• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V : KESIMPULAN & SARAN

B. Saran

1. Bahwa Bank harus memperhatikan prinsip-prinsip 5 C dalam menyalurkan kredit untuk meminimalisir terjadinya kredit macet di kemudian hari.

2. Bahwa jumlah utang Mestikasawit Intijaya dan jumlah jaminan yang diberikan untuk dieksekusi tidak sebanding. Oleh karena itu, di kemudian hari Bank Indonesia perlu untuk memberikan pengawasan yang lebih ketat dalam praktik penyaluran kredit sehingga jumlah kredit yang disalurkan dan jaminan menjadi proporsional.

3. Bahwa Kesepakatan Bersama Penyelesaian Pinjaman merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan kredit macet yang belum dikenal oleh masyarakat luas. Oleh karena itu, model

penyelesaian melalui Kesepakatan Bersama Penyelesaian Pinjaman sebaiknya lebih disosialisakan kepada masyarakat luas.

BAB II

KESEPAKATAN BERSAMA MENGENAI PENYELESAIAN PINJAMAN ANTARA PT. BANK CIMB NIAGA TBK DENGAN PT MESTIKA SAWIT

INTIJAYA MENURUT KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA

A. Pengertian Tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

1. Pengaturan Perjanjian Bernama dan Perjanjian Tidak Bernama pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Pasal 1313 KUH Perdata mengemukakan “suatu perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. KUH Perdata mengatur beberapa jenis perjanjian yang dikenal dengan Perjanjian Bernama (benoemd overeenkomst). Perjanjian tersebut diberi nama oleh pembuat undang-undang dan merupakan perjanjian yang sering di temui di masyarakat. Secara garis besar, perjanjian yang diatur/dikenal di dalam KUHPer adalah sebagai berikut: Perjanjian jual beli, tukar-menukar, sewa-menyewa, kerja, persekutuan perdata, perkumpulan, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, bunga tetap dan abadi, untung-untungan, pemberian kuasa, penanggung utang dan perdamaian. Dalam teori ilmu hukum, perjanjian-perjanjian diatas disebut dengan perjanjian-perjanjian nominaat. Dasar hukum perjanjian-perjanjian bernama terdapat dalam Bab V sampai Bab XVIII Buku Ke Tiga KUHPerdata sebagai berikut:

Pasal 1457 KUHPerdata

“Jual beli adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu barang, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang dijanjikan.”

Pasal 1541 KUHPerdata

“Tukar menukar ialah suatu persetujuan dengan mana kedua belah pihak mengikatkan diri untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik sebagai ganti suatu barang lain.”

Pasal 1548 KUHPerdata

“Sewa menyewa adalah suatu persetujuan, dengan mana pihak yang satu mengikatkan diri untuk memberikan kenikmatan suatu barang kepada pihak yang lain selama waktu tertentu, dengan pembayaran suatu harga yang disanggupi oleh pihak tersebut terakhir itu. Orang dapat menyewakan pelbagai jenis barang, baik yang tetap maupun yang bergerak.”

Pasal 1601 KUHPerdata

“Selain persetujuan untuk menyelenggarakan beberapa jasa yang diatur oleh ketentuanketentuan khusus untuk itu dan oleh syarat-syarat yang diperjanjikan, dan bila ketentuanketentuan yang syarat-syarat ini tidak ada, persetujuan yang diatur menurut kebiasaan, ada dua macam persetujuan, dengan mana pihak kesatu mengikatkan diri untuk mengerjakan suatu pekerjaan bagi pihak lain dengan menerima upah, yakni: perjanjian kerja dan perjanjian pemborongan kerja.

Pasal 1618 KUHPerdata

“Persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya”

Pasal 1653 KUHPerdata

Selain persekutuan perdata sejati, perhimpunan orang-orang sebagai badan hukum juga diakui undang-undang, entah badan hukum itu diadakan oleh kekuasaan umum atau diakuinya sebagai demikian, entah pula badan hukum itu diterima sebagai yang diperkenankan atau telah didirikan untuk suatu maksud tertentu yang tidak bertentangan dengan undang-undang atau kesusilaan

Pasal 1666 KUHPerdata

Penghibahan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang penghibah menyerahkan suatu barang secara cuma-cuma, tanpa dapat menariknya kembali, untuk kepentingan seseorang yang menerima penyerahan barang

itu. Undang-undang hanya mengakui penghibahanpenghibahan antara orang-orang yang masih hidup.”

Pasal 1694 KUHPerdata

“Penitipan adalah terjadi apabila seseorang menerima sesuatu barang dari orang lain dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam ujud asalnya”

Pasal 1740 KUHPerdata

“Pinjam pakai adalah suatu perjanjian dalam mana pihak yang satu menyerahkan suatu barang untuk dipakai dengan cuma-cuma kepada pihak lain, dengan syarat bahwa pihak yang menerima barang itu setelah memakainya atau setelah lewat waktu yang ditentukan, akan mengembalikan barang itu.”

Pasal 1754 KUHPerdata

“Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian, yang menentukan pihak pertama menyerahkansejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.”

Pasal 1770 KUHPerdata

“Perjanjian bunga abadi ialah suatu persetujuan bahwa pihak yang memberikan pinjaman uang akan menerima pembayaran bunga atas sejumlah uang pokok yang tidak akan dimintanya kembali.”

Pasal 1774 KUHPerdata

“Suatu persetujuan untung-untungan ialah suatu perbuatan yang hasilnya, yaitu mengenaiuntung ruginya, baik bagi semua pihak maupun bagi sementara pihak, tergantung pada suatu kejadian yang belum pasti.

Selain perjanjian bernama tersebut, KUH Perdata juga mengenai Perjanjian Tidak Bernama, adalah perjanjian-perjanjian yang belum ada pengaturannya secara khusus di dalam Undang-Undang, karena tidak diatur dalam KUHPerdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD). Lahirnya perjanjian ini didalam prakteknya adalah berdasarkan asas kebebasan berkontrak, mengadakan perjanjian.

Tentang perjanjian tidak bernama diatur dalam Pasal 1319 KUHPerdata, yaitu yang berbunyi: ”Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lain”.

2. Perjanjian Kredit Menurut Beberapa Ahli Hukum Perdata

Dari perumusan Pasal 1313 KUH Perdata, dapat disimpulkan bahwa perjanjian atau persetujuan dalam pasal tersebut adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan. Dengan demikian, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian melahirkan perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, disamping sumber lainnya, yaitu undang-undang.

Terhadap perjanjian kredit terdapat beberapa pandangan, yaitu:

a. Pandangan yang menyatakan perjanjian pemberian kredit dan perjanjian pinjam meminjam adalah sama. Subekti mengatakan bahwa, dalam bentuk apapun juga pemberian kredit itu diadakan, pada hakekatnya yang terjadi adalah suatu perjanjian pinjam meminjam. Sebagaimana diatur oleh KUH Perdata Pasal 1754 sampai dengan Pasal 1769. 19 Marhais Abdul Hay juga berpendapat bahwa perjanjian kredit identik dengan perjanjian pinjam meminjam, dan dikuasai oleh ketentuan bab XIII dari buku III KUH Perdata.

20

19 Subekti, Jaminan – Jaminan untuk Pemberian Kredit menurut Hukum Indonesia, (Bandung : Alumni, 1982), hal 3.

20 Marhais Abdul Hay, Hukum Perbankan di Indonesia, (Bandung : Pradnya Paramita, 1975), hal 673.

b. Pandangan yang menyatakan perjanjian pemberian kredit dan perjanjian pinjam meminjam adalah berbeda. Mariam Darus Badrulzaman tidak sependapat dengan Subekti dan Marhais Abdul Hay, karena berdasarkan kenyataan perjanjian kredit itu memiliki identitas sendiri yang berbeda dengan perjanjian pinjam uang. 21 Hal yang serupa juga diungkapkan oleh Djuhaendah Hasan yang menyatakan perjanjian kredit tidak tepat dikuasai oleh ketentuan bab XIII buku III KUH Perdata, sebab antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terdapat beberapa perbedaan. 22

Perbedaan antara perjanjian pinjam meminjam dengan perjanjian kredit terletak pada beberapa hal, antara lain:

1) Perjanjian kredit selalu bertujuan, dan tujuan tersebut biasanya berkaitan dengan program pembangunan. Biasanya dalam pemberian kredit sudah ditentukan tujuan penggunaan uang yang akan diterima tersebut, sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam tidak ada ketentuan tersebut, dan debitur dapat menggunakan uangnya secara bebas.

2) Dalam perjanjian kredit, sudah ditentukan bahwa pemberi kredit adalah bank atau lembaga pembiayaan dan tidak dimungkinkan diberikan oleh individu. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, pemberian pinjaman dapat oleh individu.

3) Pengaturan yang berlaku bagi perjanjian kredit berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. Bagi perjanjian pinjam meminjam, berlaku ketentuan

21 Mariam Darus Badrulzama, Perjanjian Kredit Bank, (Bandung : Alumni 1983), hal 11.

22 Djuhaendah Hasan, Lembaga Jaminan Kebendaan bagi Tanah dan Benda Lain yang melekat pada Tanah dalam Konsepsi Penerapan Asas Pemisahan Horizontal, (Bandung : Citra Aditya Bakti, 1996), hal. 174.

umum dari buku III bab XIII KUH Perdata. Sedangkan bagi perjanjian kredit, akan berlaku ketentuan dalam UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, Paket Kebijakan Pemerintah dalam Bidang Ekonomi terutama Bidang Perbankan, Surat Edaran Bank Indonesia ( SEBI ) dan sebagainya. 4) Pada perjanjian kredit, telah ditentukan bahwa pengembalian uang pinjaman harus disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, hanya berupa bunga saja dan bunga ini pun baru ada jika diperjanjikan.

5) Pada perjanjian kredit, bank harus mempunyai keyakinan akan kemampuan debitur untuk melakukan pengembalian kredit yang diformulasikan dalam bentuk jaminan, baik materiil, maupun immateriil. Sedangkan dalam perjanjian pinjam meminjam, jaminan merupakan pengamanan bagi kepastian perlunasan hutang, dan ini pun ada apabila diperjanjikan, juga jaminan itu hanya merupakan jaminan secara fisik atau materiil saja. 23

Pendapat lain dikemukakan oleh Sutan Remy Sjahdeini, yaitu bahwa perjanjian kredit bukanlah perjanjian riil seperti halnya perjanjian pinjam meminjam. Perjanjian kredit mempunyai ciri-ciri yang berbeda dengan perjanjian pinjam meminjam. 24 Ciri-ciri pembeda itu adalah :

1) Sifat konsensual dari suatu perjajian kredit merupakan ciri pertama yang membedakannya dari perjanjian pinjam meminjam uang yang bersifat riil.

23 Ibid, hal 174.

24 Sutan Remy Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak dalam Perjajian Kredit Bank, (Jakarta : Institut Bankir Indonesia, 1993), hal 158 – 160.

Perjanjian kredit adalah perjanjian loan of money menurut hukum Inggris yang dapat bersifat riil maupun konsensual, tetapi bukan perjanjian peminjaman uang menurut hukum Indonesia yang bersifat riil. Bagi perjanjian kredit, yang jelas-jelas mencantumkan syarat-syarat tangguh, tidak dapat dibantah lagi bahwa perjanjian itu merupakan perjanjian yang konsensual sifatnya. Setelah perjanjian kredit ditandatangani oleh bank dan nasabah debitur, nasabah debitur belum berhak menggunakan atau melakukan penarikan kredit. Atau sebaliknya, setelah ditandatangani kredit oleh kedua belah pihak, belumlah menimbulkan kewajiban bagi bank untuk menyediakan kredit sebagaimana yang diperjanjikan. Hak nasabah debitur untuk dapat menarik atau kewajiban bank untuk menyediakan kredit, masih bergantung pada terpenuhinya semua syarat yang ditentukan di dalam perjanjian kredit. 25

2) Kredit yang diberikan oleh bank kepada nasabah debitur tidak dapat digunakan secara leluasa untuk keperluan atau tujuan tertentu oleh nasabah debitur, seperti yang dilakukan oleh peminjam uang atau debitur pada perjanjian peminjaman uang biasa. Pada perjanjian kredit, kredit harus digunakan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan di dalam perjanjian, dan pemakaian yang menyimpang dari tujuan itu dapat menimbulkan hak kepada bank untuk mengakhiri perjanjian kredit secara sepihak dan untuk seketika dan sekaligus menagih seluruh baki debet atau outstanding kredit. Hal ini berarti, nasabah debitur bukan merupakan pemilik mutlak dari

25 Ibid, hal 14.

kredit yang diperolehnya berdasarkan perjanjian kredit itu, sebagaimana bila seandainya perjanjian kredit itu adalah perjanjian peminjaman uang. Dengan kata lain, perjanjian kredit bank tidak mempunyai ciri yang sama dengan perjanjianpinjam meminjam atau perjanjian pinjam mengganti. Oleh karena itu, pada perjanjian kredit bank, tidak berlaku ketentuan-ketentuan ke XIII buku III KUH Perdata. 26

3) Yang membedakan perjanjian kredit bank dari perjanjian peminjaman uang adalah mengenai syarat cara penggunaanya. Kredit bank hanya dapat digunakan menurut cara tertentu, yaitu dengan menggunakan Cek atau perintah pemindahbukuan. Cara lai hampir dapat dikatakan tidak mungkin atau tidak diperbolehkan. Pada perjanjian peminjaman uang biasa, uang yang dipinjamkan diserahkan seluruhnya oleh kreditur ke dalam kekuasaan mutlak nasabah debitur. Kredit selalu diberikan dalam bentuk rekening koran yang penarikan dan penggunaannya selalu berada dalam pengawasan bank. 27

Selanjutnya, Remy Sjahdeini menyimpulkan bahwa perjanjian kredit memiliki pengertian secara khusus, yakni : “perjanjian antara bank sebagai kreditur dengan nasabah sebagai debitur mengenai penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, yang mewajibkan nasabah-nasabah debitur untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan.” 28

26 Ibid.

27 Ibid. 28 Ibid.

Dari pengertian perjanjian kredit di atas, dapat disimpulkan bahwa perjanjian kredit merupakan kesepakatan yang dibuat antara bank selaku kreditur dengan nasabah selaku debitur mengenai pinjaman dana untuk dijadikan modal dalam suatu usaha yang akan dijalankan debitur, dengan pengembalian dana tersebut pada waktunya yang ditentukan disertai bunga, imbalan, atau pembagian hasil keuntungan yang diperoleh dari hasil usaha debitur.

Dalam praktiknya, perjanjian kredit ini disetujui oleh bank hanya berdasarkan kepercayaan bahwa debitur akan segera melunasi utangnya pada waktunya tertentu yang telah ditentukan. Oleh karena itu, bank sebelum menyepakati suatu perjanjian kredit harus memiliki keyakinan mengenai kesanggupan, kemampuan, dan kemauan debitur untuk melunasi utangnya. untuk memperoleh keyakinan tersebut, bank harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, modal, agunan, dan prospek usaha debitur. Namun sekalipun bank telah melakukan penilaian yang ketat terhadap para calon debiturnya, kredit yang diberikan selalu mengandung risiko.

Risiko yang mungkin akan dihadapi, terutama oleh pihak perbankan selaku kreditur adalah apa yang biasa sdikenal dengan istilah kredit macet. Yakni suatu keadaan dimana seorang nasabah atau debitur tidak mampu membayar lunas kredit bank pada waktunya. 29 Keadaan yang demikian dalam hukum perdata disebut wanprestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas utangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi.

29 Gatot Supramono, Perbankan dan Masalah Kredit, suatu Tinjauan Yuridis, (Jakarta : Djambatan, 1995), hal. 92.

Kredit macet mempunyai dampak negatif bagi kedua belah pihak. Bagi nasabah, dalam hal ini nasabah yang masih beritikad baik, artinya kredit macet terjadi bukan disengaja, kredit macet berarti ia harus menanggung beban kewajiban yang cukup berat terhadap bank. Karena bunga tetap dihitung terus selama kredit belum dilunasi. Mengingat setiap pinjaman dari bank (konvensional) mengandung bunga, maka jumlah kewajiban nasabah semakin lama akan semakin bertambah besar. Sedangkan bagi bank, dampaknya lebih serius karena selain dana yang disalurkan untuk kredit berasal dari masyarakat, kredit macet juga mengakibatkan bank kekurangan dana sehingga mempengaruhi kegiatan usaha bank. Bank yang terganggu kesehatannya, akan sulit melayani permintaan nasabah, seperti permohonan kredit, penarikan tebungan, dan deposito. Keadaan yang demikian akan mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap bank hingga manjadi berkurang. Bahkan bukannya tidak mungkin izin usaha bank dicabut pemerintah dan dilikuidasi.

3. Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman Sebagai Perjanjian Tidak Bernama dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman (selanjutnya disebut KBPP) merupakan perjanjian yang dibuat antara Kreditur, Debitur dan Penjamin untuk menyelesaikan pijaman/hutang Debitur kepada Kreditur. Perjanjian ini dibuat antara 3 (tiga) pihak, yaitu:

a. CIMB Niaga yang berkedudukan sebagai Kreditur;

c. Pemilik Aset yang berkedudukan sebagai Penjamin.

KBPP merupakan sebuah perjanjian yang tidak lepas dari perjanjian sebelumnya, yaitu Perjanjian Kredit yang dibuat oleh Notaris Jhon Langsung, SH Nomor 200 tanggal 31 Juli 2008 antara CIMB Niaga sebagai Kreditur dan Mestikasawit Intijaya sebagai Debitur. Dalam perjanjian tersebut, Pemilik Aset tidak terlibat langsung dalam perjanjian kredit tersebut karena jaminan yang diberikan Mestikasawit Intijaya kepada CIMB Niaga adalah jaminan kebendaan yang merupakan asset dari Mestikasawit Intijaya.

Perjanjian tersebut selanjutnya mengalami 2 (dua) kali addendum, yaitu Addendum Perjanjian Kredit Nomor 0344/Addendum/PK/MDP/IX/2008 tertanggal 5 September 2008 yang berkaitan dengan penambahan fasilitas atas tujuan ppenggunaan untuk transaksi callable forward dan Addendum Perjanjian Kredit Nomor 339/Addendum/PK/MDP/VII/2009 tanggal 24 Juli 2009 untuk penarikan salah satu jaminan yang diberikan. Addendum ketiga merupakan KBPP yang merupakan addendum perjanjian yang tidak terlepaskan dari 3 (tiga) perjanjian sebelumnya yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan.

KUH Perdata tidak mengatur tentang Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman, namun perjanjian ini timbul karena adanya kebutuhan dari praktisi untuk mengikatkan diri dalam berntuk perjanjian tersebut. Kesepakatan Bersama Mengenai Penyelesaian Pinjaman merupakan perjanjian yang sah apabila memenuhi syarat sahnya perjanjian pada Pasal 1320 KUH Perdata.

B. Perjanjian Tentang Kesepakatan Penyelesaian Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Mestika Sawit Intijaya

1. Dasar Hukum Perjanjian Tentang Kesepakatan Penyelesaian Pinjaman Antara PT. Bank CIMB Niaga Tbk dengan PT. Mestikasawit Intijaya

Penyelamatan dan penyelesaian kredit macet apabila sampai terjadi kredit bermasalah, maka harus melakukan upaya-upaya dalam mengatasi kredit bermasalah sampai tidak ada alternatif lainnya, serta melakukan penghapusan kredit dan pengelolaan kredit yang telah dihapus bukukan. Restrukturisasi Kredit Bank merupakan upaya yang dilakukan oleh Bank dalam rangka perbaikan dalam kegiatan perkreditan terhadap debitur yang mengalami kesulitan untuk memenuhi kewajibannya. 30 Akan tetapi tidak semua kredit bermasalah dapat direstrukturisasi, bank dilarang melakukan Restrukturisasi Kredit apabila bertujuan hanya untuk menghindari:

a. Penurunan Kualitas Produktif;

b. Peningkatan Pembentukan PPAP; dan/atau

c. Penghentian pengakuan pendapatan bunga yang belum diterima akan tetapi sudah dibukuan sebagai pendapatan bank atau sering disebut dengan bungana

accrual.

Peraturan Bank Indonesia, Nomor: 8/19/PBI/2006 tentang Kualitas Aktiva

Produktif menyatakan bahwa upaya penyelamatan terhadap kredit bermasalah

dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:

30 Mariam Liliawati Moejono.,Tinjauan Yuridis Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan dalam Kaitannya dengan Pemberian Kredit oleh Perbankan, Harvavindo, 2003, hal 18.

a. Rescheduling (penjadwalan kembali)

Memperpanjang jangka waktu kredit sehingga debitur mempunyai waktu lebih longgar untuk mencari penyelesaian yang lebih menguntungkan, atau dengan cara memperpanjang jangka waktu angsuran sehingga jangka waktu angsuran menjadi lebih ringan sesuai dengan kemampuannya.

b. Reconditioning (mengubah persyaratan)

1) Kapitalisasi bunga yakni dengan cara bunga dijadikan hutang pokok. 2) Penundaan pembayaran bunga sampai waktu tertentu maksudnya bunga

yang dapat ditunda pembayarannya, sedangkan pokok pinjaman tetap harus membayar.

3) Penurunan suku bunga agar meringankan beban debitur.

4) Pembebasan bunga diberikan kepada debitur yang tidak mampu lagi membayar kredit, akan tetapi wajib bagi debitur membayar pokok pinjaman sampai lunas.

c. Restructuring (penataan kembali)

Tindakan menambah fasilitas kredit bagi debitur atau dengan cara menambah

equity (modal sendiri) yaitu dengan menyetor fresh money, akan tetapi ini

biasanya gagal karena banyak pemilik perusahaan yang tidak mampu. Bank Indonesia telah mengeluarkan peraturan khusus, yakni Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/150/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Restrukturisasi Kredit yakni upaya yang dilakukan bank dalam kegiatan usaha perkreditan agar debitur dapat memenuhi kewajibannya ini dilakukan melalui tindakan sebagai berikut :

1) Penurunan suku bunga kredit.

2) Pengurangan tunggakan bunga kredit. 3) Pengurangan tunggakan pokok kredit. 4) Perpanjangan jangka waktu kredit. 5) Penambahan fasilitas kredit.

6) Pengambilalihan aset debitur sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 7) Konversi kredit menjadi penyertaan modal sementara pada perusahaan

debitur.

Hal tersebut yang mendasari CIMB Niaga dan Mestikasawit Intijaya membuat KBPP. KBPP merupakan upaya penyelamatan kredit macet dengan tindakan pengambilalihan asset debitur (Mestikasawit Intijaya) sesuai dengan ketentuan berlaku. Hal tersebut secara eksplisit dinyatakan dalam Pasal 2 KBPP yang berbunyi:

1.1.Debitur dan Pemilik Aset setuju dan sepakat bahwa penyelesaian hutang debitur kepada kreditur akan diselesaikan dengan cara penyerahan kepada kreditur berupa:

a. Saham sebagaimana disebut di atas

b. Tanah dan bangunan sebagaimana disebut di atas

c. Mesin dan barang dagangan sebagaimana disebut di atas

Keseluruhan saham, tanah bangunan, mesin dan barang dagangan disebut sebagai “Asset”.

1.2.Aset yang diserahkan sebagaimana ditetapkan dalam ayat 2.1. Pasal ini akan dijual oleh kreditur kepada pihak ketiga dan yang hasil penjualan tersebut diserahkan oleh Debitur dan Pemilik Aset kepada Kreditur dan karenanya menjadi hak sepenuhnya Kreditur, yang akan diperhitungkan sebagai pelunasan seluruh kewajiban Debitur dan Kreditur.

1.3.Debitur dan Pemilik Aset diwajibkan untuk menyerahkan kepada Kreditur jika belum berada di Kreditor, berupa:

a. Saham-saham tersebut atau resipis sebagai pengganti saham-saham b. Dokumen-dokumen asli kepemilikan atas jaminan, berikut fisik

jaminan tersebut di atas kepada Kreditur dalam waktu selambat-lambatnya 7 hari terhitung sejak tanggal ditandatanganinya Akta ini

1.4.Seluruh Hutang Debitur terhadap Kreditur yang tercantum dalam Pasal 1 ayat 1.1. di atas akan dinyatakan lunas seteah asset terjual seluruhnya dan harga penjualannya telah diterima oleh Kreditur. Selama hasil pembayaran penjualan asset belum diterima oleh kreditur maka hutang debitur masih terhutang dan dinyatakan belum dibayar”.

Hak dan kewajiban para pihak diatur dalam Pasal 3 KBPP yang pada intinya menyatakan bahwa Mestika Sawit Intijaya dan Pemilik Aset wajib menyerahkan seluruh asset yang dijaminkan pada KBPP kepada Kreditur untuk dijual kepada Pihak Ketiga dimana seluruh hasil penjualan tersebut diserahkan kepada Kreditur untuk selanjutnya diperhitungkan sebagai pelunasan utang debitur kepada kreditur. Dengan demikian,

a. Hak dan Kewajiban Kreditur

Hak Kreditur adalah sebagai berikut:

1) Menerima asset dari Mestikasawit Intijaya dan Pemilik Asset untuk selanjutnya dilakukan penjualan di bawah tangan oleh Kreditur atau Pihak yang ditunjuk Kreditur.

2) Menerima kuasa dari Mestikasawit Intijaya dan Pemilik Aset untuk

Dokumen terkait