyebab hipertensi sekunder sudah diketahui dengan baik begitu pula dengan patogenesisnya. Namun, pada hipertensi primer, walaupun sudah banyak penelitian dilakukan, hasilnya masih berupa teori yang bersifat mosaik yang masing-masing bekerja pada organ yang berbeda dan tingkat pengaturan yang berbeda-beda pula (Rosendorff et al., 2005).

Patogenesis hipertensi primer merupakan interaksi dari predisposisi genetik dan abnormalitas sistemik yang dapat terjadi pada jantung, pembuluh darah, ginjal, dan sistem metabolisme tubuh. Abnormalitas-abnormalitas tersebut meliputi (1) peningkatan curah jantung; (2) peningkatan tahanan perifer; (3) peningkatan volume cairan tubuh; dan (4) kelainan metabolik seperti obesitas dan resistensi insulin (Lee et al., 2010).

Peningkatan curah jantung biasanya ditemukan pada orang yang lebih muda. Hal ini dapat terjadi melalui dua cara yaitu peningkataan volume cairan

(preload) dan peningkatan kontraktilitas jantung yang distimulasi sistem saraf. Walaupun terlibat dalam peningkatan tekanan darah, peningkatan curah jantung umumnya tidak menetap karena perubahan hemodinamik yang ditemukan adalah peningkatan tahanan perifer dengan curah jantung yang normal atau turun (Kaplan & Flynn, 2006).

Pada pasien hipertensi yang lebih muda, peningkatan tekanan darah tampaknya disebabkan oleh peningkatan curah jantung dengan tahahan perifer yang normal (hyperkinetic phase). Seiring pertambahan usia, peningkatan curah

(diastolic filling) sehingga akan melibatkan penurunan curah jantung pula. Sebaliknya, tahanan perifer cenderung meningkat seiring pertambahan usia akibat hipertrofi pembuluh darah yang mengalami paparan stress dan tekanan tinggi yang berkepanjangan (Lee et al., 2010).

Jantung berkontribusi terhadap hipertensi yang didasari tingginya curah jantung (high CO-based hypertension). Hal ini disebabkan oleh aktivitas simpatis berlebih. Sebagai contoh, saat dihadapkan didalam kondisi yang penuh stress, pasien hipertensi cenderung mengalami peningkatan denyut jantung yang berlebihan dibandingkan pasien normotensi (Lee et al., 2010).

Pembuluh darah berkontribusi terhadap hipertensi yang didasari peningkatan tahanan perifer (peripheral vascular resistance-based hypertension)

dengan mekanisme vasokontriksi. Pembuluh darah sendiri mengalami vasokontriksi sebagai respon akibat (1) peningkatan tonus simpatis; (2) regulasi abnormal tonus pembuluh darah oleh faktor-faktor lokal, termasuk nitric oxide, endothelin, dan natriuretic factor; dan (3) defek kanal ion di otot polos pembuluh darah (Lee et al., 2010).

Pada orang yang sehat, homeostasis berhasil dipertahankan. Saat tekanan darah naik, ekskresi natrium dan air ginjal akan meningkat untuk mengembalikan tekanan darah menjadi normal. Proses ini dinamakan pressure natriuresis. Pada pasien prehipertensi dan hipertensi, aliran darah ginjal tampaknya berkurang dibandingkan pasien normotensi. Causative sequence meliputi kontriksi arteriol eferen ginjal yang lebih dominan melalui sistem renin-angiotensin. Darah pada kapiler peritubular yang memiliki lebih sedikit natrium dan air menjadi bagian yang memiliki tekanan onkotik yang lebih besar sehingga semakin memfasilitasi reabsorbsi natrium, yang memicu peningkatan volume darah dan tekanan darah (Rudd & Osterberg, 2002).

Selain jantung dan pembuluh darah, organ lain yang berkontribusi terhadap patogenesis hipertensi adalah ginjal. Ginjal dapat menstimulasi hipertensi yang didasari peningkatan volume darah (volume-based hypertension)

kegagalan regulasi aliran darah ginjal; (2) defek kanal ion, dan (3) regulasi hormon yang tidak tepat (Lee et al., 2010).

Salah satu contoh regulasi hormon yang tidak tepat pada pasien hipertensi adalah pada pengaturan hormon renin-angiotensin-aldosteron. Kadar renin pada pasien yang menderita hipertensi esensial adalah 25 % abnormal, 60 % normal, dan 10-15 % tinggi. Karena seharusnya kadar renin dihambat oleh tekanan darah yang tinggi, kadar renin yang normal sekalipun dianggap patologis jika ditemukan pada pasien hipertensi (Lee et al., 2010).

Renin disekresikan dari apparatus juxtaglomerular sebagai respon dari sinyal yang dikirim makula densa terhadap penurunan tekanan arteriol ginjal atau peningkatan aktivitas adrenergik alfa dan beta di ginjal. Renin memiliki efek untuk mengaktivasi angiotensin I dari angiotensinogen. Selanjutnya, angiotensin I mengalami perubahan menjadi empat asam amino angiotensin II di di berbagai jaringan tubuh, khususnya di paru-paru. Angiotensin II sendiri dinonaktifkan oleh angiotensinase di banyak jaringan, khususnya sel darah merah (Rudd et al., 2002). Efek-efek dari sistem renin angiotensin meliputi: (1) vasokontriksi melalui inhibisi adenylat cyclase yang diperantarai g protein khususnya arteriol eferen ginjal; (2) retensi cairan melalui pelepasan aldosteron dan hormon antidiuretik; dan (3) Hipertrofi pembuluh darah, khususnya di jantung, pembuluh darah perifer, dan ginjal (Rudd & Osterberg, 2002).

Dari berbagai macam teori di atas maka dapat disimpulkan bahwa terjadinya hipertensi merupakan akibat dari interaksi berbagai faktor yang kompleks, meliputi genetik dan lingkungan. Kelainan-kelainan organ yang terlibat dalam patogenesis hipertensi adalah jantung, pembuluh darah, ginjal, sistem saraf, dan sistem endokrin.

2.1.5. Tanda dan Gejala

Di masa lalu, gejala klasik hipertensi adalah sakit kepala, epistaksis, dan pusing. Namun, studi menunjukkan bahwa gejala-gejala di atas tidak lebih sering ditemukan pada populasi penderita hipertensi dibandingkan pupulasi umum. Gejala-gejala lain seperti flushing, berkeringat dan pandangan kabur lebih sering ditemukan pada populasi penderita hipertensi disbanding populasi umum. Namun, kebanyakan pasien hipertensi tidak memiliki gejala dan didiagnosis melalui pengukuran darah saat pemeriksaan fisik rutin oleh tenaga medis (Lee et al.,

2010).

2.1.6. Komplikasi

Patogenesis hipertensi sistolik dan diastolik meliputi perubahan struktur dalam arteriol yaitu remodeling dan hypertrophy. Perubahan ini terlibat dalam arteriosklerosis pembuluh darah kecil yang bertanggung jawab terhadap kerusakan banyak organ jika hipertensi berlangsung lama (Kaplan & Flynn, 2006).

Kerusakan organ yang disebabkan hipertensi menggambarkan derajat lamanya tekanan darah tinggi sudah berlangsung. Kerusakan organ pada hipertensi dihubungkan dengan (1) beban kerja jantung yang semakin besar; dan (2) kerusakan pembuluh darah akibat peningkatan tekanan darah itu sendiri dan dipercepat oleh atherosclerosis. Trauma yang dihasilkan hipertensi kronis terhadap endotelium memicu aterosklerosis kemungkinan disebabakan oleh gangguan terhadap mekanisme proteksi pembuluh darah yang normal seperi sekresi Nitric Oxide. Atherosclerosis yang terjadi pada pembuluh darah besar mengurangi elastisitasnya (Lee et al., 2010).

Secara umum komplikasi hipertensi dapat disebabkan oleh hipertensi atau aterosklerosis. Komplikasi hipertensi meliputi penyakit jantung hipertensi, hipertrofi ventrikel kiri, disfungsi sistolik dan diastolik, gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner, fibrilasi atrial, stenosis aorta, penyakit serebrovaskular, gangguan kognitif dan demensia (Kaplan & Flynn, 2006).

2.1.7. Pengukuran Tekanan Darah dan Kriteria Diagnostik Hipertensi Pengukuran tekanan darah dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pengukuran tekanan darah di ruang kerja secara akurat (accurate blood pressure measurement in the office), monitoring tekanan darah berjalan (Ambulatory Blood Pressure Monitoring /ABPM) dan metode pengukuran sendiri (self measurement).

Menurut JNC VII, pengukuran tekanan darah dilakukan dengan alat ukur yang terkalibrasi yaitu spigomanometer merkuri atau air raksa yang harus dilakukan uji validasi dan akurasi secara berkala.

Pengukuran tekanan darah di ruang kerja secara akurat (accurate blood pressure measurement in the office) dilakukan dengan tensimeter baik aneroid, merkuri, atau elektronik harus kaliberasi dan divalidasi secara teratur. Pemeriksa tekanan darah harus terlatih dalam teknik pengukuran tekanan darah yang standar dan pasien harus diposisikan dengan baik. Pasien harus duduk dengan tenang minimal 5 menit di kursi bukan di meja pemeriksaan, dengan kaki di lantai dan tangan setentang jantung. Kafein, olahraga, dan rokok harus dihindari minimal 30 menit sebelum pemeriksaan. Pengukuran tekanan darah dalam posisi berdiri diindikasikan pasa orang dengan hipotensi postural. Lapisan kain pengukur tekanan daarah harus dilingkarkan minimal 80% luas lengan.

Pengukuran tekanan darah harus dilakukan minimal dua kali pengukuran dan dihitung nilai rata-ratanya. Untuk pemeriksaan manual, palpasi nadi radialis hingga tidak teraba untuk memperkirakan tekanan darah sistolik. Kemudian naikkan 20-30 mm Hg di atasnya untuk penilaian secara auskultasi berikutnya. Pengempisan dilakukan dengan kecepatan 2 mm Hg per detik.

Tekanan darah sistolik adalah tekanaan saat suara Korotkoff yang pertama terdengar (fase 1) kemudian hilangnya suara korotkof menunjukkan nilai tekanan darah diastolik. (fase 5). Pemeriksa harus menyebutkan secara lisan dan tulisan kepada pasien tentang tekanan darahanya dan tekanan darah ideal untukn pengobatannya.

setiap 1 bulan. Bila tekanan darah melebihi 180/110 harus dilakukan terapi dan evaluasi dalam 1 minggu.

Metode pengukuran tekanan darah kedua adalah monitoring tekanan darah berjalan (Ambulatory Blood Pressure Monitoring /ABPM). Metode ini dapat menilai tekanan darah selama aktivitas harian dan selama tidur. Monitoring tekanan darah berjalan diindikasikan untuk pasien white coat hypertension, resistensi obat, hipotensi akibat obat anti hipertensi, disfungsi otonom dan hipertensi yang episodik.

Metode pengukuran tekanan darah yang ketiga adalah metode pengukuran sendiri (self measurement). Metode ini digunakan untuk menilai tekanan darah saat di ruang kerja dan saat di rumah. Metode ini biasanya dilakukan sebelum monitoring tekanan darah berjalan

Menurut JNC VII, Kriteria diagnostik hipertensi adalah minimal dua kali pengukuran tekanan darah pada kesempatan yang berbeda, dengan nilai rata-rata hasi pengukuran tekanan darah sistolik di atas atau sama dengan 140 atau tekanan darah diastolik diatas atau sama dengan 90. (JNC VII, 2003).

2.2. Fungsi Kognitif 2.2.1. Definisi

Fungsi kognitif adalah aktivitas fisik dan mental yang diformulasikan dengan kemampuan berpikir, mengingat, belajar, dan bahasa yang merupakan proses kerja yang terdiri dari atensi, memori, visuospasial, bahasa dan fungsi eksekutif (Kemenkes RI, 2010).

2.2.2. Aspek-aspek Fungsi Kognitif 1. Memori

Memori adalah sekumpulan sistem untuk menyimpan dan mengambil kembali informasi yang dapat berupa pengalaman pribadi, emosi, kenyataan, prosedur, keterampilan, dan kebiasaan ( Hedge, 2013).

Memori merupakan aktivitas dalam menghubungkan masa lalu dengan masa kini. Memori memungkinkan kita menginterpretasi dan

bereaksi terhadap persepsi yang baru dengan mengacu kepada pengalaman lampau. Evaluasi yang akurat dan tepat dari fungsi memori merupakan salah satu bidang yang paling penting dalam fungsi kognitif pada usia lanjut. Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah memori dini pada perjalanan penyakitnya (Kemenkes RI, 2010).

Memori dibagi menjadi dua kelas besar yaitu memori impisit (implicit memory) dan memori eksplisit (explicit memory). Memori implisit adalah memori yang tidak melibatkan kesadaran dan penyimpananya biasanya tidak melibatkan proses di hipokampus. Memori eksplisit adalah memori yang dihubungkan dengan kesadaran dan pengolahannya bergantung terhadap hipokampus dan bagian lobus temporal medial (Ganong, 2012).

Memori eksplisit terdiri dari memori episodik dan memori semantik. Memori episodik mengingat kembali bagian-bagian diri sendiri sendiri (autobiographical details) atau kejadian yang dialami sendiri yang di waktu tertentu, sedangkan memori semantik berhubungan dengan pengetahuan tentang dunia (Kipps & Hodges, 2005).

Pembagian memori yang lain adalah memori jangka pendek ( short-term memory), memori anterogad (anterogade memory) dan memori retrogad (retrograde memory). Memori jangka pendek adalah memori yang bertanggung jawab dalam mengingat kembali sejumlah kecil materi verbal atau spasial dalam waktu yang singkat. Memori anterogad adalah memori yang digunakan untuk mendapatkan informasi baru, sedangkan memori retrogad adalah memori yang digunakan untuk mengingat kembali informasi yang pernah dipelajari (Kipps & Hodges., 2005).

Berdasarkan rentang waktu mengingat waktu kembali suatu informasi, memori dapat diklasifikasikan menjadi immediate memory (working memory), recent memory dan remote memory. Immediate memory adalah saat pasien mampu mengingat kembali informasi yang

hari, minggu atau bulan. Remote memory adalah mengingat informasi yang terjadi dalam beberapa tahun yang lalu (Matorin & Ruiz, 2009). 2. Atensi dan Konsentrasi

Atensi merupakan kemapuan untuk memfokuskan (memusatkan) perhatian pada masalah yang dihadapi. Konsentrasi merupakan kemampuan untuk mempertahankan fokus tersebut. Atensi yang terpusat merupakan hal penting dalam belajar. Hal ini memberikan kemampuan untuk memproses hal penting yang dipilih dan mengabaikan yang lainnya. 3. Visuospasial

Visuospasial merupakan fungsi kognitif yang kompleks mengenai kemampuan tata ruang, termasuk menggambar dua maupun tiga dimensi. Pada gangguan visuospasial penderita mudah tersesat di lingkungannya 4. Bahasa

Bahasa merupakan fungsi kognitif dasar berupa komunikasi pada manusia. Bila terdapat gangguan bahasa, penilaian faktor kognitif lain akan agak sulit untuk diperiksa. Kemampuan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa merupakan hal yang sangat penting. Bila terdapat gangguan, hal ini akan mengakibatkan hambatan yang berarti bagi seseorang.

5. Fungsi Eksekutif

Fungsi eksekutif meliputi kemampuan untuk merencanakan, menyesuaikan, menangani konsep yang abstrak, dan menyelesaikan masalah. Fungsi eksekutif juga dihubungkan dengan aspek sosial kepribadian dan perilaku, seperti inisiatif, motivasi dan inhibisi.

Fungsi eksekutif mempunyai peranan penting dalam kehidupan sehari-hari, seperti kemampuan penyelesaian masalah, mengerjakan berbagai tugas yang beragam, maupun mengerjakan tugas dalam urutan tertentu.

Beberapa fungsi eksekutif meliputi hal-hal seperti menyeleksi penyelesaian tugas yang sesuai, perencanaan, dan mengorganisasikan informasi dan ide, memprioritaskan dan memfokuskan pada persoalan

utama dan bukan pada hal mendetail yang tidak relevan, memulai dan mempertahankan suatu aktivitas, fleksibilitas perpindahan strategi, mengevaluasi diri dan pengaturan perilaku. Fungsi eksekutif ini dapat terganggu pada individu dengan tingkat intelegensi rata-rata maupun di atas rata-rata dan juga pada individu yang mempunyai memori yang baik (Ginsberg, 2010; Kemenkes RI, 2010).

2.2.3. Anatomi Fungsional Kognitif 1. Memori

Landasan anatomi memori episodik adalah sistem limbik (hipokampus, talamus, dan jalur-jalur lainnya), sedangkan landasan anatomi untuk memori semantik adalah neokorteks temporal. Memori implisit mencakup banyak struktur, termasuk ganglia basalis, serebelum, dan sambungannya dengan korteks serebri.

2. Atensi dan Konsentrasi

Pemeliharaan fungsi atensi yang normal bergantung terhadap dasar anatomi yang sama dengan kesadaran, yaitu sistem aktivasi retikular yang memproyeksikan masukannya ke talamaus lalu ke korteks serebri secara difus.

3. Fungsi Eksekutif, Kepribadian, dan Perilaku

Lobus frontal hemisfer serebri khususnya area prefrontal adalah daerah yang esensial untuk fungsi eksekutif, sedangkan lobus frontal bagian ventromedial memainkan peran yang penting dalam kognisi sosial, kepribadian dan perilaku.

4. Bahasa

Pada kebanyakan orang hemisfer serebri kiri merupakan bagian yang dominan untuk pengaturan bahasa. Bahkan, orang-orang bertangan kidal juga cenderung memiliki pusat pengaturan bahasa yang dominan di hemisfer kiri.

5. Visuospasial

Informasi dari korteks visual diarahkan langsung ke korteks temporal atau parietal melalui satu atau dua jalur. Jalur dorsal (dorsal stream) menghubungkan informasi visual dengan posisi ruang dan orientasi di lobus parietal, sedangkan jalur ventral (ventral stream) menghubungkan informasi ini ke tempat penyimpanan pengetahuan semantik di lobus temporal (Ginsberg, 2010; Ganong, 2012; Kipps & Hodges,, 2005).

2.2.4. Pengukuran Fungsi Kognitif

The Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan alat yang paling sering digunakan dalam menilai fungsi kognitif. MMSE baik dalam menilai fungsi memori dan atensi, tetapi relatif kurang sensitif dalam menilai bahasa, dan hanya ada sedikit penilaian terhadap fungsi visuospasial bahkan tidak ada penilaian terhadap fungsi eksekutif (Kipps & Hodges, 2005).

Selain itu, berdasarkan penelitian Pendlebury (2012), sensitivitas MMSE dalam skrining gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment) berada di bawah alat pengukuran lainnya seperti Montreal Cognitive Assesstment (MoCA). Oleh kaena itu dalam penelitian ini, peneliti menggunakan kuesioner MoCA karena merupakan kuesioner yang lebih sensitif dan lebih lengkap dalam menilai fungsi kognitif seseorang.

2.2.5. Montreal Cognitive Assesment (MoCA)

Montreal Cognitive Assesment (MoCA) diciptakan oleh dr. Ziad Nasreddine di Montreal, Quebec pada tahun 1996. MoCA telah tervalidasi dalam mendeteksi gangguan kognitif ringan (Mild Cognitive Impairment), demensia ringan dan juga sering dipakai pada keadaan-keadaan lain (Gil et al., 2015)

MoCA sendiri menilai banyak aspek fungsi kognitif. Fungsi memori dalam hal ini delayed recall, yaitu pemeriksa membacakan 5 kata lalu subjek menyebutkan 5 kata tersebut sebanyak dua kali lalu menyebutkan kembali setelah 5 menit (5 poin). Fungsi Atensi yaitu menilai kewaspadaan (1 poin), mengurangi berurutan (3 poin), digit forward and backward 2 poin). Fungsi bahasa dinilai

dengan menyebutkan 3 nama binatang yaitu singa, unta dan badak (3 poin), mengulang 2 kalimat (2 poin), dan kelancaran berbahasa (1 poin). Fungsi Visuospasial dinilai dengan clock drawing test (3 poin) dan menggambarkan kubus 3 dimensi (1 poin) Fungsi eksekutif dinilai dengan trail-making B (1 poin),

Phonemic Fluency Test (1 poin) dan two item verbal abtraction (2 poin). Orientasi dinilai dengan menyebutkan tanggal, bulan tahun,hari, tempat, dan kota (masing-masing 1 poin) (Panentu & Irfan, 2013).

1. Fungsi Visuospasial dan Fungsi Eksekutif

Menelusuri Jejak Secara Bergantian (Alternating Trail Making)

Instruksi : “Buatlah garis yang menghubungkan sebuah angka dan sebuah huruf dengan urutan meningkat. Mulailah di sini (tunjuk angka [1] dan tariklah sebuah garis dari angka 1 ke huruf A, kemudian menuju angka 2 dan selanjutnya. Akhiri di sini (tunjuk huruf [E] ).

Penilaian : Berikan nilai 1 bila subyek menggambar dengan sempurna mengikuti pola berikut ini : 1-A-2-B-3-C-4-D-5-E, tanpa ada garis yang salah. Setiap kesalahan yang tidak segera diperbaiki sendiri oleh subyek diberi nilai 0.

Kemampuan visuokonstruksional (kubus)

Instruksi : “Contohlah gambar berikut setepat mungkin pada tempat yang disediakan dibawah ini”

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk gambar yang benar : a) Gambar harus tiga dimensi

b) Semua garis tergambar

c) Tidak terdapat garis tambahan

d) Garis-garis tersebut relative sejajar dan panjangnya sesuai (bentuk prisma segi empat dapat diterima)

Nilai tidak diberikan untuk masing-masing elemen jika kriteria di atas tidak dipenuhi

Kemampuan visuokonstruksional (jam dinding)

Instruksi : “Gambarlah sebuah jam dinding, lengkapi dengan angka-angkanya dan buat waktunya menjadi pukul 11 lewat 10 menit”.

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk masing-masing dari kriteria berikut :

a) Bentuk (nilai 1) : bentuk jam harus berupa lingkaran dengan hanya sedikit distorsi (mis: ketidaksempurnaan dalam menutup lingkaran)

b) Angka (nilai1) : semua angka yang terlihat dalam jam harus lengkap tanpa tambahan angka, angka harus diletakkan dalam urutan yang tepat dan dalam kuadran yang sesuai dengan bentuk jam, angka-angka Romawi dapat diterima, angka dapat diletakkan di luar lingkaran.

c) Jarum jam (nilai 1) : harus terdapat dua jarum jam yang secara bersamaan menunjukkan waktu yang dimaksud. Jarum yang menunjukkan jam harus secara jelas lebih pendek dari jarum jam yang menunjukkan menit, jarum jam harus berpusat di dalam lingkaran dengan pertemuan kedua jarum berada dekat dengan pusat lingkaran. Nilai tidak diberikan untuk masing-masing elemen jika kriteria diatas tidak dipenuhi .

2. Penamaan

Penilaian : Masing-masing 1 nilai diberikan untuk jawaban berikut (1) gajah, (2) badak, (3) unta.

3. Memori

Instruksi : “Ini adalah pemeriksaan daya ingat. Saya akan membacakan sederet kata yang harus anda ingat sekarang dan nanti. Dengarkan baik-baik, setelah saya selesai katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang anda dapat ingat, tidak masalah disebutkan tidak berurutan” (kemudian permeriksa membacakan 5 kata dengan kecepatan satu kata setiap detik). Tandai dengan tanda centang (√) di tempat yang disediakan, untuk tiap kata yang dapat diingat secara benar oleh subjek pada pemeriksaan pertama. Ketika subjek menunjukkan bahwa ia telah selesai (telah mengingat semua kata) atau sudah tidak dapat lagi mengingat kata lainnya, bacakan sederet kata untuk kedua kalinya disertai instruksi berikut : “Saya akan membacakan sederet kata yang sama untuk kedua kalinya. Cobalah untuk mengingat dan katakan kepada saya sebanyak mungkin kata yang dapat anda ingat, termasuk kata-kata yang sudah anda sebutkan di kesempatan pertama”. Di akhir permeriksaan kedua, jelaskan kepada subyek bahwa dia akan diminta lagi untuk mengingat kembali kata-kata tersebut dengan mengatakan “Saya akan meminta ada untuk mengingat kembali kata-kata tersebut pada akhir pemeriksaan”.

WAJAH-SUTERA-MASJID-ANGGREK-MERAH

WAJAH SUTERA MASJID ANGGREK MERAH

Pemeriksaan pertama Pemeriksaan kedua

4. Atensi

Rentang Angka Maju (Forward Digit Span)

Instruksi : “Saya akan mengucapkan beberapa angka, dan setelah saya selesai ulangi apa yang saya ucapkan tepat sebagaimana saya mengucapkannya” (Bacakan kelima urutan angka yang diulangi secara benar).

2 – 1 – 8 – 5 – 4

Penilaian : Berikan nilai 1 untuk tiap urutan yang diulangi secara benar. Rentang Angka Mundur (Backward Digit Span)

Instruksi : “Sekarang saya akan mengucapkan beberapa angka lagi, akan tetapi jika saya sudah selesai, anda harus mengulangi apa yang saya ucapkan dalam urutan terbalik” (Bacakan ketiga urutan angka dengan kecepatan satu angka setiap

Dokumen terkait