• Tidak ada hasil yang ditemukan

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.2. Saran

Penelitian lanjutan dapat dilakukan terutama untuk menanggulangi kanibalisme pada saat larva misalnya dengan pelindung (shelter) serta manajemen pakan dan lingkungan yang lebih baik. Selain itu, dapat juga dilakukan penelitian untuk mengevaluasi produksi benih ikan betok setelah pemeliharaan 30 hari pemeliharaan.

DAFTAR PUSTAKA

Boyd, C.E., 1990. Water Quality in Ponds for Aquaculture. Auburn University, Alabama.

Effendie, M.I., 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Faturrahman, 2011. Investasi Potensial Menyemai Benih Papuyu. Layuh, Kabupaten Hulu Tengah, Kalimantan Selatan. Available at http://kalsel.antaranews.com/berita/3774/investasi-potensial-menyemai-bibit-papuyu. [8 Desember 20011]

Goddard, S., 1996. Feed Management in Intensive Aquaculture. Chapman and Hall, New York.

Hepher, B., Pruginin Y., 1981. Commercial Fish Farming with Special Reference to Fish Culture in Israel. John Willey and Sons, New York.

Kordi, K.M.G., 2004. Penanggulangan Hama dan Penyakit Ikan. Cetakan Pertama. Rineka Cipta dan Bina Adiaksara, Jakarta.

Martin, J.D., Petty, J.W., Keown, A.J., and Scott, D.F., 1991. Basic Financial Management 5th Edition. Prentice Hall Inc, New Jersey, USA.

Mattjik, A.A., dan Sumertajaya M., 2002. Perancangan Percobaan dengan Aplikasi SAS dan Minitab. IPB Press, Bogor. hlm 68.

Morioka, S., Ito, S., Kitamura, S., and Vongvichith, B., 2008. Growth and Morphological Development of Laboratory-reared Larval and Juvenile Climbing Perch Anabas testudineus. Ichthyol Res 56: 162-171.

Nurmalina, R., Sarianti, T., dan Karyadi, A., 2009. Studi Kelayakan Bisnis. Departeman Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahardi, F., Kristiawati, R., Nazarudin., 1998. Agribisnis Perikanan. Penebar Swadaya, Jakarta.

Steel, G.D. dan Torrie, J.H., 1981. Prinsip-prinsip dan Prosedur Statistika. Terjemahan PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Trieu, N.V., Long, D.N., Seed Production of Climbing Pearch (Anabas testudineus): A Study on the Larval Rearing. Institute for Aquaculture and Fisheries Sciences, College of Agriculture, Can Tho University.

Wedemeyer, G.A., 1996. Physiology of Fish in Intensive Culture Systems. Northwest Biological Science Center National Biological Service U.S. Departement of The Interior. Chapman and Hall, U.S.

Widodo, P., Budiman, U., dan Ningrum, M., 2007. Kaji Terap Pembesaran Ikan Papuyu (Anabas testudineus Bloch) dengan Pemberian Kombinasi Pakan Pelet dan Keong Mas dalam Jaring Tancap di Perairan Rawa. DKP

Lampiran 1. Hasil perhitungan statistik kelangsungan hidup benih ikan betok

(Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 57,00 24,50 9,00 2 51,00 32,50 19,33 3 54,00 39,50 21,00 4 44,00 28,00 12,00 Rata-rata 51,50±5,57% 31,13±6,47% 15,33±5,75% b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 2630,176 2,000 1315,088 37,220 0,000 Galat 317,994 9,000 35,333 Total 2948,170 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap kelangsungan hidup benih ikan betok

c. Uji lanjut Tukey untuk menentukan perbedaan SR antar perlakuan

(I)Perlakuan (J)Perlakuan Beda Nilai Tengah (I-J) Kesalahan Baku P Selang kepercayaan 95% Batas Bawah Batas Atas 10 larva/liter 20 larva/liter 20,375* 4,203 0,020 8,640 32,120 30 larva/liter 35,168* 4,203 0,000 24,432 47,903 20 larva/liter 10 larva/liter -20,375* 4,203 0,020 -32,110 -8,640 30 larva/liter 15.793* 4,203 0,110 4,057 27,528 30 larva/liter 10 larva/liter -36,168* 4,203 0,000 -47,903 -24,432 20 larva/liter -15,793* 4,203 0,110 -27,528 -4,0573 *. Nilai beda nyata (p<0,05).

Lampiran 2. Hasil perhitungan statistik panjang total benih ikan betok (Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 2,77 2,92 3,06 2 2,79 2,56 2,79 3 2,75 2,49 2,43 4 3,04 2,70 2,97 Rata-rata 2,84 ± 0,14 2,62 ± 0,19 2,82 ± 0,28

b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 0,067 2,000 0,34 0,765 0,493 Galat 0,396 9,000 0,44 Total 0,464 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap panjang total benih ikan betok

Lampiran 3. Hasil perhitungan statistik koefisien keragaman panjang benih ikan betok (Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 11,50 11,67 14,58 2 12,49 12,23 16,42 3 10,18 13,77 11,28 4 9,83 13,19 10,88 Rata-rata 11.00 ± 1.23 12.72 ± 0.94 13.29 ± 2.67 b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 11,355 2,000 5,677 1,794 0,221 Galat 28,487 9,000 3,165 Total 39,841 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap koefisien keragaman panjang benih ikan betok

Lampiran 4. Hasil perhitungan statistik pertambahan panjang mutlak benih ikan betok (Anabas testudineus)

a. Deskripsi

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 2,28 2,43 2,57 2 2,30 2,07 2,30 3 2,26 2,00 1,94 4 2,55 2,21 2,49 Rata-rata 2.35 ± 0.14 2.18 ± 0.19 2.33 ± 0.28

b. Anova Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 0,068 2,000 0,008 0,535 0,603 Galat 0,399 9,000 0,015 Total 0,468 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap panjang mutlak benih ikan betok

Lampiran 5. Hasil perhitungan statistik bobot akhir benih ikan betok (Anabas testudineus)

Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter 1 0,41 0,61 0,74 2 0,48 0,34 0,52 3 0,44 0,39 0,33 4 0,56 0,46 0,56 Rata-rata 0.47±0.06 0.45±0.12 0.54±0.17 ANOVA Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 0,017 2,000 0,008 0,535 0,603 Galat 0,139 9,000 0,015 Total 0,155 11,000

Kesimpulan: P>0,05, berarti perlakuan padat penebaran tidak berpengaruh nyata terhadap bobot akhir benih ikan betok

Lampiran 6. Hasil perhitungan statistik persentase ukuran 2-3 cm dan >3 cm benih ikan betok (Anabas testudineus)

Ukuran (inch) Ulangan 10 larva/liter 20 larva/liter 30 larva/liter

2-3cm 1 80,00 73,33 53,33 2 83,33 90,00 73,33 3 93,33 86,67 100,00 4 56,67 86,67 56,67 Rata-rata 78,33±15,52 84,17±7,39 70,83±21,32 3-5 cm 1 20,00 26,67 36,67 2 16,67 10,00 26,67 3 6,67 13,33 0,00 4 43,33 13,33 43,33 Rata-rata 21,67±15,52 15,83±7,39 26,67±19,05 Lanjutan lampiran 6.

ANOVA ukuran benih 2-3cm Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 357,493 2,000 178,746 0,715 0,515 Galat 2249,833 9,000 249,981 Total 2607,326 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap ukuran benih ikan betok.

ANOVA ukuran benih 3-5 cm Sumber Keragaman (SK) Jumlah Kuadrat (JK) Derajat Bebas (DB) Kuadrat Tengah (KT) F hitung P Perlakuan 235,259 2,000 117,630 0,536 0,603 Galat 1974,783 9,000 219,420 Total 2210,043 11,000

Kesimpulan: P<0,05, berarti perlakuan padat penebaran berpengaruh nyata terhadap ukuran benih ikan betok.

Lampiran 7. Analisis usaha produksi benih ikan betok Anabas testudineus pada padat penebaran 10 larva/L, 20 larva/L, dan 30 larva/L

Asumsi yang digunakan untuk perhitungan ekonomi adalah nilai rata-rata setiap perlakuan akuarium, perhitungan efisiensi ekonomi untuk tiap akuarium dan pekerja adalah pemilik sendiri, volume akuarium menggunakan volume penelitian (10 L), pakan yang digunakan berupa artemia selama 10 hari pemeliharaan dan cacing sutera selama 20 hari berikutnya, harga artemia Rp 100.000,00/100gr, harga cacing sutera Rp 2500,00/takar (harga di daerah bogor), harga larva Rp 50,00 harga benih ukuran 2-3 cm = Rp 250,00 , 3-5 cm = Rp 300,00

a. Komponen biaya investasi dan nilai penyusutan fasilitas atau peralatan produksi benih ikan betok A nabas testudineus yang digunakan. Komponen Jumlah Satuan Harga Satuan Jumlah Investasi Umur Teknis (tahun) Nilai sisa Penyusutan/thn

tandon 2 Unit 150000 300000 10 100000 20000

Hi-blow 1 Unit 300000 300000 10 30000 27000

rak 1 Unit 150000 150000 5 50000 20000

akuarium 12 Unit 30000 360000 10 120000 24000

set aerasi 1 Unit 100000 100000 3 10000 30000

selang 10 M 5000 50000 2 5000 22500

paralon 8 M 3000 24000 2 0 12000

serokan 2 Unit 3000 6000 1 0 6000

baskom 4 Unit 3000 12000 1 0 12000

termometer 2 Unit 5000 10000 1 0 10000

Total (untuk 12 akuarium) 1312000 183500

Nilai per akuarium 109333 15292

Lanjutan Lampiran 7

b. Perhitungan efisiensi ekonomi produksi benih ikan betok Anabas testudineus pada padat penebaran awal 10 larva/L, 20 larva/L, dan 30 larva/L

Perlakuan

10 ekor/liter 20 ekor/liter 30 ekor/liter

ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4 ulangan 1 ulangan 2 ulangan 3 ulangan 4

I Penerimaan penjualan benih (2-3cm) 92000 86000 100000 50000 72000 118000 136000 98000 32000 86000 126000 40000 penjualan benih (3-5cm) 26400 19200 9600 45600 31200 14400 26400 16800 26400 36000 0 38400 total penerimaan 118400 105200 109600 95600 103200 132400 162400 114800 58400 122000 126000 78400 rata-rata penerimaan 107200 128200 96200 II Pengeluaran 1 Biaya variabel biaya larva 40000 40000 40000 40000 80000 80000 80000 80000 120000 120000 120000 120000 biaya pakan 11856 11856 11856 11856 23712 23712 23712 23712 35568 35568 35568 35568

total biaya variabel 51856 51856 51856 51856 103712 103712 103712 103712 155568 155568 155568 155568

2 Biaya tetap

biaya penyusutan 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292 15292

biaya listrik 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00 10000.00

total biaya tetap 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00 25292.00

total pengeluaran 77148.00 77148.00 77148.00 77148.00 129004.00 129004.00 129004.00 129004.00 180860.00 180860.00 180860.00 180860.00 rata-rata pengeluaran 77148.00 129004.00 180860.00 III laba (Rp) 41252.00 28052.00 32452.00 18452.00 -25804.00 3396.00 33396.00 -14204.00 -122460.00 -58860.00 -54860.00 -102460.00 rata-rata laba (Rp) 30052.00 -804.00 -84660.00 IV HPP (Rp) 169.18 189.09 178.58 219.17 329.09 248.08 204.12 287.96 837.31 389.78 358.85 627.99 rata-rata HPP (Rp) 189.01 267.31 553.48 V R/C 1.53 1.36 1.42 1.24 0.80 1.03 1.26 0.89 0.32 0.67 0.70 0.43 rata-rata R/C 1.39 0.99 0.53 VI PP (tahun) 2.65 3.90 3.37 5.93 -4.24 32.19 3.27 -7.70 -0.89 -1.86 -1.99 -1.07 rata-rata PP (tahun) 3.96 5.88 -1.45 VII BEP (Rp) 45001.39 49878.49 48005.04 55274.21 -5097918.75 116726.88 69987.40 261861.62 -15201.02 -91921.59 -107778.41 -25695.79 rata-rata BEP (Rp) 49539.79 -1162335.71 -60149.20 VIII BEP (Rp) 186 206 195 246 -1736 500 294 1367 -54 -297 -431 -87 rata-rata BEP (Rp) 208 107 -217 32

ABSTRACT

WAHYU CATUR PAMUNGKAS. Growth and survival rate of climbing perch larvae Anabas testudineus Bloch. stocked at 10, 20, and 30 larvae/L that was conducted in 30 days. Supervised by TATAG BUDIARDI and DADANG SHAFRUDDIN.

The climbing perch, Anabas testudineus is one of the highly price fresh water fish species, which is potential to be cultivated intensively. However, it is still mired in the production of larva, the survival rate (SR) is still low. The purpose of this study was to determine optimum density of climbing perch larva in rearing of the larvae. The research was conducted with 10, 20, and 30 larvae/L stocking density and 4 replication in each treatment. The 10th days larvae of climbing perch with an average length of 0.49±0.06 cm were stocked in the treatments. That larvae reared for 30 days in 25x25x25 cm aquarium filled with 10 L of water. It fed with

artemia naupli from the beginning up to 10 days of the rearing then continued with silk worms (Limodrilus sp.) until the end of the rearing. The survival rate affected significantly by stocking density (P<0.05) but the growth was not affected significantly (P>0.05). The highest survival rate (51.5±5.57%) was in the treatment of 10 larvae/L while the lowest (15.33±5.75%) contained in the treatment of 30 larvae/L. Therefore, based on the results of this study, it can be concluded that the most effective stocking density were 10 larvae /L.

ABSTRAK

WAHYU CATUR PAMUNGKAS. Pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva ikan betok Anabas testudineus Bloch selama 30 hari pemeliharaan dengan padat penebaran awal 10, 20, dan 30 larva/liter. Dibimbing oleh TATAG BUDIARDI dan DADANG SHAFRUDDIN.

Ikan betok Anabas testudineus merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk dibudidayakan secara intensif. Namun, budidaya ikan tersebut masih terkendala dalam produksi larva yaitu tingkat kelangsungan hidup (SR) yang masih rendah. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kepadatan optimal dalam pemeliharaan larva ikan betok. Penelitian dilakukan dengan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L dan menggunakan 4 ulangan pada tiap perlakuan. Larva ikan betok berumur 10 hari dengan panjang rata-rata 0,49±0,06 cm ditebar sesuai dengan perlakuan. Larva tersebut dipelihara selama 30 hari di dalam akuarium berukuran 25x25x25 cm yang diisi air sebanyak 10 L. Pakan yang diberikan berupa artemia mulai awal sampai dengan 10 hari pemeliharaan kemudian diberikan cacing sutera sampai akhir pemeliharaan. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi (51,5±5,57%) diperoleh pada perlakuan 10 larva/L sedangkan yang terendah (15,33±5,75% ) terdapat pada perlakuan 30 larva/L (p<0,05). Data pertumbuhan yang diperoleh menunjukkan bahwa pertumbuhan antar perlakuan tidak berbeda (p>0,05). Oleh karena itu berdasarkan hasil penelitian ini, pemeliharaan larva dapat dilakukan dengan padat penebaran 10 larva/L.

Kata Kunci : ikan betok, larva, padat penebaran, derajat kelangsungan hidup, pertumbuhan

I. PENDAHULUAN

Jumlah penduduk yang semakin meningkat menyebabkan peningkatan terhadap kebutuhan pangan. Salah satu alternatif solusi yang dapat dilakukan adalah melalui usaha budidaya. Ikan merupakan salah satu komoditas pangan yang memiliki kandungan protein cukup tinggi sehingga baik untuk dijadikan sebagai bahan pangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan produksi perikanan melalui kegiatan usaha budidaya ikan termasuk terhadap sumberdaya ikan lokal.

Salah satu jenis ikan lokal yang memiliki potensi untuk dikembangkan adalah ikan betok/papuyu Anabas testudineus Bloch. Ikan tersebut termasuk komoditas ekonomis penting khususnya di daerah Kalimantan. Menurut Faturrahman (2011), harga ikan papuyu konsumsi berkisar Rp 40.000,00 sampai dengan Rp 70.000,00/kg dengan jangka pemeliharaan 6 sampai 9 bulan. Namun demikian, sebagian besar masih mengandalkan hasil penangkapan di alam sehingga hal ini cenderung mengakibatkan penurunan stok ikan betok di alam. Oleh karena itu, diperlukan kegiatan usaha budidaya untuk memenuhi kebutuhan konsumi masyarakat dan menjaga ikan tersebut agar tidak punah.

Usaha budidaya ikan betok telah dapat dilakukan, tetapi kelangsungan hidup dalam pemeliharaan larva ikan tersebut masih relatif rendah berkisar antara 4,90-16,5% (Trieu and Long, 2001). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan sintasan larva adalah dengan mengoptimalkan padat penebaran larva. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai padat penebaran optimal untuk pemeliharaan larva ikan tersebut. Setelah diperoleh padat penebaran yang optimal, diharapkan dapat mengefisienkan produksinya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan padat penebaran larva ikan betok yang optimal pada produksi benih ikan betok, melalui kajian pertumbuhan dan kelangsungan hidupnya .

II. METODE

2.1. Metode Penelitian

2.1.1. Rancangan Percobaan

Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan tiga perlakuan dan setiap perlakuan menggunakan empat ulangan, yaitu :

1) Perlakuan dengan padat tebar 10 ekor/L. 2) Perlakuan dengan padat tebar 20 ekor/L. 3) Perlakuan dengan padat tebar 30 ekor/L.

Model percobaan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti rumus Steel dan Torrie (1991) yaitu :

Keterangan:

Yij = Data hasil pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

µ = Nilai tengah dari pengamatan. σi = Pengaruh aditif dari perlakuan ke-i.

εij = Pengaruh galat hasil percobaan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j.

Model tersebut tidak digunakan pada parameter kualitas air dan parameter ekonomi. Parameter penelitian yang menggunakan model tersebut adalah parameter biologi, yaitu derajat kelangsungan hidup, koefisien keragaman panjang, dan pertambahan panjang mutlak.

2.2. Pelaksanaan Penelitian 2.2.1. Persiapan Wadah

Tahap persiapan wadah meliputi pencucian, pengeringan, dan pengisian akuarium. Akuarium yang digunakan untuk pemeliharaan ikan berukuran 25x25x25 cm sebanyak 12 unit yang diisi air masing-masing sebanyak 10 liter (ketinggian air 16 cm). Wadah tersebut ditempatkan dalam ruangan tertutup agar suhu pemeliharaan stabil. Kemudian ke dalam tiap akuarium diberi satu titik aerasi sebagai suplai oksigen.

2.2.2. Penebaran larva

Larva ikan betok yang digunakan berumur 10 hari dari hasil pemijahan buatan dengan panjang rata-rata 0,49±0,06 cm. Ikan diaklimatisasi dahulu sebelum ditebar kemudian dipelihara dengan padat tebar sesuai dengan rancangan percobaan.

Penebaran benih dilakukan ketika kondisi air telah stabil agar benih yang ditebar lebih mudah beradaptasi. Air yang digunakan telah diaerasi dan didiamkan selama 3 hari. Sebelum ditebar dilakukan pengambilan contoh sebanyak 30 ekor untuk diukur panjang tubuh larva sehingga diperoleh data panjang rata-rata awal benih.

2.2.3. Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan berupa artemia dan cacing sutera. Pakan diberikan 3 kali sehari, yaitu pada pagi, siang, dan sore hari. Pakan yang diberikan mulai hari hari pertama sampai dengan hari ke-10 berupa artemia sedangkan pada hari ke-10 sampai dengan hari ke-30 diberikan pakan berupa cacing sutera secara ad libitum. Pada hari ke 9 dan hari ke 10 sudah mulai diberikan cacing agar larva dapat beradaptasi dengan pakan berupa cacing.

2.2.4. Pengelolaan Kualitas Air

Pengelolaan kualitas air dilakukan dengan penyifonan kotoran di dasar akuarium dan penggantian air. Air yang digunakan untuk penggantian adalah air yang telah diendapkan dan diaerasi yang disimpan pada tandon. Untuk memperoleh data parameter kualitas air dilakukan pengukuran air setiap sepuluh hari sekali di Laboratorium Lingkungan Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

2.3. Parameter Penelitian

Parameter dalam penelitian ini dapat dibedakan dalam tiga kelompok, yaitu parameter biologi, parameter kualitas air, dan parameter ekonomi. Selanjutnya, data parameter tersebut digunakan untuk menentukan perlakuan yang terbaik dalam penelitian ini.

2.3.1 Parameter Biologi

Parameter biologi yang diamati terdiri atas derajat kelangsungan hidup (SR), koefisien keragaman panjang, dan pertambahan panjang mutlak. Untuk menentukan nilai parameter tersebut, terlebih dahulu dilakukan pengambilan contoh (sampling). Sampling ikan dilakukan setiap 10 hari sekali selama 30 hari pemeliharaan dengan pengambilan contoh ikan sebanyak 30 ekor. Setiap sampling dilakukan penghitungan jumlah dan pengukuran panjang tubuh ikan. Pengukuran panjang tubuh ikan tersebut dilakukan dengan menggunakan jangka sorong/penggaris. Pada akhir pemeliharaan dilakukan perhitungan populasi ikan dan pengukuran bobot tubuh akhir. Pengukuran bobot ikan dilakukan dengan menggunakan timbangan digital.

1) Derajat Kelangsungan Hidup

Derajat kelangsungan hidup yaitu perbandingan ikan yang hidup hingga akhir pemeliharaan dengan jumlah ikan pada awal pemeliharaan. Dihitung dengan menggunakan rumus (Goddard, 1996) :

Keterangan: SR = Derajat kelangsungan hidup (%)

Nt = Jumlah ikan pada akhir pemeliharaan (ekor) No = Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

2) Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman, dihitung menggunakan rumus (Steel dan Torrie, 1991):

Keterangan: KK = Koefisien keragaman S = Simpangan baku γ = Rata-rata contoh

3) Pertambahan Panjang Mutlak

Pertambahan panjang mutlak adalah perubahan panjang rata-rata individu pada tiap perlakuan dari awal hingga akhir pemeliharaan, dihitung menggunakan rumus (Effendi, 1979):

Keterangan: Pm = Pertambahan panjang mutlak (cm) Lt = Panjang rata-rata akhir (cm) Lo = Panjang rata-rata awal (cm)

2.3.2. Parameter Kualitas Air

Parameter kualitas air yang diamati meliputi konsentrasi oksigen terlarut (DO), pH, suhu, amonia, kesadahan dan alkalinitas. Nilai parameter tersebut digunakan untuk pembahasan kelayakan air yang digunakan sebagai media pemeliharaan memenuhi kisaran bagi kelangsungan hidup ikan betok.

Pengukuran konsentrasi oksigen terlarut (DO) dilakukan dengan menggunakan DO-meter. Air tandon dan media pemeliharaan dari masing-masing perlakuan diambil dan dimasukkan ke dalam botol sampel. Selanjutnya air tersebut diukur dengan DO-meter.

Derajat keasaman (pH) diukur dengan menggunakan pH meter. Batang indikator (probe) pada pH-meter dicelupkan pada air sampel. Selanjutnya nilai pH yang terukur dapat dilihat pada layar pH-meter.

Pengamatan terhadap suhu dilakukan dengan menggunakan termometer. Pengambilan data suhu dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.

Data konsentrasi amoniak diperoleh melalui dua tahap. Tahap pertama menggunakan spektrofotometer untuk memperoleh nilai absorban yang kemudian dihitung untuk memperoleh nilai total amonium nitrogen (TAN). Selanjutnya pada tahap kedua dilakukan perhitungan terhadap data TAN sehingga diperoleh nilai kadar amoniak (NH3) dalam media pemeliharaan.

Data kesadahan media pemeliharaan diperoleh dengan cara titrasi. Pengukuran kesadahan dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.

Data alkalinitas media pemeliharaan diperoleh dengan cara titrasi. Pengukuran alkalinitas dilakukan bersamaan dengan pengambilan data kualitas air yang lain.

2.3.3. Perhitungan Ekonomi

Beberapa parameter efisiensi ekonomi yang diperhitungkan dalam penelitian ini adalah penerimaan, keuntungan (laba), RC ratio, harga pokok produksi (HPP), payback periode (PP), dan Break even Point (BEP). Berdasarkan beberapa parameter tersebut selanjutnya ditentukan perlakuan yang paling efisien ditinjau dari segi ekonomi.

1) Total penerimaan

Total penerimaan merupakan hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual dari produk tersebut. Total penerimaan dapat dihitung dengan rumus (Nurmalina et al., 2009):

Keterangan: TR = Total Revenue (total penerimaan) Q = Quantity (jumlah ikan yang dijual) P = Price (harga)

2) Keuntungan

Keuntungan merupakan selisih antara total penerimaan dengan total biaya. Keuntungan dihitung dengan menggunakan rumus (Nurmalina et al., 2009):

Keterangan: π = Laba

TR = Total Revenue (total penerimaan)

TC = Total Cost (total pengeluaran) 3) R/C ratio

R/C ratio merupakan salah satu kriteria kelayakan yang biasa digunakan dalam analisis bisnis. Kriteria ini akan lebih menggambarkan pengaruh dari adanya tambahan biaya terhadap tambahan manfaat yang diterima. Nilai R/C ratio

Keterangan: R/C = Perbandingan penerimaan dan pengeluaran ∑TR = Jumlah dari Total Revenue (total penerimaan) ∑TC = Jumlah dari Total Cost (total pengeluaran) 4) Harga pokok produksi (HPP)

Harga pokok produksi (HPP) merupakan nilai atau biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi 1 unit produk. Harga pokok produksi (HPP) per unit merupakan biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan satu unit produk. Harga pokok produksi dihitung dengan rumus (Rahardi et al., 1998):

HPP = 5) Payback periode (PP)

Payback periode (PP) merupakan parameter yang digunakan untuk menentukan lama waktu pengembalian modal. Nilai PP dapat dihitung dengan menggunakan rumus (Martin et al., 1991) :

PP = x Tahun

6) Break even point (BEP)

Break even point (BEP) dapat dibedakan menjadi BEP penerimaan dan BEP unit. BEP penerimaan menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika memperoleh penerimaan sebesar nominal tertentu. BEP penerimaan dihitung menggunakan rumus (Martin et al., 1991) :

BEP (Rp) =

Selain BEP penerimaan dilakukan perhitungan pula terhadap BEP unit, yaitu nilai yang menunjukkan bahwa produksi dikatakan impas jika telah melakukan penjualan sebesar jumlah (ekor) tertentu. BEP unit dihitung menggunakan rumus berikut (Martin et al., 1991) :

BEP unit (ekor) =

2.3.5 Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (anova) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% menggunakan program MS. Excel 2007 dan SPSS 16.0. Analisis ini dilakukan untuk menentukan berpengaruh atau tidaknya perlakuan terhadap parameter yang diamati. Apabila berpengaruh nyata, diuji lanjut dengan menggunakan uji Tukey untuk menentukan perlakuan yang berbeda.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Hasil

Berdasarkan penelitian yang berjudul "Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Larva Ikan Betok Anabas testudineus Bloch selama 30 Hari Pemeliharaan dengan Padat Penebaran Awal 10, 20, dan 30 larva/liter" ini diperoleh data mengenai tingkat kelangsungan hidup (SR), panjang total, koefisien keragaman panjang, pertambahan panjang mutlak, bobot rata-rata akhir, dan kualitas air selama 30 hari pemeliharaan. Selain itu, ditentukan pula nilai efisiensi ekonomi dari penelitian yang dilakukan.

3.1.1. Kelangsungan Hidup

Hasil perhitungan derajat kelangsungan hidup larva ikan betok dapat dilihat pada Gambar 1. Nilai derajat kelangsungan hidup rata-rata pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 51,50±5,57%, 31,13±6,47%, dan 15,33±5,75%. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap derajat kelangsungan hidup benih ikan betok (p<0,05; Lampiran 1). Dari uji lanjut diketahui bahwa derajat kelangsungan hidup dari yang tertinggi berturut-turut adalah perlakuan 10, 20, dan 30 larva/L.

Gambar 1. Histogram derajat kelangsungan hidup larva ikan betok (Anabas testudineus)yang dipelihara selama 30 hari

3.1.2. Panjang Total dan Pertambahan Panjang Mutlak

Hasil pengamatan panjang total ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 2. Panjang total rata-rata pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 2,84±0,14 cm, 2,62±0,19 cm, dan 2,82±0,28 cm.

Gambar 2. Grafik panjang total benih ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

Hasil perhitungan nilai pertambahan panjang mutlak dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai pertambahan panjang mutlak pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 2,35±0,14 cm, 2,18±0,19 cm, dan 2,33±0,28 cm. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap pertambahan panjang mutlak benih ikan betok (p>0,05; Lampiran 4).

Gambar 3. Histogram pertambahan panjang mutlak larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

3.1.3. Koefisien Keragaman Panjang

Hasil perhitungan nilai koefisien keragaman panjang ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, koefisien keragaman panjang pada perlakuan padat penebaran 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 11,00±1,23 cm, 12,72±0,94 cm, dan 13,29±2,67 cm. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap koefisien keragaman panjang benih ikan betok (p>0,05; Lampiran 3).

Gambar 4. Histogram Koefisien keragaman panjang larva ikan betok (Anabas testudineus) yang dipelihara selama 30 hari

3.1.4. Bobot akhir

Hasil pecatatan nilai bobot akhir ikan uji selama 30 hari pemeliharaan dapat dilihat pada Gambar 5. Nilai bobot akhir pada perlakuan 10, 20, dan 30 larva/L berturut-turut adalah 0,47±0,06 g, 0,45±0,12 g, dan 0,54±0,17 g. Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui bahwa perlakuan padat penebaran tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap bobot akhir benih ikan betok

Dokumen terkait