• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Adapun saran dari penulis sebagai pengembangan dari Tugas Akhir ini

adalah sebagai berikut:

1. Melakukan studi aliran daya pada jaringan distribusi 20 kV untuk

keseluruhan penyulang dari transformator daya 2 GI Pematang Siantar.

2. Melakukan optimasi titik interkoneksi distributed generation terutama

dalam hal ini PLTM Aek Silau 2 pada jaringan distribusi 20 kV

penyulang PM.6.

3. Melakukan pengaturan tegangan pada penyulang PM.6 dengan bantuan

capasitor bank pada saat kondisi tanpa terinterkoneneksi distributed

generation.

4. Melakukan studi optimasi titik interkoneksi pembangkit baru yang akan

diinterkoneksikan pada jaringan yang telah ada.

5. Melakukan studi optimasi siting dan sizing DG dengan algoritma

genetik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

Berdasarkan sistem tenaga listrik konvensional, energi listrik dibangkitkan

pada pusat pembangkit dengan daya yang besar. Kemudian dinaikkan

tegangannya menjadi tegangan tinggi, tegangan ekstra tinggi, dan tegangan ultra

tinggi melalui transformator step-up untuk ditransmisikan. Selanjutnya tegangan

diturunkan kembali menjadi tegangan menengah melalui transformator step-down

untuk didistribusikan pada pusat beban, dan tegangannya diturunkan kembali

menjadi tegangan rendah melalui transformator distribusi agar dapat digunakan

oleh konsumen akhir.

Sistem distribusi tenaga listrik merupakan bagian dari sistem tenaga listrik

yang dimulai dari transformator step-down pada gardu induk jaringan transmisi

sampai pada konsumen akhir. Sistem distribusi dibagi menjadi dua bagian yaitu

distribusi primer dan distribusi sekunder. Jaringan distribusi yang dimulai dari

transformator step-down pada gardu induk jaringan transmisi sampai pada

transformator distribusi disebut jaringan distribusi primer. Sedangkan jaringan

distribusi yang dimulai dari transformator distribusi sampai pada konsumen akhir

disebut jaringan distribusi sekunder. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

Gambar 2.1 [4].

Gambar 2. 1 Sistem Distribusi Tenaga Listrik

2.1.1 Sistem Distribusi Primer

Sistem distribusi primer dapat berupa Saluran Udara Tegangan Menengah

(SUTM) dan Saluran Kabel Tegangan Menengah (SKTM) baik hantaran udara

maupun di bawah tanah. Ada berbagai macam tipe jaringan dari sistem distribusi

primer [5].

2.1.1.1 Jaringan Distribusi Radial

Bentuk jaringan ini merupakan yang paling sederhana, banyak digunakan

dan murah. Dinamakan radial karena jaringan ditarik secara radial dari suatu titik

sumber jaringan dan dibagi ke dalam bentuk cabang pada setiap beban. Akibat

percabangan tersebut, arus yang mengalir pada setiap saluran tidaklah sama.

Adapun kelebihan dan kelemehan dari jaringan distribusi radial adalah:

• Kelebihan:

o Biaya investasi yang relatif murah

• Kelemahan:

o Jatuh tegangan dan rugi-rugi daya relatif besar

o Kontinuitas pelayanan tidak handal, karena antara titik sumber

dan tidak beban hanya ada satu saluran. Sehingga jika terjadi

gangguan pada saluran tersebut maka seluruh beban sesudah

titik gangguan akan mengalami pemadaman secara total.

Untuk meminimumkan gangguan, pada jaringan radial ini dilengkapi

dengan peralatan pengaman berupa fuse, sectionalizer, recloser, dan

disconnecting switch. Peralatan tersebut berfungsi untuk membatasi daerah yang

terkena gangguan. Jaringan tipe radial ini mempunyai beberapa bentuk

modifikasi, antara lain:

a. Jaringan Distibusi Radial Pohon

Jaringan distribusi radial pohon terdiri dari satu saluran utama untuk

melayani beban kemudian dibagi menjadi beberapa cabang (lateral), dan cabang

ini akan dibagi lagi menjadi beberapa cabang (sublateral). Tipe jaringan distribusi

radial pohon dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2. 2 Jaringan Radial Tipe Pohon

b. Jaringan Distribusi Radial Tie dan Switch Pemisah

Jaringan distribusi radial tipe tie and switch pemisah digunakan sebagai

modifikasi lanjutan dari tipe jaringan distribusi radial yang digunakan untuk

pemulihan layanan yang cepat. Hal ini dilakukan dengan cara mengalihkan bagian

penyulang yang tidak terganggu ke penyulang utama yang berdekatan. Gangguan

ini dapat diisolasi dengan membuka peralatan pengaman pada setiap bagian

penyulang yang terganggu. Jaringan distribusi radial tipe tie and switch pemisah

dapat dilihat pada Gambar 2.3.

Gambar 2. 3 Jaringan Radial Tipe Tie dan Switch Pemisah

c. Jaringan Distribusi Radial dengan Tipe Pusat Beban

Jaringan distribusi radial tipe ini menggunakan express feeder sebagai

penyulang utama yang langsung menuju pusat beban, kemudian melalui pusat

beban disebar dengan menggunakan back feeder secara radial. Pada penyulang

express feeder ini tidak ada hubungan ke penyulang lain atau lateral. Jaringan

Gambar 2. 4 Jaringan Distribusi Radial dengan Tipe Pusat Beban

d. Jaringan Distribusi Radial dengan Pembagian Phase Area

Pada jaringan distribusi radial dengan tipe pembagian phase area ini,

masing-masing fasa melayani area yang berbeda. Jaringan seperti ini dapat

menyebabkan ketiga fasa menjadi tidak seimbang bila diterapkan pada daerah

yang baru dan tidak merata pembagian bebannya. Oleh karenanya jaringan ini

cocok untuk daerah yang bebannya stabil dan jika ada penambahan beban maka

pembagiannya harus dapat diatur merata dan seimbang pada setiap fasanya.

Jaringan distribusi radial dengan tipe pembagian phase area dapat dilihat pada

Gambar 2.5.

Gambar 2. 5 Jaringan Distribusi Radial Tipe Phase Area

2.1.1.2 Jaringan Distribusi Loop

Pada jaringan distribusi loop, jaringan distribusinya membentuk ring,

dimana beban dilayani oleh dua buah jalur paralel dari gardu induk menuju beban.

Umumnya, ukuran penghantar penyulang loop dibuat sama sepanjang loop. Hal

ini dimaksudkan agar penghantar dapat memikul beban pada saat ditambahkan

beban bagian dari bagian loop yang lain.

Gangguan pada penyulang utama akan menyebabkan breaker penyulang

membuka, breaker akan tetap membuka sampai gangguan dihilangkan dari kedua

arah saluran. Jaringan distribusi loop menguntungkan untuk melayani beban

dimana keandalan menjadi hal yang sangat penting. Sebagai tambahan untuk

jaringan distribusi loop, umumnya digunakan normally open lateral loop. Jaringan

distribusi loop dapat dilihat pada Gambar 2.6.

Gambar 2. 6 Jaringan Distribusi Loop

2.1.1.3 Jaringan Distribusi Net

Jaringan distribusi net merupakan sistem penyaluran tenaga listrik yang

dilakukan secara terus menerus oleh dua atau lebih penyulang pada gardu-gardu

dari berbagai pusat pembangkit tenaga listrik yang bekerja secara paralel. Jaringan

ini berbentuk jaring-jaring yang merupakan gabungan antara jaringan distribusi

radial dan loop.

Jaringan distribusi net ini mempunyai lebih banyak saluran alternatif,

sehingga jika terjadi gangguan pada salah satu penyulang maka sistem dengan

cepat akan menggantikan dengan penyulang yang lain untuk membantu daerah

yang terganggu tersebut. Dengan demikian kontinuitas penyaluran tenaga listrik

sangat terjamin. Jaringan distribusi net dapat dilihat pada Gambar 2.7.

Gambar 2. 7 Jaringan Distribusi Net

Adapun kelebihan yang dimiliki dari jaringan distribusi net (jaring-jaring)

ini adalah:

• Kontinuitas penyaluran yang sangat terjamin.

• Kualitas tegangan yang baik dan rugi-rugi daya yang kecil.

• Lebih fleksibel dalam mengikuti perkembangan dan pertumbuhan

beban bila dibandingkan dengan jaringan distribusi lain.

Sedangkan kelemahan yang dimiliki oleh jaringan distribusi net

(jaring-jaring) ini adalah:

• Memerlukan koordinasi perencanaan yang teliti dan rumit sebelum

pelaksanaan.

• Memerlukan biaya investasi yang cukup besar.

• Diperlukan tenaga ahli yang terampil dalam pengoperasian.

2.1.1.4 Jaringan Distribusi Spindle

Jaringan distribusi spindle merupakan pengembangan dari sistem jaringan

distribusi sebelumnya yang bertujuan untuk meningkatkan keandalan dan kualitas

sistem. Salah satu bentuk jaringan distribusi spindle yang populer adalah jaringan

spindle yang terdiri dari 6 penyulang dalam keadaan berbeban (working feeder)

dan satu penyulang dalam keadaan tanpa beban (express feeder). Express feeder

ini berfungsi sebagai cadangan pada saat terjadi gangguan pada salah satu working

feeder dan juga berfungsi untuk memperkecil jatuh tegangan pada jaringan

Gambar 2. 8 Jaringan Distribusi Spindle

2.1.2 Sistem Distribusi Sekunder

Sistem distribusi sekunder berfungsi menyalurkan energi listrik dari

transformator distribusi ke konsumen akhir. Pada sistem distribusi sekunder

bentuk saluran yang sering digunakan adalah saluran distribusi radial. Sistem

distribusi sekunder biasa disebut dengan jaringan distribusi tegangan rendah yang

terhubung langsung dengan konsumen, seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.

Besar tegangan untuk jaringan distribusi sekunder ini adalah 127/220 Volt

untuk sistem lama dan 220/380 Volt untuk sistem yang baru, serta 440/550 Volt

untuk keperluan industri.

2.2 Distributed Generation (DG)

Kebutuhan akan energi dari tahun ke tahun semakin meningkat seiring

dengan pertumbuhan ekonomi. Oleh sebab itu, energi terbarukan menjadi prioritas

utama untuk memenuhi kebutuhan akan energi listrik. Energi terbarukan adalah

energi yang dihasilkan dari sumber energi alami yang dapat diperbarui secara

terus-menerus bila dikelola dengan baik dan tidak akan pernah habis.

Studi yang dilakukan oleh Electric Power Research Institute (EPRI)

mengindikasikan bahwa pada tahun 2010, 25% dari pembangkit listrik baru

berasal dari pembangkit distributed generation, begitu juga dengan studi yang

dilakukan oleh Natural Gas Foundation menyimpulkan bahwa hal tersebut lebih

tinggi lagi mencapai 30%.

2.2.1 Definisi Distributed Generation

Sebutan dan definisi Distributed Generation (DG) pada berbagai negara

berbeda-beda. Distributed generation dapat didefinisikan sebagai pembangkit

tenaga listrik dengan skala kecil yang ditempatakan pada sisi beban dan

diinterkoneksikan pada jaringan distribusi.

Dewan kerja CIGRE mendefinisikan DG adalah unit pembangkit listrik

yang membangkitkan maksimum tenaga listrik 50 MW - 100 MW, dan biasanya

diinterkoneksikan pada jaringan distribusi tidak pada stasiun pusat pembangkit

tenaga listrik. IEEE mendefinisikan DG sebagai pembangkit yang menghasilkan

energi listrik dengan kapasitas yang lebih kecil dibandingkan pusat-pusat

pembangki konvensional dan dapat diinterkoneksikan hampir pada semua titik

sistem tenaga listrik. Sedangkan IEA mendefinisikan DG sebagai unit yang

menghasilkan energi listrik pada sisi beban atau jaringan distribusi, dimana energi

listrik tersebut langsung disuplai ke beban [6].

2.2.2 Rating Distributed Generation

Kapasitas maximum pembangkitan energi listrik yang dapat dihasilkan

distributed generation seringkali dijadikan pedoman untuk mendefinisikannya.

Berdasrkan kapasitas maximum pembangkitan yang dapat dihasilkan, distributed

generation dapat dibedakan menjadi empat bagian, seperti yang diperlihatkan

pada Tabel 2.1 [7].

Tabel 2. 1 Jenis Distributed Generation Berdasarkan Kapasitas Pembangkitan

Jenis Distributed

Generation

Kapasitas Pembangkitan

Distributed Generation

Micro ~ 1 kW < 5 kW

Small 5 kW < 5 MW

Medium 5 MW < 50 MW

Large 50 MW < ~ 300 MW

2.2.3 Teknologi Distributed Generation

Ada begitu banyak teknologi dari distributed generation, DG dapat

dibedakan berdasarkan energi utama yang digunakan, yaitu sebagai berikut [2]:

2.2.3.1 Internal Combustion Engines

Internal Combustion Engines (ICE) menkonversikan panas dari

diaplikasikan untuk distributed generation. Menurut International Energy Agency

(IEA) pada tahun 2002, ICE paling banyak digunakan untuk teknologi distributed

generation. Teknologi ICE memerlukan biaya yang rendah, rating yang bervariasi

dari kW sampai MW, efisiensinya bagus, dan handal dalam pengoperasian. ICE

juga memerlukan waktu start yang cepat ketika selama melakukan proses

menghidupkan ICE serta tidak memerlukan banyak tempat untuk pemasangan.

Hal itulah yang membuat teknologi ICE menjadi pilihan utama baik untuk

pembangkit cadangan maupun untuk pembangkit utama.

Suatu kendala penggunaan ICE adalah memerlukan biaya yang tinggi

untuk bahan bakar, perawatan yang sering, dan menghasilkan emisi yang tinggi

serta kebisingan dibandingkan teknologi distributed generation yang lain.

2.2.3.2 Turbin Gas

Turbin gas terdiri dari kompressor, ruang pembakaran, dan kopel turbin ke

generator agar dapat merubah energi mekanik menjadi energi listrik. Teknologi

turbin gas sangat banyak digunakan untuk industri, industri kecil yang

menggunakan turbin gas dengan rating 1 MW sampai 20 MW yang biasanya

diaplikasikan pada Combined Heat and Power (CHP). Biaya perawatan dan emisi

yang dihasilkan oleh turbin lebih rendah dari yang dihasilkan oleh ICE, tetapi

tingkat kebisingan yang dihasilkan masih tergolong tinggi.

2.2.3.3 Combined Cycle Gas Turbine

Pada Combined Cycle Gas Turbine (CCGT), campuran pembuangan

bahan bakar dan udara bertukar dengan air di dalam boiler yang digunakan untuk

menghasilkan uap panas yang digunakan untuk menggerakkan turbin. Uap panas

tersebut masuk kedalam turbin untuk menghasilkan gaya mekanik tambahan,

sehingga dapat menggerakkan rotor generator. Kemudian aliran uap dari turbin

dikondensasi untuk dikembalikan lagi ke boiler.

CCGT sangat populer digunakan karena efisiensinya sangat tinggi. Namun

penggunaan gas turbin di bawah 10 MW tidak menggunakan combined cycle,

yang menyebabkan tidak efisien lagi.

2.2.3.4 Microturbines

Microturbines menghasilkan energi listrik AC dengan frekuensi tinggi.

Sebuah konverter daya digunakan untuk merubah frekuensi yang tinggi ini ke

dalam kisaran frekuensi yang dapat digunakan. Kapasitas satu unit microturbines

berkisar 30 kW sampai 200 kW, tetapi beberapa microturbines dapat digabungkan

menjadi beberapa unit. Temperatur pembakaran yang rendah membuat

microturbines menghasilkan emisi yang rendah dan juga menghasilkan kebisingan

yang rendah dibandingkan teknologi lain dengan ukuran yang sama.

Kebanyakan microturbines menggunakan gas alam sebagai bahan bakar,

penggunaan sumber energi terbarukan seperti ethanol juga memungkinkan untuk

digunakan. Kelemahan dari microturbines adalah masa kerja yang singkat dan

biaya yang tinggi dibandingkan dengan ICE.

2.2.3.5 Fuel Cells

Fuel cells merupakan peralatan elektrokimia yang merubah energi kimia

dari suatu bahan bakar menjadi energi listrik atau panas tanpa melakukan

pembakaran. Fuel cells sangat berbeda dengan teknologi lainnya karena pertama

kali yang dirubah adalah energi kimia dari suatu bahan bakar dirubah menjadi

energi panas, dari energi panas tersebut dihasilkan energi mekanik, kemudian dari

energi mekanik tersebut dihasilkan energi listrik.

Fuel cells menghasilkan energi listrik dengan efisiensi yang tinggi berkisar

40% – 60% dengan tingkat emisi yang rendah dan beroperasi tanpa kebisingan.

Tantangan utama penggunaan fuel cells adalah biaya investasi yang tinggi.

2.2.3.6 Solar Photovoltaic

Solar photovoltaic (PV) melibatkan perubahan langsung cahaya matahari

menjadi energi listrik tanpa mesin pemanas. Penerapan sistem PV sangat

mendukung karena paparan dari sinar matahri setiap hari, siklus kerja yang lama,

biaya operasi yang murah, perawatan yang mudah, ramah lingkungan, tersedia

juga untuk off-grid, serta waktu desain, pemasangan, dan memulai kerja yang

cepat. Kendala dari teknologi PV adalah biaya pemasangan yang tinggi

dibandingkan teknologi yang lainnya. Umumnya satu modul PV mempunyai

kapasitas dayanya berkisar 20 W sampai 200 kW.

2.2.3.7 Solar Thermal

Solar thermal menghasilkan energi listrik dengan mengkonsentratkan

cahaya matahari yang datang, dan kemudian menangkap cahaya matahari tersebut

untuk memanaskan cairan sampai pada suhu yang sangat tinggi untuk

menghasilkan uap panas dan kemudian memproduksi energi listrik.

Pengembangan konsentrat cahaya matahari memungkinkan untuk

pembangkitan dari beberapa kW sampai ratusan MW. Satu contoh pembangkit

energi listrik solar thermal komersil dengan kapasitas 350 MW, yang berada pada

2.2.3.8 Tenaga Angin

Tenga angin memainkan peranan penting dalam pembangkit listrik yang

memanfaatkan energi terbarukan. Tantangan utama dari teknologi tenaga angin

adalah penyaluran energi listrik yang masih terputus dan keandalan jaringan.

Karena teknologi ini memanfaatkan kekuatan alam yang tidak bisa tersedia terus

menerus.

2.2.3.9 Small Hydro Power

Small hydro power memanfaatkan tenaga air sebagai sumber energi utama

dengan kapasitas pembangkitan di bawah 10 MW. Istilah lain yang sering

digunakan adalah miny hidropower dengan kapasitas 100 kW sampai dengan 1

MW, dan micro hidropower dengan kapasitas dibawah 100 kW.

2.2.3.10 Panas Bumi

Panas bumi adalah energi yang dihasilkan dari emisi panas dari dalam

bumi, biasanya dalam bentuk uap panas atau air panas. Pembangkit listrik tenaga

panas bumi membutuhkan biaya investasi yang tinggi tetapi biaya operasional

yang rendah. Teknologi panas bumi ini ramah lingkungan yang tidak

menghasilkan gas emisi CO2selama operasinya.

2.2.3.11 Biomassa

Sumber energi biomassa berasal dari sampah pertanian atau perkebunan,

hewan yang membusuk, sampah dari hutan, limbah industri, dan lain-lain. Energi

biomassa dapat menghasilkan energi listrik atau panas dari berbagai proses. Pada

umumnya, untuk menghasilkan energi listrik dengan memanfaatkan sumber

energi biomassa menggunakan siklus uap panas, uap panas tersebut dihasilkan

dari material sumber energi biomassa yang terlebih dahulu dikonversikan di

dalam boiler. Kemudian, uap panas yang dihasilkan digunakan untuk

menggerakkan turbin generator.

2.2.3.12 Tenaga Pasang Surut

Energi pasang surut berasal dari pergerakan gaya gravitasi antara bumi dan

bulan, serta bumi dan matahari. Bendungan yang panjang dibangun melintasi

muara sungai, ketika air pasang surut masuk keluar maka akan melewati

terowongan bendungan. Surutnya dan mengalirnya aliran air tersebut dapat

digunakan untuk menggerakkan turbin. Ketika air pasang datang, air tersebut

disimpan di waduk penampung yang terletak di belakang bendungan. Ketika air

surut, air yang disimpan di waduk penampung tersebut digunakan untuk

menggerakkan turbin, sehingga turbin dapat terus digerakkan.

Seperti pembangkit energi terbarukan lainnya, pembangkit listrik tenaga

pasang surut juga ramah lingkungan. Biaya perawatan dan operasi juga tidak

tinggi. Namun biaya pembangunan bendungan membutuhkan biaya yang besar

dan memakan banyak tempat.

2.2.4 Keuntungan Distributed Generation

Dengan diinterkoneksikan distributed generation pada sistem jaringan

distribusi tenaga listrik yang telah ada, dimana untuk melayani kebutuhan energi

listrik, ada beberapa keuntungan pada jaringan distribusi itu sendiri, diantaranya

[8]:

1. Meningkatkan ketersediaan dan kehandalan dari energi listrik.

3. Dapat menghemat energi, karena sumber energi utama distributed

generation memanfaatkan energi yang terbarukan.

4. Dapat menjadi alternatif untuk kompensasi daya reaktif, karena jika

diinterkoneksikan pada jaringan yang telah ada dapat mengurangi

rugi-rugi daya.

5. Mengurangi harmonisa dan tegangan kedip.

6. Dalam proses pembangkitan energi listrik, distributed generation

bersifat ramah lingkungan, karena emisi CO2yang dihasilkan rendah.

2.2.5 Dampak Interkoneksi Distributed Generation

Seiring dengan kenaikan akan kebutuhan energi listrik, sistem tenaga

listrik telah berkembang dari tahun ke tahun. Pada saat sekarang, pembangkit

listrik energi terbarukan menjadi salah satu pilihan dengan berkurangnya sumber

energi yang tidak dapat diperbarui. Biasanya suatu sistem pembangkit energi

terbarukan diinterkoneksikan dengan jaringan distribusi pada sisi beban, dimana

sistem tersebut telah meninggalkan sistem tenaga listrik konvensional.

Pada sistem tenaga listrik konvensional energi listrik dibangkitkan pada

stasiun pusat pembangkit dengan daya yang besar. Kemudian pada stasiun ini,

tegangan dinaikkan menjadi tegangan tinggi, ekstra tinggi, dan ultra tinggi untuk

ditransmisikan dengan jarak yang jauh dan diinterkoneksikan dengan sistem

transmisi tenaga listrik. Kemudian tegangan tinggi tersebut diturunkan menjadi

tegangan menengah untuk didistribusikan pada jaringan distribusi, dan diturunkan

lagi menjadi tegangan rendah yang menuju beban. Sistem tenaga listrik yang

demikian disebut dengan sistem tenaga listrik konvensional dan dapat dilihat pada

Gambar 2.2 [1].

Gambar 2. 9 Sistem tenaga listrik konvensional

Dengan ditinggalkannya sistem tenaga listrik konvensional, tentu saja

akan merubah operasi sistem dan kontrol pada sistem tenaga listrik. Tanpa

diinterkoneksikan DG pada jaringan distribusi, arah aliran daya pada sistem selalu

bergerak satu arah dari stasiun pusat pembangkit sampai pada beban, dengan

diinterkoneksikan DG pada jaringan distribusi akan berdampak pada pola aliran

daya. Aliran daya yang satu arah pada sistem tenaga listrik konvensional tidak

dapat dianggap lagi dengan adanya DG pada jaringan distribusi. Akibatnya,

dengan adanya DG pada jaringan distribusi akan berdampak pada operasi sistem

dan kontrol jaringan distribusi. Interkoneksi DG pada jaringan distribusi dapat

dilihat pada Gambar 2.3 [1].

Gambar 2. 10 Interkoneksi DG pada jaringan distribusi

Pada jaringan distribusi radial, tegangan akan turun pada akhir penyulang

jaringan distribusi, hal ini dikarenakan jatuh tegangan. Dengan adanya DG pada

jaringan distribusi hal tersebut akan berubah. DG akan menaikkan tegangan pada

pada titik interkoneksi DG, sehingga tegangan pada sepanjang penyulang jaringan

distribusi juga akan mengalami kenaikan. Untuk itu perlu dilakukan studi aliran

daya pada jaringan distribusi yang diinterkoneksikan DG, agar operasi sistem

distribusi dapat berjalan dengan baik.

2.3 Studi Aliran Daya

Studi aliran daya sangat penting dalam perencanaan pengembangan suatu

sistem untuk masa yang akan datang, karena pengoperasian yang baik dari sistem

tersebut banyak tergantung pada diketahuinya efek interkoneksi dengan sistem

yang lain, seperti beban yang baru, stasiun pembangkit yang baru, saluran

transmisi yang baru, serta saluran distribusi yang baru. Sehingga dengan

dilakukan studi aliran daya kita dapat mengetahui kondisi operasional sistem

tenaga listrik. Informasi yang diperoleh dari studi aliran daya adalah besar dan

sudut fasa tegangan pada setiap bus dan daya aktif dan reaktif yang mengalir pada

setiap saluran.

2.3.1 Konsep Perhitungan Aliran Daya

Perhitungan aliran daya pada dasarnya adalah menghitung besar tegangan

dan sudut fasa setiap bus pada kondisi tunak dan dengan beban seimbang. Hasil

perhitungan ini dilakukan untuk mengukur daya aktif dan daya reaktif yang

mengalir pada jaringan, besarnya daya aktif dan daya reaktif yang harus

dibangkitkan pada stasiun pembangkit, serta rugi-rugi daya pada jaringan.

Pada setiap bus ada 4 variabel operasi yang terkait, yaitu daya aktif, daya

reaktif, besar tegangan, dan sudut fasa tegangan. Supaya persamaan aliran daya

dapat dihitung 2 dari 4 variabel diatas harus diketahui untuk setiap bus, sedangkan

variabel yang lainnya dihitung. Setiap bus dalam sistem tenaga listrik

dikelompokkan menjadi 3 tipe bus, yaitu [9]:

1. Bus beban, pada bus beban variabel yang diketahui adalah daya aktif P dan

daya Reaktif Q, sedangkan besar tegangan (V) dan sudut fasanya δ dihitung.

Dokumen terkait