• Tidak ada hasil yang ditemukan

6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

a. Penulisan stok barang di kartu stok dilakukan dengan disiplin dan tanggung jawab sehingga dapat riwayat pengeluaran atau pemasukan obat dapat diketahui

b. Produk farmasi maupun non-farmasi yang ada di swalayan hendaknya diberi label harga sehingga memudahkan pelayanan bagi pasien dan efisiensi waktu. c. Hendaknya digunakan slogan sebagai jaminan waktu tunggu untuk resep

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (1980). Apotek. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 25 Tahun 1980. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta

Departemen Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No. 922 Tahun 1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (1997). Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan No.1322/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta.

Departemen Kesehatan RI. (2004). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan RI. (2008). Petunjuk Teknis Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/Sk/IX/2004. Jakarta: Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 Tentang Narkotika.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

60

62

64

66

68

70

72

74

76

Lampiran 13. Alur pelayanan resep

/ Copy resep

Penerimaan Resep

Resep Kredit Resep Tunai

Pemeriksaan kelengkapan resep

Resep dihargai & diberi nomor urut Pemeriksaan kelengkapan

administrasi

Pemberian nomor urut

Bagian peracikan & penyiapan obat

Obat racikan diracik & obat jadi disiapkan

Pemberian etiket & pemeriksaan

Penyerahan obat

Obat diterima oleh pasien/pelanggan

Resep di simpan oleh petugas Resep di simpan oleh petugas

Penagihan pada masing-masing instansi atau perusahaan sesuai

78

80

UNIVERSITAS INDONESIA

PENYAKIT REMATIK

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

RANI WULANDARI, S. Farm 1306344103

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER DEPOK

UNIVERSITAS INDONESIA

PENYAKIT REMATIK

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi Apoteker

RANI WULANDARI, S. Farm 1306344103

ANGKATAN LXXVIII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER DEPOK

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i HALAMAN JUDUL ... ii DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 1 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 2 2.1 Anatomi dan Fusiologi Sendi ... 2 2.2 Definisi Rematik ... 3 2.3 Jenis Rematik ... 4 2.3.1 Osteartritis ... 4 2.3.2 Artritis Reumatoid ... 12 2.3. 3 Gout Artritis ... 21 3. METODE PENGKAJIAN ... 32 3.1 Lokasi dan Waktu………...32 3.2 Metodologi Pengkajian………... ... 32 4. KAJIAN RESEP DAN PEMBAHASAN ... 33 4.1 Kajian resep di Apotek Kimia Farma 6 ... 33 4.2 Kajian resep di Apotek Kimia Farma 7 ... 40

5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 45 5.1 Kesimpulan ... 45 5.2 Saran ... 45

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sendi Normal ... 3 Gambar 2.2 Karakteristik Osteoartrtis pada sendi aiartodial ... 5 Gambar 2.3 Pengobatan Osteoartritis ... 11 Gambar 2.4 A. Skema persendian normal. B. Skema Persendian dengan

atritis reumatoid yang menunjukkan kerusakan kartilago dan tulang. ... 13 Gambar 2.5 Algoritma terapi artritis reumatoid. ... 16 Gambar 2.6 Metabolisme Purin dalam Tubuh ... 23 Gambar 2.7 Algoritma terapi untuk terapi arthritis gout ... 26 Gambar 4.1. Resep rematik di Apotek Kimia Farma 6 ... 33 Gambar 4.2. Resep rematik di Apotek Kimia Farma 7 ... 40

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Obat-Obat untuk OA ... 9 Tabel 2.2 AINS dan Dosisnya ... 17 Tabel 2.3 Obat dan Dosis pada Terapi AR serta Monitoringnya ... 20 Tabel 4.1 Kelengkapan Administratif Resep Apotek Kimia Farma No.6 ... 35 Tabel 4.2 Kesesuaian Farmasetik Resep Apotek Kimia Farma No.6... 35 Tabel 4.3 Komposisi dan Sediaan Pada Resep Apotek Kimia Farma No.6 ... 36 Tabel 4.4 Indikasi Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No.6 ... 36 Tabel 4.5 Mekanisme Kerja Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No.6 ... 37 Tabel 4.6 Efek Samping Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No.6 ... 37 Tabel 4.7 Dosis Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No.6 ... 38 Tabel 4.8 Interaksi Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No.6 ... 38 Tabel 4.9 Kelengkapan Administratif Resep Apotek Kimia Farma No.7 ... 41 Tabel 4.10 Kesesuaian Farmasetik Resep Apotek Kimia Farma No.7 ... 41 Tabel 4.11 Efek Samping Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No7 ... 42 Tabel 4.12 Dosis Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No.7 ... 42 Tabel 4.13 Interaksi Obat pada Resep Apotek Kimia Farma No.7 ... 43

1.1 Latar Belakang

Arthritis atau rematik adalah istilah umum bagi peradangan (inflamasi) dan pembengkakan di daerah persendian. Penyakit ini cukup banyak menyerang masyarakat Indonesia pada usia 25-74 tahun dengan prevalensi dan keparahan yang meningkat dengan usia.. Penyakit rematik terkadang dianggap bukan permasalahan besar karena jarangnya pasien yang berakhir pada kematian. Namun jika penyakit ini tidak segera ditangani dapat mengalami hambatan aktivitas sehari-hari karena rasa sakit yang timbul ataupun anggota tubuh yang tidak dapat berfungsi normal. Gejala klinis yang sering adalah rasa sakit, ngilu, kaku, atau bengkak di sekitar sendi. Arthritis dapat mempengaruhi bagian lain dari tubuh; menyebabkan rasa sakit, kehilangan kemampuan bergerak dan kadang bengkak

Terdapat lebih dari 100 macam penyakit yang mempengaruhi daerah sekitar sendi. Yang paling banyak adalah Osteoarthritis (OA), arthritis gout (pirai), arthritis rheumatoid (AR), dan fibromialgia.

Dengan semakin banyaknya masyarakat yang mengidap penyakit ini maka diperlukan suatu kepedulian dari tenaga kesehatan seperti apoteker untuk berperan serta dalam pemberian informasi yang benar untuk penyakit tersebut. Dengan tugas khusus ini diharapkan agar dapat menambah informasi bagi apoteker yang bekerja di sarana pelayanan umum sehingga dapat berkontribusi dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan sehingga tercapai tujuan pengobatan pasien.

1.2 Tujuan

Tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk mengkaji lebih dalam mengenai penyakit rematik, yang meliputi definisi, etiologi, patofisiologi, klasifikasi, diagnosa dan pemeriksaan laboratorium serta terapi farmakologi dan nonfarmakologi.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sendi

Sendi adalah tempat pertemuan dua atau lebih tulang. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Terdapat tiga tipe sendi:

1. Sendi fibrosa (siantrodial)

merupakan sendi yang tidak dapat bergerak. Dapat dibedakan menjadi dua:

a. Sinartrosis sinfibrosis: sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak.

b. Sinartrosis sinkondrosis: sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan antarsegmen padatulang belakang.

2. Sendi sinovial (diartrodial)

merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Dapat dikelempokkan menjadi:

a. Sendi peluru: persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Contoh: hubungan tulang lengan atasdengan tulang belikat.

b. Sendi pelana: persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan.

c. Sendi putar: persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).

d. Sendi luncur: persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.

e. Sendi engsel: persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.

3. Sendi kartilaginosa, (amfiartrodial)

merupakan sendi yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit gerakan.

a. Sindesmosis: Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen. Contoh:persendian antara fibula dan tibia.

b. Simfisis: Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang.

Gambar 2.1 Sendi normal

2.2 Definisi Rematik

Rematik adalah sekumpulan penyakit yang melibatkan sistem tulang, sendi, otot dan jaringan lunak di sekitarnya (ligamen, tendon, entesis), serta gangguan pada sistem imun (sistem kekebalan tubuh). Terdapat lebih dari 100 penyakit yang termasuk ke dalam kelompok rematik, dan sebagian besar mempunyai keluhan utama yang sama yaitu nyeri sendi. Jadi, seseorang dengan keluhan nyeri sendi harus dibedakan diagnosisnya.

Menegakkan diagnosis penyakit reumatologis sangat tergantung pada pola klinis, karena pola keterlibatan sendi, struktur periartikular, dan jaringan ikat biasanya sangat khas untuk keadaan tertentu. Ada tiga pola yang diketahui:

a. Ganguan lokal dimana terdapat satu sendi yang bengkak/area yang terasa nyeri (misalnya gout, nyeri punggung bawah, tennis elbow) disebabkan oleh peradangan, infeksi, atau ganguan mekanis dan biasanya timbul sebagai sindrom nyeri regional.

4

b. Gangguan meluas yang menyebabkan gejala terutama pada salah satu komponen sistem muskuloskeletal, seperti artritis reumatoid (RA) jika terutama mengenai sendi.

c. Gangguan meluas dengan tambahan manifestasi ekstra-artikular: melibatkan banyak komponen sistem muskoskeletal dan jaringan ikat., misalnya lupus eritematosus sistemik (SLE) yang mengenai sendi, kulit, permukaan serosa, dan juga organ utama seperti ginjal dan otak.

2.3 Jenis Rematik.

Terdapat beberapa penyakit rematik yang sering ditemui antara lain , Osteoartritis/pengapuran, Artritis reumatoid, Artritis gout/pirai (asam urat) dan lainnya. Berikut penjelasan mengenai beberapa penyakit rematik.

2.3.1 Osteoatritis

Osteoatritis (OA) merupakan penyakit yang berkembang dengan lambat, biasa mempengaruhi terutama sendi diartrodial perifer dan rangka aksial. Penyakit ini ditandai dengan kerusakan dan hilangnya kartilago artikular yang berakibat pada pembentukan osteofit, rasa sakit, pergerakan yang terbatas, deformitas, dan ketidakmampuan. Inflamasi dapat terjadi atau tidak pada sendi yang dipengaruhi.

2.3.1.1 Etiologi dan patogenesis osteoatritis

Beberapa faktor risiko yang berperan dalam kejadian OA diantaranya adalah kadar estrogen rendah, kadar insulin-like growth factor 1 (IGF1) rendah, usia, obesitas, jenis kelamin wanita, ras, genetik, aktifitas fisik yang melibatkan sendi yang bersangkutan, trauma, tindakan bedah orthopedik seperti menisektomi, kepadatan massa tulang, merokok, endothelial cell stimulating factor dan diabetes mellitus. OA idiopatik, terutama pada sendi DIP (nodus Heberden), memiliki dasar genetik yang kuat dengan pola penurunan secara dominan pada wanita dan pola resesif pada pria.

Meski berlainan proses kejadian OA pada sendi penumpu berat badan atau bukan, nyatanya ada kesamaan akibat yang ditimbulkannya, yakni kerusakan

rawan sendi. Dasar utama konsep degenerasi pada patogenesis OA adalah proses

wear and tear, yaitu kerusakan sendi yang diikuti perbaikan sebagai respons

tulang subkhondral yang tampak berupa pembentukan osteofit atau spur. Konsep ini umumnya dikaitkan dengan faktor risiko usia dan beban biomekanik pada sendi tanpa mengabaikan proses inflamasi yang terjadi secara bersamaan. Teoritis, proses perbaikan tersebut dapat dideteksi melalui pengukuran 2,6-dimethyldifuro8-pyrone (DDP) yang merupakan petanda mutakhir degradasi

rawan sendi. Selain itu, tampak peningkatan granulocyte macrophage-colony

stimulating factor (GMCSF) yang berperan pada metabolisme khondrosit.

Sedangkan efusi yang terjadi pada beberapa

kasus OA berkaitan dengan peran sinovium yang berfungsi dalam sintesis cairan sendi.

Gambaran patofisiologisnya adalah kerusakan progresif pada kartilago dengan terbentuknya fisura-fisura dan kemudian bisa sampai denudasi tulang. Hipertropi tulang reaktif yang terjadi setelah hilangnya kartilago akan menimbulkan pembentukan osteofit yang khas. Tulang subkondral di bawahnya mengalami remodelisasi dan mungkin menyebabkan pembentukan kista dan sklerosis. Tonjolan-tonjolan tulang pada osteofitosis, sklerosis subkondral, dan kista tampak jelas pada foto rontgen polos dan menjadi temuan radiologis utama OA.

6

2.3.1.2 Manifestasi klinik

a. Nyeri yang bersifat tumpul pada sendi yang terkena terutama saat aktivitas. b. Kaku, terutama setelah imobilisasi (tidak bergerak beberapa saat). Biasanya

berkurang setelah beberapa menit atau setelah sendi digerakkan. c. Gesekan permukaan sendi yang tidak rata (crepitus) saat digerakkan.

d. Bengkak. Jika bengkaknya bersifat lunak merupakan hasil dari cairan tambahan di synovium. Jika bengkaknya bersifat keras merupakan hasil dari tulang-tulang yang menonjol.

e. Perubahan bentuk sendi, yang disebabkan oleh bentuk tulang yang berubah dan otot yang kejang.

f. Rentang gerak sendi menjadi terbatas 2.3.1.3 Diagnosa Osteoatritis

Osteoarthritis biasanya terjadi pada pasien dengan kondisi sebagai berikut: a. Usia diatas 50 tahun.

b. Memiliki rasa nyeri pada sendi yang tidak kunjung hilang, dan rasa nyeri bertambah seiring penggunaan sendi.

c. Tidak mengalami kekakuan sendi pada pagi hari atau kekauan sendi berlangsung tidak lebih dari 30 menit.

Diagnosis OA sederhana dikerjakan dengan menggali riwayat pengobatan pasien, pemeriksaan fisik, dan temuan radiologi.

Sasaran Diagnosis adalah membedakan arthritis primer dan sekunder serta menegaskan sendi mana yang terkena, keparahannya dan respon terhadap terapi sebelumnya yang menjadi dasar pengobatan sebelumnya.

2.3.1.4 Terapi Farmakologi dan Nonfarmakologi

Terapi farmakologis untuk penatalaksanaan rasa nyeri, paling efektif bila dikombinasikan dengan strategi terapi non farmakologis.

1. Terapi Non Farmakologis untuk OA : a. Edukasi pasien

c. Latihan Fisik

d. Istirahat dan merawat persendian e. Penurunan berat badan

f. Bedah (pilihan terakhir) g. Akupunktur

h. Biofeedback

i. Cognitive Behavioural Therapy j. Hipnosis

k. Teknik relaksasi (yoga dan meditasi), dll. 2. Terapi Farmakologis untuk OA :

a. Parasetamol

ACR (American College of Rheumatology) merekomendasikan parasetamol sebagai obat pertama dalam penatalaksanaan nyeri, karena relatif aman, efikasi, dan harga murah dibanding NSAID. Penghilang rasa sakit setara dengan aspirin, naproksen, ibuprofen, dan beberapa NSAID bagi beberapa pasien dengan OA. Walau demikian ada beberapa pasien mempunyai respons lebih baik dengan NSAID2. Tidak mengurangi peradangan. Tidak mengiritasi lambung, relatif lebih aman, harga lebih murah. Peringatan: pasien dengan penyakit hati, peminum berat alkohol, dan yang minum antikoagulan atau NSAID harus hati-hati minum parasetamol. Drug of choice bagi pasien dengan masalah ginjal.

Paracetamol bekerja pada susunan saraf pusat (SSP) untuk menghambat sintesa prostaglandin, (yang berfungsi meningkatkan sensasi rasa nyeri). Dengan cara memblok kerja siklooksigenase pusat. Parasetamol oral diabsorpsi, mencapai konsentrasi puncak 1-2 jam, diaktivasi di hati dengan cara konjugasi dengan sulfat atau glukoronid, dan metabolitnya diekskresi lewat ginjal. Parasetamol, penurun rasa sakit ringan sampai sedang, 2,6-4g/hari setara dengan aspirin 650mg empat kali sehari, ibuprofen 1200-2400mg/hari, naproksen 750mg/hari, seperti halnya NSAID lain

8

b. NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drug)

Obat NSAID Nonselective, yaitu Aspirin (Obat bebas),Ibuprofen (Obat bebas), Diklofenak, Naproksen, Sulindak, Ketoptofen, Indometasin, Tolmetin, Piroksikam. Sedangkan yang selective diantaranya, Celecoxib dan Valdecoxib.

NSAID (Non Steroidal Anti Inflammatory Drug), dari penelitian tidak ditemukan ranking efikasi. Dokter menyadari pasien akan memilih berdasarkan pengalaman pribadinya. NSAID adalah suatu kelas obat yang dapat menekan inflamasi melalui inhibisi enzim cyclooxygenase (COX). Efek penting dalam mengurangi rasa sakit. NSAID memberikan rasa nyaman bagi banyak orang dengan masalah persendian kronis, tetapi juga menimbulkan masalah penyakit gastrointestinal yang serius.

Prinsip mekanisme NSAID sebagai analgetik adalah blokade sintesa prostaglandin melalui hambatan cyclooxcigenase (Enzim COX-1 dan COX-2), dengan mengganggu lingkaran cyclooxygenase. Enzim COX-1 adalah enzim yang terlibat dalam produksi prostaglandin gastroprotective untuk mendorong aliran darah di gastrik dan menghasilkan bikarbonat. COX-1 berada secara terus menerus di mukosa gastrik, sel vaskular endotelial, platelets, renal collecting tubules, sehingga prostaglandin hasil dari COX-1 juga berpartisipasi dalam hemostasis dan aliran darah di ginjal.

Sebaliknya enzim COX-2 tidak selalu ada di dalam jaringan, tetapi akan cepat muncul bila dirangsang oleh mediator inflamasi, cedera/luka setempat, sitokin, interleukin, interferon dan tumor necrosing factor. Blokade COX-1 (terjadi dengan NSAID nonspesifik) tidak diharapkan karena mengakibatkan tukak lambung dan meningkatnya risiko pendarahan karena adanya hambatan agregasi platelet. Hambatan dari COX-2 spesifik dinilai sesuai dengan kebutuhan karena tidak memiliki sifat di atas, hanya mempunyai efek antiinflamasi dan analgesik.

c. .Glukosamin dan Chondroitin

Glukosamin dan chondroitin sulfate sendiri-sendiri atau dalam kombinasi tidak menurunkan rasa sakit secara efektif untuk keseluruhan kelompok pasien dengan OA lutut. Keduanya efektif untuk subkelompok pasien dengan rasa nyeri yang moderat sampai parah.

d. Obat-obat lain

Obat luar seperti krem gosok, spray (capsaicin spray), metilsalisilat. Kortikosteroid yang merupakan antiinflamasi yang kuat, dapat diberikan secara suntik pada sendi. Ini adalah tindakan untuk jangka pendek, tidak disarankan untuk lebih dari 2-3 x suntik per tahun. Tidak diberikan per oral. Asam hyaluronidase disuntikkan di sendi, biasanya untuk OA lutut. Zat ini adalah komponen dari sendi, terlibat dalam lubrikasi dan nutrisi sendi.

Tabel 2.1. Obat-obat untuk OA

Golongan dan nama obat Dosis dan Frekuensi Maksimum (per hari) Analgetika oral a. Asetaminophen b. Tramadol Analgetika topical Capsaicin 0,025 atau 0,075 % 325mg – 650mg setiap 4 – 6 jam atau 1 g, 3-4x/hari 50mg – 100mg setiap 4 – 6 jam

Dioleskan pada sendi, 3 – 4 kali sehari 4000mg 400mg - Suplemen a. Glukosamin sulfat b. Jahe dan kunyit

500mg , 3 kali sehari atau 1500mg per hari

-

1500mg

- AINS

a. COX non selektif - Aspirin

- Diflunisal

325mg – 650mg setiap 4 – 6 jam untuk nyeri dan inflamasi mulai 3600mg/hari dalam dosis terbagi 500mg – 1000mg, 2 kali sehari 3600mg 2000mg

10 - Dikofenak - Indometasin - Ibuprofen - Ketoprofen - Naproksen - Asam mefenamat - Piroksikam b. COX-2 selektif - Celekosib - - Valdecoxib 100mg – 150mg dalam dosis terbagi 25mg 2– 3x/hari atau 75 mg SR 1x/hari 1200-3200mg/hari, dalam 3-4 dosis terbagi 150-300 mg/hari, dalam 3-4 dosis terbagi 250mg – 500mg, 2 x/hari 250mg setiap 6 jam 10-20mg per hari 100mg 2x/hari atau 200mg/hari 10mg/hari, 200mg 200mg 150 mg 3200mg 300mg 1500mg 1000mg 20mg 200mg 10 mg

12

2.3.2 Artritis reumatoid

Artritis reumatoid adalah ganguan autoimun sistemik, ditandai dengan adanya artritis erosif pada sendi sinovial yang simetris dan kronis yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat serta kecacatan. Kelainan ini juga dihubungkan dengan adanya manifestasi ekstraartikular dan autoantibodi terhadap imunoglobulin dalam sirkulasi, dikenal sebagai faktor reumatoid (rhemumatoid

factor [RF]).

2.3.2.1 Etiologi dan patogenesis artritis reumatoid

RA (Reumatoid Arthritis) merupakan manifestasi dari suatu respon sistem imun terhadap antigen asing pada individu-individu dengan predisposisi genetik. Proses ini memicu terjadinya inflamasi, aktivasi sel endotel dan penarikan sel-sel inflamasi spesifik ke arah sendi, difasilitasi oleh adanya aktivasi molekul adhesi pada endotel pembuluh darah sinovial dan pada sel-sel inflamasi yangberedar di sirkulasi. Bertambah kuatnya proses inflamasi ini muncul sebagai respon terhadap produksi lokal sitokin inflamasi (TNFα dan Interleukin-1 [IL-1] ) di dalam sendi oleh makrofag yang teraktivasi.

Jaringan sinovial berproliferasi dan menjadi invasif secara lokal pada persendian. Pannus adalah lesi patologis yang khas pada RA., suatu jarinagn granulasi inflamasi yang menebal.

Sel-sel di dalam pannus menghasilkan protease dan kolagenase yang bersifat destruktif. Enzim-enzim ini memperantai erosi kartilago pada tulang subkondral/sambungan kartilago dan terus menuju ke arah dalam sampai kartilago sendi dihancurkan. Destruksi kartilago menyebabkan subluksasi, kerusakan mekanis dan akhirnya menyebabkan ketidakstabilan sendi yang menyebabkan artopati destruktif RA yang khas baik secara klinis maupun secara radiologis.

Gambar 2.4 A. Skema persendian normal. B. Skema Persendian dengan atritis reumatoit yang menunjukkan kerusakan kartilago dan tulang.

2.3.2.2 Manifestasi Klinik

Gejala prodromal klinik yang berkembang indsidiously selama beberapa minggu hingga bulan dapat meliputi kelelahan, capek, demam tingkat bawah, hilang selera makan, dan rasa sakit pada persendian kekakuan dan myalgias dapat mengawali peningkatan sinovitis. Pergerakan sendi cenderung menjadi simetrik dan mempengaruhi sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan tangan, dan kaki, siku, bahu, pinggul, lutut, dan pergelangan kaki dapat juga dipengaruhi.

Kekakuan persendian umumnya memburuk pada pagi hari, biasanya melebihi 30 menit dan dapat berlangsung sepanjang hari. Pada pemeriksaan, pembengkakan sendi dapat terlihat hanya dengan perabaan. Jaringan terasa lebut dan berpori dan dapat tampak erythematous dan rasa hangat, terutama pada

awal-14

2.3.2.3 Diagnosa Reumatoid Atritis a. Uji Darah

1. Tingkat Sedimentasi Eritrosit (Erythrocyte Sedimentation Rate/ESR)

Dalam uji ESR, sampel sel darah merah ditempatkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian sel-sel tersebut diamati seberapa cepat jatuh ke dasar tabung (diukur dalam satuan milimeter per jam). Jika sel-sel tersebut tenggelam lebih cepat dari biasanya, kemungkinan terdapat kondisi peradangan, seperti rheumatoid arthritis. 2. Protein C - reaktif (C-Reactive Protein/CRP)

Tes CRP dapat menunjukkan ada atau tidaknya peradangan di tubuh dengan memeriksa berapa banyak CRP yang terdapat dalam darah. CRP diproduksi oleh hati. Jika kadar CRP lebih dari biasanya, dapat disimpulkan terdapat peradangan pada tubuh.

3. Perhitungan Darah Lengkap (Full Blood Count)

Perhitungan darah lengkap akan mengukur sel darah merah untuk mengetahui kondisi anemia. Anemia adalah suatu kondisi di mana darah tidak dapat membawa oksigen yang cukup karena kurangnya sel darah. Delapan dari 10 orang dengan rheumatoid arthritis memiliki anemia. Namun, anemia dapat memiliki banyak penyebab, termasuk kurangnya zat besi. Oleh karena itu, memiliki anemia tidak selamanya membuktikan menderita rheumatoid arthritis.

4. Faktor Rheumatoid

Tes darah ini memeriksa untuk melihat apakah antibodi spesifik, yang dikenal sebagai faktor rheumatoid, terdapat dalam darah. Antibodi ini ditemukan pada

Dokumen terkait