• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

1. Sebaiknya pengaturan tentang pemilihan kepala daerah

2. Pemilihan gubernur oleh DPRD patut dipertimbangkan untuk menjadi pilihan dalam rangka menghemat proses demokrasi ke depan dengan pertimbangan bahwa posisi gubernur dalam kerangka implementasi konsep administrasi pemerintahan adalah kepanjangan tangan pemerintah pusat di daerah berupa kewenangan yang bersifat koordinatif antara daerah otonomi di tingkat kabupaten dan kota, serta kewenangan yang bersifat lintas kabupaten dan kota. Apalagi anggota-anggota DPRD itu seluruhnya terpilih melalui pemilu dari berbagai daerah yang ada di provinsi yang bersangkutan. Pemikiran ini tidak berarti mereduksi daerah provinsi sebagai suatu daerah otonomi, karena daerah provinsi juga tetap diberi kewenangan otonomi disamping kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Mekanisme pemilihan yang demikian dapat menghemat anggaran negara yang cukup besar dan masih berada dalam ruang lingkup dan koridor konstitusi serta masih sejalan dengan prinsip-prinsip demokrasi. 3. Perlu ditata kembali mekanisme pemilihan umum secara keseluruhan

dengan melakukan konsolidasi dan pemisahan antara dua jenis pemilihan yaitu pemilihan pejabat di tingkat nasional dalam satu waktu secara bersamaan dan pemilihan bupati dan walikota serta DPRD (provinsi dan kabupaten/kota) secara bersamaan dalam waktu yang lain. Sehingga selama lima tahun hanya ada dua pemilihan yaitu pemilihan pejabat di tingkat pusat, yaitu DPR, DPD dan Presiden-Wakil Presiden, dan

pemilihan tingkat lokal yaitu pemilihan DPRD Kabupaten/Kota, DPRD Provinsi serta pemilihan Bupati dan Walikota. Pemilu untuk memilih pejabat tingkat nasional dapat dikurangi hanya menjadi dua putaran saja, yaitu putaran pertama untuk pemilu legislatif yang dilangsungkan secara bersamaan dengan pemilihan presiden putaran pertama, sedangkan putaran kedua untuk memilih dua pasangan calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua jika dalam putaran pertama tidak ada pasangan yang mencapai mayoritas mutlak. Demikian juga Pilkada Bupati Walikota, untuk efisiensi harus dihindari adanya pilkada 2 putaran dengan mempergunakan mekanisme yang sama dengan Pilpres. Mekanisme inipun masih tetap dalam koridor demokrasi dan ketentuan konstitusi.

BAB II

PENGATURAN TENTANG PEMILIHAN

KEPALA DAERAH DI INDONESIA

A. Pengaturan Tentang Pemilihan Kepala Daerah menurut UUD 1945 Sebelum Amandemen

Dari teori dan praktik yang berkembang selama ini memperlihatkan bahwa UUD 1945 merupakan hukum dasar yang tertulis yang tertinggi dalam negara (the higher law of the land). Sebagai hukum dasar tertulis yang tertinggi dalam negara, UUD 1945 menjadi dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah. Sehubungan dengan itu, UUD 1945 memuat apapun menggariskan tentang pembagian kekuasaan baik secara vertikal maupun horizontal.26

Inti dari pasal 18 tersebut adalah dalam negara Indonesia terdapat pemerintahan daerah. Pemerintahan daerah tersebut terdiri atas daerah besar dan

Untuk memahami secara utuh amanat konstitusi tentang pemilihan kepala daerah perlu terlebih dahulu memahami posisi daerah dalam pandangan. Undang-undang dasar memberikan arah yang jelas tentang posisi daerah itu. Pasal 18 UUD NRI 1945, menegaskan bahwa “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang”.

26

Juanda, Hukum Pemerintahan Daerah: Kewenangan Antara Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan Kepala Daerah, Alumni, Bandung, 2004, hal. 1

kecil. Pemerintahan yang dibentuk tersebut baik dalam daerah besar maupun kecil harus memperhatikan dua hal, yaitu:27

1. Dasar permusyawaratan, yakni pemerintahan daerah harus bersendikan demokrasi yang ciri utamanya adalah musyawarah dalam dewan perwakilan rakyat.

2. Hak asal-usul dalam daerah yang bersifat istimewa, yakni pemerintah daerah yang dibentuk tidal boleh secara sewenang-wenang menghapus daerah-daerah yang pada zaman Belanda merupakan daerah swapraja yang disebut zelfbesturende lanschjappen dan kesatuan masyarakat hukum pribumi, seperti Desa, Nagari, Marga, dan lain-lain yang disebut

volksgemenschappen atau zelfstandigemenschappen.

Adanya perintah kepada pembentuk undang-undang dalam menyusun undang-undang tentang desentralisasi teritorial harus memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, yang menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 adalah bahwa dasar permusyawaratan juga diadakan pada tingkat daerah. Dengan demikian, permusyawaratan/ perwakilan tidak hanya terdapat pada pemerintahan tingkat pusat, melainkan juga pada pemerintahan tingkat daerah. Dengan kata lain, pasal 18 UUD 1945 menentukan bahwa pemerintahan daerah dalam susunan daerah besar dan kecil harus dijalankan melalui permusyawaratan atau harus mempunyai badan perwakilan. Dalam susunan kata atau kalimat pasal 18 tidak terdapat keterangan atau petunjuk

yang memungkinkan pengecualian dari prinsip atau dasar permusyawaratan perwakilan itu.28

Hatta29

Hak melakukan pemerintahan sendiri sebagai sendi kerakyatan dalam sebuah negara kesatuan (eenheidsstaat) tidak lain berarti otonomi, yaitu hak untuk mengatur dan mengurus rumah tangga sendiri. Dengan demikian, makin kuat alasan bahwa pemerintahan dalam susunan daerah besar dan kecil menurut pasal 18 UUD 1945 tidak lain dari pemerintahan yang disusun atas dasar otonomi.

manfsirkan “dengan memandang dan mengingati dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”, dengan mengatakan sebagai berikut:

Bagian kalimat yang akhir ini, dalam undang-undang dasar, menyatakan bahwa hak melakukan pemerintahan sendiri bagi segenap bagian rakyat menjadi sendi kerakyatan Indonesia. Diakui bahwa tiap-tiap bagian untuk menentukan diri sendiri dalam lingkungan yang satu, supaya hidup jiwa rakyat seluruhnya dan tersusun tenaga pembangunan masyarakat dalam segala golongan untuk kesejahteraan Republik Indonesia dan kemakmuran penduduknya.”

30

Dalam pemilihan kepala daerah, UUD tidak mengatur apakah kepala daerah dipilih secara langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD. Namun Pasal 18 ayat (4) menegaskan bahwa kepala daerah dipilih secara demokratis. Rumusan “dipilih secara demokratis”, lahir dari perdebatan panjang di Panitia Ad Hoc 1 Badan Pekerja MPR tahun 2000 antara pendapat yang menghendaki kepala daerah dipilih oleh DPRD dan pendapat lain yang menghendaki dipilih secara langsung oleh rakyat. Sebagaimana diketahui, pada saat itu sedang berlangsung berbagai

28

Ni’matul Huda, Hukum Tata Negara Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2006, hal. 283-284.

29

Bagir Manan, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1994.

30

pemilihan kepala daerah di Indonesia yang dilaksanakan berdasarkan UU No.22 Tahun 1999 yang dipilih oleh DPRD. Sebahagian besar proses maupun hasil pemilihan oleh DPRD tersebut mendapatkan protes dari rakyat di daerah yang bersangkutan dengan berbagai alasan. Kondisi inilah yang mendorong para anggota MPR untuk berpendapat bahwa pemilihan kepala daerah dipilih langsung oleh rakyat untuk mengurangi protes kepada para anggota DPRD. Pada sisi lain dengan pertimbangan kesiapan berdemokrasi yang tidak sama antar berbagai daerah di Indonesia serta kebutuhan biaya yang besar dalam proses pemilihan kepala daerah secara langsung, dikhawatirkan akan menimbulkan instabilitas politik dan pembengkakan anggaran negara, sehingga sebahagian anggota MPR bersikukuh bahwa kepala daerah tetap dipilih oleh DPRD. Disamping itu, pada saat yang sama terjadi perdebatan sangat tajam tentang cara pemilihan Presiden antara yang menghendaki pemilihan langsung oleh rakyat dan pemilihan oleh MPR dengan berbagai variannya, juga turut mempengaruhi perdebatan tentang cara pemilihan kepala daerah ini.31

Paling tidak ada dua prinsip yang terkandung dalam rumusan “kepala daerah dipilih secara demokratis”, yaitu pertama; kepala daerah harus “dipilih”, yaitu melalui proses pemilihan dan tidak dimungkinkan untuk langsung diangkat, dan kedua; pemilihan dilakukan secara demokratis. Makna demokratis di sini tidak harus dipilih langsung oleh rakyat, akan tetapi dapat juga bermakna dipilih oleh DPRD yang anggota-anggotanya juga hasil pemilihan demokratis melalui

diajukan oleh pemerintah dan diperdebatkan di DPR, tidak ada perdebatan yang mendalam lagi tentang apakah kepala daerah itu dipilih langsung oleh rakyat atau dipilih oleh DPRD. Hal ini, paling tidak disebabkan oleh dua hal, yaitu telah disepakatinya dalam perubahan ketiga dan keempat UUD 1945 bahwa presiden dan wakil presiden Republik Indonesia dipilih secara langsung oleh rakyat, dan kedua; dari berbagai penyerapan aspirasi masyarakat di seluruh Indonesia, baik yang dilakukan oleh Tim Departemen Dalam Negeri maupun DPR, diperoleh aspirasi dominan dari masyarakat menghendaki kepala daerah itu dipilih secara langsung oleh rakyat. Yang menjadi perdebatan adalah bagaimana mekanisme pemilihan langsung ini dilakukan di setiap daerah apakah disamakan atau bisa berbeda-beda di masing-masing daerah disesuaikan dengan kondisi dan kekhususan masing-masing daerah. Rumusan akhir UU No.32/2004, menujukkan dengan jelas bahwa mekanisme pemilihan ini lebih banyak diseragamkan dan hanya mengenai cara kampanye dan lain-lain yang bersifat sangat teknis diserahkan kepada daerah melalui KPUD masing-masing. Sedangkan posisi KPUD, dalam kaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dalam kerangka konsep UU No.32/2004 adalah sebagai perangkat daerah yang bersifat independen dan bukan perangkat KPU yang bersifat nasional.32

32 Ibid

B. Pengaturan Tentang Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974.

Mekanisme pemilihan kepala daerah dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 bahwa Kepala Daerah Tingakt I dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan menteri dalam Negeri. Hasil pemilihan tersebut diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang di antaranya. Kepala Daerah Tingkat II dicalonkan dan dipilih oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dari sedikit-dikitnya 3 (tiga) orang dan sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang calon yang telah dimusyawarahkan dan disepakati bersama antara Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah/Pimpinan Fraksi-fraksi dengan Gubernur Kepala Daerah.33

Hasil pemilihan ini diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang bersangkutan kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah sedikit-dikitnya 2 (dua) orang untuk diangkat salah seorang di antaranya. Kepala Daerah diangkat untuk masa jabatan 5 (lima) tahun terhitung mulai tanggal pelantikannya dan dapat diangkat kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan berikutnya. Sedangkan dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban

persiden melalui Menteri Dalam Negeri. Dalam men34

Secara terpisah, dalam pasal 24 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 mengatur tentang wakil kepala daerah. Dimana dikatakan bahwa wakil kepala daerah Tingkat I diangkat oleh Presiden dari pegawai negeri yang memenuhi persyaratan. Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan, Gubernur kepala daerah mengajukan calon wakil kepala daerah Tingkat I kepada presiden melalui Menteri Dalam Negeri. Wakil kepala daerah tingkat II diangkat oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden dari pegawai negeri yang memenuhi persyaratan. Dengan memperoleh persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tanpa melalui pemilihan Bupati/ Walikotamadya Kepala Daerah mengajukan calon wakil Kepala Daerah tingkat II kepada Menteri Dalam Negeri melalui Gubernur Kepala Daerah. Wakil Kepala Daerah diambil sumpahnya/janjinya dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri atas nama Presiden bagi wakil kepala daerah Tingkat I dan oleh Gubernur Kepala Daerah atas nama Menteri Dalam Negeri bagi wakil kepala daerah Tingkat II. Wakil Kepala Daerah membantu kepala daerah dalam menjalankan tugas dan wewenangnya sehari-hari sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri jalankan hak, wewenang dan kewajiban Pemerintahan Daerah, Kepala Daerah berkewajiban memberikan keterangan pertanggungjawaban kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sekurang-kurangnya sekali setahun, atau jika dipandang perlu olehnya, atau apabila diminta oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

34

Dalam Negeri. Apabila kepala daerah berhalangan, wakil kepala daerah menjalankan tugas dan wewenang Kepala Daerah sehari-hari.

Dari pasal penjelasan pasal-pasal tersebut, terlihat bahwa Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 sangat sentralistik dan represif. Dalam proses Pilkada, dapat dilihat bahwa kewenangan dari masyarakat daerah untuk menentukan nasibnya sendiri sangat jauh dari kenyataan. Kepala Daerah adalah orang yang harus mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat, sehingga sangat terbuka ruang dimana Kepala Daerah yang terpilih adalah bukan orang yang sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat di daerah.

C. Pengaturan Tentang Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999

Sentralisasi politik orde baru yang dituangkat dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan Daerah, telah terbukti hanya berfungsi untuk menjadikan pemerintahan daerah sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat belaka.35 Kontrol yang sangat keta ini misalnya terlihat pada proses pemilihan kepala daerah dan pembuatan peraturan daerah. Bahkan tidak jarang pemerintah pusat melalui kementerian dalam negeri mementahkan kembali aspirasi masyarakat di daerah menyangkut kedua hal tersebut. Belum lagi persoalan pembagian sumber daya alam yang tidak mencerminkan keadilan antara pemerintah pusat dan daerah. Kondisi semacam itulah yang kemudian

daerah merasa yang selama orde baru berkuasa merasa diperlakukan tidak adil, menuntut kemerdekaan. Derasnya arus reformasi telah membawa perubahan mendasar dalam penyelesaian gugatan ketidakadilan oleh daerah terhadap pemerintah pusat tersebut. Lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1974 lebih memberikan keleluasaan menyelenggarakan pemerintahan daerahnya.

Affan Gaffar, salah seorang yang membidani lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa ada beberapa ciri khas yang membedakan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dengan undang-undang sebelumnya, antara lain:36

1. Adanya upaya untuk melakukan demokratisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yaitu dengan memberikan kewenangan sepenuhnya kepada masyarakat di daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk memilih kepala daerah dan membuat peraturan daerahnya sendiri. 2. Upaya mendekatkan pemerintah kepada rakyat dengan menitikberatkan

otonomi daerah pada kabupaten dan kota, tentunya dengan asumsi akan mempermudah masyarakat dalam memperoleh pelayanan (publik service). 3. Sistem otonomi luas dan nyata di semua bidang pemerintahan kecuali yang

menyangkut kebijaksanaan politik luar negeri, hankam, moneter dan fiscal, sistem peradilan dan agama.

36

Dalam Ahmad Nadir, Pilkada Langsung dan Masa Depan Demokrasi: Studi Atas Artikulasi Politik Nahdliyyin dan Dinamika Politik dalam Pilkada Langsung di Kab. Gresik, Jatim, Averroes Press, Malang, 2005, hal. 106-107

4. Tidak menggunakan sistem otonomi bertingkat yang diimplementasikan pada tidak dikenalnya lagi daerah Tingkat I dan II yang membawa konsekuensi Gubernur bukan lagi atasannya Bupati.

5. Penyerahan kewenangan kepada daerah kabupaten atau kota dilakukan bersamaan dengan penyerahan pembiayaan atas penyelenggaraan pemerintahan tersebut, selanjutnya hal ini diatur lebih lanjut dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Secara filosofis, otonomi daerah dapat diartikan sebagai sebuah mekanisme yang memberikan kewenangan kepada masyarakat di daerah untuk berpartisipasi secara luas dan mengekspresikan diri dalam bentuk-bentuk kebijakan lokal tanpa tergantung kepada kebijakan pemerintah pusat. Secara teknis, hal ini akan diimplementasikan pada proses politik yang terjadi di dalam penentuan kebijakan-kebijakan publik di daerah, seperti Pemilihan Gubernur/ Wakil Gubernur, Bupati/Walikota dan wakilnya, pembuatan berbagai peraturan daerah dan pengawasan terhadap jalannya pemerintahan daerah.37

Pasal 30 Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa setiap daerah dipimpin oleh seorang kepala daerah sebagai kepala eksekutif yang dibantu oleh seorang wakil kepala daerah. Kepala daerah propinsi disebut Gubernur yang karena jabatannya adalah juga sebagai wakil pemerintah. Dalam menjalankan tugas dan kewenangan sebagai kepala daerah, Gubernur bertanggung

pertanggungjawaban, ditetapkan dengan peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Dalam kedudukan sebagai wakil pemerintah, Gubernur berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden.

Dalam menjalankan tugas dan kewenangan selaku kepala daerah, Bupati/ Walikota bertanggung jawab kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota. Tata cara pelaksanaan pertanggungjawaban, ditetapkan dalam peraturan tata tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh pemerintah. Pengisian jabatan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilakukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui pemilihan secara bersamaan. Calon kepala daerah dan wakil kepala daerah ditetapkan oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melalui tahapan pencalonan dan pemilihan. Untuk pencalonan dan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah, dibentuk panitia pemilihan. Ketua dan para wakil ketua panitia pemilihan merangkap sebagai anggota. Sekretaris Dewan Perwakilan Rakyat Daerah karena jabatannya adalah Sekretaris Panitia Pemilihan, tetapi bukan anggota.

Lebih detail tentang proses pilkada menurut Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 menyebutkan bahwa penyelenggaraan pilkada adalah panitia pemilihan yang pada dasarnya memiliki tugas pokok, yaitu melakukan pemeriksaan berkas identitas mengenai bakat calon berdasarkan persyaratan yang telah ditetapkan; melakukan kegiatan teknis pemilihan calon; dan menjadi penanggungjawab penyelenggaraan pemilihan. Bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah yang memenuhi persyaratan sesuai dengan hasil

pemeriksaan yang dilakukan oleh panitia pemilihan, diajukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah untuk ditetapkan sebagai calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah.38

Setiap fraksi melakukan kegiatan penyaringan pasangan bakal calon sesuai dengan syarat yang ditetapkan dalam pasal 33. Setiap fraksi menetapkan pasangan bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah dan menyampaikannya dalam rapat paripurna kepada pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Dua fraksi atau lebih dapat bersama-sama mengajukan pasangan bakal calon kepala daerah dan bakal calon wakil kepala daerah. Dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, setiap fraksi atau beberapa fraksi memberikan penjelasan mengenai bakal calonnya. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah mengundang bakal calon dimaksud untuk menjelaskan visi, misi, serta rencana-rencana kebijakan apabila bakal calon dimaksud terpilih sebagai kepala daerah. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat melakukan Tanya jawab dengan para bakal calon. Pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan pimpinan fraksi-fraksi melakukan penilaian atau kemampuan dan kepribadian para bakal calon dan melalui musyawarah atau pemungutan suara menetapkan sekurang-kurangnya dua pasang calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang akan dipilih satu pasang di antaranya oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Kemudian, nama-nama, calon Gubernur dan calon wakil

Gubernur yang telah ditetapkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dikonsultasikan dengan presiden.39

Pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dilaksanakan dalam rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Apabila jumlah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah belum mencapai kuorum, pimpinan rapat dapat menunda rapat paling lama satu jam. Apabila ketentuan tersebut belum tercapai, rapat paripurna diundur paling lama satu jam lagi dan selanjutnya pemilihan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah tetap dilaksanakan. Pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah dilaksanakan secara langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil. Setiap anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dapat memberikan suaranya kepada satu pasang calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah dari pasangan calon yang telah ditetapkan oleh pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pasangan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah yang memperoleh suara terbanyak pada pemilihan, ditetapkan sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan disahkan oleh Presiden. Kepala daerah mempunyai masa jabatan lima tahun dan dapat dipilih kembali

Nama-nama calon Bupati dan calon wakil Bupati serta calon Walikota dan calon Wakil Walikota yang akan dipilih Dewan Perwakilan Rakyat Daerah ditetapkan dengan keputusan pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

39 Ibid

hanya untuk sekali masa jabatan. Kepala daerah dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak atas nama Presiden.

Tentang pemberhentian kepala daerah diatur bahwa Kepala Daerah berhenti atau diberhentikan karena:40

a. Meninggal dunia

b. Mengajukan berhenti atas permintaan sendiri

c. Berakhir masa jabatannya dan telah dilantik pejabat yang baru d. Tidak lagi memenuhi syarat sebagaimana dimaksud dalam pasal 33 e. Melanggar sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (3) f. Melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 48

g. Mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus yang melibatkan tanggung jawabnya, dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Pemberhentian Kepala Daerah karena alasan-alasan sebagaimana dimaksud dalam pasal 49 ditetapkan dengan keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan disahkan oleh presiden. Keputusan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah itu harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua pertiga dan jumlah anggota, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dan putusan diambil dengan persetujuan sekurang-kurangnya dua pertiga dari jumlah anggota yang hadir.

D. Pemilihan Kepala Daerah Berdasarkan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004

Dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, maka Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dinyatakan tidak berlaku lagi. Perubahan yang paling signifikan yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 adalah mengenai pemilihan kepala daerah secara

Dokumen terkait