BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
Untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan di apotek diperlukan upaya-upaya antara lain :
a. Kelengkapan perbekalan farmasi di apotek perlu ditingkatkan dengan lebih memperhatikan jadwal pembelian dan sistem stok pengaman (buffer stock).
b. Lebih mengoptimalkan pelayanan informasi obat dan konseling untuk meningkatkan fungsi pelayanan dan citra profesi Apoteker.
c. Karyawan apotek sebaiknya diberikan pendidikan dan pelatihan mengenai ilmu kefarmasian dan product knowledge untuk meningkatkan pengetahuan dan mutu pelayanan kepada pasien.
d. Peningkatan kedisiplinan petugas yang mengerjakan peracikan untuk menggunakan masker dan sarung tangan supaya obat tidak terkontaminasi dan petugas juga tidak terkontaminasi oleh obat-obat yang diracik.
e. Produk swalayan sebaiknya diberikan label harga untuk mempermudah pelanggan mengetahui harga obat yag ingin dibeli.
DAFTAR ACUAN
Departemen Kesehatan RI. (1976). Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang Pelayanan Resep yang mengandung narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28/MenKes/Per/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (1980). Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (1981). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 280/MenKes/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. No.992/MenKes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (1997). Undang-undang No.5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (2002) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/Kep/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan RI. (2009). Undang-Undang No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. Profil Perusahaan PT. Kimia Farma (Persero) Tbk., http://www.kimiafarma.co.id/?page=general&id=0_0_0. diakses pada 23 Maret 2012.
Lampiran4. Alur Penerimaan Resep Tunai/Kredit di Apotek Kimia Farma No.42
Penerimaan Resep
Resep Kredit Resep Tunai
Pemeriksaan kelengkapan administrasi Pemberian harga Pemberian harga Pemeriksaan kelengkapan administrasi Pasien membayar di kasir dan diberi
nomor resep Pemberian nomor urut
Obat diterima oleh pasien Resep disimpan petugas Penyerahan obat Pemeriksaan kesesuaian obat Pemberian etiket
Obat Jadi Obat Racikan
Lampiran 5. Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) di Apotek Kimia Farma No.42
Lampiran 7. Kartu Stok Obat
Lampiran 10. Salinan Resep (Copy Resep)
Lampiran 11. Etiket Obat
Etiket Obat Minum (Putih) Etiket Obat Luar (Biru)
Lampiran 12. Kartu Nomor Resep
UNIVERSITAS INDONESIA
EVALUASI MUTU PELAYANAN APOTEK KIMIA FARMA
NO. 42 BLOK M JAKARTA SELATAN
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
YUNITA HARYATI, S.Far. 1106047524
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN FARMASI
DEPOK JUNI 2012
DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v
BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 4 2.1. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek ... 4 2.1.1. Pengelolaan Sumber Daya Apotek... 4 2.1.2. Hak Pasien Atas Pelayanan Apotek ... 6 2.2. Jenis-jenis Pelayanan di Apotek ... 6 2.2.1. Pelayanan di Saat Penjualan (Sales Service) ... 6 2.2.2. Pelayanan Sesudah Penjualan (After Sales Service) ... 8 2.3. Evaluasi Kualitas Pelayanan Apotek ... 9 2.3.1. Kepuasan Pelanggan ... 10 2.3.2. Mengukur Kepuasan Pelanggan ... 11 2.3.3. Analisis Diagram kartesius ... 15
BAB 3 Metodologi Evaluasi Mutu Pelayanan ... 18 3.1. Jenis Penelitian ... 18 3.2. Waktu dan Tempat Pelaksanaan ... 18 3.3. Sampel Penelitian ... 18 3.4. Cara Pengumpulan Data ... 18 3.5. Analisis data ... 19
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 20 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30 DAFTAR ACUAN ... 32
Gambar 2.1. Diagram Kartesius... 17 Gambar 4.1. Diagram Kartesius Mutu Pelayanan Apotek Kimia Farma
No. 42……… 23 Gambar 4.2. Diagram Kartesius Lima Dimensi Mutu Pelayanan Apotek
Tabel 4.1. Data Identitas 100 Responden……….……… 21 Tabel 4.2. Rata-rata Penilaian Kepuasan dan Penilaian Kepentingan
100 Responden……… 22 Tabel 4.3. Rata-rata Hasil Kuesioner Mutu Pelayanan di apotek Kimia
Farma No. 42 Berdasarkan Lima Dimensi Mutu
Lampiran 1. Kuesioner Mutu Pelayanan Apotek Kimia Farma No. 42.... 33 Lampiran 2. Perhitungan Rata-rata Penilaian Kepuasan dan Penilaian
Kepentingan Dari 100 Responden di Apotek Kimia
1.1. Latar Belakang
Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara tersendiri atau bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok atau masyarakat. Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan termasuk didalamnya pelayanan kefarmasian di apotek. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Pelayanan kefarmasian/Pharmaceutical Care adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care.
Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui tujuan akhirnya sesuai harapan dan terdokumerotasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. (Departemen Kesehatan RI, 2006).
Apotek merupakan tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Mutu pelayanan apotek merupakan suatu penilaian yang dapat diberikan dan dipahami dari sudut pandang pelanggan berdasarkan pelayanan yang diterima pelanggan
diberikan di apotek sangat menentukan keberhasilan dan merupakan kunci sukses suatu apotek karena menjadi fokus perhatian pelanggan dalam memberikan kepercayaan serta loyalitas mereka. Dengan pelayanan yang berkualitas maka dapat mendatangkan pelanggan yang artinya penjualan akan meningkat sehingga profit yang didapat akan meningkat pula. Sehingga dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat tentunya mutu juga perlu ditingkatkan.
Kualitas pelayanan jasa yang ditawarkan di apotek salah satunya dapat dilihat dari tanggapan pelanggan atas pelayanan apotek yang diperolehnya, yang dilihat dari tingkat kepentingan atau harapan (expectation) dan tingkat pelaksanaan atau kinerja apotek (perception). Di sisi lain apotek juga harus berupaya mendapatkan umpan balik atau tanggapan dari pelanggannya mengenai bagaimana kualitas pelayanan yang telah diberikan agar dapat diketahui apakah selama ini apotek telah mampu memenuhi harapan pelanggan terhadap pelayanan yang telah dijanjikan atau tidak.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/ Kep/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, salah satu indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan di apotek adalah dengan mengukur tingkat kepuasan pelanggan. Tingginya tingkat kepuasan pelanggan dapat menjadi salah satu strategi promosi apotek, dan atau dapat menjadi sebaliknya yaitu citra apotek menjadi tidak baik, apabila tingkat kepuasan pelanggan rendah.
Untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian di Apotek Kimia Farma No.42, maka kami peserta PKPA Universitas Indonesia melakukan evaluasi mutu pelayanan apotek melalui evaluasi tingkat kepuasan pelanggan dengan cara memberikan kuesioner kepada 100 responden pelanggan yang datang menebus obat ke apotek. Pengisian kuesioner oleh pelanggan yang datang dilakukan secara sukarela tanpa ada paksaan. Data hasil evaluasi tingkat kepuasan pelanggan tersebut kemudian diolah dan dimasukkan kedalam diagram kartisius, sehingga hasilnya dapat dibandingkan dengan standar pelayanan kefarmasian demi meningkatkan kinerja apotek menjadi lebih baik lagi.
1.2. Tujuan
Untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan terhadap kualitas pelayanan Apotek Kimia Farma No. 42, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di Apotek.
2.1. Standar Pelayanan Kefarmasian Apotek
Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mengalami perubahan dimana semula berorientasi pada obat/komoditi menjadi berorientasi kepada pasien yang berazaskan pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Dalam mewujudkan konsep pharmaceutical care, Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) telah menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek guna menjamin kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (Depkes, 2004), yang meliputi :
a. Pelayanan resep, yang meliputi : skrining resep, kesesuaian farmasetika, dan penyiapan obat.
b. Promosi dan Edukasi, yaitu dalam rangka pemberdayaan masyarakat, farmasis harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Farmasis ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lain.
c. Pelayanan residensial (home care). Farmasis sebagai care giver diharapkan juga melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya dengan membuat catatan pengobatan (medical record).
2.1.1. Pengelolaan Sumber Daya Apotek a. Sumber Daya Manusia
Apotek harus dikelola oleh farmasis yang profesional, farmasis senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai pimpinan multidisipliner, kemampuan mengelola sumber daya manusia (SDM) secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan
membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan orang lain.
b. Sarana dan Prasarana
Apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali masyarakat, terdapat petunjuk yang jelas tentang apotek dan mudah diakses. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh farmasis untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest, memiliki suplai listrik yang konstan terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki :
1) Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
2) Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
3) Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. 4) Ruang racikan.
5) Keranjang sampah yang tersedia untuk staf dan pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang ditetapkan.
c. Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan lainnya
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi : perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO).
d. Administrasi
Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, apotek perlu melakukan kegiatan administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum meliputi : pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika, dan dokumentasi sesuai ketentuan yang berlaku, dan kegiatan administrasi pelayanan meliputi : pengarsipan resep, catatan pengobatan pasien, dan hasil monitoring
2.1.2. Hak Pasien atas Pelayanan Apotek
Pasien mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan kefarmasian yang prima dalam praktek pelayanan kefarmasian di apotek. Beberapa hak pasien tersebut, antara lain (Depkes 2004, Copolle, et al., 1998).
a. Hak atas ketepatan dan kebenaran obat yang diterima serta penggunaan obat yang rasional
Obat yang diterima pasien harus memenuhi persyaratan kualitas, keamanan,dan efikasi, serta penggunaan sesuai dengan ketentuan pengobatan yang rasional.
b. Hak atas informasi obat
Farmasis harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi : cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktifitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
c. Hak mendapatkan konseling
Farmasis harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti Cardiovascular, Diabetes, TBC, Asthma, dan penyakit kronis lainnya, farmasis harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
d. Hak atas pelayanan residensial (home care)
Pasien berhak mendapatkan Pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya dengan membuat catatan pengobatan (medical record).
2.2. Jenis-Jenis Pelayanan di Apotek (Umar, 2011) 2.2.1. Pelayanan Disaat Penjualan (Sales Service)
Sales service adalah pelayanan yang diberikan oleh apotek kepada konsumen pada saat konsumen sedang membeli obat di apotek.
Jenis pelayanan ini antara lain dapat berupa : 1. Friendliness (Keramahan)
Petugas apotek disaat menyambut kedatangan konsumen. Disadari atau tidak keramahan petugas apotek yang berupa senyuman dan sapaan yang santun dalam menyambut konsumen, dapat mengurangi beban penyakit yang diderita dan memberi semangat hidup konsumen. 2. Savetiness & Comfortness (Keamanan dan Kenyamanan)
Petugas apotek selalu menjaga keamanan dan kenyamanan fasilitas konsumen yang berupa ruang tunggu, toilet, musholla, halaman parkir yang aman dan nyaman, sehingga dapat memberikan perasaan tenang (senang) dan dapat mengurangi tingkat emosional konsumen yang sedang labil.
3. Avaibility (Kelengkapan Perbekalan Farmasi)
Petugas apotek harus menjaga kelengkapan barang (stock), sehingga dapat meringankan beban biaya dan tenaga konsumen, karena tidak harus berpindah-pindah dari satu apotek ke apotek lainnya.
4. Speediness (Kecepatan Pelayanan)
Petugas apotek harus selalu bekerja teliti dan cepat agar waktu tunggu memperoleh obat tidak terlalu lama, sehingga dapat mengurangi kegelisahan atau kecemasan dan tingkat emosional konsumen yang sedang labil.
5. Price (Harga Sesuai Dengan Kualitas Barang dan Pelayanan)
Petugas apotek harus dapat menjadi penasehat (advisor) terhadap setiap kelas konsumen yang datang, agar konsumen dapat memperoleh obat dengan harga yang tidak mahal, sehingga dapat meringankan beban biaya yang harus dikeluarkan, karena tidak semua konsumen berasal dari orang kaya yang mampu membayar biaya obat.
6. Emphaty (Kecekatan dan keterampilan)
Petugas apotek selalu siap untuk membantu dan memberikan jalan keluar (solusi), bila ada hambatan dengan harga atau ketersediaan perbekalan obat yang dibutuhkan konsumen. Bantuan informasi jalan
obat generik atau mengganti dengan obat sejenis dengan seizin dokternya atau membantu membelikan obat di apotek lain serta mengantarkan ke rumah. Bisa jadi hal ini merupakan sesuatu yang dapat melebihi ekspektasi konsumen.
7. Informative (Informasi)
Petugas apotek baik diminta ataupun tidak harus selalu pro-aktif memberikan informasi tentang cara dan waktu menggunakan obat, jumlah pemakaian dalam sehari, cara menyimpan perbekalan farmasi di rumah atau di kantor, cara mengatasi efek samping yang mungkin akan terjadi, sehingga dapat membuat konsumen merasa aman dengan obat yang dibeli.
8. Responsible (Bertanggung Jawab)
Petugas apotek selalu memberikan nomor telefon khusus apotek yang dapat dihubungi konsumen, bila terjadi sesuatu dengan obat yang dibeli, sehingga dapat membuat konsumen memiliki tempat mengadu (konsultasi) yang dapat diandalkan.
2.2.2. Pelayananan Sesudah Penjualan (After Sales Service)
After sales service adalah pelayanan yang diberikan oleh apotek kepada konsumen setelah konsumen membeli dan menggunakan obat.
Jenis pelayanan ini antara lain dapat berupa :
1. Penyediaan informasi data penggunaan obat konsumen (consumer medication profile) yaitu petugas apotek menyediakan data-data mengenai nama dan alamat , umur dan status, waktu membeli obat, jenis obat yang dibeli, nama dan alamat dokter penulis resep konsumen, yang sewaktu-waktu dibutuhkan oleh konsumen (kecuali setelah 3 tahun), sehingga dapat membuat konsumen merasa nyaman terhadap keamanan dokumen obat-obat yang pernah digunakan, dokter yang menangani penyakitnya.
2. Peduli (care) terhadap penggunaan obat oleh konsumen, yaitu setelah 3-4 hari petugas apotek menanyakan : efek obat terhadap penyakitnya, cara dan waktu penggunaan obat yang dilakukan, jumlah obat yang
digunakan dalam sehari, cara penyimpanan obat dirumah dan efek samping yang dialami oleh konsumen. Rasa peduli dan ikut merasakan penderitaan dari petugas apotek, dapat membuat konsumen merasa sangat diperhatikan dan dihormati sehingga ingat akan kepedulian petugas apotek.
3. Jaminan (guarantee) yaitu petugas apotek siap mengganti, menukar obat yang rusak, kurang atau tidak sesuai dengan permintaan resepnya dan mengantarkan kerumah konsumen tanpa adanya tambahan biaya yang dibebankan ke konsumen.
4. Dapat diandalkan (reliable) yaitu petugas apotek cepat dalam memberikan bantuan atau memberikan informasi jalan keluar terhadap keluhan mengenai khasiat obat yang digunakan atau efek samping yang dialami oleh konsumen.
2.3. Evaluasi kualitas pelayanan apotek.
Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan apotek, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan apotek kepada pasien. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan apotek (Depkes, 2004), meliputi :
a. Tingkat kepuasan pelanggan, dilakukan dengan survey berupa kuesioner atau wawancara langsung.
b. Dimensi waktu, lama pelayanan diukur dengan waktu yang ditetapkan. c. Prosedur tetap, untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai standar yang
ditetapkan.
Dalam petunjuk teknis pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek (Depkes, 2006), evaluasi kualitas pelayanan apotek merupakan proses penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan sediaan farmasi dan kesehatan, serta pelayanan kefarmasian kepada pasien. Untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian pada pasien, salah satu indikator yang mudah dilakukan adalah dengan mengukur kepuasan pasien dengan cara memberikan angket atau kuesioner kepada pasien.
2.3.1. Kepuasan Pelanggan
Menurut Parasuraman (1990) dan Kotler (1994), kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai tingkat keadaan perasaan seseorang sebagai hasil dari membandingkan kinerja suatu produk dengan harapan seseorang terhadap produk tersebut. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari adanya perbedaan antara pengalaman yang dirasakan seseorang dalam menerima pelayanan dengan harapan. Jika pengalaman kurang dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan. Bila pengalaman sama dengan harapan, pelanggan puas dan apabila pengalaman melebihi harapan, pelanggan sangat dipuaskan.
Perihal kualitas layanan kesehatan termasuk di dalamnya layanan kefarmasian di apotek, juga tidak terlepas dari aspek kepuasan pasien atau pelanggan karena aspek tersebut mempunyai peranan yang penting dalam pelayanan kesehatan. Adapun manfaat atau alasan perlunya memperhatikan persepsi dan kepuasan pasien atau pelanggan di bidang pelayanan kesehatan adalah (Leebov and Scott, 1994) :
1. Alasan kemanusiaan
Pasien berhak mendapatkan pelayanan yang terbaik dan berkualitas, karena mereka sangat peka. Umumnya mereka datang ke sarana pelayanan kesehatan karena sakit, cemas dan sangat berkepentingan pada keadaan fisik, emosi dan ekonomi secara keseluruhan, sehingga pelayanan yang paling baik dan bermutu merupakan salah satu cara penyembuhannya. Manfaat adanya pelayanan yang baik dan bermutu adalah mengakibatkan hubungan pasien dan pemberi pelayanan akan harmonis, reputasi pemberi pelayanan akan lebih baik di mata pasien dan mendorong loyalitas pasien terhadap pemberi pelayanan.
2. Alasan ekonomi
Pasien adalah pelanggan. Mereka berpikir sebagai pelanggan ia dapat memilih dan menggunakan uangnya untuk hal yang sesuai dengan harapannya. Bila pasien puas, maka mereka akan menggunakan jasa kembali, sehingga organisasi akan dapat meningkatkan laba.
3. Alasan pemasaran
Pasien harus diperlakukan sebagai informal public relation yang dapat membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word of mouth) yang dapat menguntungkan pelayanan kesehatan di waktu mendatang. 4. Alasan efisiensi
Pasien yang puas lebih mudah dilayanani. Pasien yang tidak puas akan lebih banyak memerlukan tenaga petugas pemberi pelayanan. Menurut Goldstein DG et al., (2008), standar produk dan layanan yang baku dapat meningkatkan kepuasan pelanggan. Desain produk dan layanan yang baik dan baku (well design product and service default) dapat menguntungkan perusahaan maupun konsumen atau pelanggan, karena konsumen lebih simpel dalam memutuskan pilihan, meningkatkan kepuasan pelanggan, menurunkan resiko dan meningkatkan keuntungan perusahaan. Dengan bantuan taksonomi layanan baku (default taxonomy) dan alat bantu keputusan (decision tool), seorang manajer senior dapat menyeleksi layanan baku yang dibuat (default setting) produk atau layanan unggulan yang memberikan keuntungan terbesar bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) dengan perusahaan.
2.3.2. Mengukur Kepuasan Pelanggan
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting, karena pelanggan adalah orang yang merasakan bagaimana pelayanan yang telah diberikan oleh lembaga pelayanan kesehatan. Mereka dapat menentukan seperti apa dan bagaimana kualitasnya dan dapat menyampaikan apa dan bagaimana yang menjadi kebutuhan mereka. Selain itu pengukuran terhadap kepuasan pelanggan dapat memberikan umpan balik dan masukan bagi keperluan pengembangan dan implementasi strategi peningkatan kepuasan pelanggan.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan (Kotler, 1994), yakni :
a. Sistem keluhan dan saran
Memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan saran dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer hot lines, sehingga perusahaan dapat bereaksi secara tanggap dan cepat dalam mengatasi masalah yang timbul.
b. Ghost shopping
Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan dan bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan kelemahan dari pelayanan yang telah diberikan.
c. Lost customer analysis
Perusahaan menghubungi para pelanggan yang telah berhenti membeli atau pindah ke tempat lain agar dapat diketahui kenapa hal tersebut dapat terjadi. d. Survey kepuasan pelanggan
Penelitian dilakukan dengan melalui pos, telepon, wawancara langsung, dan kuesioner. Melalui survey perusahaan akan memperoleh tanggapan dan umpan balik secara langsung dari pelanggan dan juga dapat memberikan tanda positif bahwa perusahaan menaruh perhatian terhadap pelanggannya. Metode survey ini dapat menggunakan pengukuran dengan beberapa cara, yaitu :