• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk melakukan pengujian nilai SPF krim tabir surya kombinasi ekstrak etanol beras ketan hitam secara in vivo untuk dibandingkan dengan hasil secara in vitro.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Beras Ketan Hitam

Beras ketan hitam dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Kelas : Monoctyledoneae Ordo : Poales Famili : Poaceae/Gramineae Genus : Oryza

Spesies : Oryza sativa Linn. var glutinosa Nama lokal : Beras ketan hitam

(Vaughan, dkk., 2013) Beras ketan hitam merupakan salah satu varietas beras berpigmen yang telah lama dikonsumsi oleh masyarakat indonesia sebagai bahan makanan. Hal ini dikarenakan beras ketan hitam sangat potensial sebagai sumber karbohidrat, antioksidan, senyawa bioaktif dan serat yang tinggi bagi kesehatan. Beras ketan hitam mempunyai warna ungu kehitaman, bila sudah dimasak warnanya benar-benar hitam pekat (Nailufar, 2012).

Beras ketan hitam sangat berbeda dibandingkan dengan beras hitam, baik rasa aroma maupun penampilan yang sangat spesifik. Bagian terbesar dari beras ketan hitam didominasi oleh pati (80-85%). Butir beras ketan hitam tersusun atas aleuron, endosperm dan embrio. Dalam aleuron dan embrio terdapat komponen gizi yaitu vitamin (thiamin, riboflavin dan niacin), lemak (linoleat, oleat dan

palmitat), protein (oryzenin) dan mineral (kalsium, magnesium, besi dan fosfor), sedangkan pada bagian endosperm hampir seluruhnya adalah pati (Hanum, 2000).

Dalam komposisi kimiawinya diketahui bahwa pati adalah karbohidrat penyusun utama pada beras ketan hitam. Pati adalah homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosida. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas, dimana fraksi terlarut adalah amilosa sedangkan fraksi yang tidak larut adalah amilopektin. Perbandingan komposisi kedua golongan pati ini sangat menentukan warna dan tekstur nasi. Kadar amilosa di dalam beras ketan hitam hanya sekitar 1-2%, sedangkan di dalam beras biasa berkisar antara 7-38%. Pati ketan didominasi oleh amilopektin yang memiliki struktur kimia bercabang, sehingga jika ditanak ketan menjadi sangat lekat (Winarno, 1986).

2.2 Antosianin

Antosianin berperan dalam memberikan pigmen merah, biru, ungu hingga kehitaman pada beberapa bunga, buah, sayuran dan serealia. Beberapa sumber antosianin terdapat pada buah mulberry, bluberry, cherry, blackberry, rosela, kulit dan sari anggur, strawberry dan lobak merah.Salah satu sumber antosianin yang juga merupakan sumber kekayaan alam di Indonesia selain buah dan sayuran adalah beras (Oryza sativa) (Gosh dan Konishi, 2007). Saat ini dikenal beberapa jenis beras yang kaya akan antosianin, seperti beras ketan hitam (Nailufar, dkk., 2012).

Beras ketan hitam (Oryza sativa.var.glutinosa(Lour) Korn) mempunyai zat warna antosianin yang dapat digunakan sebagai pewarna alami pada makanan. Warna beras ketan hitam disebabkan oleh sel-sel pada kulit ari yang mengandung antosianin. Beberapa fungsi antosianin antara lain menghambat sel tumor,

meningkatkan kemampuan penglihatan mata, meningkatkan daya tahan tubuh terhadap penyakit, serta mampu mencegah obesitas dan diabetes(Nailufar, dkk., 2012).

Antosianin juga memiliki aktivitas antioksidan karena merupakan senyawa fenolik yang dapat menangkal radikal bebas. Antioksidan adalah senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya dengan cuma cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali fungsinya dan dapat memutus reaksi berantai dari radikal bebas (Lestari, 2013).Umumnya senyawa flavonoid berfungsi sebagai antioksidan primer, chelator dan scavenger terhadap superoksida anion (Santoso, 2006).Selain dapat meredam radikal yang diinduksi oleh UV, flavonoid dapat memberikan efek perlindungan terhadap radiasi dengan bertindak kuat menyerap UV (Raimundo, dkk., 2013).

Kemampuan antioksidatif antosianin timbul dari reaktifitasnya yang tinggi sebagai pendonor hidrogen atau elektron, dan kemampuan radikal turunan polifenol untuk menstabilkan dan mendelokalisasi elektron tidak berpasangan, serta kemampuannya mengkhelat ion logam. Antosianin bersifat polar sehingga dapat dilarutkan pada pelarut polar seperti etanol, aceton dan air (Gosh dan Konishi, 2007).

2.3 Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif

yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM., 2000).

Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair yang diperoleh dengan mengekstraksi atau menyari senyawa aktif dari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok dengan pelarut yang sesuai, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM., 1979). Metode ekstraksi menggunakan pelarut dibedakan menjadi:

a. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Caranya: masukkan 10 bagian simplisia (600 g) kedalam sebuah bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari,tutup dan biarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya sambil sering diaduk, serkai, peras, cuci ampas dengan cairan penyari secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Pindahkan kedalam bejana tertutup, biarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau saring (Ditjen POM., 1979).

2. Perkolasi

Perkolasi adalah suatu cara penarikan menggunakan alat yang disebut perkolator yang simpisianya terendam dalam cairan penyari, zat-zat akan terlarut dan larutan tersebut akan menetes secara beraturan sampai memenuhi syarat yang telah ditetapkan. Cara perkolasi membutuhkan pelarut yang lebih banyak (Syamsuni, 2006).

b. Cara panas 1. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.

2. Soxhletasi

Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendinginan balik. 3. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-500C. Cara ini dilakukan untuk simplisia yang pada suhu biasa tidak tersari dengan sempurna.

4. Infundasi

Infundasi adalahEkstraksi menggunakan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-980C) selama waktu tertentu (15-20 menit).

5. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (30 menit dihitung mulai suhu mencapai 90ºC). Cara ini cocok untuk simplisia yang mengandung bahan aktif yang tahan pemanasan (Ditjen POM., 2000).

2.4 Kulit

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa sekitar 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15% berat badan (Wasitaatmadja, 1997). Kulit merupakan “selimut” yang menutupi permukaan tubuh dan memiliki fungsi utama sebagai pelindung dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.4.1 Struktur kulit

Menurut Anderson (1996), secara mikroskopik kulit terdiri dari tiga lapisan yaitu: epidermis, dermis, dan lemak subkutan. Lapisan epidermis merupakan bagian terluar dari kulit. Lapisan epidermis terdiri atas 5 lapisan, yaitu:

1. Stratum corneum atau lapisan tandukmerupakan lapisan terluar dan tersusun dari sel mati berkeratin berbentuk datar dan tersusun berlapis-lapis. Stratum corneum merupakan sawar kulit pokok terhadap kehilangan air. Apabila kandungan air pada lapisan ini berkurang, maka kulit akan menjadi kering dan bersisik.

2. Stratum lusidummerupakan asal sel-sel permukaan bertanduk setelah mengalami proses diferensiasi. Stratum lusidum terdapat dibawah lapisan tanduk dan bertindak juga sebagai sawar, dapat dilihat jelas pada telapak kaki dan tangan.

3. Stratum granulosumterdiri atas beberapa lapis sel yang berbentuk poligonal. Sel diferensiasi utama stratum spinosum adalah keratinosit yang membentuk keratin.

4. Stratum spinosum memiliki sel berbentuk kubus dan seperti berduri. Intinya besar dan oval. Setiap sel berisi filamen-filamen kecil yang terdiri atas serabut protein.

5. Stratum germinativum atau lapisan basal merupakan bagian yang paling dalam dari epidermis dan membentuk lapisan baru yang menyusun epidemis. Melanosit yang membentuk melanin untuk pigementasi kulit terdapat dalam lapisan basal sepanjang stratum germinativum. Lapisan basal ini tersusun secara vertikal dan membentuk seperti pagar (Anderson, 1996).

Berbeda dengan epidermis yang tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk, dermis merupakan lapisan dibawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis. Lapisan ini terdiri dari serabut-serabut kolagen, elastin dan retikulin. Matriks kulit mengandung pembuluh-pembuluh darah dan saraf yang menyokong dan memberi nutrisi pada epidermis yang sedang tumbuh (Anderson, 1996).

Lapisan subkutan atau hipodermis adalah kelanjutan dermis atas jaringan ikat longgar, berisi sel-sel lemak di dalamnya. Lapisan ini merupakan bantalan untuk kulit, isolasi untuk mempertahankan suhu tubuh dan tempat penyimpanan energi (Anderson, 1996).

2.4.2 Fungsi biologik kulit

Kulit adalah organ dengan berbagai fungsi penting. Beberapa fungsi kulit antara lain:

1. Proteksi

Lapisan kulit dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain

itu juga berfungsi sebagai barrier terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit (Tranggono dan latifah, 2007).

2. Thermoregulasi

Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom.Vasokontriksi terjadi pada saat temperatur badan menurun, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas (Tranggono dan latifah, 2007).

3. Persepsi sensoris

Kulit berfungsi sebagai indera terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu dan nyeri melalui beberapa reseptor. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri (Tranggono dan latifah, 2007).

4. Absorbsi

Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Zat yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan zat yang larut dalam air (Tranggono dan Latifah, 2007).

5. Kulit sebagai alat pembuangan

Kulit sebagai alat pembuang ampas-ampas badan, mengeluarkan sisa-sisa zat pembakaran yang tidak diperlukan lagi, misalnya keringat (Rostamailis, 2005).

6. Kulit sebagai alat yang menyatakan emosi

Kulit juga berperan dalam menyatakan perasaan batin atau perasaan hati, misalnya bila perasaan batin baik atau senang maka kulit akan kelihatan segar,

sebaliknya bila perasaan batin tertekan maka kulit akan terlihat tidak segar dan keriput (Rostamailis, 2005).

2.4.3 Penyinaran matahari dan efeknya pada kulit

Sinar matahari mempunyai peranan yang sangat penting, namun matahari juga mempunyai efek yang merugikan, tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari mengenai kulit, intensitas matahari serta sensitivitas seseorang. Sinar matahari dibutuhkan untuk pembentukan vitamin D yang sangat berguna bagi tubuh (Tilong, 2013).Sebagian besar kerusakan kulit juga diakibatkan oleh paparan sinar matahari yang berlebihan. Sinar UV dapat menembus kulit, dan penyinaran matahari yang singkat pada kulit dapat menyebabkan kerusakan epidermis sementara. Penyinaran yang lama akan menyebabkan perubahan degeneratif pada jaringan pengikat dalam korium. Keadaan tersebut menyebabkan kulit akan menebal, kehilangan kekenyalan sehingga kulit terlihat keriput (Ditjen POM., 1985).

2.5 Kosmetik

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI. No.445/MenKes/Permenkes/ 1998, kosmetik adalah sediaan atau paduan bahan yang siap digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ kelamin bagian luar), gigi dan rongga mulut untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi supaya tetap dalam keadaan baik, menyembuhkan suatu penyakit (Tranggono dan Latifah, 2007).

Kosmetik berdasarkan kegunaannya dibagi menjadi kosmetik perawatan kulit dan riasan. Kosmetik perawatan kulit, misalnya kosmetik untuk membersihkan kulit, untuk melembabkan kulit, pelindung kulit dan menipiskan

atau mengampelas kulit, sedangkan kosmetik riasan diperlukan untuk merias dan menutup cacat pada kulit sehingga menghasilkan penampilan yang lebih menarik. Sediaan tabir surya termasuk salah satu kosmetik perawatan kulit yaitu sebagai pelindung kulit.

2.6Tabir surya

Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetik yang digunakan pada permukaan kulit yang bekerja antara lain dengan menyerap, menghamburkan, atau memantulkan sinar ultraviolet (Ditjen POM., 1985). Ada dua macam tabir surya, yaitu:

1. Tabir surya kimia, misalnya Para Amino Benzoic Acid (PABA), benzofenon, salisilat, dan antranilat, yang bekerja dengan cara mengabsorbsi energi radiasi sehingga tidak diserap oleh kulit. Tabir surya kimia mengabsorbsi hampir 95% radiasi sinar UV-B yang dapat menyebabkan sunburn namun hampir tidak dapat menghalangi UV-A penyebab direct tanning, kerusakan sel elastin, actinic skin damage dan timbulnya kanker kulit.

2. Tabir surya fisik, misalnya titanium dioksida, Mg silikat, seng oksida, dan kaolin yang dapat menghalangi, menahan danmemantulkan sinar matahari. Tabir surya fisik dapat menahan UV-A maupun UV-B (Wasitaatmadja, 1997).

Tabir surya yang baik adalah tabir surya dengan spektrum luas, memiliki perlindungan terhadap UV-A dan UV-B untuk mencegah kerusakan kulit termasuk eritema, kulit terbakar, penuaan dini hingga kanker kulit (Mitsui, 1997).Untuk megoptimalkan kemampuan dari tabir surya sering dikombinasikan antara bahan tabir surya kimia dan tabir surya fisik, bahkan ada yang

menggunakan beberapa macam tabir surya dalam satu sediaan kosmetik (Wasitaatmadja, 1997).

Berikut syarat-syarat bahan aktif untuk preparat tabir surya:

a. Efektif menyerap radiasi sinar UV-B tanpa perubahan kimiawi, karena jika tidak demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau menimbulkan iritasi,

b. Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap,

c. Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya, d. Tidak berbau atau boleh berbau ringan,

e. Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.7Sun Protection Factor (SPF)

SPF merupakan ukuran relatif nilai proteksi suatu sediaan sunscreen terhadap sinar UV jika digunakan dengan benar. Biasanya penggunaan tabir surya yang disarankan dengan ketebalan 2 mg/cm2, namun konsumen biasanya hanya menggunakan tabir surya dengan ketebalan 0,5-1,3 mg/cm2.SPF mengukur kemampuan tabir surya untuk mencegah terjadinya eritema setelah terpapar radiasi UV, terutama UV-B. Nilai SPF didefinisikan sebagai perbandingan energi UV yang dibutuhkan untuk menghasilkan eritema minimal pada kulit yang dilindungi dengan eritema yang sama pada kulit yang tidak terindungi dalam individu yang sama(Wasitaatmadja, 1997).Untuk contoh, seorang individu menggunakan tabir surya SPF 4 akan mengambil empat kali lebih lama untuk mengalami eritema ketika terpapar radiasi UV-B, dibadingkan ketika individu tersebut tidak memiliki perlindungan tabir surya. Nilai SPF ini berkisar antara 0

sampai 100, dan kemampuan tabir surya yang dianggap baik berada diatas 15. Pathak membagi tingkat kemampuan tabir surya sebagai berikut:

1. Minimal bila SPF antara 2-4, contoh salisilat, antranilat. 2. Sedang, bila SPF antara 4-6, contoh sinamat, benzofenon. 3. Ekstra, bila SPF antara 6-8, contoh derivate PABA. 4. Maksimal, bila SPF antara 8-15, contoh PABA.

5. Ultra, bila SPF lebih dari 15, contoh kombinasi PABA, non-PABA dan fisik (Wasitaatmadja, 1997).

2.8Bahan Tabir Surya 2.8.1 Avobenzone

Gambar 2.1 Rumus bangun avobenzone (Afonso, dkk., 2014)

Avobenzone atau dikenal dengan nama lain Butil Metoksidibenzoilmetan merupakan filter UV disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration). Avobenzone berupa serbuk putih yang larut dalam minyak menunjukkan absorpsi yang besar pada UV-A dengan panjang gelombang 360 nm (Barel, dkk., 2009). Avobenzone juga memiliki kemampuan dalam menyerap sedikit sinar UV-B. Avobenzone bersifat tidak stabil, yaitu terdegradasi dalam waktu yang cepat saat terpapar UV, paparan selama 15 menit menyebabkan 36% avobenzone terdegradasi (Auerbach, 2011). Konsentrasi penggunaan minimumtelah ditetapkan sebesar 2% dan maksimum 3% (Barel, dkk., 2009).

2.8.2 Oktil Metoksisinamat

Gambar 2.2 Rumus bangun oktil metoksisinamat (Walhberg, dkk., 1999).

Oktil metoksisinamat dikenal dengan nama lain 2-etilheksil 4-metoksisinamat atau oktinosat adalah senyawa golongan sinamat yang menyerap sinar UV pada panjang gelombang 290-320 nm pada daerah UV-B (Setiawan, 2010). Oktil metoksisinamat tergolong dalam tabir surya kimia yang melindungi kulit dengan cara menyerap energi dari radiasi UV dan mengubahnya menjadi energi panas (Saewan dan Jimtaisong, 2013). Konsentrasi penggunaan berkisar antara 2-7,5%. Penggunaan topikal jarang menimbulkan iritasi. Radiasi sinar UV akan menyebabkan oktil metoksisinamat terurai, dari bentuk trans-oktil metoksisinamat menjadi cis-oktil metoksisinamat yang memiliki kemampuan absorbsi lebih rendah sehingga menurunkan efektifitas penyerapannya(Walhberg, dkk., 1999).

2.9 Krim

Krim didefinisikan sebagai bentuk sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah krim ini digunakan untuk sediaan setengah padat yang memiliki konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi minyak dalam air atau air dalam minyak (Ditjen POM., 1995). Berikut adalah bahan-bahan yang digunakan dalam formulasi dasar krim:

 Propilen glikol

Gambar 2.3Rumus bangun propilen glikol (Rowe, dkk., 2009)

Dalam sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi hingga 15% sebagai humektan. Larut dalam aseton, kloroform, etanol 95%, gliserin dan air, larut dalam 1 bagian dalam 6 bagian eter. Fungsi propilen glikol antara lain sebagai humektan, plastisizer, pelarut, dan bahan penstabil

 Natrium edetat

Gambar 2.4Rumus bangun natrium edetat (Rowe, dkk., 2009)

Natrium edetat berupa kristal putih, tidak berbau dengan rasa sedikit asam. Natrium edetat digunakansebagai zat pengkelatdalam berbagaisediaan farmasi, termasuk obat kumur, sediaan mata, dan sediaan topikal. Biasanya digunakan pada konsentrasi antara 0,005 dan 0,1%. Praktis tidak larut dalam kloroform dan eter, sedikit larut dalam etanol (95%) dan larut dalam 11 bagian air.

 Trietanolamin (TEA)

Trietanolamin (TEA) berfungsi sebagai bahan pengalkali, dan sebagai bahan pengemulsi. Konsentrasi yang digunakan sebagai bahan pengemulsi adalah sekitar

2-4%. Trietanolamin (TEA) mempunyai ciri tidak berwarna hingga berwarna kuning pucat, cairan kental mempunyai bau sedikit ammonia. Larut dalam aseton,

methanol, karbon tetraklorida dan air, larut 1 bagian dalam 63 bagian etil eter.

 Setil alkohol

Gambar 2.6Rumus bangun setil alkohol (Rowe, dkk., 2009)

Setil alkohol berbentuk seperti lilin, serpihan putih, bau khas dan lunak, mudah larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan meningkat dengan kenaikan suhu, praktis tidak larut dalam air. Konsentrasi yang digunakan dalam sediaan topikal berkisar hingga 10%. Setil alkohol memiliki fungsi sebagai bahan pengemulsi, bahan pengeras, dan pelembut.

 Asam Stearat

Gambar 2.7Rumus bangun asam stearat (Rowe, dkk., 2009)

Asam stearat berfungsi sebagai bahan pengemulsi dan juga sebagai bahan pengeras dalam formulasi krim. Asam stearat berwarna putih atau sedikit kekuningan, mengkilat, kristal padat berlemak. Mudah larut dalam benzen, eter, larut dalam etanol 95%, heksana dan propilen glikol, praktis tidak larut dalam air. Konsentrasi hingga 1-20% digunakan untuk sediaan krim dan salep.

 Vaselin

Pemerian massa lunak, lengket, bening, putih. Kelarutan praktis tidak larut dalam air dan dalam etanol (95%), larut dalam kloroform, eter dan dalam eter minyak tanah. Khasiat sebagai zat tambahan (Ditjen POM., 1979).

 Gliseril monostearat (Rowe, dkk., 2009)

Gambar 2.8Rumus bangun gliseril monostearat Fungsi : Emolient, zat pengemulsi, zat pelarut dan zat penstabil

Gliseril monostearat berwarna putih hingga krem seperti lilin padat dalam bentuk manik-manik atau bubuk. Larut dalam etanol panas, eter, kloroform, aseton panas dan minyak mineral. Praktis tidak dalam air.

 Butil hidroksi toluen (Rowe, dkk., 2009)

Gambar 2.9Rumus bangun butil hidroksi toluen

Butil hidroksi toluen berfungsi sebagai antioksidan pada kosmetik, makanan, dan obat-obatan. Hal ini untuk mencegah ketengikan pada lemak dan minyak serta mencegah hilangnya aktivitas vitamin yang larut dalam minyak. Biasa digunakan pada konsentrasi 0,5-1,0%. Praktis tidak larut dalam air, gliserin dan propilen

glikol. Mudah larut dalam aseton, benzena, etanol (95%), eter, metanol, toluen, dan minyak mineral.

 Nipagin

Gambar 2.10Rumus bangun nipagin (Rowe, dkk., 2009)

Penggunaan nipagin dalam sediaan krim ataupun sediaan topikal lainnya adalah sebagai pengawet (anti mikroba). Dalam sediaan topikal biasa digunakan dengan konsentrasi 0,02-0,3%. Pemerian nipagin berupa kristal tidak berwarna atau berwarna putih, tidak berbau, rasanya sedikit membakar. Larut 1 bagian dalam 3 bagian etanol 95%, 1 bagian dalam 50 bagian air pada suhu 500C dan larut 1 bagian dalam 30 bagian air pada suhu 800C.

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Matahari sebagai sumber cahaya alami memiliki peranan yang sangat penting bagi keberlangsungan kehidupan, tetapi selain mempunyai manfaat sinar matahari juga dapat membawa dampak yang tidak baik pada kulit terutama jika jumlah paparannya berlebihan. Kerusakan kulit akibat paparan sinar matahari yang berlebihan ada yang segera dapat dilihat efeknya, seperti warna kulit menjadi lebih gelap, eritema dan kulit terbakar, ada juga yang efeknya baru muncul setelah jangka waktu yang lama seperti pengerutan kulit, penuaan dini, dan kanker kulit (Muller, 1997).

Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultraviolet (UV). Berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologi, sinar UV dibedakan menjadi tiga, yaitu: UV-A (320-400nm) yang menimbulkan pigmentasi sehingga menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan tanpa menimbulkan inflamasi sebelumnya; UV-B (290-320nm) yang mengakibatkan sunburn maupun reaksi iritasi, serta kanker kulit apabila terlalu lama terpapar dan UV-C (200-290nm) yang tertahan pada lapisan atmosfer sehingga tidak dapat masuk ke bumi karena adanya lapisan ozon, efek penyinaran paling kuat karena memiliki energi radiasi paling tinggi diantara ketiganya, yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Taufikkurohmah, 2005).

Secara alami, kulit sudah berusaha melindungi dirinya beserta organ-organ dibawahnya dari bahaya sinar UV matahari yaitu dengan membentuk pigmen-pigmen kulit yang sedikit banyak memantulkan kembali sinar matahari. Namun

bila pembentukan pigmen itu terjadi secara terus-menerus akan menyebabkan noda hitam pada kulit. Maka diperlukan perlindungan kulit yaitu dengan penggunaan tabir surya (Tranggono dan Latifah, 2007).

Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetik yang digunakan pada permukaan kulit yang bekerja antara lain dengan menyerap, menghamburkan, atau memantulkan sinar ultraviolet (Ditjen POM., 1985). Kemampuan menahan sinar ultraviolet dari tabir surya dinilai dalam faktor proteksi sinar (Sun Protecting Factor/SPF) yaitu perbandingan antara dosis minimal yang diperlukan untuk menimbulkan eritema pada kulit yang diolesi oleh tabir surya dengan yang tidak.

Dokumen terkait