• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Disarankan agar dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap penetapan kadar levofloksasin secara KCKT dengan fase gerak yang berbeda dan turunan fluorokuinolon lainnya.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Levofloksasin 2.1.1 Sifat fisikokimia

Menurut Moffat, dkk., (2005) sifat fisikokimia levofloksasin adalah sebagai berikut:

Rumus struktur :

Gambar 1 Struktur levofloksasin

Nama Kimia : (-)-(S)-9-fluoro-2,3-dihidro-3-metil-10-(4-metil-1-piperazinil)-7-okso-7- 7H-pirido [1,2,3-de]-1,4-benzoksasin-6-karboksilat

Rumus Molekul : C18H20FN3O4 Berat Molekul : 361,4

Pemerian : Serbuk kristal berwarna putih kekuningan, tidak berbau dan rasa pahit

Kelarutan : Mudah larut dalam asam asetat glasial dan kloroform, sedikit larut dalam air, metanol, etanol atau aseton, sangat sukar larut

2.1.2 Farmakologi

Levofloksasin adalah antibakteri golongan flourokuinolon yang merupakan S-(-) isomer dari ofloksasin dan memiliki aktivitas antibakteri dua kali lebih besar dari pada ofloksasin. Levofloksasin memiliki efek antibakteri dengan spektrum luas, aktif terhadap bakteri gram-positif dan gram-negatif termasuk bakteri anareob. Levofloksasin telah menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap chalmydia pneumoniae dan mycoplasma pneumoniae. Levofloksasin secara in

vitro lebih aktif melawan bakteri gram-positif, termasuk streptococcus

pneumoniae dan bakteri anaerob dibandingkan fluorokuinolon yang lain.

Mekanisme kerja dari levofloksasin adalah dengan menghambat DNA-gyrase, sehingga meningkatkan kerusakan rantai DNA. DNA-gyrase (topoisomerase II) merupakan enzim yang sangat diperlukan oleh bakteri untuk memelihara struktur superheliks DNA, juga diperlukan untuk replikasi, transkrip dan perbaikan DNA (Setiabudy, 2007).

2.1.3 Efek samping

Secara umum, efek samping paling sering akibat golongan obat ini ialah mual, muntah, rasa tidak enak di perut, pusing dan sakit kepala (Setiabudy, 2007).

2.2Kromatografi

Kromatografi pertama kali dikembangkan oleh ahli botani Rusia pada tahun 1903 yang bernama Michael Tswett untuk memisahkan pigmen warna dalam tanaman dengan cara perkolasi ekstrak petroleum eter dalam kolom gelas yang berisi kalsium karbonat. Saat ini kromatografi merupakan teknik pemisahan yang paling umum dan paling sering digunakan dalam bidang kimia analisis dan

dapat dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik analisis kualitatif, analisis kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi, industri dan lain sebagainya. Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam (stationary phase) dan fase gerak (mobile phase) (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.2.1 Penggunaan kromatografi

Menurut Gritter, dkk., (1985) penggunaan kromatografi adalah sebagai berikut: - Pemakaian untuk tujuan kualitatif mengungkapkan ada atau tidak adanya senyawa tertentu dalam cuplikan.

- Pemakaian untuk tujuan kuantitatif menunjukkan banyaknya masing-masing komponen campuran.

- Pemakaian untuk tujuan preparatif untuk memperoleh komponen campuran dalam jumlah memadai dalam keadaan murni.

2.2.2 Puncak asimetris

Puncak asimetris yakni membentuk pucak yang berekor (tailing) dan adanya puncak pendahulu (fronting) jika ada perubahan rasio distribusi solut yang lebih besar (Johnson dan Stevenson, 1978).

Baik tinggi puncak maupun luasnya dapat dihubungkan dengan konsentrasi. Tinggi puncak mudah diukur, akan tetapi sangat dipengaruhi perubahan waktu retensi yang disebabkan oleh variasi suhu dan komposisi pelarut. Oleh karena itu, luas puncak dianggap merupakan parameter yang lebih akurat untuk pengukuran kuantitatif (Ditjen POM, 1995).

2.3 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi

Kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) merupakan sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Hal ini karena didukung oleh kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor yang sangat sensitif dan beragam. KCKT mampu menganalisis berbagai cuplikan secara kualitatif maupun kuantitatif, baik dalam komponen tunggal maupun campuran (Ditjen POM, 1995).

KCKT merupakan teknik pemisahan yang diterima secara luas untuk analisis dan pemurnian senyawa tertentu dalam suatu sampel pada sejumlah bidang antara lain: farmasi, lingkungan dan industri-industri makanan (Munson, 1991).

2.3.1 Kelebihan KCKT

Menurut Muson (1991), kelebihan KCKT antara lain:

−Mampu memisahkan molekul-molekul dari suatu campuran

−Resolusinya baik

−Mudah melaksanakannya

−Kecepatan analisis dan kepekaannya tinggi

−Dapat dihindari terjadinya dekomposisi/kerusakan bahan yang dianalisis

−Dapat digunakan bermacam-macam detektor

−Kolom dapat digunakan kembali

−Mudah melakukan rekoveri cuplikan

−Tekniknya tidak begitu tergantung pada keahlian operator dan reprodusibilitasnya lebih baik

−Instrumennya memungkinan untuk bekerja secara automatis dan kuantitatif

−Waktu analisis umumnya singkat

2.3.2 Cara kerja KCKT

Kromatografi merupakan teknik yang mana solut atau zat-zat terlarut terpisah oleh perbedaan kecepatan elusi, dikarenakan solut-solut ini melewati suatu kolom kromatografi. Pemisahan solut-solut ini diatur oleh distribusi dalam fase gerak dan fase diam. Penggunaan kromatografi cair membutuhkan penggabungan secara tepat dari berbagai macam kondisi operasional seperti jenis kolom, fase gerak, panjang dan diameter kolom, kecepatan alir fase gerak, suhu kolom, dan ukuran sampel (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3 Komponen KCKT

Gambar 2 Instrument Dasar KCKT

2.3.3.1 Wadah fase gerak

Wadah fase gerak harus bersih dan (inert). Wadah pelarut kosong ataupun wadah yang ada labu laboratorium dapat digunakan sebagai wadah fase gerak. Wadah ini biasanya dapat menampung fase gerak antara 1 sampai 2 liter pelarut.

pompa injektor kolom oven detektor Wadah Data processor

Fase gerak sebelum digunakan harus dilakukan degassing (penghilangan gas) yang ada pada fase gerak, sebab adanya gas akan berkumpul dengan komponen lain terutama dipompa dan detektor sehingga akan mengacaukan analisis (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3.2 Pompa

Pompa yang cocok digunakan untuk KCKT adalah pompa yang mempunyai syarat sebagaimana syarat wadah pelarut yakni : pompa harus inert terhadap fase gerak. Bahan yang umum dipakai untuk pompa adalah gelas, baja tahan karat, teflon, dan batu nilam. Pompa yang digunakan sebaiknya mampu memberikan tekanan sampai 6000 psi dan mampu mengalirkan fase gerak dengan kecepatan alir 0,1-10 ml/menit. Tujuan penggunaan pompa atau sistem penghantaran fase gerak adalah untuk menjamin proses penghantaran fase gerak berlangsung secara tepat, konstan dan bebas dari gangguan. Ada dua jenis pompa dalam KCKT yaitu: pompa dengan tekanan konstan dan pompa dengan aliran fase gerak yang konstan. Tipe pompa dengan aliran fase gerak yang konstan sejauh ini lebih umum dibandingkan dengan tipe pompa dengan tekanan konstan (Gandjar dan Rohman, 2007).

2.3.3.3 Injektor

Menurut Johnson dan Stevenson (1991), ada 3 jenis dasar injektor yaitu: a. Hentikan aliran/stop flow

Aliran dihentikan, injeksi dilakukan pada sistem tertutup dan aliran dilanjutkan lagi. Teknik ini bisa digunakan karena difusi di dalam aliran kecil dan resolusi tidak dipengaruhi.

b. Septum

Injektor-injektor langsung ke aliran fase gerak, umumnya sama dengan yang digunakan pada kromatografi gas. Injektor ini dapat digunakan pada kinerja sampai 60-70 atmosfir. Tetapi septum ini tidak tahan dengan semua pelarut-pelarut kromatografi cair. Di samping itu, partikel kecil dari septum yang terkoyak (akibat jarum injektor) dapat menyebabkan penyumbatan.

c. Katup putaran (loop valve)

Injektor ini umumnya digunakan untuk menginjeksi volume lebih besar daripada 10 µl dan sekarang digunakan dengan cara automatis (dengan adaptor khusus, volume-volume lebih kecil dapat diinjeksikan secara manual). Pada posisi LOAD, sampel loop (cuplikan dalam putaran) diisi pada tekanan atmosfir. Bila katup difungsikan, maka cuplikan di dalam putaran akan bergerak ke dalam kolom( Johnson dan Stevenson, 1978).

Gambar 3 Tipe Injektor Putaran (De Lux Putra, 2007)

2.3.3.4 Kolom

Kolom adalah jantung kromatografi. Berhasil atau gagalnya suatu analisis tergantung pada pemilihan kolom dan kondisi percobaan yang sesuai. Kolom dapat dibagi menjadi dua kelompok:

a. Kolom analitik: diameter khas adalah 2 – 6 mm. Panjang kolom tergantung pada jenis kemasan. Untuk kemasan pellikular, panjang yang umumnya adalah 50 – 100 cm. Untuk kemasan poros mikropartikulat, umumnya 10 – 30 cm. Dewasa ini ada yang 5 cm.

b. Kolom preparatif: umumnya memiliki diameter 6 mm atau lebih besar dan panjang kolom 25 – 100 cm.

Kolom umumnya dibuat dari stainless steel dan biasanya dioperasikan pada temperatur kamar, tetapi bisa juga digunakan temperatur lebih tinggi, terutama untuk kromatografi penukar ion dan kromatografi eksklusi (De Lux Putra, 2007).

2.3.3.5 Detektor

Suatu detektor dibutuhkan untuk mendeteksi adanya komponen cuplikan dalam aliran yang keluar dari kolom. Detektor-detektor yang baik memiliki sensitifitas yang tinggi, gangguan (noise) yang rendah, kisar respons linier yang luas, dan memberi tanggapan/respon untuk semua tipe senyawa. Suatu kepekaan yang rendah terhadap aliran dan temperatur sangat diinginkan, tetapi tidak selalu dapat diperoleh (Johnson dan Stevenson, 1978).

Detektor yang paling banyak digunakan dalam kromatografi cair modern kecepatan tinggi adalah detektor spektrofotometer UV 254 nm. Bermacam-macam detektor dengan variasi panjang gelombang UV-Vis sekarang menjadi populer karena mereka dapat digunakan untuk mendeteksi senyawa-senyawa dalam rentang yang luas. Detektor lainnya, antara lain: detektor fluometer, detektor ionisasi nyala, detektor elektrokimia dan lain-lain juga telah digunakan (Johnson dan Stevenson, 1978).

2.3.3.6 Pengolahan data

Komponen yang terelusi mengalir ke detektor dan dicatat sebagai puncak-puncak yang secara keseluruhan disebut sebagai kromatogram (Johnson dan Stevenson, 1978).

2.3.4 Guna kromatogram

Menurut Johnson dan Stevenson (1978), guna kromatogram adalah sebagai berikut:

1. Kualitatif: waktu retensi selalu konstan dalam setiap kondisi kromatografi yang sama dapat digunakan untuk identifikasi.

2. Kuantitatif: luas puncak proporsional dengan jumlah sampel yang diinjeksikan dan dapat digunakan untuk menghitung konsentrasi.

2.3.5 Fase gerak

Dalam kromatografi cair komposisi pelarut atau fase gerak adalah satu variabel yang mempengaruhi pemisahan. Terdapat keragaman yang luas dari fase gerak yang digunakan dalam semua mode KCKT, tetapi ada beberapa sifat-sifat yang diinginkan yang mana umumnya harus dipenuhi oleh semua fase gerak (De Lux Putra, 2007).

Menurut De Lux Putra (2007), fase gerak harus:

Murni, tidak ada pencemar/kontaminan

Tidak bereaksi dengan pengemas

Sesuai dengan detector

Melarutkan cuplikan

Gelembung udara yang ada harus dihilangkan (degassing) dari pelarut, karena udara yang keluar melewati detektor dapat menghasilkan banyak noise sehingga data tidak dapat digunakan ( De Lux Putra, 2007).

2.3.6 Elusi gradien dan isokratik

Menurut De Lux Putra (2007), elusi pada KCKT dapat dibagi menjadi dua sistem yaitu:

1. Sistem elusi isokratik

Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan satu macam atau lebih fase gerak dengan perbandingan tetap (komposisi fase gerak tetap selama elusi). 2. Sistem elusi gradien

Pada sistem ini, elusi dilakukan dengan campuran fase gerak yang perbandingannya berubah-ubah dalam waktu tertentu (komposisi fase gerak berubah-ubah selama elusi).

2.3.7 Jenis pemisahan kromatografi cair kinerja tinggi

Berdasarkan jenis fase gerak dan fase diamnya, jenis pemisahan KCKT dibedakan atas:

a. Kromatografi Fase Normal

Kromatografi dengan kolom yang fase diamnya bersifat polar, misalnya silika gel, aluminium, sedangkan fase geraknya bersifat non polar seperti heksan. b. Kromatografi Fase Terbalik

Pada kromatografi fase terbalik, fase diamnya bersifat non polar, yang banyak dipakai adalah oktadesilsilan (ODS atau C18) dan oktilsilan (C8). Sedangkan fase geraknya bersifat polar, seperti air, metanol dan asetonitril (Mulja dan Suharman, 1995).

2.4 Kriteria Optimasi

Optimasi dalam KCKT disyaratkan untuk menentukan kondisi yang optimal guna menghasilkan pemisahan yang baik pada kondisi percobaan tersebut dilakukan. Meskipun demikian, kondisi terbaik sistem KCKT sulit untuk ditemukan. Ada pun tujuan dipersyaratkan optimasi pada sistem KCKT antara lain:

− Menghemat biaya penelitian

− Mendapatkan hasil pemisahan yang baik dengan waktu yang singkat

− Menciptakan pemisahan terbaik yang mungkin dihasilkan

− Menyeleksi/memilih komposisi fase gerak dan kolom yang menunjukkan pemisahan yang baik pada waktu yang singkat

− Memperoleh kombinasi optimum pada kecepatan elusi/laju alir, ukuran sampel, dan resolusi dari larutan sampel

− Melokasikan kriteria optimasi untuk tempat/daerah percobaan tersebut dilakukan.

Keberhasilan suatu pemisahan analit sangat dipengaruhi oleh pemilihan sistem kromatografi dan komposisi fase gerak yang tepat. Meskipun dari segi instrumennya sering diabaikan. Proses pemisahan dikatakan baik bergantung pada kondisi kolom, detektor, dan pompa instrumen KCKT. Ditinjau lebih luas lagi, pemilihan komposisi fase gerak merupakan aspek utama dalam optimasi. Pemilihan fase gerak ini tidak hanya mempertimbangkan proses ekstraksi/isolasi sampel oleh pelarut karena adanya parameter seperti laju alir dan suhu kolom yang menjadi pertimbangan penting dalam pemilihan komposisi fase gerak yang digunakan (Berriddge, 1985).

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Levofloksasin termasuk antibakteri golongan fluorokuinolon, yang digunakan sebagai pengobatan infeksi saluran nafas, saluran kemih, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak (Setiabudy, 2007).

Dalam bidang farmasi, pemeriksaan mutu obat diperlukan agar obat dapat sampai pada titik tangkapnya dan memberikan efek terapi yang dikehendaki dengan kadar yang tepat. Salah satu parameter dari uji mutu tersebut adalah kadar zat berkhasiat dari suatu sediaan obat harus memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi ke IV tahun 1995 atau ditentukan buku standar lainnya.

Obat dengan nama generik merupakan obat yang harganya murah dibandingkan obat merek dagang. Masyarakat menganggap obat generik yang harganya murah tidak memiliki mutu sebaik obat merek dagang yang harganya jauh lebih mahal (Puspitasari, 2006).

Menurut USP edisi ke-34, 2011 monografi levofloksasin terdapat dalam bentuk bahan bakunya yang kadarnya ditentukan secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Sedangkan monografi dalam sediaan tablet tidak terdapat dalam Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 maupun dalam USP edisi ke-34 tahun 2011. Levofloksasin dapat diidentifikasikan antara lain secara KCKT menggunakan fase gerak metanol: cupri (II) sulfat pentahydrat (12.5:87.5), dengan baku dalam siprofloksasin dan secara spektrofotometri UV (Moffat, dkk., 2005).

Menurut Utami (2006), kadar tablet levofloksasin dapat ditentukan secara KCKT menggunakan kolom ODS (250 x 4,6 mm) dengan perbandingan fase gerak campuran asam ortho fosfat 0,16 % pada pH 3 dengan penambahan natrium hidroksida 0,2 N: asetonitril (85:15), laju alir 1 ml/menit panjang gelombang 295 nm.

Metode KCKT memiliki banyak keuntungan antara lain dapat digunakan untuk analisis suatu zat dalam jumlah kecil, waktu analisisnya relatif singkat, cukup sensitif dan selektif serta mudah dalam interpretasi yang diperoleh (Gandjar dan Rohman, 2007).

Berdasarkan uraian di atas, penulis mencoba menetapkan kadar levofloksasin dalam sediaan tablet yang beredar di pasaran menggunakan KCKT kolom VP-ODS (250 x 4,6 mm) (Shimadzu), perbandingan fase gerak asam ortho fosfat 0,16% pada pH 3 dengan penambahan natrium hidoksida 0,2 N: asetonitril, laju alir 1 ml/menit panjang gelombang 360 nm.

1.2 Perumusan Masalah

1. Apakah kadar levofloksasin dalam sediaan tablet dapat ditentukan dengan metode KCKT menggunakan fase gerak asam ortho fosfat 0,16% pada pH 3 dengan penambahan natrium hidoksida 0,2 N: asetonitril?

2. Apakah kadar levofloksasin dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik yang beredar di pasaran dapat memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi IV tahun1995?

1.3 Hipotesis

1. Kadar levofloksasin dalam sediaan tablet dengan nama dagang dan generik yang beredar di pasaran dapat memenuhi persyaratan kadar yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995.

2. Kadar levofloksasin dalam sediaan tablet dapat ditentukan dengan metode KCKT menggunakan fase gerak asam ortho fosfat 0,16% pada pH 3 dengan penambahan natrium hidoksida 0,2 N: asetonitril (80:20).

1.4 Tujuan Penelitian

1. Menetapkan kadar levofloksasin dalam sediaan tablet secara KCKT.

2. Mengetahui kesesuaian kadar tablet levofloksasin dengan nama dagang dan generik yang beredar di pasaran dengan persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995.

1.5 Manfaat Penelitian

Pengembangan ilmu bahwa penetapan kadar levofloksasin dalam sediaan tablet dapat dilakukan dengan KCKT. Hasil penelitian diharapkan menjadi informasi bagi masyarakat mengenai kadar levofloksasin yang terkandung dalam sediaan tablet generik maupun nama dagang.

PENETAPAN KADAR LEVOFLOKSASIN DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA DAGANG DAN GENERIK SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

ABSTRAK

Levofloksasin termasuk antibakteri golongan fluorokuinolon, yang digunakan sebagai pengobatan infeksi saluran nafas, saluran kemih, saluran cerna, kulit dan jaringan lunak. Masyarakat menganggap obat generik yang harganya murah tidak memiliki mutu sebaik obat merek dagang yang harganya jauh lebih mahal. Salah satu parameter dari uji mutu adalah kadar zat berkhasiat dari suatu sediaan obat harus memenuhi persyaratan Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 atau buku standar lainnya. Tujuan penelitian ini adalah menetapkan kadar levofloksasin dalam tablet generik dan nama dagang secara KCKT.

Penetapan kadar levofloksasin dalam tablet dilakukan dengan metode kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan kolom VP-ODS (250 x 4,6 mm) (Shimadzu) dengan perbandingan fase gerak asam ortho fosfat 0,16% pada pH 3 dengan penambahan natrium hidoksida 0,2 N: asetonitril (80:20), laju alir 1 ml/menit pada panjang gelombang 360 nm.

Hasil identifikasi dari semua sampel yang diuji diperoleh waktu retensi levofloksasin dalam sediaan tablet sama dengan waktu retensi levofloksasin BPFI yaitu pada 6,2 menit ini menunjukkan semua sampel yang ditentukan mengandung levofloksasin. Dari hasil penelitian didapat kadar tablet generik levofloksasin (PT Dexa Medica) 100,44 ± 0,30%, levofloksasin (PT Bernofarma) 100,14 ± 0,26%, levofloksasin (PT Indofarma) 99,75 ± 0,35%, levofloksasin (PT Novell) 100,39 ± 0,18%, dan tablet dengan merek dagang Rinvox (PT Yarindo) 100,13 ± 0,30%, Cravox (PT Lapi) 100,47 ± 0,16%. Hal ini menunjukkan bahwa tablet levofloksasin generik dan merek dagang memenuhi persyaratan kadar umumnya sediaan tablet yang ditetapkan Farmakope Indonesia edisi IV tahun 1995 yaitu tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket.

Kata kunci : Levofloksasin, KCKT, generik dan nama dagang.

DETERMINATION OF LEVOFLOXACIN IN TABLET WITH BRAND AND GENERIC NAMES BY HIGH PEFORMANCE

LIQUID CHROMATOGRAPHY (HPLC)

ABSTRACT

Levofloxacin is an anti bacterial belongs to fluorokuinolone, that can be used as treatment for respiratory tract, urinary tract, gastrointestinal, skin and soft tissue infection. People assumed that the quality of cheaper generic drugs is not as good as the quality of more expensive branded drugs. One of the parameters of quality control is determination of active compounds contents in the drugs which need to be in the accepted range as written in Indonesian pharmacope fourth edition or other standar literatures. The purpose of this research is to determine levofloxacin in generic and brand tablets by using the HPLC method.

Determination of levofloxacin in tablet was conducted by High Peformance Liquid Chromatography using VP-ODS (250 x 4.6 mm) colum (Shimadzu) and orthophosphoric acid 0.16 % (adjusted to pH 3.0 by adding NaOH 0.2 N) and acetonitrile (80:20 v/v) as mobile phase with flow rate 1.0 ml/min at detector wave length of 360 nm.

The identification results of levofloxacin in all tablet samples and BPFI showed the same retention time 6.2 minute. Therefore all examined samples containd levofloxacin. The quantitative results showed the levofloxacin contents of generic tablet from PT Dexa Medica were 100.44±0.30%; from PT Bernofarma were 100.14±0.26%; PT Indofarma were 99.75±0.35%; from PT Novell were 100.39±0.18%; branded and branded Rinvox PT Yarindo were 100.13±0.30%; Cravox PT Lapi were 100.47±0.16%. These results showed that the examined generic tablets and branded tablets of levofloxacin were all in the accepted content range as specified in the Indonesian Pharmacope flourth edition which is not less than 90.0% and not more than 110.0% from the written content in the label.

PENETAPAN KADAR LEVOFLOKSASIN

DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA

DAGANG DAN GENERIK SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FERA MUSLIHA

NIM 101524060

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

PENETAPAN KADAR LEVOFLOKSASIN

DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA

DAGANG DAN GENERIK SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

SKRIPSI

Diajukan untuk Melengkapi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

FERA MUSLIHA

NIM 101524060

PROGRAM EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

PENGESAHAN SKRIPSI

PENETAPAN KADAR LEVOFLOKSASIN

DALAM SEDIAAN TABLET DENGAN NAMA

DAGANG DAN GENERIK SECARA KROMATOGRAFI

CAIR KINERJA TINGGI (KCKT)

OLEH: FERA MUSLIHA

NIM: 101524060

Dipertahankan di Hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Pada Tanggal: 8 Mei 2013

Pembimbing I, Panitia Penguji:

Prof. Dr. rer. nat. E. De Lux Putra, S.U., Apt. Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt. NIP 195306191983031001 NIP 195108161980031002

Pembimbing II, Prof. Dr. rer. nat. E. De Lux Putra, S.U., Apt. NIP 195306191983031001

Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt. Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt. NIP 195201041980031002 NIP 195008261974122001

Drs. Syafruddin, M.Si., Apt. NIP 194811111976031003 Medan, Juni 2013

Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Dekan

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. NIP 195311281983031002

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala Puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan kemudahan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Penetapan

Kadar Levofloksasin Dalam Sediaan Tablet Dengan Nama Dagang Dan Generik Secara Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)”. Skripsi ini

diajukan sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi dari Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi USU Medan yang telah memberikan fasilitas sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan . Bapak Prof. Dr. rer. nat. Effendy De Lux Putra, S.U., Apt., dan Drs. Fathur Rahman Harun, M.Si., Apt., selaku dosen pembibing yang telah banyak memberikan bimbingan dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian dan penulisan skripsi ini.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Ginda Haro, M.Sc., Apt., Bapak Drs. Syafruddin, M.Si., Apt., Dra. Siti Nurbaya, M.Si., Apt., selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran demi kesempurnaan skripsi ini. Serta kepada Bapak Dr. Edy Suwarso, S.U., Apt., sebagai dosen penasehat akademik yang telah membimbing penulis selama masa pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tiada terhingga khusus kepada kedua orang tua, Ayahanda Alm. H. Halimuddin dan

Ibunda tercinta Hj. Saryunis, untuk Adikku tersayang Hisban Fahruzi, Utari Febrina, atas do’a, dukungan, motivasi dan perhatian yang tiada hentinya kepada

Dokumen terkait