• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN

5.2. Saran

1. Proses pengolahan minyak kelapa sawit harus benar – benar diperhatikan terutama di bagian pemurnian minyak.

2. Untuk menjamin agar kehilangan minyak pada proses pemurnian minyak di sludge separator serendah mungkin maka peralatan harus selalu dibersihkan sehingga kehilangan minyak semakin rendah.

3. Diharapkan kepada peneliti lanjutan agar dapat menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi kehilangan minyak sawit dalam bentuk perhitungan.

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lemak dan Minyak

Lemak (fat) mempunyai arti yaitu suatu zat yang tidak larut dalam air dapat dipisahkan dari tanaman dan binatang. Sedangkan minyak (oil) dapat mempunyai dua pengertian bila digunakan bersama-sama dengan kata lemak dalam ekspresi ‘fat dan oil’ artinya bahwa zat tersebut sebagai lemak, kecuali dalam bentuk cairan yang sempurna pada suhu biasa, maka disebut dengan minyak. Minyak sering juga disebut sebagai asam lemak (fatty acid).

Lemak dan minyak adalah trigliserida atau triasilgliserol, kedua istilah ini berarti “triester dan gliserol”. Perbedaan antara suatu lemak dan minyak itu bersifat berbeda, pada temperatur kamar lemak berwujud padat dan minyak berwujud cair. Minyak mengandung lebih banyak ketidakjenuhan dari pada lemak. Kebanyakan lemak dan minyak yang terdapat di alam merupakan trigliserida campuran yang artinya ketiga bagian asam lemak dari gliserida itu tidak sama. (Fessenden dan Fessenden, 1989)

2.2. Sumber Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak yang dapat dimakan, dihasilkan oleh alam yang dapat bersumber dari bahan nabati dan hewani. Dalam tanaman atau hewan, minyak tersebut berfungsi sebagai cadangan energi. Minyak dan lemak dapat di klarifikasikan berdasarkan sumbernya yaitu bersumber dari tanaman dan bersumber dari hewani. (Ketaren, 1986)

Komposisi atau jenis asam lemak, sifat fisika kimia setiap jenis minyak berbeda-beda yang disebabkan oleh perbedaan sumber, iklim, keadaan tempat tumbuh dan pengolahan. Adapun perbedaan umum antara lemak nabati dan hewani yaitu lemak hewani mengandung kolesterol sedangkan lemak nabati mengandung fitosterol dan kadar asam lemak tidak jenuh dalam lemak hewani lebih kecil dari lemak nabati.(Ketaren, 1986)

2.3. Sifat Fisika dan Kimia Pada Lemak Dan Minyak

Sifat fisika dan kimia pada lemak dan minyak dapat di lihat sebagai berikut :

2.3.1. Sifat Fisika Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak meskipun serupa dalam struktur kimianya, menunjukkan keragaman yang besar dalam sifat-sifat fisikanya sebagai berikut : 1. Kelarutan

Suatu zat dapat larut dalam pelarut jika mempunyai nilai polaritas yang sama yaitu zat polar larut dalam pelarut bersifat polar dan tidak larut dalam pelarut non polar. Minyak dan lemak tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak. Minyak dan lemak sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfide dan pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang mengandung minyak.

2. Odor dan Flavor

Odor dan flavor pada minyak dan lemak selain terdapat secara alami, ada juga yang terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat

pendek sebagai hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Akan tetapi pada umumnya, odor dan flavor ini disebabkan oleh komponen bukan minyak. Sebagai contohnya, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta karoten sedangkan bau yang khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl methylketon.

3. Titik Didih

Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

4. Titik Cair

Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang digunakan dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni. Hal ini dikarenakan minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu. Sebagai contoh, apabila lemak dipanaskan dengan lambat maka akhirnya akan mencair.

5. Bobot Jenis

Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 250C, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting dalam mengukur pada temperatur 400C atau 600C untuk lemak yang titik cairnya tinggi.

6. Indeks Bias

Indeks bias adalah derajat penyimpanan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak. Indeks bias akan meningkat pada minyak dan lemak dengan rantai karbon yang panjang dan terdapat sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan

bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut. (Ketaren, 1986)

2.3.2. Sifat Kimia Lemak dan Minyak 1. Reaksi Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. (Ketaren, 1986)

R1 C H C H H C H C H H R2 energi panas + sinar R1 C H C C H H C H R2 H + H Radikal bebas

Hidrogen yang labil + O2

R2 C H H C H C H C H O R1 O R2 C H C H H C H C H R1 H + Peroksida aktif R2 C H C H H C H C H R1 O OH + R1 C H C H C H C H H R2

Hidroperoksida Radikal bebas

Gambar 2.1. Struktur Oksidasi Pembentukan Peroksida dan Hidroperoksida

2. Reaksi Hidrolisis

Dalam reaksi ini, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam lemak atau minyak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut.

CH2 O CH C R1 O C R2 CH2 O C R3 O O O + 3 H2O CH OH CH2 OH CH2 OH + 3 RCOOH

Lemak atau minyak gliserol asam karboksilat

Gambar 2.2. Struktur Hidrolisis Terhadap Asam Lemak dan Gliserol 3. Proses Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak. Reaksi ini, dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk nikel sebagai katalisator. Reaksi pada proses hidrogenasi

terjadi pada permukaan katalis yang mengakibatkan reaksi antara molekul-molekul minyak dengan gas hidrogen. Hidrogen akan diikat oleh asam

lemak yang tidak jenuh yaitu pada ikatan rangkap, membentuk radikal kompleks antara hidrogen, nikel, dan asam lemak tidak jenuh. Setelah terjadi penguraian nikel dan radikal asam lemak, akan dihasilkan suatu tingkat kejenuhan yang lebih

tinggi. Radikal asam lemak dapat terus bereaksi dengan hidrogen membentuk asam lemak yang jenuh.

2.4. Pengolahan Kelapa Sawit Menjadi CPO

Pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) di pabrik bertujuan untuk memperoleh minyak kelapa sawit yang berkualitas baik. Proses tersebut berlangsung panjang dan memerlukan kontrol yang cermat, dimulai dari pengangkutan TBS kepabrik sampai dihasilkan minyak sawit dan hasil sampingnya. Tahap-tahap pengolahan tandan buah segar (TBS) sampai dihasilkannya Crude Palm Oil (CPO) adalah :

1. Pengangkutan Tandan Buah Segar (TBS)

Tandan Buah Segar (TBS) hasil permanen harus segera di angkut ke pabrik untuk diolah lebih lanjut. Pada buah yang tidak segera diolah, maka kandungan asam lemak bebasnya semakin meningkat. Untuk menghindari hal tersebut, maksimal 8 jam setelah panen, TBS harus segera diolah. Sesampainya TBS di pabrik, segera dilakukan penimbangan. Penimbangan penting dilakukan sebab akan diperoleh angka-angka yang terutama berkaitan dengan produksi, pembayaran upah para pekerja, perhitungan rendemen minyak sawit (Yan Fauzi, 2008).

2. Sortasi Buah

Untuk perhitungan rendemen dan penilaian mutu perlu diketahui keadaan TBS yang masuk kedalam pabrik. Karena itu, perlu dilakukan sortasi. Sortasi dilakukan pada setiap kebun dengan menentukan satu truk yang dianggap mewakili seluruh kebun asal, baik dari kebun sendiri maupun dari kebun pihak ketiga.

Sortasi dilakukan sesuai dengan kriteria panen yang dibagi dalam fraksi : a) Fraksi 0 = sangat mentah

b) Fraksi 1 = mentah

c) Fraksi 2 = matang normal d) Fraksi 3 = matang normal e) Fraksi 4 = matang normal f) Fraksi 5 = terlalu matang g) Fraksi 6 = terlalu matang h) Fraksi 7 = tandan kosong

Selain itu, dalam sortasi juga harus dicatat persentase tangkai panjang, banyaknya buah jatuh (brondolan) dan kotoran (Sunarko, 2007).

3. Penimbunan Buah (Loading Ramp)

Tandan buah segar yang sudah ditimbang langsung dimasukkan kedalam loading and storage ramp. Setiap bays dari loading ramp dapat menampung TBS sebanyak 8 ton. Di dalam bays, TBS dibersihkan dari pasir dan kotoran lainnya dengan cara menyiram air dari atas. Cara ini dilakukan untuk menjaga mutu dan mengurangi keausan alat - alat pengolahan. Setelah bersih, TBS dimasukkan kedalam lori-lori perebusan yang berkapasitas 25 ton (Sunarko, 2007).

4. Perebusan Tandan Buah Segar (TBS)

TBS yang telah dimasukkan ke dalam lori selanjutnya direbus di dalam ketel rebus (sterilizer). Perebusan dilakukan dengan mengalirkan uap panas selama 90 menit atau tergantung besarnya tekanan uap. Pada umumnya, besarnya tekanan uap yang digunakan adalah 2,5 atm dengan suhu uap 1250C. Perebusan yang terlalu lama dapat menurunkan kadar minyak dan memucatkan kernel.

Sebaliknya, perebusan dalam waktu yang terlalu pendek menyebabkan semakin banyak buah yang tidak rontok dari tandannya.

5. Stasiun Pemipilan Buah (Stripper)

Proses pemipilan terjadi akibat tromol berputar pada saat sumbu mendatar yang membawa TBS ikut berputar sehingga membanting TBS tersebut dan brondolan lepas dari tandan. Brondolan yang keluar dari bagian bawah pemipil, ditampung oleh sebuah screw conveyor untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing. Sementara, tandan (janjang) kosong yang keluar dari bagian belakang pemipil ditampung oleh elevator, kemudian dikirim ke hopper.

Kecepatan putaran dari tromol pemipil harus ditentukan secara tepat untuk mencapai efek pemipilan yang optimal. Kecepatan putaran harus sedemikian rupa sehingga semua tandan berulang kali terangkat setinggi mungkin pada dinding silinder untuk kemudian jatuh. Dengan demikian, akan diperoleh efek pemipilan yang dikehendaki.

Tingkat kematangan buah dan metode perebusan buah sangat menentukan dalam keberhasilan proses pengolahan buah kelapa sawit. Semakin tinggi tingkat kematangannya dan semakin lama waktu perebusan, semakin besar pula kemungkinan bahwa minyak akan meleleh keluar dari daging buah selama perebusan karena daging buah selama perebusan menjadi lunak.

6. Stasiun Pengadukan (Digester)

Brondolan yang terpipil dari stasiun pemipilan diangkut ke bagian pencacahan (digester). Tujuan utama dari proses digesting yaitu mempersiapkan daging buah untuk pengempaan (pressing) sehingga minyak dengan mudah dapat dipisahkan dari daging buah dengan kerugian sekecil - kecilnya.

7. Stasiun Pengempaan (Pressing)

Pengempaan dilakukan untuk mengambil minyak dari massa adukan buah di dalam mesin pengempaan secara bertahap dengan bantuan pisau pelempar dari ketel adukan. Pada pabrik kelapa sawit, umumnya digunakan screw press sebagai alat pengempa untuk memisahkan minyak dari daging buah (Iyung Pahan, 2006). 8. Pemurnian Minyak (Clarification)

Minyak sawit yang keluar dari tempat pemerasan atau pengepresan masih

berupa minyak sawit kasar karena masih mengandung kotoran berupa partikel-partikel dari tempurung dan serabut (NOS atau Non Oil Solid). Agar

diperoleh minyak sawit yang bermutu baik, minyak sawit kasar tersebut mengalami pengolahan lebih lanjut lagi. Minyak sawit yang masih kasar kemudian dialirkan kedalam tangki minyak kasar (crude oil tank) dan setelah melalui beberapa tahap pemurnian atau klarifikasi, minyak tersebut perlu segera dimurnikan dengan maksud agar tidak terjadi penurunan mutu akibat adanya reaksi hidrolisis dan oksidasi.

Proses penjernihan ini dilakukan untuk menurunkan kandungan air dan NOS di dalam minyak. Minyak sawit ini dapat di tampung di dalam tangki-tangki penampungan dan dipasarkan atau mengalami pengolahan lebih lanjut sampai dihasilkan minyak sawit murni, dan hasil olahan lainnya. Sedangkan sisa olahannya yang berupa lumpur masih dapat di manfaatkan dengan proses daur ulang untuk diambil minyak sawitnya.

2.5. Minyak Kelapa Sawit

Salah satu dari beberapa tanaman golongan palm yang dapat menghasilkan minyak adalah kelapa sawit (Elaeis Guinensis). Kelapa sawit di kenal terdiri dari

empat macam tipe atau varietas kelapa sawit yaitu dura, pisifera, tenera, dan macrocarya (Yan Fauzi, 2008).

Seperti minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur Carbon (C), Hidrogen (H), dan Oksigen (O). Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), asam stearate (4,5%). Sedangkan fraksi cair tersusun atas asam lemak tak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Perbedaan jenis asam lemak penyusunnya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat sedangkan pada suhu yang sama minyak inti berbentuk cair (Tim Penulis, 1997).

2.6. Komposisi Kimia Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Kelapa sawit mengandung lebih kurang 80% perikarp dan 20% buah yang dilapisi kulit yang tipis, kadar minyak dalam perikap sekitar 34-40 persen. Minyak kelapa sawit adalah lemak semi padat yang mempunyai komposisi yang tetap. Perbandingan antara minyak sawit dengan minyak inti sawit dapat dilihat dalam Tabel 2.1 dibawah ini :

Tabel 2.1. Komposisi Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit dan Minyak Inti Kelapa Sawit

Asam Lemak Minyak Kelapa Sawit (%) Minyak Inti Sawit (%)

Asam Kaprilat - 3 - 4 Asam Kaproat - 3 - 7 Asam Laurat - 46 - 52 Asam Miristat 1,1 – 2,5 14 - 17 Asam Palmitat 40 – 46 6,5 - 9 Asam Stearat 3,6 – 4,7 1 - 2,5 Asam Oleat 39 – 45 13 - 19 Asam Linoleat 7 – 11 0,5 - 2 ( Ketaren,1986 )

Pembentukan lemak dalam buah sawit mulai berlangsung beberapa minggu sebelum matang. Oleh karena itu, penentuan saat panen sangat menentukan kandungan minyak yang terbentuk. Kandungan minyak yang tertinggi dalam buah adalah pada saat buah akan membrondol (lepas dari tandannya). Karena itu, kematangan tandan biasanya ditandai dengan jumlah buah yang membrondol. Seminggu sebelum matang, yaitu 19 minggu setelah penyerbukan, minyak terbentuk baru 6-7%. Pada hari-hari menjelang kematangannya, pembentukan minyak berlangsung dengan cepat sehingga mencapai maksimal yaitu 50% berat terhadap daging buah segar pada minggu ke-20 setelah penyerbukan (Iyung Pahan, ke-2008).

Kebalikan dari pembentukan lemak adalah penguraian atau hidrolisis lemak menjadi gliserol dan asam lemak bebas. Proses hidrolisis dikatalis oleh enzim lipase yang juga terdapat pada buah, tetapi berada diluar sel yang mengandung minyak. Jika dinding sel pecah atau rusak karena proses pembusukan maupun karena perlakuan mekanik, tergores atau memar karena benturan, enzim akan bersinggungan dengan minyak dan reaksi hidrolisis akan segera berlangsung dengan cepat.

Pembentukan asam lemak bebas oleh mikroorganisme (jamur atau bacteria tertentu) juga dapat terjadi apabila suasananya sesuai, yaitu pada suhu rendah dibawah 500C dalam keadaan lembab dan kotor. Oleh karena itu minyak sawit harus segera dimurnikan setelah pengutipannya. Pemanasan sampai dengan suhu diatas 900C seperti pada pemisahan dan pemurniannya akan menghancurkan semua mikroorganisme dan mengaktifkan enzimnya. Pada kadar air kurang dari 0,8% mikroorganisme juga tidak dapat berkembang. Jika lebih tinggi, sebaiknya minyak ditimbun dalam keadaan panas sekitar 50-60% (Mangoensoekarjo, 2003).

2.7. Standar Mutu Minyak Kelapa Sawit

Standar mutu merupakan hal yang penting untuk menentukan mutu minyak yang baik. Ada beberapa faktor yang yang menentukan standar mutu yaitu kandungan air dan kotoran dalam minyak, kandungan asam lemak bebas, warna dan bilangan peroksida. Faktor lain yang mempengaruhi standar mutu adalah titik cair dan kandungan gliserida, refining loss, plastisitas dan spreadability, kejernihan kandungan logam berat dan bilangan penyabunan.

Tabel 2.2 Mutu Minyak Kelapa Sawit

Kandungan Persentase

Kadar Air < 0,1 %

Kadar Kotoran < 0,01 %

Kandungan Asam Lemak Bebas < 2 %

Bilangan Peroksida < 2

(Ketaren, 1986)

Bertitik tolak dari perbedaan penggunaanya, terdapat pula perbedaan dalam hal kebutuhan mutu minyak sawit yang akan digunakan sebagai bahan baku untuk industri pangan dan non pangan. Untuk kebutuhan bahan pangan, tentunya tuntutan syarat mutu minyak sawit harus lebih ketat bila dibandingkan dengan bahan baku non pangan. Oleh karena itu, keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan sebab dampaknya langsung berpengaruh pada kesehatan manusia.

Industri pangan maupun non pangan selalu menghendaki minyak sawit dalam mutu yang terbaik, yaitu minyak sawit yang dalam keadaan segar, asli, murni dan tidak bercampur bahan tambahan lainnya seperti kotoran, air,

logam-logam (dari alat - alat selama pemprosessan), dan lain - lain. Adanya bahan - bahan yang tidak semestinya terikut dalam minyak sawit ini akan

menurunkan mutu minyak dan harga jualnya. (Tim Penulis, 1997)

2.8. Pemanfaatan Hasil Kelapa Sawit

Manfaat minyak sawit diantaranya sebagai bahan baku untuk industri pangan dan industri non pangan.

1. Minyak sawit untuk industri pangan

Minyak sawit yang digunakan sebagai produk pangan dihasilkan dari minyak sawit maupun minyak inti sawit melalui proses fraksinasi, rafinasi dan hidrogenesis. Produksi CPO Indonesia sebagian besar difraksinasi sehingga dihasilkan fraksi olein cair dan fraksi stearin padat. Sebagai bahan baku untuk minyak makan, minyak sawit antara lain digunakan dalam bentuk minyak goreng, margarine, butter, vanaspati, shortening dan bahan untuk membuat kue - kue. Sebagai bahan pangan, minyak sawit mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan minyak goreng lain, antara lain mengandung karoten yang diketahui berfungsi sebagai anti kanker dan tokoferol sebagai sumber vitamin E. Kandungan asam linoleat dan asam linolenatnya rendah sehingga minyak goreng yang terbuat dari buah sawit memiliki kemantapan kalor (beat stability) yang tinggi dan tidak mudah teroksidasi.

2. Minyak sawit untuk industri nonpangan

Produk nonpangan yang dihasilkan dari minyak sawit dan minyak inti sawit diproses melalui proses hidrolisis (splitting) untuk menghasilkan asam lemak dan gliserin. Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1 %, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alcohol, triterpen, fosfolipida. Kandungan minor tersebut menjadikan minyak sawit dapat digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi. Oleokimia adalah bahan baku industri yang diperoleh dari minyak nabati, termasuk diantaranya adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokemikal adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metal ester dan gliserin (Yan Fauzi, 2004).

2.9. Metode Pemurnian Minyak Kelapa Sawit dari Hasil CPO

Ada tiga metode yang dilakukan dalam pemurnian minyak sawit (minyak kasar) di PKS, yaitu sebagai berikut :

a. Metode Pemisahan Penyaringan (Filtrasi)

Merupakan suatu metode yang bertujuan untuk pemisahan crude oil dari fibre - fibre, cangkang-cangkang halus dan partikel-partikel lainnya dengan menggunakan penyaring. Metode ini berfungsi untuk menurunkan viskositas (kekentalan) dari minyak agar proses pemurnian selanjutnya dapat efisien. Dalam hal ini, minyak yang masih mengandung banyak NOS harus dapat dipisahkan agar dalam proses pemurnian selanjutnya dapat efisien dalam pemisahannya. Alat penyaring ini bekerja untuk menyaring dengan penangkap pasir ataupun ayakan getar. Aplikasi metode ini diterapkan pada alat sand trap tank dan vibrating screen yang berfungsi sebagai penangkap dan penyaring NOS (Non Oil Solid). b. Metode pengendapan (Settling)

Merupakan pemisahan minyak dan air yang terjadi pengendapan yang lebih berat. Minyak berada pada lapisan atas karena berat jenisnya lebih kecil. Jika minyak kasar yang didalam tangki dibiarkan, isi tangki akan mengendap dan akan terbentuk beberapa lapisan sesuai dengan berat jenis dari fase yang terkandung didalamnya. Lapisan pertama merupakan lapisan minyak yang masih mengandung butir-butir air dan zat pengotor lainnya dengan kadar 99,0% minyak, 0,75% air, dan 0,25% zat padat. Minyak dengan kandungan tersebut belum memenuhi standart kualitas jual sehingga harus diproses lebih lanjut untuk menurunkan kadar air dan zat padatnya. Lapisan kedua merupakan lapisan air yang mengandung minyak dalam bentuk terhomogenesir. Sementara lapisan

ketiga merupakan fase yang mengandung zat organik padat serta emulsi minyak - air yang tidak terpecahkan.

c. Metode pemusingan (Centrifuge)

Merupakan pemisahan dengan cara memusingkan minyak kasar, sehingga bagian yang lebih berat akan terlempar jauh akibat adanya gaya sentrifugal. Dengan demikian, pemusingan dapat digunakan dalam berbagai proses untuk pemisahan cairan - cairan atau antara cairan dengan bahan padat yang terkandung didalamnya.

d. Metode pemisahan biologis

Merupakan pemecahan molekul - molekul minyak dengan proses fermentasi. Pemisahan yang dimaksud disini yaitu pengutipan minyak yang dilakukan di Fat Fit. Minyak yang diperoleh dari fat fit selanjutnya dikembalikan ke Crode Oil Tank, sedangkan sisa lumpur dan air dialirkan ke kolam limbah. Walaupun telah dilakukan pengutipan minyak semaksimal mungkin, tetapi pada sisa lumpur dan air yang dialirkan ke kolam limbah tersebut, masih saja ada minyak yang terikut. Minyak yang ikut ke kolam limbah ini dihitung sebagai kerugian (losses) (Iyung Pahan, 2006).

2.9.1. Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Pemurnian Minyak Sawit

Pada proses pengolahan dan pemurnian minyak kelapa sawit pada sebuah pabrik, terdapat factor - faktor pendukung yang berperan penting pada proses pemurnian minyak kelapa sawit antara lain :

1. Temperatur Minyak

Temperatur minyak untuk proses pemurnian harus dapat disesuaikan, karena hal tersebut berhubungan berat dengan berat jenis dan viskositas minyak

yang akan diproses. Oleh karena itu, temperatur minyak sawit untuk proses pemurnian harus dipanaskan terlebih dahulu di oil tank dengan suhu 900 - 950C. 2. Berat Jenis Fluida

Pada proses pemurnian, berat jenis fluida yang masuk sangat erat hubungannya dengan temperatur yang masuk. Hal ini disebabkan karena semakin tinggi temperatur zat, maka akan semakin cepat pula berat jenis zat tersebut dapat terpisah. Dalam hal ini terdapat perbedaan berat jenis antara fluida, sehingga menyebabkan perbedaan gravitasi antara fluida yang cukup berpengaruh terhadap

Dokumen terkait