• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

a. Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok.

b. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat serta peningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.

Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas

Terbatas. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36

Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,

Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.

Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana.

Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen

Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta :

Lampiran 3. Denah Ruang Apotek Atrika

KASIR COUNTER OBAT OTC SOLID

COUNTER OBAT

OTC SOLID

MEJA

RAK OBAT OTC LIQUID LIQUID DAN TOPIKALRAK OBAT OTC RAK OBAT KONSINYASI

TOILET

RAK OBAT GENERIK

MEJA KERJA MEJA RACIK

MEJA KERJA

LEMARI PSIKOTROPIKA

LEMARI NARKOTIKA (DITANAM ATAS) DAN ALAT GELAS

(BAWAH)

MEJA

KOMPUTER

RAK OBAT

KARDIOVASKULAR (BAWAH) DAN PERNAFASAN(ATAS)

RAK OBAT

PENCERNAAN DAN

SIRUP

RAK OBAT KONTRASEPSI, HORMON, ANTIPSIKOSIS, KARDIOVASKULAR, ANTIHISTAMIN, DAN PENCERNAAN

RAK OBAT

KORTIKOSTEROID DAN FAST MOVING

RAK OBAT ANALGETIK / ANTIPIRETIK (BAWAH) DAN ANTIBIOTIK(ATAS) RAK OBAT ANTIMIKROBA / ANTIVIRUS (BAWAH)

DAN VITAMIN DAN SUPLEMEN(ATAS)

RAK OBAT BAHAN BAKU (BAWAH) DAN OBAT TETES TELINGA, HIDUNG, DAN MATA (ATAS KIRI

-ATAS KANAN)

MEJA KARTU STOK GUDANG DAN PEMBUKUAN TIMBANGAN GRAM HALUS TIMBANGAN GRAM KASAR KARTU STOK

Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotek Atrika

Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotik

Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotek Atrika

Lampiran 8a. Kopi Resep Apotek Atrika

Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotek Atrika

Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1

BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek : S.I.P.A Nomor : Nama Apotek : Alamat Apotek : Dengan disaksikan oleh :

1. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor : 2. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor :

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu:

Resep dari tanggal …………... sampai dengan tanggal ……… seberat ……….. kg.

Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada:

1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi

3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek.

……, ……… 20…. Saksi-saksi: Yang membuat berita acara,

1. ( ) ( ) S.I.K No: S.I.P.A. No:

2. ( ) S.I.K No:

Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil

PENGELOLAAN OBAT PREKURSOR

DI APOTEK ATRIKA

JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT

TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

SITI NURROCHMAH, S. Farm.

1206330116

ANGKATAN LXXVII

PROGRAM PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

DEPOK

JANUARI 2014

HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB 1 PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3 2.1 Prekursor ... 3 2.2 Peraturan Pemerintah MengenaiProduksi, Distribusi dan

Penyimpanan Prekursor Farmasi ... 5 2.3 Efedrin ... 6 BAB 3 METODOLOGI ... 10

3.1 Waktu dan Tempat Pengkajian ... 10 3.2 Metode Pengkajian ... 10 BAB 4 PEMBAHASAN ... 11 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 17 5.1 Kesimpulan ... 17 5.2 Saran ... 17 DAFTAR ACUAN ... 18 LAMPIRAN ... 19

Gambar 2.1 Struktur Kimia Efedrin ... 6 Gambar 2.2 Prekursor Kelompok Efedrin ... 7 Gambar 2.3 Sintesis Golongan Metamfetamin ... 8

Lampiran 1. Contoh Form Surat Pemesanan Obat Mengandung ... Prekursor di Apotek Atrika ... 19 Lampiran 2. Contoh Surat Penandatanganan Apoteker Penangung Jawab

pada SP Prekursor di Apotek Atrika ... 20 Lampiran 3. Daftar Obat-obatan yang Mengandung Prekursor ... 21 Lampiran 4. Contoh Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor Farmasi

dari Apotek kepada Industri Farmasi / PBF ... 23 Lampiran 5. Contoh Form Pengembalian Prekursor Farmasi / Obat

1.1 Latar Belakang

Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2010, prekursor adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika (Peraturan Pemerintah RI No 44 tentang Prekursor, 2010). Dalam ilmu kimia, prekursor adalah senyawa yang dapat mengalami perubahan untuk menghasilkan senyawa baru dan membutuhkan adanya regensia lain pada kondisi reaksi tertentu. Sedangkan menurut International Narcotics Control Board (INCB), prekursor adalah semua bahan kimia utama yang digunakan untuk pembuatan obat yang berada dalam pengawasan baik berupa materi utama maupun reagensia (seperti pereaksi dan pelarut). Di Indonesia obat yang berada dalam pengawasan ini disebut narkoba (Narkoba, Narkotika, psikotropika dan bahan berbahaya, Pusat Data dan Informasi, 2005). Secara kimiawi, prekursor dapat bergabung dengan zat lain untuk dijadikan narkotika dan obat-obatan dalam pembentukan garam narkoba (Badan Narkotika Nasional, 2010). Dengan alasan tersebut precursor sering disalahgunakan oleh perseorangan untuk melakukan kegiatan gelap, yaitu dijadikan sebagai bahan baku untuk membuat narkotika dan psikotropika.

Apotek merupakan salah satu tempat penyaluran obat-obat prekursor. Penyerahan obat prekursor oleh apotek ke rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, apotek lainnya, dokter dan pasien dilaksanakan dalam upaya peningkatan kesehatan. Apoteker sebagai salah satu sumber daya manusia yang berperan dalam pelayanan ksehatan memerlukan pengetahuan, pemahaman dan aplikasi mengenai peraturan dan penyerahan prekursor kepada masyarakat. Hal ini dibutuhkan agar apoteker dapat menyampaikan informasi obat supaya lebih berhati-hati dalam penyerahan ke pasien guna menghindari adanya praktek kegiatan gelap dan penyalahgunaan obat prekursor di masyarakat. Dalam pelaksanaan PKPA di apotek Atrika, dilakukan pengamatan mengenai pengelolaan obat-obat prekursor yang ada di apotek Atrika.

1.2 Tujuan

Penyusunan laporan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker ini bertujuan untuk mengetahui tentang pengelolaan obat-obat prekursor yang ada di apotek Atrika.

2.1 Prekursor

Prekursor menurut Pemerintah RI Nomor 44 Tahun 2010 adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan dalam pembuatan narkotika dan psikotropika. Sedangkan prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia tertentu yang dapat digunakan sebagai bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi (Kementrian Kesehatan RI, 2005).

Jenis prekursor farmasi terdapat padalampiran Permenkes No. 168 Tahun 2005 tentang Prekursor Farmasi, yaitu anhidrida asam asetat, asam klorida, asam sulfat, aseton, etil eter, kalium permanganat, metal etil keton, toluene, asam n-asetil antranilat dan garamnya, efedrin dan garamnya, ergometrin dan garamnya, ergotamine dan garamnya, isosafrol, asam lisergat dan garamnya, 3-4-metilen dioksifenil-2-propanon, 1-fenil-2-propanon, piperonal, pseudoefedrin dan garamnya, safrol, norefedrin, asam antranilat, dietil eter, asam fenil asetat dan garamnya, piperidina dan garamnya, asam sulfat (Kementrian Kesehatan RI, 2005).

Sedangkan menurut konvensi yang dikeluarkan pada tahun 1988 oleh INCB, prekursor narkoba di bagi menjadi dua kelompok, Kelompok I dan kelompok II sebagai berikut (INCB, 2008):

a. Kelompok I yang terdiri dari anhidrida asetat, asam fenil asetat, asam lisergat, asam N-asetil antranilat, efedrin, ergometrin, ergotamine, 1-fenil-2-propanon, isosafrol, kalium permanganat, 3,4-metilen dioksifenil-2-propanon, norefedrin, piperonal, pseudoefedrin, safrol.

b. Kelompok II yang terdiri dari asam antranilat, asam klorida, asam sulfat, aseton, etil eter, metil etil keton, piperidin, toluene.

Tabel 2.1 Daftar Beberapa Prekursor dan Penggunaannya Prekursor Penggunaan ilegal Penggunaan legal Anhidrida asetat Memproduksi heroin,

methaqualon dan mecqualon

Pembuat bahan berwarna untuk tekstil

Ephedrin Sintesis dari methamfetamin

Memproduksi obat Etil eter Pelarut dalam

memproduksi heroin, kokain, amfetamin, methamfetamin, MDMA

Pelarut umum dalam

laboratorium kimia dan industri obat Asam hidroklorida Memproduksi heroin, amfetamin, methamfetamin, MDMA

Menetralkan kondisi alkanin, sebagai katalis dan pelarut dalam sintesis organic, dalam

membersihkan produk-produk logam. 3,4-Metilendioksi fenil-2-propanon

Sintesis MDMA Tidak diketahui adanya penggunaan yang legal.

1-fenil-2-propanon

Sintesis amfetamin dan methamfetamin

Digunakan dalam industri kimia dan farmasi

Asam fenil asetat

Sintesis amfetamin dan methamfetamin dan 1-fenil-2-propanon

Digunakan dalam industri kimia, farmasi dan pestisida.

Piperonal Sintesis MDMA Memproduksi parfum, rasa cherry dan vanilli; sebagai komponen obat nyamuk.

Pseudoefedrin Sintesis metahmfetamin Memproduksi obat dekongestan Safrol Sintesis MDMA Dalam memproduksi parfum dan

bahan pewangi. Memproduksi piperanal, mengolah lemak dalam pembuatan sabun

Asam sulfat Untuk proses ekstraksi kokain dan proses perubahan pasta koka menjadi basis kokain dalam proses

memproduksi amfetamin, methamfetamin dan MDMA

Menetralkan kondisi alkalin; sebagai katalis dalam sintesis organic, dalam memproduksi pupuk, bahan pewarna, kertas, sebagai komponen dan pembersih pipa saluran dan logam, dalam cairan baterai.

2.2 Peraturan Pemerintah Mengenai Produksi, Distribusi dan Penyimpanan Prekursor Farmasi

Produksi dan distribusi prekursor farmasi diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 168 Tahun 2005 tentang Prekursor Farmasi. Prekursor hanya dapat diimpor oleh perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai Importir Produsen (IP) pekursor farmasi untuk industri farmasi atau penunjukan sebagai Importir Terdaftar (IT) prekursor farmasi untuk pedagang besar bahan baku farmasi. Untuk dapat ditunjuk sebagai IP dan IT prekursor farmasi, perusahaan yang bersangkutan harus mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan melampirkan dokumen yang menjadi persyaratan. Penunjukan sebagai IP prekursor farmasi diterbitkan dengan memperhatikan kapasitas dan rencana produksi selama satu tahun dan dapat diperpanjang kembali. Perusahaan yang telah mendapatkan penunjukan sebagai IP prekursor farmasi hanya dapat mengimpor prekursor semata-mata untuk kebutuhan proses produksi industri farmasi yang dimilikinya dan dilarang diperdagangkan dan atau dipindahtangankan. Penunjukan sebagai IT prekursor farmasi berlaku paling lama tiga tahun dan dapat diperpanjang kembali. Perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IT prekursor farmasi hanya dapat mengimpor prekursor untuk didistribusikan secara langsung tanpa perantara kepada industri farmasi pengguna akhir. Perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IP atau IT prekursor farmasi dilarang untuk mengailhkan atau mengatasnamakan IP atau IT prekursor farmasi dan atau persetujuan impor prekursor tersebut kepada pihak lain. Setiap perusahaan yang memproduksi dan mengedarkan prekursor wajib membuat catatan tentang prekursor farmasi yang diproduksi dan diedarkan. Prekursor juga hanya dapat diekspor oleh perusahaan yang telah mendapat penunjukan sebagai IT prekursor farmasi. Setiap prekursor yang diedarkan harus diberi penandaan pada wadah atau kemasan (Kementerian Kesehatan RI, 2005).

Prekursor yang diproduksi dan diimpor hanya dapat disalurkan kepada industri farmasi atau lembaga ilmu pengetahuan. Setiap kegiatan penyaluran prekursor harus dilengkapi dengan dokumen penyaluran. Perusahaan yang

telah mendapat penunjukan sebagai IP prekursor farmasi wajib menyampaikan laporan tertulis kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan setiap bulan tentang pelaksanaan impor dan penggunaan prekursor (Kementerian Kesehatan RI, 2005).

Penyimpanan prekursor secara umum diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2010 tentang prekursor. Pasal 9 mengenai penyimpanan mengatakan bahwa prekursor wajib disimpan pada tempat penyimpanan yang aman dan terpisah dari penyimpanan lain.

2.3 Efedrin

Gambar 2.1 Struktur Kimia Ephedrine

Efedrin HCl berbentuk hablur putih atau serbuk putih halus, tidak berbau dan rasa pahit. Efedrin HCl mengandung tidak kurang dari 99,0 % dan tidak lebih dari 101, 0 % C10H15NO. HCl, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Memiliki kelarutan lebih kurang dalam 4 bagian air, dalam lebih kurang 14 bagian etanol 95%. Efedrin HCl memiliki Berat Molekul 201.70, suhu lebur 217 C sampai 220 C, dengan susut pengeringan tidak lebih dari 0,5% dan sisa pemijaran tidak lebih dari 0,1% (Farmakope Indonesia edisi III).

Efedrin adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan yang disebut efedra atau ma huang. Bahan herbal yang mengandung efedrin telah digunakan di Cina selama 2000 tahun, dan sejak puluhan tahun merupakan komponen obat herbal Cina untuk berbagai klaim seperti obat pelangsing, obat penyegar atau pelega nafas. Efek farmakodinamik efedrin banyak yang menyerupai efek epinefrin. Perbedaannya adalah bahwa efedrin bukan merupakan katekolamin, sehingga efektif pada pemberian oral, masa kerjanya jauh lebih panjang, efek sentralnya

lebih kuat, tetapi diperlukan dosis yang jauh lebih besar daripada dosis epinefrin (Wilmana dan Sulistia, 2007).

Efek samping pada penggunaan efedrin hampir sama dengan efek samping epinefrin seperti sakit kepala, insomnia, mual, muntah, gannguan lambung, aritmia ventrikuler dan takikardi. Efedrin dapat meningkatkan toksisitas pada jantung dengan agen simpatomimetik, teofilin glikosida jantung, atau anastesi umum dan meningkatkan tekanan darah jika digunakan bersamaan dengan atropin atau penghambat MAO (Wilmana dan Sulistia, 2007).

Seperti halnya dengan epinefrin, efedrin bekerja pada reseptor α1, β1 dan β2. Efek perifer efedrin melalui kerja langsung dan melalui pelepasan NE endogen. Kerja tidak langsungnya mendasari timbulnya takifilaksis terhadap efek perifernya. Efek sentral efedrin menyerupai efek amfetamin namun lebih lemah (Wilmana dan Sulistia, 2007).

H N OH H N OH OH NH2 Efedrin Pseudoefedrin Norefedrin OH O Asam fenil asetat O

1-Fenil-2-propanon

Gambar 2.2 Prekursor Kelompok Efedrin

Asam fenil asetat dalam industri digunakan sebagai bahan untuk pembuatan parfum dan penicillin. Dalam hubungannya sebagai prekursor narkoba, asam fenil asetat diolah menjadi 1-fenil-2-propanon untuk diproses lebih lanjut menjadi narkoba golongan metamfetamin seperti shabu-shabu.

Efedrin, Pseudoefedrin dan norefedrin sering ditemukan pada komposisi obat flu di Indonesia sebagai dekongestan. Efedrin (EPH) pertama kali di isolasi

dari tanaman Ephedra vulgaris pada tahun 1885 oleh Nagayoshi Nagai. Pseudoefedrin (PSE) adalah bentuk distereomer dari efedrin yang biasanya digunakan sebagai dekongestan. Pseudoefedrin selain diperoleh dari tanaman efedra (Ma Huang, sama dengan efedrin), secara industri diperoleh dari hasil fermentasi dektrosa dengan benzaldehid. Sementara norefedrin yang lebih dikenal sebagai fenil propanolanine (PPA) biasanya digunakan sebagai dekongestan serta untuk mengurangi nafsu makan. Di eropa, d-norpseudoefdrin yang dikenal sebagai katin dan diisolasi dari tanaman Cathat edulis diperdagangkan sebagai PPA. Sedangkan di Amerika d,l-norefedrinlah yang digunakan sebagai PPA seperti pada umunya (Seminar Nasional Prekursor Narkotika, Psikotropika dan Zat Aditif, 2008).

Secara kimia dilihat dari strukturnya ketiga senyawa ini mempunyai struktur yang mirip. Efedrin sebagai prekursor metamfetanin, pseudoefedrin prekursor metamfetamin, sedangkan fenil propanolamin prekursor amfetamin (INCB, 2008).

H N OH H N OH OH NH2 Efedrin Pseudoefedrin Norefedrin/ Fenil propanolamin OH O Asam fenil asetat

O 1-Fenil-2-propanon H N Metamfetamin H N Amfetamin

Amfetamin sulfat Metamfetamin.HCl

H N Metkatinon

O

Efek kardiovaskular efedrin menyerupai efek epinefrin tetapi berlangsung kira-kira 10 kali lebih lama. Tekanan sistolik meningkat, dan biasanya juga tekanan diastolik, serta tekanan nadi membesar. Peningkatan tekanan darah ini sebagian disebabkan oleh vasokonstriksi, tetapi terutama oleh stimulasi jantung yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan curah jantung. Denyut jantung mungkin tidak berubah akibat refleksi kompensasi vagal terhadap kenaikan tekanan darah. Aliran darah ginjal berkurang, sedangkan aliran darah koroner, otak dan otot rangka meningkat. Penurunan tekanan darah tidak terlihat pada penggunaan Efedrin dalam dosis rendah (Wilmana dan Sulistia, 2007).

Efek bronkorelaksasi oleh efedrin lebih lama namun berlangsung lebih lama daripada oleh epinefrin. Penetesan larutan efedrin pada mata dapat menimbulkan midriasis. Refleks cahaya, daya akomodasi, dan tekanan intraokular tidak berubah. Aktivitas uterus berkurang oleh penggunaan efedrin (Wilmana dan Sulistia, 2007).

BAB 3 METODOLOGI

3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian

Pengkajian dilakukan di apotek Atrika Jalan Kartini Raya No. 34, A Jakarta Pusat, pada saat pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) mulai tanggal 19 Juni – 16 Agustus 2013.

3.2. Metode Pengkajian

Metode yang digunakan dalam pengkajian yaitu dengan melakukan studi literature yang bersumber dari Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Kesehatan, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan yang dipublikasikan sejak tahun 2002 sampai dengan tahun 2013 kemudian dilakukan pembahasan terkait dengan literatur yang ada.

BAB 4 PEMBAHASAN

Menurut Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 40 Tahun 2013, prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan baku/penolong untuk keperluan proses produksi industri farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin/fenilpropanolamin, ergotamin, ergometrin, atau potassium permanganate.

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan atau obat mengandung prekursor farmasi meliputi kegiatan:

4.1 Pengadaan

4.1.1 Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus berdasarkan Surat Pesanan (SP).

4.1.2 SP harus memiliki persyaratan :

a. Asli dan dibuat lampiran sebagai arsip

b. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek/ Apoteker Pendamping dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor SIPA, nomor dan tanggal SP, dan kejelasan identitas pemesan (antara lain nama dan alamat jelas, nomor telepon/ faksimili, nomor ijin, dan stempel)

c. Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi / Pedagang Besar Farmasi (PBF) tujuan pemesanan. Pemesanan antar apotek diperbolehkan dalam keadaan mendesak misalnya pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan jumlah obat yang diresepkan

d. Mencantumkan nama obat mengandung prekursor farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan

e. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara lain yang dapat tertelusur

f. Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari surat pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf.

g. Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan nama penelpon yang berwenang), faksimili, email maka surat pesanan asli harus diberikan pada saat serah terima barang, kecuali untuk daerah-daerah tertentu dengan kondisi geografis yang sulit transportasi dimana pengiriman menggunakan jasa ekspedisi, maka surat pesanan asli dikirimkan tersendiri.

4.1.3 Apotek yang tergabung di dalam satu grup, masing-masing Apotek harus membuat SP sesuai kebutuhan kepada Industri Farmasi/PBF.

4.1.4 Apabila SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak digunakan tersebut harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas.

4.1.5 Apabila SP apotek tidak bisa dilayani, apotek harus meminta surat penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF.

4.1.6 Pada saat penerimaan obat mengandung Prekursor Farmasi, harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi:

a. Kebenaran nama produsen, nama Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan

b. Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa

c. Apabila kondisi kemasan termasuk segel dan penandaan rusak, terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan SP, maka obat tersebut harus dikembalikan kepada pengirim disertai dengan bukti retur/surat pengembalian dan salinan faktur penjualan serta dilengkapi nota kredit dari Industri Farmasi / PBF pengirim.

4.1.7 Setelah dilakukan pemeriksan di atas, Apoteker Penanggung Jawab atau tenaga teknis kefarmasian wajib menandatangani faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) dengan mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA / SIKTTK dan stempel Apotek.

4.2 Penyimpanan

4.2.1. Obat mengandung Prekursor Farmasi disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis risiko masing-masing Apotek.

4.2.2 Apabila memiliki obat mengandung Prekursor Farmasi yang disimpan tidak dalam wadah asli, maka wadah harus dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen

4.2.3 Memisahkan dan menyimpan dengan aman obat mengandung Prekursor Farmasi yang rusak, kadaluwarsa dan izin edar dibatalkan sebelum dimusnahkan atau dikembalikan kepada Industri Farmasi / PBF.

4.2.4 Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

4.2.5 Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock

opname dan mendokumentasikan hasil investigasi.

4.3 Penyerahan

4.3.1 Penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi harus memperhatikan kewajaran jumlah yang diserahkan sesuai kebutuhan terapi.

4.3.2 Penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi diluar kewajaran harus dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek/Apoteker Pendamping setelah dilakukan screening terhadap permintaan obat.

4.3.3 Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pembelian obat

Dokumen terkait