BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.2 Saran
a. Peran APA di Apotek Safa perlu ditingkatkan sesuai dengan Undang-Undang dan peraturan yang berlaku dan perlu ditambahkan juga apoteker pendamping untuk menggantikan peran APA jika APA berhalangan hadir. b. Perbaikan fisik perlu dilakukan untuk meningkatkan kenyamanan dan juga
ketertarikan pelanggan.
c. Sistem pengadaan barang lebih diperbaiki dan penggunaan kartu stok obat lebih dioptimalkan di apotek Safa agar persediaan obat dapat lebih diawasi dan tidak terjadi kekosongan obat.
Universitas Indonesia
DAFTAR ACUAN
Anif, M. (2001). Manajemen Farmasi Cetakan Ketiga. Yogyakarta: UGM Press. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1976). Undang-undangNo. 8 Tahun
1976 tentang Pengesahan Konvensi Tunggal Narkotika 1961 beserta Protokol Tahun 1972 yang Mengubahnya (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1976 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3085). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No.25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah no. 26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta:
Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 347 tentang Daftar Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 918/Menkes/Per/X/1993 tentang Pedagang Besar Farmasi (PBF). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia No. 922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta: Departemen
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/PER/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan REPUBLIK INDONESIA No. 992/Menkes/PER/X/1993 Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia No.1027 Tahun 2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Desselle, Zgarrick. (2009). Pharmacy management: essentials for all practice
settings. Oklahoma: The McGraw Hill Companies.
Harianto, Khasanah, N., & Supardi, S. (2005). Kepuasan Pasien terhadap
Pelayanan Resep di Apotek Kopkar Rumah Sakit Budhi Asih Jakarta. Majalah Ilmu Kefarmasian, II (1), 12 - 21.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian.
Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik
Indonesia No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta : Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889//MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.
Universitas Indonesia Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. (2002).
Pedoman Perizinan Sarana Farmasi Makanan dan Minuman Provinsi DKI. Jakarta: Sub Dinas Pelayanan Kesehatan Dinas Kesehatan Provinsi
DKI Jakarta.
Lampiran 1. Struktur Organisasi Apotek Safa Pemilik Sarana Apotek (PSA) Apoteker Pengelola Apotek (APA) Asisten Apoteker (AA)
Juru Resep Tenaga
Administrasi
Tenaga Kebersihan
Lampiran 2. Peta Lokasi Apotek Safa
Keterangan :
= Apotek Amani = Klinik Umum 24 jam
Bukit Duri = Apotek Salamat
= Praktek dr. Femi Mutia = Klinik Bersalin Muh. Husein dan dr. Naharus Surur
= RS Hermina = Praktek drg. L. Suhanda
Lampiran 3. Papan Nama Apotek Safa
Lampiran 5. Desain Interior Apotek Safa Bagian Depan
Lampiran 7. Layout Keseluruhan Apotek Safa
Keterangan : A = Pintu masuk B = Ruang tunggu C = Ruang peracikan
D = Gudang penyimpanan Resep resep
E = Musholla F = Toilet
G = Ruang praktek dr. Sofyan, dr. Dilla
H = Ruang konsultasi psikolog dr. Nurul
I = Ruang praktek dr. Ludin J = Ruang penyimpanan laundry K = Lahan parkir
Lampiran 8. Tata Letak Apotek Safa
Keterangan :
1 = Lemari alat kesehatan 2 = Lemari es
3 = Box es krim 4 = Etalase obat bebas 5 = Kasir
6 = Tempat penerimaan resep 7 = Tempat penyerahan obat 8 = Kursi tunggu
9 = Display brosur dan majalah kesehatan 10 = Televisi
11 = Lemari etalase obat bebas 12 = Rak sediaan padat obat
psikotropika, rak sediaan cair obat psikotropika 13 = Rak sediaan padat obat
paten (abjad D-F)
14 14 = Rak sediaan padat obat
generik, sediaan padat obat paten (abjad A-C) 15 = Meja racik
16 = Rak sediaan padat obat paten (abjad G-O) 17 = Rak sediaan padat obat
paten (abjad P-Z) 18 = Alat timbang dan
perlengkapan apotek 19 = Rak sediaan semi padat,
tetes mata dan tetes telinga
20 = Rak penyimpanan resep 21 = Rak bahan baku farmasi 22 = Lemari pendingin 23 = Wastafel
Lampiran 9. Rak Penyimpanan Obat Generik
Lampiran 19. Kuitansi Apotek Safa
UNIVERSITAS INDONESIA
ANALISIS KEPUASAN PELANGGAN DI APOTEK SAFA
TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER
DESY INDRIWINARNI, S.Farm.
1106046780
ANGKATAN LXXIV
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI APOTEKER
DEPOK JUNI 2012
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR TABEL ... iii DAFTAR LAMPIRAN ... iii BAB 1 PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 2
BAB 2 TINJAUAN UMUM ... 3
2.1 Apotek ... 3 2.2 Jenis-Jenis Pelayanan di Apotek ... 5 2.3 Evaluasi Kualitas Pelayanan Apotek ... 8 2.4 Analisis Kepentingan Kinerja ... 12
BAB 3 METODE PENELITIAN ... 14
3.1 Lokasi dan Waktu ... 14 3.2 Instrumen Penelitian ... 14 3.3 Sampel dan Metode Pengumpulan Data ... 14 3.4 Langkah Kerja ... 15 3.5 Analisis Data ... 15
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 27
5.1 Kesimpulan ... 27 5.2 Saran ... 27
iii Universitas Indonesia DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Diagram Kartesius ... 13 Gambar 3.1 Diagram Kartesius ... 16 Gambar 4.1 Diagram Kartesius Hasil Kuesioner Kualitas Pelayanan Di
Apotek Safa ... 20 Gambar 4.2 Diagram Kartesius Kelima Dimensi Hasil Kuesioner Kualitas
Pelayanan Di Apotek Safa ... 24
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Karakteristik Pelanggan Di Apotek Safa Berdasarkan Jenis
Kelamin, Usia, Latar Belakang Pendidikan, dan Frekuensi Kedatangan Ke Apotek Safa ... 18 Tabel 4.2 Alasan kedatangan responden untuk menebus resep atau
membeli obat di Apotek Safa (n=135) ... 19 Tabel 4.3 Rata-Rata Penilaian Responden Terhadap Pelayanan Di Apotek
Safa ... 19 Tabel 4.4 Rata-Rata Penilaian Responden Berdasarkan Lima Dimensi
Terhadap Pelayanan Di Apotek Safa ... 23
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Contoh Kuesioner yang Digunakan dalam Survei Kepuasan
Pelanggan ... 29 Lampiran 2. Hasil Rekap Data Survei Mengenai Tingkat Kepentingan
Pelayanan yang Diberikan Di Apotek Safa Menurut Pelanggan ... 31 Lampiran 3. Hasil Rekap Data Survei Mengenai Tingkat Kepuasan
Pelanggan terhadap Pelayanan yang Diberikan Di Apotek Safa ... 32
1.1 Latar Belakang
Pelayanan kesehatan mempunyai peranan strategis dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Pelayanan apotek merupakan salah satu pelayanan kesehatan di Indonesia. Pelayanan apotek saat ini harus berubah orientasi dari drug oriented menjadi patient oriented dengan berasaskan
pharmaceutical care, dimana kegiatan pelayanan farmasi yang awalnya hanya
berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi harus diubah menjadi pelayanan yang komprehensif dan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009).
Pelayanan yang bermutu selain dapat mewujudkan tujuan pembangunan kesehatan, juga dapat memenuhi kebutuhan dan tuntutan masyarakat sehingga masyarakat akan memberikan persepsi yang baik terhadap apotek. Hal ini dikarenakan mutu pelayanan kesehatan dititikberatkan pada kebutuhan dan tuntutan pengguna jasa yang berkaitan dengan kepuasan pasien sebagai konsumen (Handayani, Raharni, dan Gitawati, 2009).
Semakin pesatnya perkembangan pelayanan apotek dan semakin tingginya tuntutan masyarakat, menuntut pemberi layanan apotek harus mampu memenuhi keinginan dan selera masyarakat yang terus berubah dan meningkat. Selain itu, tingginya persaingan apotek yang disebabkan oleh banyaknya apotek di suatu daerah menjadikan pelayanan kepada pelanggan memegang peranan penting dalam peningkatan penjualan di apotek (Handayani, Raharni, dan Gitawati, 2009). Oleh karena itu, perlu dilakukan evaluasi terhadap mutu pelayanan apotek untuk mengetahui sejauh mana apotek dapat menciptakan hubungan baik dengan pelanggan. Evaluasi kepuasan pelanggan juga akan menentukan strategi manajemen yang tepat dalam upaya meningkatkan kinerja apotek. Evaluasi dapat dilakukan dengan melakukan pengukuran kinerja.
Universitas Indonesia apotek yang sama. Pelayanan yang baik akan memberi kesan yang baik di benak pelanggan sehingga secara tidak langsung akan meningkatkan kepercayaan dan loyalitas pelanggan kepada apotek. Di kemudian hari, pelayanan yang baik ini akan meningkatkan jumlah penjualan dan keuntungan yang lebih besar bagi apotek. Selain itu, pelanggan yang merasa puas dengan pelayanan di apotek akan menceritakan kepuasannya kepada orang lain dan akan memberi keuntungan tersendiri bagi apotek yaitu sebagai media promosi yang efektif untuk mengembangkan usaha apotek. Namun, persepsi konsumen terhadap pelayanan apotek yang buruk akan merugikan apotek dari aspek bisnis karena konsumen akan beralih ke tempat lain. Dampak yang timbul tidak saja kepada konsumen yang bersangkutan tetapi kesan buruk ini akan diceritakan kepada orang lain sehingga citra apotek akan menjadi negatif atau buruk yang selanjutnya akan menurunkan jumlah penjualan. Oleh karena itu, persepsi konsumen yang baik terhadap layanan harus ditumbuhkan terus menerus dan berkesinambungan dengan orientasi kepada pelanggan itu sendiri (Handayani, Raharni, dan Gitawati, 2009).
Berdasarkan uraian diatas sangatlah perlu dilakukan survei tentang sejauh mana kepuasan konsumen terhadap pelayanan di apotek. Tugas khusus ini diharapkan dapat memberikan manfaat dan masukan bagi pihak apotek untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanannya guna menunjang pelayanan kesehatan di apotek serta untuk meningkatkan omset melalui peningkatan kepuasannya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan tugas khusus ini adalah untuk mengetahui tingkat kepuasan pelanggan di apotek safa dan memberikan masukan bagi pihak apotek untuk memperbaiki dan meningkatkan mutu pelayanannya.
2.1 Apotek
Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2009). Apotek dapat pula didefinisikan sebagai suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004). Apotek memiliki tugas dan fungsi antara lain (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1980) :
1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.
2. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat / bahan obat.
3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata, yang meliputi kegiatan: a. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. Pelayanan informasi perbekalan farmasi.
Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mengalami perubahan dimana semula berorientasi pada pada obat/komoditi menjadi berorientasi kepada pasien yang berazaskan pada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Oleh karena itu, dibuat standar pelayanan kefarmasian di apotek guna menjamin kualitas pelayanan kefarmasian kepada masyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004), yang meliputi :
a. Pelayanan resep yang meliputi skrining resep, kesesuaian farmasetik, dan penyiapan obat.
Universitas Indonesia b. Promosi dan Edukasi, yaitu dalam rangka pemberdayaan masyarakat, farmasis harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Farmasis ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lain.
c. Pelayanan residensial (home care). Farmasis sebagai care giver diharapkan juga melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya dengan membuat catatan pengobatan (medical record).
Selain itu, sarana dan prasarana apotek juga perlu diperhatikan dimana apotek berlokasi pada daerah yang mudah dikenali masyarakat, terdapat petunjuk yang jelas tentang apotek dan mudah diakses. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh farmasis untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, harus bebas dari hewan pengerat, serangga, memiliki suplai listrik yang konstan terutama untuk lemari pendingin. Apotek harus memiliki :
a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien.
b. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi.
c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
d. Ruang racikan.
e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf dan pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan, serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang ditetapkan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya harus dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku meliputi (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004) :
a. Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu memperhatikan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya masyarakat.
b. Pengadaan.
Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
c. Penyimpanan.
Obat/bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nama obat, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan. Pengeluaran obat memakai sistem first in first out (FIFO) dan first expired first out (FEFO).
Selain itu, dalam menjalankan pelayanan kefarmasian, apotek perlu melakukan kegiatan administrasi umum dan administrasi pelayanan. Kegiatan administrasi umum berupa pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotik, psikotropik, dan dokumentasi sesuai ketentuan yang berlaku, sedangkan kegiatan administrasi pelayanan meliputi pengarsipan resep, catatan pengobatan pasien, dan hasil monitoring penggunaan obat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.2 Jenis-Jenis Pelayanan di Apotek (Umar, 2011)
2.2.1 Pelayanan di Saat Penjualan (Sales Service)
Sales service adalah pelayanan yang diberikan oleh apotek kepada
konsumen pada saat konsumen sedang membeli obat di apotek. Jenis pelayanan ini antara lain dapat berupa :
Universitas Indonesia senyuman dan sapaan yang santun dalam menyambut konsumen, dapat mengurangi beban penyakit yang diderita dan memberikan semangat hidup konsumen.
b. Keamanan (savetiness) dan kenyamanan (comfortness) ruang tunggu, yaitu petugas apotek selalu menjaga keamanan dan kenyamanan fasilitas konsumen yang berupa ruang tunggu, toilet, mushola, halaman parkir yang aman dan nyaman, sehingga dapat memberikan perasaan tenang (senang) dan dapat mengurangi tingkat emosional konsumen yang sedang labil.
c. Kelengkapan (avaibility) perbekalan farmasi, yaitu petugas apotek harus menjaga kelengkapan barang (stock), sehingga dapat meringankan beban biaya dan tenaga konsumen, karena tidak harus berpindah-pindah dari satu apotek ke apotek lainnya.
d. Kecepatan (speediness) pelayanan, yaitu petugas apotek harus selalu bekerja teliti dan cepat agar waktu tunggu memperoleh obat tidak terlalu lama, sehingga dapat mengurangi kegelisahan atau kecemasan dan tingkat emosional konsumen yang sedang labil.
e. Harga (price) yang sesuai dengan kualitas barang dan pelayanan, yaitu petugas apotek harus dapat menjadi penasehat (advisor) terhadap setiap kelas konsumen yang datang, agar konsumen dapat memperoleh obat dengan harga yang tidak mahal, sehingga dapat meringankan beban biaya yang harus dikeluarkan, karena tidak semua konsumen berasal dari orang kaya yang mampu membayar biaya obat.
f. Kecekatan dan keterampilan, yaitu petugas apotek selalu siap untuk membantu dan memberikan jalan keluar (alternatif solusi), bila ada hambatan dengan harga atau avaibilitas (ketersediaan perbekalan obat) yang dibutuhkan konsumen. Bantuan infoormasi jalan keluar dari petugas apotek untuk mengganti obat yang mahal dengan obat generik atau mengganti dengan obat sejenis dengan seizin dokternya atau membantu membelikan obat di apotek lain serta mengantarkan kerumah. Bisa jadi hal ini merupakan sesuatu yang dapat melebihi ekspektasi konsumen.
g. Informasi (informative), yaitu petugas apotek baik diminta ataupun tidak harus selalu proaktif memberikan informasi tentang cara dan waktu menggunakan
obat, jumlah pemakaian dalam sehari, cara menyimpan perbeklan farmasi di rumah atu di kantor, cara mengatasi efek samping yang mungkin akan terjadi, sehingga dapat membuat konsumen merasa aman dengan obat yang dibeli. h. Bertanggung jawab (responsible), yaitu petugas apotek selalu memberikan
nomor kontak khusus apotek yang dapat dihubungi konsumen, bila terjadi sesuatu dengan obat yang dibeli, sehingga dapat membuat konsumen memiliki tempat mngadu (konsultasi) yang dapat diandalkan.
2.2.2 Pelayananan sesudah Penjualan (After Sales Service)
After sales service adalah pelayanan yang diberikan oleh apotek kepada
konsumen setelah konsumen membeli dan mengguanakan obat. Jenis pelayanan ini antara lain dapat berupa :
a. Penyediaan informasi data penggunaan obat konsumen (consumer medication
profile), yaitu petugas apotek menyediakan data-data mengenai nama dan
alamat, umur dan status, waktu membeli obat, jenis obat yang dibeli, nama dan alamt dokter penulis resep konsumen, yang sewaktu-waktu dibutuhkan oleh konsumen (kecuali setelah 3 tahun), sehingga dapat membuat konsumen merasa nyaman terhadap keamanan dokumen obat-obat yang pernah digunakan, dokter yang menangani penyakitnya.
b. Peduli (care) terhadap penggunaan obat oleh konsumen, yaitu setelah 3-4 hari petugas apotek menanyakan efek obat terhadap penyakitnya, cara dan waktu penggunaan obat yang dilakukan, jumlah obat yang digunakan dalam sehari, cara penyimpanan obat dirumah dan efek samping yang dialami oleh konsumen. Rasa peduli dan ikut merasakan penderitaan dari petugas apotek, dapat membuat konsumen merasa sangat diperhatikan dan dihormati sehingga ingat akan kepedulian petugas apotek.
c. Jaminan (guarantee), yaitu petugas apotek siap mengganti, menukar obat yang rusak, kurang atau tidak sesuai dengan permintaan resepnya dan mengantarkan kerumah konsumen tanpa adanya tambahan biaya yang dibebankan ke konsumen.
Universitas Indonesia d. Dapat diandalkan (reliable), yaitu petugas apotek cepat dalam memberikan bantuan atau memberikan informasi jalan keluar terhadap keluhan mengenai khasiat obat yang digunakan atau efek samping yang dialami oleh konsumen.
2.3 Evaluasi Kualitas Pelayanan Apotek
Untuk menjaga dan meningkatkan kualitas pelayanan apotek, maka perlu dilakukan evaluasi terhadap kualitas pelayanan yang telah diberikan apotek kepada pasien. Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi kualitas pelayanan apotek (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004), meliputi :
a. Tingkat kepuasan pelanggan, dilakukan dengan survei berupa kuesioner atau wawancara langsung.
b. Dimensi waktu, lama pelayanan diukur dengan waktu yang ditetapkan.
c. Prosedur tetap, untuk menjamin kualitas pelayanan sesuai standar yang ditetapkan.
Dalam petunjuk teknis pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek, evaluasi kualitas pelayanan apotek merupakan proses penilaian terhadap sumber daya manusia (SDM), pengelolaan sediaan farmasi dan kesehatan, serta pelayanan kefarmasian kepada pasien. Untuk mengetahui kualitas pelayanan kefarmasian pada pasien, salah satu indikator yang mudah dilakukan adalah dengan mengukur kepuasan pasien dengan cara angket atau kuesioner kepada pasien (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2004).
2.3.1 Kepuasan Pelanggan
Kepuasan pelanggan dapat didefinisikan sebagai tingkat keadaan perasaan seseorang sebagai hasil dari membandingkan kinerja suatu produk dengan harapan seseorang terhadap produk tersebut. Jadi tingkat kepuasan adalah fungsi dari adanya perbedaan antara pengalaman yang dirasakan seseorang dalam menerima pelayanan dengan harapan. Jika pengalaman kurang dari harapan, pelanggan tidak dipuaskan. Bila pengalaman sama dengan harapan, pelanggan puas dan apabila pengalaman melebihi harapan, pelanggan sangat dipuaskan (Kotler dan Amstrong, 1997; Rangkuti, 2006).
Kepuasan pelanggan akan terjadi apabila pelayanan yang diberikan sesuai dengan apa yang diharapkan pelanggan, akan tetapi sering terjadi kesenjangan antara keduanya. Dalam hal ini, ada lima kesenjangan yang menyebabkan penyajian atau penyampaian layanan tidak berhasil, yaitu (Rangkuti, 2006) : a. Kesenjangan antara harapan konsumen dan pandangan manajemen dimana
pihak manajemen tidak selalu dapat merasakan dengan tepat apa yang diinginkan atau bagaimana penilaian pelanggan terhadap komponen pelayanan. b. Kesenjangan antara pandangan atau persepsi manajemen dan spesifikasi mutu
pelayanan, dimana pihak manajemen mungkin saja belum tahu atau belum menetapkan suatu standar kualitas yang jelas.
c. Kesenjangan antara mutu pelayanan dan sajian atau penampilan layanan (sevice deliver), dimana banyak faktor yang mempengaruhi sajian pelayanan. Persoalan utama antara lain karyawan yang kurang terlatih, bekerja melebihi kapasitas
d. Kesenjangan antara penyajian pelayanan dan komunikasi eksternal. Harapan pelanggan dipengaruhi oleh peryataaan atau janji-janji oleh pimpinan perusahaan melalui iklan, tetapi kenyataan yang diperoleh tidak sesuai.
e. Kesenjangan antara jasa pelayanan yang diberikan dengan harapan pelanggan karena perbedaan dalam cara menilai atau persepsi yang berbeda.
2.3.2 Mengukur Kepuasan Pelanggan
Pengukuran kepuasan pelanggan merupakan hal yang sangat penting karena pelanggan adalah orang yang merasakan bagaimana pelayanan yang telah diberikan oleh lembaga pelayanan kesehatan. Mengukur kepuasan pelanggan berguna untuk mengetahui dengan baik tentang jalannya proses bisnis, mengetahui secara tepat dimana harus melakukan perubahan dan perbaikan dalam upaya untuk memuaskan pelanggan serta menentukan perubahan yang dilakukan (Doelhadi, 2006). Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepuasan pelanggan, antara lain (Tjiptono, 1996; Rangkuti, 2006; Yuliarmi dan Riyasa, 2007):
Universitas Indonesia a. Sistem Keluhan dan Saran
Memberikan kesempatan yang luas kepada pelanggan untuk menyampaikan keluhan dan saran dengan menyediakan kotak saran, kartu komentar, customer
hot lines, sehingga perusahaan dapat bereaksi secara tanggap dan cepat dalam
mengatasi masalah yang timbul. b. Ghost Shopping
Mempekerjakan beberapa orang untuk berperan dan bersikap sebagai pembeli potensial, kemudian melaporkan temuan-temuannya mengenai kekuatan dan