• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN

6.2 Saran

1. Jumlah obat yang tersisa di lemari obat harus selalu ditulis dalam kartu stok agar mempermudah pengontrolan persediaan barang.

2. Semua uang yang masuk pada tiap transaksi penjualan harus selalu diperiksa keasliannya menggunakan lampu ultraviolet untuk mencegah adanya uang palsu yang akan mengakibatkan kerugian bagi Apotek.

3. Ruang antar rak/lemari obat di ruang peracikan sebaiknya diperluas untuk memudahkan pergerakan petugas apotek dalam bekerja.

Asti, T., & Widiya, I. (2004). Pengobatan Sendiri. InfoPOM Vol. 5, No. 6, November 2004 .

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia . (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang

Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia .

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284/MENKES/Per/III/2007 Tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

PT. Kimia Farma Apotek. (2009). Selayang Pandang PT. Kimia Farma Tbk. Dalam Materi Praktek Kerja Profesi Apoteker. PT. Kimia Farma Apotek.

Lampiran 1. Struktur Organisasi PT Kimia Farma Apotek Direktur Utama KFA Direktur Operasional Manager Bisnis Strata A Supervisor Pengadaan Penanggung jawab gudang Supervisor Administrasi dan Keuangan Adm. Hutang Dagang Adm. Piutang Dagang Pemegang Kas SDM dan Umum Pajak Apoteker Pengelola Apotek Supervisor Pelayanan/ APING Swalayan Farmasi Layanan Farmasi Manager Bisnis Strata B Manager Bisnis Strata C Direktur SDM dan Umum Direktur Keuangan

Lampiran 2. Struktur Organisasi Distribution Center

Regional

Manager / Bisnis

Manager

Keuangan Pembelian

Entry Faktur

Gudang

Entry Dropping

Pembantu

Gudang

Penghantar

Barang

Entry Faktur

Terima QTY

Lampiran 3. Lay Out Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor

Lampiran 4. Alur Pelayanan Penerimaan Resep

Penerimaan Resep

Resep Tunai Resep Kredit

Pemeriksaan Kelengkapan Resep

Pemeriksaan Kelengkapan Resep dan Administrasi

Pemberian Harga

Pasien Membayar dan diberi No. urut resep

Pemberian No. urut

Penyiapan Obat

Obat Racikan Obat Non Racikan

Pemberian Etiket

Pemeriksaan Kesesuai Obat

Penyerahan Obat

Lampiran 6. Kemasan Obat

Kapsul Racikan

Kemasan Obat Racikan Puyer Kemasan Obat Jadi

Lampiran 8. Buku Stok Obat

Lampiran 11. Laporan Penggunaan Narkotika

Laporan Narkotika Bulan Januari 2012

Unit Layanan: KIMIA FARMA 7

Data ini sudah di verifikasi oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotik: PRIYANGGO A Tanggal : 3-Feb-12

Nama Satuan

Saldo Awal

PEMASUKAN PENGGUNAAN Saldo

Akhir Dari Jumlah Untuk Jumlah

Lampiran 12. Laporan Khusus Penggunaan Morfin, Petidin, dan Derivatnya

LAPORAN KHUSUS PENGGUNAAN MORPHINE, PETHIDIN DAN DERIVATNYA Apotek : Apotek Kimia Farma No. 7

No. SIA : 442.017-BPPPTM-X/2011 Alamat : Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Bogor No. Telp : (0251) 8363473-8327405

No. Nama Bahan Baku Sediaan No. Resep Tanggal Penyerahan Jumlah Bentuk Sediaan Pasien Dokter Nama Alamat Nama Alamat

Bogor, 3 Februari 2012 Mengetahui, Drs. Priyanggo Artadji, Apt, MM

Lampiran 13. Laporan Penggunaan Psikotropika

Laporan Psikotropika Bulan Januari 2012

Unit Layanan: KIMIA FARMA 7

Data ini sudah di verifikasi oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotik: PRIYANGGO A Tanggal : 3-Feb-12

Nama Satuan

Saldo Awal

PEMASUKAN PENGGUNAAN Saldo

Akhir Dari Jumlah Untuk Jumlah

Lampiran 14. Obat Keras Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep Dokter Oleh Apoteker Di Apotik (Obat Wajib Apotik No. 1)

Lampiran 15. Obat Keras Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep Dokter Oleh Apoteker

Lampiran 16. Obat Keras Yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep Dokter Oleh Apoteker

Lampiran 18. Contoh Berita Acara Pemusnahan Perbekalan Farmasi

BERITA ACARA PEMUSNAHAN PERBEKALAN FARMASI

Pada hari ini Kamis tanggal lima bulan Januari tahun dua ribu dua belas sesuai dengan peraturan menteri kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin Apotek,

Kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek : Drs. Priyanggo Artadji, Apt, MM SIK No. : ... tanggal... Nama Apotek : Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor Alamat Apotek : Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Bogor

Telah melakukan pemusnahan :Perbekalan Farmasi sebagaimana tercantum dalam daftar terlampir

Tempat melakukan pemusnahan :Halaman belakang Apotek Kimia Farma Jl. Ir. H. Juanda No. 30 Bogor

Berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan dikirim kepada :

1. Kepala kantor wilayah departemen kesehatan propinsi Jawa Barat 2. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan di Bogor

Bogor, 5 januari 2012 Karyawan yang membantu Yang membuat Berita Acara

(...) (Drs. Priyanggo Artadji, Apt, MM) SIK...

Lampiran 20. Formulir Droping Barang

PT. Kimia Farma Apotek BM. WILAYAH BOGOR

JL. IR. H. DJUANDA NO 30 BOGOR

DROPING KE : APOTEK KF NO. 143

TAHUN DROPING : 2012 TAHUN BPBA : 2012 NOMOR DROPING : 120319 NOMOR BPBA : 12319002

TANGGAL DROPING : 19-03-2012

OTC HAL. : 1

No. Nama

UNIVERSITAS INDONESIA

PENJUALAN OBAT OTC (OVER THE COUNTER) TERBESAR

DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 BOGOR

DAN PERAN APOTEKER DALAM SWAMEDIKASI

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

DEWI NUR ANGGRAENI, S.Farm

1106124630

ANGKATAN LXXIV

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

ALAM

PROGRAM PROFESI APOTEKER – DEPARTEMEN

FARMASI

DEPOK

JUNI 2012

Halaman

HALAMAN JUDUL ...i DAFTAR ISI ...ii DAFTAR GAMBAR ...iii DAFTAR TABEL ...iv DAFTAR LAMPIRAN ...v

BAB 1 PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1 1.2 Tujuan ...2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...3

2.1 Definisi Obat OTC ...3 2.2 Penggolongan Obat OTC ...3 2.3 Swamedikasi ...4 2.3.1 Peran Apoteker dalam Swamedikasi ...6 2.3.2 Faktor yang Harus Diperhatikan Masyarakat dalam

Melakukan Swamedikasi ...9 2.3.3 Tinjauan Obat OTC yang Banyak Digunakan dalam Swamedikasi ...12

BAB 3 PEMBAHASAN ...16 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN ...19

4.1 Kesimpulan ...19 4.2 Saran ...19

Halaman

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas ...3 Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas ...4

Halaman

Halaman

Lampiran 1. 10 Besar Penjualan Obat Golongan OTC Bulan Januari

2012 (kecuali vitamin) ...21 Lampiran 2. 10 Besar Penjualan Obat Golongan OTC Bulan Februari

1.1 Latar Belakang

Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan upaya pembangunan kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat, namun masyarakat juga berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan berkualitas.

Saat ini, masyarakat berusaha mengatasi sendiri masalah kesehatannya yang bersifat sederhana dan umum diderita. Masyarakat melakukan hal tersebut karena dianggap lebih murah dan lebih praktis, biaya yang diperlukan tidak banyak ( tidak harus ke rumah sakit dan diperiksa oleh dokter).

Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi yang biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, cacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi alternatif yang dilakukan masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan.

Petugas Apotek tidak hanya dituntut untuk mengutamakan sisi produk saja melainkan juga harus mengutamakan pelayanan. Dalam hal ini yang paling berperan dalam mengarahkan swamedikasi adalah Apoteker karena dalam pelaksanaan swamedikasi harus memberikan informasi mengenai penggunaan, khasiat dan keamanan obat untuk mencegah terjadinya medication error.

Obat yang digunakan dalam swamedikasi antara lain obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas yang biasa disebut obat OTC (Over

The Counter) karena relatif aman digunakan untuk swamedikasi. Seiring dengan meningkatnya swamedikasi, permintaan atas obat OTC juga meningkat sehingga apotek-apotek berlomba untuk menyediakan obat tersebut dengan lengkap. Selain itu, obat OTC juga berperan penting untuk pemasukan apotek yang memberikan profit cukup tinggi. Menurut Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Indonesia, penjualan obat OTC pada 2011 meningkat 14% menjadi sekitar Rp 17,41 triliun (Saksono, 2011). Oleh karena itu, dalam tugas khusus ini, penulis akan membahas penjualan obat OTC terbesar di Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor dan peran Apoteker dalam swamedikasi.

1.2 Tujuan

Tugas khusus ini bertujuan untuk :

1. Mengetahui 5 besar obat OTC berdasarkan nilai penjualannya pada bulan Januari dan Februari 2012 di Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor.

2. Mengetahui pelayanan dan peran Apoteker dalam swamedikasi di Apotek Kimia Farma No. 7 Bogor

2.1 Definisi Obat OTC

Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Obat bebas yang boleh digunakan tanpa resep dokter yang terdiri atas obat bebas dan obat bebas terbatas disebut obat OTC (Over The Counter).

Sebelum menggunakan obat, termasuk obat bebas dan bebas terbatas harus diketahui sifat dan cara pemakaiannya agar penggunaannya tepat dan aman. Informasi tersebut dapat diperbolehkan dari etiket atau brosur pada kemasan obat bebas dan bebas terbatas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

2.2 Penggolongan Obat OTC

Obat dapat dibagi menjadi 4 golongan yaitu (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006)

1. Obat Bebas

Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter disebut obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : Parasetamol

Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas

2. Obat Bebas Terbatas

Obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan dikenal dengan sebutan obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat

bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Contoh : CTM

Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas

Khusus untuk obat bebas terbalas, selain terdapat tanda khusus lingkaran biru, diberi pula tanda peringatan untuk aturan pakaì obat, karena hanya dengan takaran dan kemasan lertentu obat ini aman dipergunakan untuk pengobatan sendìri. Tanda peringatan selalu tercantum pada kemasan obat bebas terbatas, berupa empat persegi panjang berwarna hitam berukuran panjang 5 (lima) centimeter, lebar 2 (dua) centimeter dan memuat pemberitahuan berwarna putih sebagai berikut :

1. P. No. 1 Awas! Obat Keras. Baca Aturan Pakai. Contoh obat dengan Tanda peringatan P.No.1 adalah Paramex®, Decolsin®.

2. P. No. 2 Awas! Obat Keras. Hanya untuk Kumur. Contoh obat dengan Tanda peringatan P.No.2 adalah Listerine®, Betadine Gargle®.

3. P.No. 3 Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar. Contoh obat dengan Tanda peringatan P.No. 3 adalah Betadin®.

4. P.No.4 Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar.

5. P.No. 5 Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan. Contoh obat dengan Tanda peringatan P.No.5 adalah Dulcolax®

6. P. No. 6 Awas! Obat Keras. Obat Wasir Jangan ditelan. Contoh obat dengan Tanda peringatan P.No.6 adalah Rako suppositoria.

2.3 Swamedikasi

Menurut WHO (World Health Organization), swamedikasi didefinisikan sebagai pemilihan dan penggunaan obat-obatan (termasuk produk herbal dan tradisional) oleh individu untuk mengobati penyakit atau gejala yang dapat dikenali sendiri. Swamedikasi juga diartikan sebagai penggunaan obat-obatan tanpa resep dokter oleh masyarakat atas inisiatif penderita (pasien). Swamedikasi menempatkan masyarakat sebagai subjek, bukan sebagai objek yang hanya

menerima pengupayaan kesehatan oleh pemerintah, tetapi mengupayakan kesehatannya sendiri.

APhA (American Pharmacists Association) mengklasifikasikan swamedikasi menjadi:

1. Perilaku gaya hidup sehat dimaksudkan untuk meningkatkan kesehatan dan mencegah penyakit.

2. Perilaku swamedikasi medis yang berhubungan dengan gejala dan pengobatan.

3. Perilaku yang terkait dengan peningkatan kualitas hidup dan kehidupan sehari-hari tiap individu.

Tenaga kesehatan yang paling berperan dalam mengarahkan swamedikasi adalah Apoteker karena dalam pelaksanaan swamedikasi seperti, pemilihan obat, pasien paling banyak berinteraksi dengan Apoteker yang memang memiliki kualifikasi dalam bidang tersebut. Posisi Apoteker menjadi sangat strategis dalam mewujudkan pengobatan rasional bagi masyarakat karena keterlibatannya secara langsung dalam aspek aksebilitas, ketersediaan, keterjangkauan sampai pada penggunaan obat dan perbekalan kesehatan lain, sehingga dimungkinkan terciptanya keseimbangan antara aspek klinis dan ekonomi berdasarkan kepentingan pasien (Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Daerah Kalimantan Barat, 2011)

Swamedikasi memiliki beberapa keuntungan dalam penerapannya, yaitu biaya yang diperlukan lebih sedikit (tidak harus ke rumah sakit dan diperiksa oleh dokter), lebih mudah (pengobatan dilakukan sendiri menggunakan obat-obatan yang mudah diperoleh), kualitas pengobatan terjamin (karena dilakukan sendiri sehingga pasien akan mengupayakan yang terbaik bagi dirinya sendiri). Penggunaan obat tanpa resep untuk swamedikasi menuntut kepastian bahwa obat tersebut terbukti aman, berkualitas dan memberikan efikasi sesuai yang diharapkan, dan aman karena obat yang dipakai adalah obat yang telah melewati serangkaian pengujian dan tertera aturan (dosis) pemakaian obat (Ikatan Apoteker Indonesia Pengurus Daerah Kalimantan Barat, 2011).

Menurut WHO, peningkatan kesadaran untuk perawatan sendiri ataupun pengobatan sendiri (swamedikasi) diakibatkan oleh beberapa faktor berikut ini :

1. Faktor Sosial ekonomi

Dengan meningkatnya perekonomian masyarakat yang berakibat pada semakin tinggi tingkat pendidikan & semakin mudah akses untuk mendapatkan informasi serta dikombinasikan dengan tingkat ketertarikan individu terhadap masalah kesehatan, akan terjadi peningkatan juga untuk dapat berpartisipasi langsung terhadap pengambilan keputusan dalam masalah kesehatan.

2. Gaya hidup

Kesadaran mengenai adanya dampak beberapa gaya hidup yang dapat berakibat pada kesehatan, membuat semakin banyak orang yang lebih perduli untuk menjaga kesehatannya daripada harus mengobati bila terjadi penyakitnya kelak.

3. Kemudahan memperoleh produk obat

Saat ini pasien & konsumen lebih memilih kenyamanan membeli obat yang bisa diperoleh dimana saja, dibandingkan harus menunggu lama di rumah sakit atau klinik.

4. Faktor kesehatan lingkungan

Dengan adanya praktek sanitasi yang baik, pemilihan nutrisi yang tepat serta lingkungan perumahan yang sehat, meningkatkan kemampuan masyarakat untuk untuk dapat menjaga & mempertahankan kesehatan serta mencegah terkena penyakit.

5. Ketersediaan produk baru

Saat ini, produk obat baru yang lebih sesuai untuk pengobatan sendiri, semakin banyak terdapat di pasaran. Selain itu, ada juga beberapa produk obat yang telah dikenal sejak lama serta mempunyai indeks keamanan yang baik, juga telah dimasukkan ke dalam kategori obat bebas, membuat pilihan produk obat untuk pengobatan sendiri semakin banyak tersedia.

2.3.1 Peran Apoteker dalam Swamedikasi

Dengan semakin banyak masyarakat yang melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi, maka informasi mengenai obat yang tepat & sesuai dengan keperluan mereka juga semakin diperlukan. Dalam hal ini maka Apoteker berperan penting untuk memberikan informasi yang tepat tentang obat kepada

Dalam menanggapi gejala yang dikeluhkan pasien, Apoteker dapat menggunakan metode WWHAM, yaitu (PT. Kimia Farma Apotek, 2009) :

1. Who is it for?

Untuk siapa obat tersebut. 2. What are the symptoms?

Apa saja gejalanya.

3. How long has the symptom occured? Berapa lama gejala tersebut terjadi. 4. Action being taken already?

Tindakan yang sudah dilakukan untuk mengatasi gejala tersebut 5. Medicines for other conditions?

Adakah obat lain yang sedang digunakan.

Peranan Apoteker dalam pengobatan sendiri atau swamedikasi adalah sebagai berikut (Department of Essencial Drugs and Other Medicines, 1998) : 1. Peran Apoteker sebagai komunikator

a. Apoteker harus menginisiasi dialog dengan pasien atau dokter pasien tersebut bila diperlukan, untuk memperoleh riwayat pengobatan pasien sebelumnya.

b. Untuk dapat memberikan saran mengenai obat bebas yang sesuai, maka Apoteker harus memberi pertanyaan yang sesuai kepada pasien & juga mampu memberikan informasi penting yang dibutuhkan (seperti cara konsumsi obat atau indeks keamanan obat).

c. Apoteker juga harus mempersiapkan diri & dilengkapi dengan peralatan yang memadai untuk melakukan skrining terhadap kondisi atau penyakit tertentu, tanpa melampaui kewenangan seorang dokter.

d. Apoteker juga harus menyediakan informasi yang objektif tentang obat (drug informer)

e. Apoteker juga harus dapat menggunakan & mengartikan sumber informasi lain, untuk dapat memenuhi keperluan pasien atau konsumen.

f. Apoteker harus dapat membantu pasien melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi yang tepat & bertanggung jawab, atau memberikan saran ke pasien untuk konsultasi lebih lanjut ke dokter bila diperlukan.

g. Apoteker harus dapat menjamin kerahasiaan informasi tentang keadaan kesehatan pasien.

2. Peran Apoteker sebagai penyedia obat

a. Apoteker harus dapat menjamin, bahwa obat-obatan yang disediakannya berasal dari sumber resmi yang dapat dipercaya serta mempunyai kualitas yang baik.

b. Apoteker juga harus menyediakan penyimpanan yang tepat untuk obat-obatan yang ada.

3. Peran Apoteker sebagai seorang pengajar & pengawas.

Untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik, maka Apoteker juga disarankan untuk berpartisipasi dalam kegiatan meningkatkan kemampuan diri yang berkelanjutan, seperti misalnya melanjutkan pendidikannya lagi. Selain itu, Apoteker biasanya juga didampingi oleh staf non-Apoteker lain, yang perlu diawasi & diberikan pelatihan yang sesuai.

4. Peran Apoteker sebagai rekan setara

Untuk dapat memberikan informasi yang tepat, maka sangat penting bagi Apoteker untuk dapat memiliki kerjasam yang baik dengan berbagai kalangan, seperti tenaga kesehatan lainnya, perkumpulan seprofesi, industri farmasi, pemerintahan (baik lokal maupun nasional), pasien dan masyarakat umum.

5. Sebagai promotor kesehatan

Apoteker sebagai seorang anggota tenaga kesehatan, maka juga harus dapat :

a. Berpartisipasi dalam skrining masalah kesehatan untuk dapat mengidentifikasi adanya masalah kesehatan.

b. Berpartisipasi dalam hal promosi masalah kesehatan, sehingga dapat meningkatkan kesadaran mengenai masalah kesehatan ataupun pencegahan penyakit.

c. Menyediakan saran kepada individu untuk membantu mereka membuat pilihan yang tepat.

2.3.2 Faktor yang Harus Diperhatikan Masyarakat dalam Melakukan Swamedikasi

Sebelum melakukan swamedikasi, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh masyarakat dan ditanyakan kepada Apoteker sebagai berikut (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006).

1. Cara Pemilihan Obat

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan jenis obat yang dibutuhkan adalah gejala atau keluhan penyakit, kondisi khusus misalnya hamil, menyusui, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus dan lain-lain, pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat tertentu, nama obat, zat berkhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan interaksi obat. Pilihlah obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan obat yang sedang diminum. Untuk pemilihan obat yang tepat dan informasi yang lengkap, tanyakan kepada Apoteker.

2. Informasi Kemasan, Etiket dan Brosur

Sebelum menggunakan obat, bacalah sifat dan cara pemakaiannya pada etiket, brosur atau kemasan obat agar penggunaannya tepat dan aman. Pada setiap brosur atau kemasan obat selalu dicantumkan nama obat, komposisi, indikasi, informasi cara kerja obat, aturan pakai, peringatan (khusus untuk obat bebas terbatas), efek samping, perhatian, nama produsen, nomor batch/lot, nomor registrasi, tanggal kadaluarsa.

Efek samping obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi disebut. Hal yang perlu diperhatikan tentang efek samping obat, yaitu membaca efek samping yang mungkin timbul yang terdapat di brosur atau etiket obat sepperti reaksi alergi gatal-gatal, ruam, mengantuk, mual dan lain-lain. Penggunaan obat pada kondisi tertentu seperti pada ibu hamil, menyusui, lanjut usia, gagal ginjal dan lain-lain juga dapat menimbulkan efek samping yang fatal sehingga penggunaan obat harus di bawah pengawasan dokter-Apoteker.

3. Cara Menggunakan Obat

Obat digunakan sesuai dengan petunjuk penggunaan, pada saat yang tepat dan dalam jangka waktu terapi sesuai dengan anjuran dengan memperhatikan hal-hal seperti berikut:

a. Petunjuk Pemakaian Obat Oral

Cara pemakaian obat oral banyak digunakan karena sangat praktis, mudah dan aman. Hal-hal lain yang harus diperhatikan ketika meminum obat oral, yaitu gunakan obat sesuai dengan cara penggunaannya; minum obat sampai habis; ikuti petunjuk dari profesi pelayan kesehatan (obat diminum saat makan atau saat perut kosong); obat untuk lepas lambat (long acting) harus ditelan seluruhnya, tidak boleh dipecah atau dikunyah; sediaan cair, gunakan sendok obat atau alat lain yang telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis.Sediaan cair untuk bayi dan balita harus jelas dosisnya, gunakan sendok takar dalam kemasan obatnya.

b. Petunjuk Pemakaian Obat Tetes Mata

Ujung alat penetes jangan tersentuh oleh benda apapun (termasuk mata) dan selalu ditutup rapat setelah digunakan. Untuk glaukoma atau inflamasi, petunjuk penggunaan yang tertera pada kemasan harus diikuti dengan benar. Cara penggunaan adalah cuci tangan, kepala ditengadahkan, dengan jari telunjuk kelopak mata bagian bawah ditarik ke bawah untuk membuka kantung konjungtiva, obat diteteskan pada kantung konjungtiva, jangan mengedip. Setelah itu mata ditutup selama 1-2 menit. Cuci tangan dicuci untuk menghilangkan obat yang mungkin terpapar pada tangan.

c. Petunjuk Pemakaian Obat Salep Mata

Dokumen terkait