• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

tidak mampu memberi reward kepada para kader akibat tidak adanya uang anggaran untuk memberikan reward kader posyandu lansia.

6.2 Saran

1. Informasi tentang kegiatan dan manfaat posyandu lansia perlu disampaikan oleh semua pihak terutama pihak-pihak yang sangat berperan penting di wilayah tersebut, dan khususnya untuk petugas kesehatan dan puskesmas diharapkan selalu memberi informasi tentang kegiatan posyandu lansia dan manfaat posyandu lansia dalam kegiatan penyuluhan.

2. Disarankan kepada pihak petugas kesehatan Puskesmas agar membuat perencanaan dan kegiatan yang memanfaatkan kader, lansia dan masyarakat untuk mendukung kader posyandu lansia melakukan kegiatan posyandu lansia dengan baik dan suka rela.

3. Disarankan kepada kader posyandu lansia agar melakukan kegiatan posyandu lansia dengan baik tidak hanya dengan pengetahuan dan sikap yang baik tetapi juga dengan tindakan-tindakan yang dapat meningkatkan kunjungan lansia ke posyandu lansia setiap bulannya.

4. Disarankan kepada kepala desa untuk lebih memberi perhatian dalam kegiatan posyandu lansia dan memberikan motivasi kepada lansia, kader posyandu lansia, keluarga lansia dan masyarakat setempat untuk mendukung kegiatan posyandu lansia agar kunjungan lansia ke posyandu lansia meningkat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku

Notoatmodjo (2007) menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari. Perilaku ini tidak sama dengan sikap. Sikap adalah suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek, dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak menyenangi obyek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia. Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas, Bloom dalam Notoatmodjo (2007), membagi perilaku ke dalam tiga domain, yaitu 1) kognitif, 2) afektif, dan 3) psikomotor. Untuk memudahkan pengukuran, maka tiga domain ini diukur dari pengetahuan dan sikap.

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil „tahu‟, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang (over behaviour). Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasarkan oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2007), mengungkapkan bahwa sebelum

10

orang mengadopsi perilaku baru, dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

a. Awareness (kesadaran), di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

b. Interest (merasa tertarik) terhadap stimulus atau objek tersebut. Di sini sikap subjek sudah mulai timbul.

c. Evaluation (menimbang-nimbang), terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya. Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi. d. Trial, di mana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa

yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, di mana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian, dari penelitian selanjutnya Rogers dalam Notoatmodjo (2007), menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, di mana didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak berlangsung lama.

2.1.2 Sikap

Sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. Sikap juga merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang satu sama lain yaitu (Notoatmodjo, 2007):

11

a. Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial. b. Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional.

Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

c. Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungan untuk bertindak/bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku.

Sikap terdiri dari berbagai tingkatan yakni (Notoatmodjo,2007):

a. Menerima (receiving); Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (obyek).

b. Merespon (responding); Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.

12

c. Menghargai (valuing); Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu yang lain (tetangga, saudaranya, dsb) untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.

d. Bertanggung jawab (responsible); Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tantangan dari mertua atau orang tuanya sendiri.

2.1.3 Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan yang nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas dan faktor dukungan (support) praktik ini mempunyai beberapa tingkatan :

1. Persepsi (perception)

Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama.

2. Respon terpimpin (guide response)

Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat kedua.

13

Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mancapai praktik tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut (Notoatmodjo, 2007).

Faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan seseorang antara lain: 1. Imitasi

Tindakan manusia untuk meniru tingkah pekerti orang lain yang berada di sekitarnya.

2. Sugesti

Seseorang menerima suatu cara penglihatan atau pedoman-pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih dahulu.

Faktor-faktor yang mempengaruhi sugesti:

 Hambatan berfikir orang yang memberikan sugesti bersikap over pandangan, pihak penerima tidak diberi pertimbangan-pertimbangan atau berfikir kritis.

 Keadaan pikiran yang terpecah-pecah seseorang pikirannya mengalami kelelahan/kebingungan karena mengahadapi kesulitan-kesulitan sehingga ia tidak bisa berfikir.

 Otoritas kecenderungan seseorang atau sekelompok orang untuk menerima pandangan-pandangan atau sikap-sikap tertentu dari orang yang dianggap ahli.

14

 Mayoritas seseorang menerima saja suatu sikap atau pandangan karena di dukung atau di sokong oleh orang banyak (mayoritas).

 Will Of Believe sikap menerima pandangan atau sikap orang lain karena sebelumnya di dalam dirinya telah ada sikap atau pandangan yang sama. 3. Identifikasi

Seseorang ketika ia mulai sadar bahwa di dalam kehidupan ini ada peraturan-peraturan yang harus di penuhi,di pelajari atau di taatinya.

4. Simpati

Faktor tertariknya seseorang atau sekelompok orang terhadap seseorang atau kelompok orang lain

2.2 Kader Posyandu

2.2.1 Pengertian Kader Posyandu

Kader posyandu, menurut Depkes RI adalah seseorang atau tim sebagai pelaksana posyandu yang berasal dari dan dipilih oleh masyarakat setempat yang memenuhi ketentuan dan diberikan tugas serta tanggung jawab untuk pelaksanaan, pemantauan, dan memfasilitasi kegiatan lainnya (Henniwati, 2008). Kader kesehatan adalah tenaga sukarela yang terdidik dan terlatih dalam bidang tertentu yang tumbuh ditengah-tengah masyarakat dan merasa berkewajiban untuk melaksanakan meningkatkan dan membina kesejahteraan masyarakat dengan rasa ikhlas tanpa pamrih dan didasarkan panggilan jiwa untuk melaksanakan tugas-tugas kemanusiaan.

Jumlah kader posyandu lansia disetiap kelompok tergantung pada jumlah anggota kelompok, volume dan jenis kegiatan yaitu sedikit 3 orang. Kader sebaiknya berasal dari anggota kelompok sendiri atau bilamana sulit mencari

15

kader dari anggota kelompok dapat saja diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader (Depkes RI, 2003).

Persayaratan untuk menjadi kader, antara lain: (1) Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat, (2) Mau dan mampu bekerja secara sukarela, (3) Bisa membaca dan menulis huruf latin, (4) Sabar dan memahami usia lanjut (Depkes RI, 2003).

Tugas kader posyandu lansia adalah : 1) Menyiapkan alat dan bahan, 2) melaksanakan pembagian tugas, 3) Menyiapkan materi/media penyuluhan, 4) Mengundang ibu-ibu untuk datang ke posyandu, 5) Pendekatan tokoh masyarakat, 6) Mendaftar lansia, 7) Mencatat kegiatan sehari-hari lansia, 8) Menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan lansia, 9) Membantu petugas kesehatan dalam melakukan pemeriksaan, kesehatan dan status mental, serta mengukur tekanan darah lansia, 10) Memberikan penyuluhan, 11) Membuat catatan kegiatan posyandu, 12) Kunjungan rumah kepada ibu-ibu yang tidak hadir di posyandu, 13) Evaluasi bulanan dan perencanaan kegiatan posyandu (Depkes RI, 2003).

2.3 Teori Tentang Penggunaan Pelayanan Kesehatan

Menurut Levey dan Loombo yang dijabarkan oleh Azrul Azwar (1996), menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan ataupun masyarakat. Dengan kata lain pelayanan kesehatan dapat diselenggarakan siapa saja baik bersama ataupun sendiri yang memiliki satu tujuan yaitu meningkatkan derajat kesehatan masyarakat luas, keluarga, atau perorangan baik

16

dari segi pencegahan terjadinya kesakitan atau penyakit, pelayanan kesehatan juga bisa dilakukan dari segi pengobatan dari sakit dan pemulihan dari kesakitan.

Menurut penelitian Azwar (1996) dalam mencapai kesejahteraan dan pemeliharaan penyembuhan penyakit sangat diperlukan pelayanan kesehatan yang bermutu dimana tanpa adanya pelayanan kesehatan yang bermutu dan menyeluruh di wilayah Indonesia ini tidak akan tercapai derajat kesehatan yang optimal. Dapat diartikan bahwa pelayanan kesehatan yang bermutu sangat diperlukan Indonesia untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang baik dan kesejahteraan masyarakat luas, karena pelayanan kesehatan yang baik sangat membantu proses penyembuhan penyakit.

Penggunaan pelayanan kesehatan tidak perlu diukur hanya dalam hubungannya dengan individu tetapi dapat diukur berdasarkan unit keluarga. (Sarwono, 1992).

2.4 Posyandu Lansia

2.4.1 Pengertian Posyandu Lansia

Posyandu adalah pusat kegiatan masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Posyandu adalah pusat pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan oleh masyarakat dengan dukungan teknis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian NKKBS (Effendy, 1998).

Menurut Pedoman Pelaksanaan Posyandu Lanjut Usia, Komisi Nasional Lanjut Usia (2010) disebutkan bahwa Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) Lanjut Usia adalah suatu wadah pelayanan kepada lanjut usia di masyarakat, yang proses pembentukan dan pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat bersama lembaga

17

swadaya masyarakat (LSM), lintas sektor pemerintah dan non-pemerintah, swasta, organisasi sosial dan lain-lain, dengan menitik beratkan pelayanan kesehatan pada upaya promotif dan preventif. Disamping pelayanan kesehatan, di Posyandu lanjut usia juga dapat diberikan pelayanan sosial, agama, pendidikan, ketrampilan, olahraga dan seni budaya serta pelayanan lain yang dibutuhkan para lanjut usia dalam rangka meningkatkan kualitas hidup melalui peningkatan kesehatan dan kesejahteraan mereka. Selain itu mereka dapat beraktifitas dan mengembangkan potensi diri.

Posyandu merupakan salah satu bentuk upaya kesehatan bersumberdaya masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat guna memberdayakan masyarakat dengan menitik beratkan pelayanan pada upaya promotif dan preventif. Pemberdayaan masyarakat dalam menumbuh kembangkan posyandu lansia merupakan upaya fasilitas agar masyarakat mengenal masalah yang dihadapi, merencanakan dan melakukan upaya pemecahannya dengan memanfaatkan potensi setempat sesuai situasi, kondisi kebutuhan setempat (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2007).

Posyandu lansia adalah pos pelayanan terpadu untuk masyarakat usia lanjut di suatu wilayah tertentu yang sudah disepakati, yang digerakkan oleh masyarakat dimana mereka bisa mendapatkan pelayanan kesehatan (Dinkes, 2006).

Beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam pembentukan posyandu lansia, misalnya mengembangkan kelompok-kelompok yang telah ada seperti kelompok arisan lansia, kelompok pengajian, kelompok jemaat gereja, kelompok senam lansia dan lain-lain (Depkes RI, 2004).

18

2.4.2 Tujuan Posyandu Lansia

Tujuan pembentukan posyandu lansia menurut Depkes (2006) antara lain : 1. Meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan lansia di masyarakat, sehingga

terbentuk pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan lansia.

2. Mendekatkan pelayanan dan meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta dalam pelayanan kesehatan disamping meningkatkan komunikasi antara masyarakat usia lanjut.

Membudayakan hidup sehat, mawas diri, menyediakan layanan kesehatan yang mudah dijangkau dan murah dilaksanakan (Maryam , 2010).

2.4.3 Sasaran Pembinaan Posyandu Lansia

Sasaran pembinaan posyandu pada lansia dibagi menjadi 2 sasaran yaitu : 1. Sasaran langsung

Lansia pada sasaran langsung ini terbagi beberapa kelompok lansia yaitu pra-lansia (usia 45-59 tahun), lansia (usia 60-69), lansia risiko tinggi ( usia >70 tahun) atau lansia berumur 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

2. Sasaran tidak langsung

Dan sasarana tidak langsung pada pembinaan posyandu pada kelompok lansia adalah keluarga di mana lansia berada, masyarakat di lingkungan lansia berada, organisasi sosial yang bergerak di dalam pembinaan kesehatan lansia, petugas kesehatan yang melayani kesehatan, masyarakat luas (Depkes RI, 2005).

2.4.4 Struktur Organisasi Posyandu Lansia

Struktur organisasi di setiap posyandu lansia sepenuhnya ditentukan oleh posyandu lansia itu sendiri, sesuai dengan aspirasi yang berkembang di posyandu

19

lansia (Depkes RI, 2005). Dalam struktur organisasi posyandu lansia akan ditetapkan Ketua, Sekretaris, Bendahara, beberapa seksi dan kader.

2.4.5 Kader Posyandu Lansia

Kader posyandu dipilih oleh pengurus posyandu lansia dari anggota masyarakat yang bersedia, mampu dan memiliki waktu untuk menyelenggarakan kegiatan posyandu lansia atau bilamana sulit mencari kader dari anggota posyandu lansia dapat diambil dari anggota masyarakat lainnya yang bersedia menjadi kader (Depkes RI, 2005).

Persyaratan untuk menjadi kader antara lain :

1. Dipilih dari masyarakat dengan prosedur yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

2. Mau dan mampu bekerja secara suka rela. 3. Bisa membaca dan menulis huruf latin.

4. Sabar dan memahami usila (Depkes RI, 2005). Peran kader lansia antara lain :

1. Melakukan Survey Mawas Diri (SMD) bersama petugas untuk menelaah pendataan sasaran, pemetaan, mengenal masalah dan potensi.

2. Melaksanakan musyawarah bersama masyarakat untuk membahas hasil SMD, menyusun rencana kegiatan, pembagian tugas dan jadwal kegiatan. 3. Menggerakkan masyarakat yaitu dengan cara mengajak lansia untuk hadir

dan berpartisipasi di posyandu lansia, memberikan penyebarluasan/penyuluhan informasi kesehatan, menggali dan menggalang sumber daya termasuk pendanan yang bersumber dari masyarakat.

20

4. Melaksanakan kegiatan di posyandu lansia yaitu menyiapkan tempat, alat-alat dan bahan serta memberikan pelayanan lansia.

5. Melakukan pencatatan (Depkes RI, 2005).

2.4.6 Upaya Kegiatan Posyandu Lansia

Pelaksanaan kegiatan kesehatan usia lanjut secara umum mencakup kegiatan pelayanan yang berbentuk upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif termasuk rujukannya.

1. Kegiatan Promotif

Meningkatkan semangat hidup bagi lansia agar mereka tetap dihargai dan tetap berguna baik bagi dirinya sendiri, keluarga maupun masyarakat. Upaya promotif dapat berupa kegiatan penyuluhan.

2. Kegiatan Preventif

Upaya pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya penyakit maupun kompilikasi penyakit yang disebabkan oleh proses penuaan. Upaya preventif dapat berupa kegiatan Pemeriksaan kesehatan secara berkala dan teratur untuk menemukan secara dini penyakit-penyakit lansia.

3. Kegiatan Kuratif

Upaya yang dilakukan adalah pengobatan dan perawatan bagi usila yang sakit dan dapat dilakukan melalui fasilitas pelayanan seperti puskesmas pembantu, puskesmas dan dokter praktek swasta.

4. Kegiatan Rehabilitatif

Upaya mengembalikan fungsi organ yang telah menurun. Upaya ini dapat berupa memberikan informasi, pengetahuan dan pelayanan tentang

21

penggunaan berbagai alat Bantu, mengembalikan kepercayaan pada diri sendiri dan memperkuat mental penderita.

5. Kegiatan Rujukan

Upaya yang dilakukan untuk mendapatkan pelayanan kuratif dan rehabilitatif yang memadai dan tepat waktu sesuai kebutuhan. Upaya dapat dilakukan secara vertikal dari tingkat pelayanan dasar ke tingkat pelayanan spesialistik di rumah sakit secara horizontal ke sesama tingkat pelayanan yang mempunyai sarana yang lebih lengkap.

2.4.7 Bentuk Pelayanan Posyandu Lansia

Jenis Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada usia lanjut di Posyandu Lansia seperti pemeriksaan aktivitas kegiatan sehari-hari meliputi kegiatan dasar dalam kehidupan, seperti makan/minum, berjalan, mandi, berpakaian, naik turun tempat tidur, buang air besar/kecil dan sebagainya (Depkes, 2006).

a. Pemeriksaan status mental. Pemeriksaan ini berhubungan dengan mental emosional dengan menggunakan pedoman metode 2 (dua) menit.

b. Pemeriksaan status gizi melalui penimbangan berat badan dan pengukuran tinggi badan kemudian dicatat pada grafik Indeks Masa Tubuh (IMT).

c. Pengukuran tekanan darah menggunakan tensimeter dan stetoskop serta penghitungan denyut nadi selama satu menit.

d. Pemeriksaan hemoglobin menggunakan talquist, sahli atau cuprisulfat

e. Pemeriksaan adanya gula dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit gula (diabetes mellitus).

f. Pemeriksaan adanya zat putih telur (protein) dalam air seni sebagai deteksi awal adanya penyakit ginjal.

22

g. Pelaksanaan rujukan ke Puskesmas bilamana ada keluhan dan atau ditemukan kelainan pada pemeriksaan butir 1 hingga 7.

h. Penyuluhan Kesehatan (Depkes, 2006).

Kegiatan lain yang dapat dilakukan sesuai kebutuhan dan kondisi setempat seperti Pemberian Makanan Tambahan (PMT) dengan memperhatikan aspek kesehatan dan gizi lanjut usia dan kegiatan olah raga seperti senam lanjut usia, gerak jalan santai untuk meningkatkan kebugaran. Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan di Posyandu Lansia, dibutuhkan, sarana dan prasarana penunjang, yaitu: tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka), meja dan kursi, alat tulis, buku pencatatan kegiatan, timbangan dewasa, meteran pengukuran tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer, Kartu Menuju Sehat (KMS) lansia (Depkes, 2006).

2.5 Penyelenggaraan Posyandu Lansia

2.5.1 Waktu Penyelenggaraan

Penyelenggaraan posyandu lansia pada hakikatnya dilaksanakan dalam 1 (satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka posyandu maupun di luar hari buka posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan hasil kesepakatan. Apabila diperlukan, hari buka posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan (Depkes Provinsi SumateraUtara,2007).

2.5.2 Tempat Penyelenggaraan

Tempat penyelengaran kegiatan posyandu lansia sebaiknya berada pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat penyelengaraan tersebut dapat di salah satu rumah warga, halaman rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT/dusun, salah satu kios di pasar, salah satu ruangan perkantoran atau

23

tempat khusus yang dibangun secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama “Wisma Posyandu” atau sebutan lainnya (Depkes Provinsi Sumatera Utara,2007).

2.5.3 Mekanisme Pelayanan Posyandu Lansia

Depkes (2006) Posyandu lansia hanya menggunakan sistem pelayanan 3 meja, dengan kegiatan sebagai berikut :

a. Meja I : pendaftaran lansia, pengukuran tinggi badan dan penimbangan berat badan.

b. Meja II : Melakukan pencatatan berat badan, tinggi badan, Indeks Massa Tubuh (IMT). Pelayanan kesehatan seerti pengobatan sederhana dan rujukan kasus juga dilakukan di meja II ini.

c. Meja III : melakukan kegiatan penyuluhan atau konseling, disini juga bisa dilakukan pelayanan pojok gizi.

2.5.4 Sarana dan Prasarana

Untuk kelancaran pelaksanaan kegiatan posyandu lansia, dibutuhkan sarana dan prasarana penunjang antara lain :

a. Tempat kegiatan (gedung, ruangan atau tempat terbuka) b. Meja dan kursi

c. Alat tulis

d. Buku pencatat kegiatan (buku register bantu)

e. Kit lansia, yang berisi : timbangan dewasa, meteran pengukur tinggi badan, stetoskop, tensi meter, peralatan laboratorium sederhana, thermometer. f. KMS (kartu menuju sehat) lansia.

24

2.6 Lanjut Usia

2.6.1 Pengertian Lanjut Usia

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Budi Anna Keliat, 1999). Sedangkan menurut Pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.

Usia lanjut merupakan hal alami yang dapat terjadi pada manusia yang berumur panjang, usia lanjut bisa juga dikatakan menua ditandai dengan perubahan-perubahan yang terjadi seperti menjadi pelupa, keriput, gangguan pendengaran, mulai rabun, dan sebainya.

2.6.2 Klasifikasi Lanjut Usia

Dalam UU No. 13 tahun 1998 dinyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang berusia 60 tahun keatas. Pengelompokan lansia menurut Departemen Kesehatan meliputi:

a. Kelompok pertengahan umur

Kelompok usia dalam masa virilitas, yaitu masa persiapan usia lanjut yang menampakkan keperkasaan fisik dan kematangan jiwa (45-54 tahun).

b. Kelompok usia lanjut dini

Kelompok dalam masa prasenium, yaitu kelompok yang mulai memasuki usia lanjut (55-64 tahun).

c. Kelompok usia lanjut

Kelompok dalam masa senium (65 tahun ke atas) d. Kelompok usia lanjut dengan resiko tinggi

25

Kelompok yang berusia lebih dari 70 tahun atau kelompok usia lanjut yang hidup sendiri, terpencil, menderita penyakit berat atau cacat.

Sedangkan menurut WHO lanjut usia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) adalah kelompok usia 45-59 tahun. b. Usia lanjut (elderly) adalah kelompok usia antara 60-70 tahun. c. Usia lanjut tua (old) adalah kelompok usia antara 75-90 tahun. d. Usia sangat tua (very old) adalah kelompok usia di atas 90 tahun.

Menurut Maryam (2008) ada lima klasifikasi pada lansia yaitu : 1. Pralansia (prasenilis)

Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun. 2. Lansia

Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. 3. Lansia resiko tinggi

Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih/ seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan (Depkes RI, 2003).

4. Lansia potensial

Lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan/atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang/jasa (Depkes RI, 2003).

5. Lansia tidak potensial

Lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang lain (Depkes RI, 2003).

Dokumen terkait