• Tidak ada hasil yang ditemukan

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan tentang prevalensi kista ovarium di RSUP Haji Adam Malik Medan, dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: 1. Prevalensi kista ovarium terhadap seluruh kasus tumor ovarium di RSUP

Haji Adam Malik Medan periode Januari 2012 sampai dengan Desember 2013 adalah 12,18%.

2. Distribusi kista ovarium berdasarkan data demografi usia paling banyak ditemukan pada kelompok usia 20-51 tahun yaitu sebanyak 65 orang; berdasarkan pendidikan terbanyak dijumpai pada SLTA/ sederajat sebanyak 39 orang; berdasarkan pekerjaan terbanyak dijumpai sebagai ibu rumah tangga, yaitu 40 orang.

3. Distribusi kista ovarium berdasarkan usia menarche paling banyak ditemukan pada kelompok umur ≤ 14 tahun yaitu sebanyak 75 orang. 4. Distribusi kista ovarium berdasarkan paritas paling banyak ditemukan

pada wanita nullipara yaitu sebanyak 47 orang.

5. Distribusi kista ovarium berdasarkan riwayat penggunaan kontrasepsi paling banyak ditemukan pada wanita yang tidak pernah menggunakan kontrasepsi yaitu sebanyak 76 orang.

6. Distribusi kista ovarium berdasarkan jenis paling banyak adalah neoplastik (patologi) yaitu sebanyak 66 orang.

7. Distribusi kista ovarium berdasarkan histopatologi paling banyak adalah kistadenoma ovarii serosum yaitu sebanyak 33 orang.

8. Distribusi kista ovarium berdasarkan letak paling banyak ditemukan pada ovarium kanan yaitu sebanyak 44 orang.

9. Distribusi kista ovarium berdasarkan tatalaksana paling banyak adalah laparatomi yaitu sebanyak 50 orang.

6.2 Saran

1. Pencatatan dan penyimpanan data rekam medis di RSUP Haji Adam Malik Medan diharapkan dapat lebih lengkap dan teratur karena banyak kasus yang diekslusikan dalam penelitian ini akibat data rekam medis yang tidak lengkap bahkan tidak ada.

2. Masyarakat khususnya wanita diharapkan dapat memahami tentang faktor resiko kista ovarium dan memperhatikan status kesehatan mereka, serta mencari pertolongan segera ke praktik dokter atau rumah sakit jika ada tanda dan gejala kista ovarium.

3. Petugas kesehatan diharapkan meningkatkan lagi upaya penyuluhan tanda, gejala, dan faktor resiko kista ovarium sehingga seterusnya dapat mengurangi angka mortalitas dan morbiditas penyakit kista ovarium. 4. Para peneliti yang lain diharapkan meneliti lebih banyak lagi mengenai

faktor-faktor yang berperan dalam penyakit kista ovarium serta mencari hubungan faktor tersebut dengan kista ovarium.

Sebuah folikel ovarium terdiri atas sebuah oosit yang dikelilingi oleh satu atau lebih sel folikel, atau sel granulosa. Folikel yang terbentuk selama kehidupan janin-folikel primordial- terdiri atas sebuah oosit primer yang dibungkus selapis sel folikel gepeng. Sejak pubertas, sekelompok kecil folikel primordial memulai proses harian yang disebut pertumbuhan folikel. Pertumbuhan folikel dirangsang oleh FSH. Berikut adalah tahapan pertumbuhan folikel:

a. Pertumbuhan oosit yang paling pesat terjadi selama awal pertumbuhan folikel dimana intinya membesar, mitokondria bertambah banyak dan tersebar merata di dalam sitoplasma; retikulum endoplasmanya membesar dan kompleks golgi bermigrasi sampai berada tepat di bawah permukaan sel. Sel-sel folikel membelah melalui mitosis dan membentuk selapis sel kuboid; folikel ini sekarang disebut folikel primer.

b. Sewaktu folikel tumbuh, terutama karena sel-sel granulosa bertambah besar dan banyak, folikel berpindah ke daerah korteks yang lebih dalam. Cairan (liquour folliculi) mulai mengumpul diantara sel-sel folikel. Celah-celah kecil yang mengandung cairan ini menyatu, dan sel-sel granulosa mengatur diri membentuk rongga yang lebih besar, yaitu antrum. Folikel ini sekarang disebut folikel sekunder atau folikel antrum.

c. Selama sel-sel granulosa menyusun diri membentuk antrum, sebagian sel lapisan ini berkumpul di daerah tertentu pada dinding folikel. Kelompok ini membentuk „bukit‟ kecil di sel, yaitu kumulus ooforus, yang menonjol ke bagian dalam antrum dan mengandung oosit. Sebagian sel granulosa mengelilingi oosit dan membentuk korona radiata. Folikel ini disebut dengan folikel matang (Graaf).

Saat terjadi lonjakan kadar LH dalam darah, aliran darah melalui ovarium meningkat dan protein plasma merembes keluar dan menimbulkan edema. Terjadi pelepasan prostaglandin, histamin, vasopresin, dan kolagenase setempat yang menyebabkan sebagian kecil daerah dinding folikel menjadi lemah akibat degradasi kolagen tunika albuginea, iskemia, dan kematian sejumlah sel. Kelemahan tersebut, ditambah peningkatan tekanan cairan folikel dan mungkin

2.2 Kista Ovarium

Kista ovarium adalah kantung berisi cairan atau bahan semi-solid yang terdapat di ovarium (Ammer, 2009). Kista ovarium terbagi atas kista fisiologis/fungsional dan kista patologi. Kista ovarium fisiologis disebabkan oleh karena kegagalan folikel pecah atau regresi. Beberapa jenis kista fungsional adalah kista folikuler, kista korpus luteum, kista teka lutein, dan luteoma kehamilan (Hadibroto, 2005). Kista patologi/ kista neoplastik yang jinak dapat dibagi menjadi kistadenoma ovari serosum, kistadenoma ovarii musinosum, kistosum ovarii simpleks dan kista dermoid (Falcone dan Hurd, 2007).

Gambar 2.3 Kista Ovarium

Sumber: Vorvick, 2012

2.2.1 Jenis-Jenis Kista Ovarium

2.2.1.1 Kista Ovarium Fungsional (Non-Neoplastik)

Kista ovarium fungsional disebabkan oleh karena kegagalan folikel pecah atau regresi. Kista ini biasanya akan menyusut setelah beberapa waktu (setelah 1-3 bulan), hingga dokter yang mencurigai terbentuk kista menganjurkan penderita melakukan kontrol setelah 3 bulan kemudian (Prawirohardjo, 2011).

kelahiran, namun dapat kembali berulang pada kehamilan berikutnya (Cunningham, et al., 2010)

Gambar 2.5 Luteoma Kehamilan

Sumber: (Uthman, 2010)

c. Kista Folikular

Kista ini disebabkan oleh karena kegagalan ovulasi oleh karena gangguan pelepasan gonadotropin hipofise. Bila dilihat secara histologi, kista folikuler dilapisi oleh lapisan dalam berupa sel granulosa dan di lapisan luar berupa sel-sel teka interna. Cairan yang terdapat di dalam folikel yang tidak sel-seluruhnya terbentuk tidak dapat diresorbsi sehingga menyebabkan pembesaran dari kista folikuler. Biasanya jenis kista ini tidak menimbulkan gejala, meskipun ketidakteraturan haid, perdarahan diluar haid, bahkan torsi dapat terjadi. Bila ukuran kista telah membesar maka dapat menyebabkan nyeri panggul, dispareuni. Ukuran kista <6cm dilakukan observasi selama tiga siklus haid tanpa pengobatan untuk melihat regresi kista tersebut. Bila setelah observasi tidak didapati adanya regresi kista atau ukuran kista semakin membesar maka dilakukan terapi operatif (Hadibroto, 2005).

Secara makroskopis, kista ini tembus cahaya, berdinding tipis dan terisi cairan jernih sampai kuning muda. Secara histologis, dinding kista dibentuk oleh sel-sel granulosa bulat, tersusun padat di atas lapisan sel teka berbentuk gelendong

f. Kista Stein-Leventhal

Kista Stein Leventhal (Polycystic Ovary Syndrome) sering menyebabkan ketidakteraturan menstruasi pada wanita usia reproduksi. Kadar Luteinizing Hormone (LH) meninggi yang menyebabkan folikel terstimulasi tanpa menghasilkan telur. Folikel tersebut mengalami lutenisasi yang mengakibatkan produksi testosteron ovarium dan secara tidak langsung mengubah kadar estrogen. Kista terbentuk di dalam ovarium karena ovarium tidak dapat melepaskan sebuah telur pun dan kemudian terjadi hiperplasia sel teka. Kista kecil-kecil yang banyak dapat dilihat di dalam ovarium pada pemeriksaan ultrasonografi pelvis. Setiap kista berdiameter <8mm dengan peningkatan stroma sentral yang menyebabkan gangguan hormonal yang bertanggung jawab sebagai penyebab kombinasi beberapa gejala berikut: anovulasi kronis, kelebihan androgen yang menyebabkan penampilan hirsutisme, jerawat, hiperinsulinemia, hiperestrogenemia, hiperprolaktinemia, peningkatan berat badan, pembesaran ovarium, dan infertilitas. Penyakit ini dapat muncul saat menarche, setelah terapi androgen, atau setelah mengalami stress pada jangka waktu lama (Sinclair, 2010).

Gambar 2.9 Polycystic Ovary

2.2.1.2 Kista Ovarium Neoplastik

Kista ovarium patologi atau neoplastik dapat diklasifikasikan dalam bentuk jinak maupun ganas. Adapun yang dibahas pada bagian ini adalah kista ovarium neoplastik bagian yang jinak.

a. Kista Dermoid

Kista dermoid mewakili 25% dari semua neoplasma ovarium. Teratoma ini bervariasi ukurannya mulai dari diameter beberapa milimeter hingga 25cm dan bersifat bilateral pada 10-15% kasus. Strukturnya biasanya merupakan struktur kistik kompleks dan mengandung unsur-unsur dari ketiga lapisan sel germinal (endoderm, mesoderm, ektoderm). Sebanyak 1-2% akan mengalami transformasi ke arah keganasan (Norwitz, Errol, John Schorge, 2008).

Tumor mengandung elemen ektodermal, mesodermal dan entodermal. Lumen dari kista dermoid ini mengandung material sebasea dan rambut (Hoskins, 2005).

Gambar 2.10 Kista Dermoid

b. Kistadenoma Ovarii Serosum

Jenis ini lebih sering terjadi bila dibandingkan dengan musinosum, tetapi ukurannya jarang sampai besar sekali. Dinding luarnya dapat menyerupai kista musinosum. Pada umumnya kista ini berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ephitelium). Isi kista cair, kuning, dan kadang coklat karena bercampur darah. Kistoma ovarii serosum ini merupakan kista unilokular atau multilokular dengan 10-20 % bersifat bilateral.

Kistoma ovarii serosum biasanya ditemukan pada usia antara 30 sampai 40 tahun. Sekitar 60% jinak, 15% dengan potensi keganasan rendah, dan 25% ganas (Robbins, 2013).

Gambar 2.11 Kistoma Ovarii Serosum

c. Kistadenoma Ovarii Musinosum

Kistoma ovarii musinosum atau kistadenoma musinosa adalah kista yang bersifat multilokular, berlobus-lobus, dan memiliki permukaan halus. Lesi bilateral jarang ditemukan. Lesi ini dapat menjadi sangat besar, kadang-kadang mencapai berat >50kg. Secara mikroskopik, tampak kista berdinding selapis atau dua lapis sel columnar. Sel epitel membengkak dan sitoplasma berisi musin, sehingga mendorong inti sel ke basal. Bila sel pecah, musin tercurah ke dalam lumen kista (Norwitz, 2008).

Kista ovarium jenis ini di dalam banyak aspek analog dengan tumor serosa dan perbedaannya bahwa epitel terdiri atas sel penghasil musin yang serupa dengan yang ditemukan pada mukoendoserviks. Delapan puluh persen tumor ini bersifat jinak, 10% memiliki potensi keganasan yang rendah, sisanya ganas atau kistadenokarsinoma (Robbins, 2013).

Gambar 2.12 Kistoma Ovarii Musinosum

d. Kistoma Ovarii Simpleks

Kistoma ovarii simpleks memiliki permukaan yang halus, biasanya bertangkai, seringkali bilateral, dan dapat menjadi besar. Dinding kista tipis dan cairan di dalam kista jernih, serous dan berwarna kuning. Terapi terdiri atas pengangkatan kista dengan reseksi ovarium. Pemeriksaan histologik diperlukan untuk mengetahui apakah ada keganasan (Maimunah, 2005).

2.2.2 Faktor Resiko Kista Ovarium

Pada wanita usia remaja, faktor resiko seperti menstruasi pertama (menarche) yang datang lebih awal, siklus menstruasi yang panjang atau oligomenorrhea dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya kista ovarium. Kebalikannya, resiko akan turun jika menstruasi pertama muncul diatas usia 14 tahun (Odds Ratio 0.4), siklus pendek dan teratur (<26 hari), dan pasien obesitas (OR 0.5). Faktor resiko akan meningkat dua kali lipat dengan riwayat menstruasi yang tidak teratur (OR 1.9). Pemakaian tembakau juga menjadi salah satu faktor resiko terjadinya kista ovarium dimana terjadi peningkatan faktor resiko dua kali lipat bagi mereka yang merokok (Sultan, 2004).

Penggunaan kontrasepsi oral diketahui menjadi faktor proteksi, wanita yang menggunakan obat kontrasepsi hampir tidak pernah mengalami kista ovarium fungsional (Carlson, Eisenstat, Ziporyn, 2004).

Faktor resiko terjadinya kista ovarium termasuk nulliparitas (belum pernah melahirkan), paritas yang rendah, tidak pernah menggunakan kontrasepsi oral, dan kecenderungan genetik yang diturunkan termasuk mutasi BRCA1, BRCA2, atau p53 (Wahl, 2007).

2.2.3 Gejala Klinis dan Diagnosis Kista Ovarium

Menurut Manuaba, 2009 dalam bukunya „Buku Ajar Ginekologi‟, gejala dan tanda klinik kista ovarium adalah sebagai berikut:

a. Gejala akibat pertumbuhan: timbul rasa berat di abdomen bagian bawah, mengganggu miksi atau defekasi. Tekanan tumor dapat menimbulkan obstipasi atau edema pada tungkai bawah.

b. Gejala akibat perubahan hormonal. Ovarium merupakan sumber hormon utama wanita, sehingga bila terjadi tumor menimbulkan gangguan terhadap pola menstruasi.

c. Gejala klinis akibat komplikasi yang terjadi pada tumor

1. Perdarahan intra-tumor. Keadaan ini akan menimbulkan gejala klinis nyeri abdomen mendadak dan memerlukan tindakan yang cepat.

2. Perputaran tangkai. Tumor bertangkai sering terjadi perputaran tangkai, secara perlahann sehingga tidak banyak menimbulkan rasa nyeri abdomen. Perputaran tangkai mendadak menimbulkan nyeri abdomen mendadak dan segera memerlukan tindakan medis.

3. Infeksi tumor. Terjadi infeksi kista ovarium sehingga menimbulkan gejala badan panas, nyeri pada abdomen dan mengganggu aktivitas sehari-hari.

4. Robekan dinding kista. Pada torsi tangkai kista, ada kemungkinan terjadi robekan sehingga isi kista tumpah ke dalam ruangan abdomen. Robekan yang terjadi pada dinding kistosum ovarii musinosum dapat menyebabkan keluarnya cairan musin yang mengisi rongga perut yang menyebabkan perlengketan dalam rongga perut.

5. Degenerasi ganas kista ovarium. Keganasan kista ovarium yang sering dijumpai adalah kista pada usia sebelum menarke dan kista pada usia di atas 45 tahun.

Pembesaran pada abdomen bagian bawah merupakan salah satu keluhan yang mendorong wanita untuk melakukan pemeriksaan. Tumor ovarium dapat dibedakan saat melakukan pemeriksaan dalam. Tumor jinak ovarium perlu

diperiksa tentang konsistensi, besar permukaannya, dan sebagainya. Di samping itu perlu dilakukan diagnosis banding:

a. Kehamilan: terlambat bulan, gejala hamil muda, terasa gerakan janin atau balotemen, hasil pemeriksaan laboratorium mendukung kehamilan.

b. Subserosa mioma bertangkai.

Dengan Ultrasonografi (USG), diagnosis banding antara kista ovarium, kehamilan, atau subserosa mioma uteri dapat dibedakan dengan jelas.

2.2.4 Penatalaksanaan Kista Ovarium

Tatalaksana kista ovarium tergantung usia pasien, ukuran kista, dan gejalanya. Kista berukuran kecil pada pasien muda yang belum mencapai menopause tidak membutuhkan treatment. Dokter akan melakukan follow pada pasien ini untuk memastikan kista akan menghilang dengan sendirinya. Kista jenis ini adalah kista fungsional yang akan menyusut/ regresi dalam waktu beberapa bulan. Wanita yang sering menderita kista ovarium fungsional dapat menggunakan pil KB. Pil KB akan menyebabkan perubahan pada ovarium sehingga mencegah kista untuk berkembang. Kista berukuran besar dan mempunyai gejala serius, atau kista pada wanita post-menopause perlu diangkat segera untuk meringankan gejala dan memastikan tidak terjadi suatu proses keganasan. Kista dapat diangkat dengan cara laparaskopi atau laparatomi (The Patient Education Institute, 2011).

Menurut Hadibroto, 2005 untuk menghindari kemungkinan terjadinya resiko keganasan dari massa di ovarium yang menjalani prosedur laparoskopi, maka harus didapati kriteria sebagai berikut:

a. Pasien tidak memiliki riwayat kanker pada keluarga b. Pasien dengan usia reproduksi

d. Pemeriksaan sonografi didapati massa yang unilateral, unilokuler, dengan batas yang tipis.

e. Tumor marker (CA-125) normal.

Kontraindikasi laparoskopi dalam penanganan kista ovarium adalah sebagai berikut:

a. Wanita pasca-menopause dengan kista ovarium multilokuler sebaiknya dilakukan ooforektomi.

b. Bila pada pemeriksaan preoperatif dijumpai tanda tanda keganasan. Komplikasi penggunaan laparoskopi:

a. Kemungkinan keluarnya cairan dari kista yang pecah sehingga akan menimbulkan penyebaran sel-sel kanker pada kista yang dicurigai ganas. Untuk menghindarinya, sebaiknya sebelum pelaksanaan operasi, dilakukan pemeriksaan klinis dan penunjang secara menyeluruh.

b. Pembuluh darah terutama yang terdapat pada dasar kista harus dikoagulasi untuk menghindari perdarahan yang banyak durante operasi. Bila terjadi perdarahan yang tidak dapat dikontrol operasi dilanjutkan dengan laparotomi.

c. Bila terjadi perembesan darah dari permukaan dalam ovarium setelah dilakukan pelepasan dinding kista, dapat terjadi hematoma. Untuk mencegah hal ini maka harus dilakukan irigasi dan tindakan hemostasis.

d. Adanya cairan endometrioma, kisttadenoma musinosum atau kista dermoid yang keluar ke rongga peritoneal dapat dibersihkan dengan melakukan irigasi dengan cairan NaCl fisiologis sebanyak 4-5 liter. e. Komplikasi yang mungkin terjadi pada tindakan laparaskopi adalah

adanya perlengketan. Untuk mencegah timbulnya perlengketan, maka tindakan operasi harus secara cermat dan dapat dimasukkan cairan ringer laktat ke dalam rongga peritonial.

2.2.5 Prognosis Kista Ovarium

Prognosis kista ovarium jinak sangat baik. Sekitar 70-80% kista folikular akan mengalami regresi secara spontan.

Pasien hamil yang memiliki kista ovarium dengan ukuran diameter kurang dari 6cm mempunyai resiko keganasan kurang dari 1%. Kebanyakan dari kista ini akan hilang pada minggu 16-20 kehamilan. Pada pasien post-menopause dengan kista unilokular, resiko keganasan terjadi pada 0.3% kasus (Helm, 2014).

2.3 Prevalensi

Prevalensi adalah proporsi subyek yang sakit pada suatu waktu tertentu (kasus lama dan kasus baru). Walaupun istilah prevalensi sering dihubungkan dengan penyakit, tetapi dapat juga diartikan sebagai bukan penyakit, misalnya prevalensi dari faktor resiko, atau faktor lain yang akan diteliti. Prevalensi sering digunakan oleh perencana kesehatan untuk mengetahui penyakit yang banyak terdapat dalam suatu pusat kesehatan (Sastroasmoro dan Ismael, 2011).

Prevalensi berbeda dengan insidensi. Jika indikator insiden dalam perhitungan digunakan untuk mencari penderita baru, maka pada prevalensi justru untuk penyakit baru maupun lama. Jelasnya pada prevalensi denominatornya adalah semua kasus, tidak peduli baru atau lama (Ryadi, Slamet, Wijayanti, 2011). Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi meningkat atau menurunnya prevalensi di suatu daerah. Pengaruh peningkatan dan penurunan faktor-faktor tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut (Ryadi, Slamet, Wijayanti, 2011).

2.3.1 Faktor yang Mempengaruhi Kenaikan Prevalensi

a. Kelangsungan penyakit lama (waktu berlangsung lama). b. Kelangsungan hidup penderita tanpa pengobatan lama. c. Penderita baru meningkat (peningkatan insiden). d. Terdapat in-migration of cases.

f. Meningkatnya in-migration of susceptible people. g. Fasilitas diagnostik yang makin meningkat.

2.3.2 Faktor yang Mempengaruhi Penurunan Prevalensi

a. Kelangsungan penyakit pendek (waktu berlangsungnya pendek). b. Case Fatality Rate meningkat.

c. Kasus baru berkurang (insiden penyakit menurun). d. Terdapat peningkatan in-migration of healthy people.

e. Out-migration of cases yang berhasil meningkat.

f. Angka pengobatan yang berhasil meningkat.

g. Sistem pelaporan yang makin cepat dan baik hingga pengobatan makin cepat berhasil.

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Kista ovarium adalah kantung berisi cairan atau bahan semi-solid yang terdapat di ovarium (Ammer, 2009). Kista ovarium terbagi atas kista fisiologis/fungsional dan kista patologi. Kista ovarium fisiologis disebabkan oleh karena kegagalan folikel pecah atau regresi. Beberapa jenis kista fungsional adalah kista folikuler, kista korpus luteum, kista teka lutein, dan luteoma kehamilan (Hadibroto, 2005). Kista patologi dapat bermanifestasi jinak, borderline, maupun ganas. Tumor ovarium yang bersifat ganas disebut dengan kanker ovarium. Berdasarkan klasifikasi WHO, tumor ovarium berasal dari salah satu antara tiga komponen ovarium yaitu: epitel permukaan, sel germinativum, dan stroma ovarium (Rezkini, 2009).

WHO pada tahun 2010 melaporkan bahwa angka kejadian tertinggi kista ovarium ditemukan pada negara maju dengan rata-rata 10 per 100.000, kecuali di Jepang (6,4 per 100.000). Insiden di Amerika Selatan (7,7 per 100.000) relatif tinggi bila dibandingkan dengan angka kejadian di Asia dan Afrika (Linawati, 2013).

Di Indonesia, sekitar 20-25% kematian wanita subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit sistem reproduksi misalnya kista ovarium (Depkes, 2011 dalam Linawati, 2013).

Insiden kista ovarium adalah 7% dari populasi wanita dengan delapan puluh lima persen (85%) kista ovarium bersifat jinak (Standar Pelayanan Medik Obstetri dan Ginekologi RSUD dr. H. Soemarno Sosroatmodjo, 2010). Insiden kanker ovarium adalah 12.5 per 100.000 wanita dan penyakit kanker ovarium termasuk dalam lima besar penyakit kanker pada wanita yang dapat menyebabkan kematian. Insidens kanker ovarium dan angka kematian meningkat denngan

bertambahnya usia. Kebanyakan kasus kanker ovarium terjadi pada wanita dengan usia diatas 50 tahun (Roett, Michelle, Evans, 2009).

Penelitian yang dilakukan pada salah satu Rumah Sakit di Nepal menunjukkan bahwa kista ovarium umumnya dijumpai pada umur 21-30 tahun yang kemudian diikuti oleh grup 31-40 tahun dan diatas 40 tahun. Diantara 102 kasus, 87.3% tumor ovarium adalah jinak dan 12.7% dinyatakan ganas. Tipe yang paling umum dijumpai adalah kista serosum adenoma (40.2%) kemudian kista teratoma (15.7%) dan kista korpus luteum hemoragik (13.7%). Berdasarkan letak kista, dijumpai pada ovarium kanan sebanyak 39 kasus (38.2%), ovarium kiri 44 kasus (43.2%), dan pada ovarium bilateral 19 kasus (18.6%) (Pudasini, et al., 2011).

Menarche yang lebih awal menjadi salah satu faktor resiko kista ovarium (Lee, 2011). Merokok, menarche yang lebih awal, dan jumlah paritas yang lebih kecil menjadi faktor resiko terhadap kejadian ginekologi di Jepang (Fujita, et al., 2008)

Pada penelitian sebelumnya, karakteristik penderita kista ovarium pada Rumah Sakit Elisabeth Medan tahun 2008-2012 dijumpai bahwa proporsi penderita kista ovarium berdasarkan sosiodemografi tertinggi pada kelompok umur 29-37 tahun, proporsi penderita kista ovarium berdasarkan jenis kista tertinggi adalah kista ovarium jinak, proporsi penderita kista ovarium berdasarkan penatalaksanaan medis tertinggi yaitu terapi pembedahan (Siringo, et al., 2013)

Berdasarkan fenomena di atas, maka peneliti berminat untuk melakukan penelitian mengenai prevalensi kista ovarium di RSUP. Haji Adam Malik, Medan Periode Januari 2012-Desember 2013.

1.2.Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang dikemukakan, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah “Bagaimana Prevalensi Kista Ovarium di RSUP. Haji Adam Malik Medan Periode Januari 2012 - Desember 2013?”.

1.3.Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Untuk mengetahui prevalensi Kista Ovarium di RSUP. Haji Adam Malik Medan Januari 2012 - Desember 2013

1.3.2.Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui distribusi penderita kista ovarium berdasarkan data

demografi seperti; usia, pendidikan, dan pekerjaan.

2. Mengetahui distribusi penderita kista ovarium berdasarkan faktor resiko seperti; usia menarche, paritas, dan penggunaan kontrasepsi.

3. Mengetahui distribusi penderita kista ovarium berdasarkan status kista ovarium seperti; jenis kista ovarium, histopatologi, letak kista ovarium, dan tata laksana kista ovarium.

1.4.Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat: 1. Bagi masyarakat

Memberi pengetahuan kepada masyarakat pada umumya dan wanita pada khususnya mengenai karakteristik pasien dengan kista ovarium.

2. Bagi tenaga kesehatan

Memberi data kepada tenaga kesehatan di RSUP. Haji Adam Malik Medan terkhusus kepada dokter yang menangani pasien dengan kista ovarium di rumah sakit tersebut untuk perencanaan penatalaksanaan yang terbaik untuk pasien kista ovarium.

3. Bagi peneliti yang lain

Memberi bahan masukan untuk melakukan penelitian berkaitan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi prevalensi kista ovarium.

ABSTRAK

Kista ovarium adalah kantung berisi cairan atau bahan semi-solid yang terdapat di ovarium. Di Indonesia, sekitar 20-25% kematian wanita subur disebabkan oleh masalah yang berkaitan dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit sistem reproduksi misalnya kista ovarium.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui prevalensi kista ovarium di RSUP Haji Adam Malik Medan periode Januari 2012 – Desember 2013.

Penelitian deskriptif ini bersifat potong lintang dan dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan. Data diperoleh dengan melihat rekam medik pasien kista ovarium dan diperoleh sampel sebanyak 91 orang.

Dokumen terkait