BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
a. Perlunya penambahan sumber daya manusia di bagian koordinator farmasi
makanan dan minuman untuk meningkatkan efisiensi kerja.
b. Meningkatkan pengawasan terhadap laporan yang diserahkan ke Suku
Dinas Kesehatan untuk meminimalisir terjadinya kesalahan pelaporan di tingkat koordinasi yang lebih tinggi.
c. Mengoptimalkan kegiatan pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tenaga kesehatan maupun pemilik sarana pelayanan kesehatan, farmasi, makanan, dan minuman serta untuk meminimalisasi terjadinya pelanggaran.
DAFTAR ACUAN
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003).
Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor HK.00.05.5.1640 tentang Pedoman Tata Cara Penyelenggaraan Sertifikasi Produksi Pangan Industri Rumah Tangga. Jakarta: Badan
Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1972). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 1972 tentang Pedagang Eceran Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 246 Tahun 1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002a). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1331 Tahun 2002 tentang: Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 167 Tahun 1972 tentang Pedagang Eceran Obat. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002b). Keputusan Menteri
Kesehatan RI Nomor 1332 Tahun 2002 tentang: Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922 Tahun 1993 tentang: Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 284 tahun 2007 tentang Apotek Rakyat. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. (2010).
Materi Pelatihan Manajemen Kefarmasian di Instalasi Farmasi Kabupaten/ Kota. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Gubernur Provinsi DKI Jakarta. (2008) Peraturan Daerah DKI Jakarta No. 10
Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta:
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2008). Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta Nomor 10 Tahun 2008 tentang Organisasi Perangkat Daerah. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2009a). Peraturan Daerah Provinsi
DKI Jakarta Nomor 4 Tahun 2009 tentang Sistem Kesehatan Daerah.
Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. (2009b). Peraturan Gubernur Provinsi DKI
Jakarta Nomor 150 Tahun 2009 tentang Organisasi Dan Tata Kerja Dinas Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Pemerintah Republik Indonesia. (1999). Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2000). Peraturan pemerintah Republik
Indonesia Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Otonom. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009a). Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik
Indonesia.
Pemerintah Republik Indonesia. (2009b). Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta:
Pemerintah Republik Indonesia.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan RI
No. 006 Tahun 2012 tentang Industri dan Usaha Obat Tradisional. Jakarta :
Lampiran 1. Struktur organisasi Suku Dinas Kesehatan (Sudinkes) Kota Administasi Jakarta Selatan
Lampiran 2. Formulir Permohonan Surat Izin Apotek Lampiran 2. Formulir Permohonan Surat Izin Apotek
Lampiran 9. Formulir Permohonan Izin Cabang/ Sub Penyalur Alat Kesehatan (Form 1)
Lampiran 9 (Lanjutan). Formulir Permohonan Izin Cabang/Sub Penyalur Alat Kesehatan (Form 1)
Lampiran 16. Formulir Permohonan Sertifikasi Produksi Pangan
Lampiran 18. Alur dalam pemberian izin Cabang PAK
Keterangan:
a. Kepala dinas kesehatan provinsi berkoordinasi dengan kepala dinas kesehatan
kabupaten/kota untuk membentuk tim pemeriksa dan membuat Berita Acara Pemeriksaan dengan menggunakan Formulir 2.
b. Apabila telah memenuhi persyaratan, kepala dinas kesehatan kabupaten/kota
setelah menerima hasil pemeriksaan tim pemeriksa bersama meneruskan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan Formulir 3. **Bila pemeriksaan tidak dilaksanakan pada waktunya, pemohon dapat membuat surat siap melaksanakan kegiatan kepada kepala dinas kesehatan provinsi dengan menggunakan Formulir 4.
c. Setelah melakukan pemeriksaan, kepala dinas kesehatan provinsi dapat
mengeluarkan izin cabang PAK, penundaan atau penolakan permohonan izin Cabang PAK dengan menggunakan Formulir 5 dan 6 .
d. Pemohon diberikan waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan untuk
melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi sejak diterbitkan surat penundaan.
Lampiran 20. Poster Penyuluhan Mengenai Penggolongan Obat dan Penggunaan Obat Rasional (POR)
Lampiran 21. Leaflet Penyuluhan Mengenai Penggolongan Obat dan Penggunaan Obat Rasional (POR)
UNIVERSITAS INDONESIA
LAPORAN TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI
APOTEKER DI SUKU DINAS KESEHATAN KOTA
ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
PERIODE 6 MEI – 28 MEI 2013
SISTEM PENGADAAN OBAT DAN PERBEKALAN
KESEHATAN DI GUDANG SUKU DINAS KESEHATAN
KOTA ADMINISTRASI JAKARTA SELATAN
NITA KARTIKA, S.Farm.
1206313425
ANGKATAN LXXVI
FAKULTAS FARMASI
PROGRAM PROFESI APOTEKER
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK
JUNI 2013
ii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iii 1. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 3
2.1 Pengelolaan Perbekalan dan Persediaan Obat (Permenkes RI No. 59/MENKES/SK/I/2011 ... 3 2.2 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Peraturan Presiden RI No.
70 Tahun 2011) ... 4 2.3 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
(Peraturan Presiden RI No. 106 Tahun 2007) ... 6 2.4 Tata Cara E-Tendering (Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 1 Tahun 2011... 7
2.5 E-Purchasing (Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah No. 17 Tahun 2012)... 10 3. METODOLOGI PENGKAJIAN ... 12 3.1 Lokasi dan Waktu Pelaksanaan ... 12 3.2 Metode Pengkajian Data ... 12
4. PEMBAHASAN ... 13 5. KESIMPULAN DAN SARAN ... 18 5.1 Kesimpulan ... 18 5.2 Saran ... 18 DAFTAR REFERENSI ... 19
iii
DAFTAR TABEL
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Obat merupakan komponen penting dalam pelayanan kesehatan, oleh karena itu obat perlu dikelola dengan baik, efektif, dan efisien. Tujuan pengelolaan obat dan peerbekalan kesehatan adalah untuk menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat dengan jenis dan jumlah yang cukup sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu yang tepat. Oleh karena itu pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan memegang peranan penting dalam menjamin ketersediaan, pemerataan, dan keterjangkauan obat untuk pelayanan kesehatan dasar.
Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan manusia, oleh karena itu kesehatan menjadi unsur penting dalam upaya pembangunan nasional. Tujuan nasional Bangsa Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial. Pembangunan kesehatan adalah bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
Departemen Kesehatan melalui visi Indonesia Sehat 2010 terkandung keinginan mewujudkan suatu kondisi masyarakat yang ditandai oleh penduduknya yang hidup dalam lingkungan dan perilaku yang sehat, memiliki kemapuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan setinggi-tingginya di seluruh Indonesia.
Dalam mewujudkan tujuan dan keinginan hal tersebut, banyak upaya dan program yang telah dilakukan secara berkesinambungan antara pemerintah dan masyarakat, baik program yang bersifat promotif, preventif, kuratif, maupun rehabilitatif. Salah satu diantara upaya tersebut adalah program pengelolaan obat.
Kebijakan pemerintah terhadap peningkatan akses obat diselenggarakan melalui beberapa strata kebijakan yaitu Undang-Undang sampai Keputusan Menteri Kesehatan yang mengatur berbagai ketentuan terkait dengan obat.
Obat dan perbekalan kesehatan merupakan salah satu dari subsistem dari Sistem Kesehatan Nasional (SKN) tahun 2004 yang bertujuan agar tersedia obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu, bermanfaat, serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat kesehatan setinggi-tingginya.
Proses pengelolaan obat terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan penggunaan. Pengadaan obat merupakan salah satu aspek penting dan menentukan dala pengelolaan obat. Tujuan pengadaan obat adalah tersedianya obat dengan jenis dan jumlah yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan serta dapat diperoleh dengan mudah saat diperlukan.
Sebagai mahasiswa apoteker, pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan ini diharapkan dapat mengetahui seistem pengelolaan pengadaan obat yang dilakukan oleh Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan.
1.2 Tujuan
Pembuatan tugas khusus ini ditujukan agar mahasiswa memahami sistem pengelolaan sediaan farmasi khususnya pada tahap pengadaan obat dan alat kesehatan di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan sesuai dengan hukum dan peraturan perundang-undangan kesehatan yang berlaku.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengelolaan Perbekalan dan Persediaan Obat (Permenkes RI Nomor 059/MENKES/SK/I/2011)
Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan adalah suatu rangkaian kegiatan secara terpadu yang meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, pendistribusian, penggunaan, pengendalian, pencatatan dan pelaporan. Pada Permenkes RI No. 059/MENKES/SK/I/2011 menjelaskan mengenai pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada penanggulangan bencana. Penyediaan obat dan perbekalan kesehatan dalam situasi bencana merupakan salah satu unsur yang sangat vital dalam pelayanan kesehatan pada keadaan bencana. Oleh karena itu diperlukan adanya persediaan obat dan perbekalan kesehatan sebagai buffer bila terjadi bencana. Buffer ini harus tersedia mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi, sampai di pusat. Pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan pada penanggulangan bencana dilakukan sesuai dengan kebutuhan, agar obat dan perbekalan kesehatan pada saat kesiapsiagaan, tanggap darurat, rekontruksi, dan rehabilitasi dapat dikelola dengan baik.
Sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
145/Menkes/SK/I/2007 tentang Pedoman Penanggulangan Bencana Bidang Kesehatan, maka tidak akan dibentuk sarana dan prasarana yang baru, akan tetapi melakukan pemberdayaan dan peningkatan intensitas terhadap sarana yang sudah tersedia. Adapun organisasi yang terlibat dalam pengelolaan obat dan perbekalan kesehatan khususnya pada situasi bencana terbagi menjadi dua kategori, yaitu:
a. Unit yang berfungsi dalam perencanaan kebutuhan dan pendistribusian obat
ke fasilitas pelayanan kesehatan. Dalam kategori ini termasuk Kementerian Kesehatan, Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, dinas kesehatan provinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota.
b. Unit yang berfungsi memberikan pelayanan kepada pasien. Dalam kategori
c. sakit umum, rumah sakit lapangan, fasilitas pelayanan kesehatan swasta, fasilitas pelayanan kesehatan TNI dan Polri.
Prinsip dasar dari pengelolaan dan perbekalan kesehatan pada situasi bencana adalah cepat, tepat dan sesuai kebutuhan. Oleh karena itu, dengan banyaknya institusi yang terlibat perlu dilakukan koordinasi dan pembagian tugas dan tanggung jawab. Hal ini diperlukan agar tidak terjadi tumpang tindih penanggung jawab pada setiap tahapan bencana.
2.2 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Peraturan Presiden RI Nomor 70 Tahun 2012)
Peraturan Presiden mengenai pengadaan barang/jasa pemerintah telah mengalami revisi sebanyak dua kali. Pertama kali kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah diatur dalam Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010, kemudian mengalami perubahan pertama yang kemudian tercantum dalam Peraturan Presiden RI Nomor 35 Tahun 2011. Dalam peraturan presiden terbaru dinyatakan bahwa pengadan barang/jasa adalah kegiatan untuk memperoleh barang/jasa oleh Kementrian/Lembaga/Satuan Kerja Perangkat Daerah/Institusi (K/L/D/I) yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Dalam kegiatan pengadaan tersebut K/L/D/I menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
Lembaga pemerintah yang bertugas mengembangkan dan merumuskan kebijakan pengadaan barang/jasa dilakukan oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 106 Tahun 2007. Bagian atau unit dalam organisasi pemerintah yang melaksanakan kegiatan pengadaan adalah Unit Layanan Pengadaan (ULP) yang bersifat permanen, dapat berdiri sendiri atau melekat pada unit yang sudah ada. Dalam proses pengadaan barang/jasa pihak ULP/Pejabat Pengadaan harus menaati dokumen pengadaan yang telah ditetapkan. Unit kerja K/L/D/I untuk menyelenggarakan sistem pelayanan pengadaan barang/jasa secara elektronik disebut dengan Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).
Pemilihan penyedia barang dilakukan dengan pelelangan umum, pelelangan terbatas, pelelangan sederhana, penunjukan langsung, pengadaan langsung, atau kontes. Pemilihan penyedia barang/pekerjaan kosntruksi/jasa pada prinsipnya dilakukan melalui pelelangan umum dengan pascakualifikasi. Khusus untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi yang bersifat kompleks dan jumlah penyedianya terbatas, pemilihan barang dilakukan dengan pelelangan terbatas. a. Pelelangan Umum
Pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa melalui metode pelelangan umum diumumkan di website K/L/D/I, papan pengumuman resmi untuk masyarakat, dan portal pengadaan nasional melalui LPSE, sehingga masyarakat luas dan dunia usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi dapat mengikuti pelelangan tersebut. Dalam pelaksanaan pelelangan umum tidak ada negosisasi teknis dan harga.
b. Pelelangan Sederhana
Pelelangan ini dilakukan untuk pengadaan barang/jasa yang tidak kompleks dan bernilai paling tinggi Rp 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah) dan pelaksanaannya dilakukan melalui proses pascakualifikasi. Pelelangan sederhana ini juga diumumkan melalui website dan tidak ada proses negosiasi seperti pada pelelangan umum. Penunjukan langsung terhadap satu penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa dilakukan dalam keadaan tertentu dan/atau pengadaan yang bersifat khusus.
c. Penunjukan langsung
Penunjukan langsung dilakukan dengan negosiasi baik teknis maupun harga sehingga diperoleh harga yang sesuai dengan harga pasar yang berlaku dan secara teknis dapat dipertanggungjawabkan.
d. Pengadaan langsung
Pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa yang bernilai paling tinggi Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dilakukan melalui pengadaan langsung. Seistem pengadaan ini dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar kepada penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa.
Penilaian kompetensi dan kemampuan usaha serta pemenuhan persyaratan tertentu dari penyedia barang/jasa disebut dengan kualifikasi. Pelaksanaan kualifikasi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu prakualifikasi dan pascakualifikasi. Penilaian kualifikasi dilakukan dengan sistem gugur.
a. Prakualifikasi
Proses penilaian kualifikasi yang dilakukan sebelum penawaran disebut dengan prakualifikasi. Penilaian ini dilaksanakan untuk pengadaan dengan pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan melalui metode pelelangan umum, penunjukan langsung, dan pengadaan langsung.
b. Pascakualifikasi
Proses penilaian kualifikasi yang dilakukan setelah penawaran disebut dengan pascakualifikasi. Penilaian ini dilaksanakan untuk pengadaan dengan pemilihan penyedia barang/jasa yang dilakukan melalui metode pelelangan umum dan pelelangan sederhana/pemilihan langsung.
2.3 Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (Peraturan Presiden RI Nomor 106 Tahun 2007)
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) merupakan lembaga pemerintah non departemen yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Tugas LKPP adalah melaksanakan pengembangan dan perumusan kebijakan pengadaan barang/jasa pemerintah. Dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, LKPP dikoordinasikan oleh Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional. Susunan organisasi LKPP terdiri dari :
a. Kepala
b. Sekretariat Utama
c. Deputi Bidang Pengembangan Strategi Kebijakan
Tugas dari Deputi ini adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan penyusunan strategi dan kebijakan pengembangan barang/jasa pemerintah termasuk badan usaha dalam rangka kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
Tugas dari Deputi ini adalah melaksanakan pemantauan, penilaian, melakukan evaluasi, dan memberikan masukan atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah tahun sebelumnya untuk menjadi bahan penyususnan proses perencanaan dan anggaran serta pembinaan dan pengembangan sistem informasi pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik (electronic
procurement).
e. Deputi Bidang Pengembangan dan Pembinaan Sumber Daya Manusia
Tugas dari Deputi ini adalah melaksanakan perumusan dan pelaksanaan penyusunan strategi dan kebijakan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
f. Deputi Bidang Hukum dan Penyelesaian Sanggah.
Tugas dari Deputi ini adalah memberikan saran, pendapat, dan rekomendasi dalam penyelesaian sanggah dan permasalahan hukum lainnya di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
Dalam melaksanakan tugasnya, LKPP wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi baik dalam lingkungan LKPP maupun dalam hubungan dengan instansi pemerintah di pusat maupun daerah.
2.4 Tata Cara E-Tendering (Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 1 Tahun 2011)
Pelaksanaan pengadaan barang/jasa secara elektronik (e-Procurement) khususnya dengan e-tendering terdapat dua macam yaitu e-lelang dan e-seleksi. E-lelang adalah metode pemilihan penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa secara elektronik untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia barang/pekerjaan konstruksi/jasa yang memenuhi syarat. E-seleksi adalah metode pemilihan penyedia jasa konsultasi secara elektronik untuk semua pekerjaan yang dapat diikuti oleh semua penyedia jasa konsultasi yang memenuhi syarat. Jenis pemilihan penyedia barang/jasa secara e-tendering terdiri dari :
a. Pemilihan penyedia barang/jasa lainnya yang dilakukan dengan pelelangan
umum dan pelelangan sederhana.
b. Pemilihan penyedia pekerjaan konstruksi yang dilakukan dengan pelelangan
c. Pemilihan penyedia jasa konsultasi yang dilakukan dengan seleksi umum dan seleksi sederhana.
Metode pemilihan penyedia barang/jasa mengikuti metode yang tersedia pada aplikasi SPSE, yaitu aplikasi perangkat lunak Sistem Pengadaan Secara Elektronik (SPSE) berbasis web yang terpasang di server LPSE yang dapat diakses melalui website LPSE. Berikut adalah tahapan aktivitas pelaksanaan pemilihan secara e-tendering :
a. Pembuatan paket dan pendaftaran
Pihak ULP membuat paket dalam aplikasi SPSE, lengkap dengan informasi paket dan sistem pengadaan. Kemudian membuat jadwal pelaksanaan pemilihan pengadaan, dimana penentuan hari dan jam ada jadwal pemilihan untuk tahap pengumuman, pengambilan dokumen lelang, dan pemasukan dokumen penawaran menggunakan hari kalender dan menghiraukan jam kerja.
File dokumen kemudian diunggah (upload) pada aplikasi SPSE.
b. Pemberian penjelasan
Proses pemberian penjelasan dilakukan secara online tanpa tatap muka melalui aplikasi SPSE. Pihak ULP menjawab setiap pertanyaan yang masuk dan pihak ULP dilarang menjawab pertanyaan dengan cara mengumpulkan pertanyaan terlebih dahulu.
c. Pemasukan kualifikasi
Data kualifikasi disampaikan melalui formulir elektronik isian kualifikasi yang tersedia dalam aplikasi SPSE. Pihak UPL dilarang meminta penyedia
barang/jasa untuk mengunggah softcopy lampiran dokumen yang
dipersyaratkan dalam kualifikasi, begitu juga untuk pihak penyedia barang/jasa dilarang memasukkansoftcopy data kualifikasi pada fasilitas pengunggahan lain yang tersedia dalam aplikasi SPSE. Jika formulir elektronik isian kualifikasi yang tersedia pada aplikasi SPSE belum mengakomodir data kualifikasi yang diminta oleh ULP maka data kualifikasi tersebut dapat diunggah pada fasilitas pengunggahan lain pada aplikasi SPSE.
d. Pemasukan penawaran
Dokumen penawaran disampaikan dalam bentuk file yang diunggah melalui aplikasi SPSE. Dokumen tersebut antara lain dokumen penawaran administrasi,
dokumen penawaran teknis, dan dokumen penawaran harga. Penyedia barang/jasa dapat mengunggah file penawaran secara berulang untuk mengganti atau menimpa file penawaran sebelumnya, sampai dengan batas akhir pemasukan penawaran. Pihak ULP bila perlu dianggap perlu dapat melakukan perubahan jadwal tahap pemasukan penawaran, dengan ketentuan wajib menginputkan alasan yang sebenarnya.
e. Pembukaan penawaran dan evaluasi
Pada tahap pembukaan penawaran, pihak ULP mengunduh (download) dan melakukan dekripsi file penawaran tersebut dengan menggunakan APENDO (Aplikasi Pengaman Dokumen, yang dikembangkan oleh Lembaga Sandi Negara). ULP dapat terlebih dahulu memasukkan evaluasi terhadap 3 (tiga) penawar terendah.
Proses evaluasi (administrasi, teknis, harga, dan kualifikasi) dilakukan secara manual (offline) di luar aplikasi SPSE, dan selanjutnya hasil evaluasi tersebut dimasukkan ke dalam aplikasi SPSE. Pembuktian kualifikasi dilakukan dengan meminta dokumen penawaran asli calon pemenang. Aplikasi SPSE secara otomatis akan mengirim pemberitahuan (termasuk melalui e-mail) kepada pemenang pemilihan dan meminta untuk menyelesaikan proses selanjutnya yang pelaksanaannya di luar SPSE.
f. Sanggahan
Peserta pemilihan hanya dapat mengirimkan 1 (satu) kali sanggahan kepada ULP melalui aplikasi SPSE. Kemudian pihak ULP akan menjawab sanggahan yang diajukan peserta pemilihan yang dikirimkan pada batas akhir waktu tahap sanggah.
g. Surat Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ)
Pejabat Pembuat Komitmen (PPK adalah pejabat yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pengadaan barang/jasa) membuat Surat Penunjukkan Penyedia Barang/Jasa (SPPBJ) dengan menggunakan fasilitas dan berdasarkan format penulisan yang tersedia dalam aplikasi SPSE.
h. Penandatanganan kontrak
Pemenang lelang kemudian menandatangani kontrak dengan PPK yang dilakukan di luar SPSE dan disertai dengan dokumen asli penawaran.
Kemudian PPK memasukkan informasi mengenai kontrak, mengunggah
softcopy kontrak atau ringkasan kontrak dalam aplikasi SPSE.
2.5 E-Purchasing (Peraturan Kepala Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Nomor 17 Tahun 2012)
Ruang lingkup dari peraturan ini meliputi tata cara penyusunan
e-catalogue dan prosedur e-purhasing. Dalam peraturan ini disebutkan barang/jasa
yang dicantumkan dalam e-catalogue ditetapkan oleh kepala LKPP dan pengelolaan sistem e-catalogue, pihak LKPP akan melaksanakan kontrak payung, yaitu surat perjanjian kerja sama antara LKPP dengan penyedia barang/jasa,