• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

5.2. Saran

Kepada pemerintah, melihat dari hasil FGD yang telah dilakukan bersama pemulung keluarga utuh dan pemulung keluarga tunggal yang memiliki kesamaan asset terendah ada pada asset ekonomi. Hal tersebut menggambarkan bahwa kendala utama pemulung untuk keluar dari kemiskinan adalah faktor ekonomi. Untuk itu pemerintah harus melihat dari akar permasalahan untuk mencari solusi yang tepat bagi keluarga pemulung, yaitu berangkat dari permasalahan ekonomi dan indikasi-indikasi lainnya.

Solusi penanganan masalah kemiskinan keluarga pemulung juga dapat ditangani dengan memanfaatkan asset tertinggi yang mereka miliki yaitu asset sosial/modal sosial. Salah satunya dengan menggalakan jaringan sesama pemulung dan menyiapkan wadah sperti organisasi/perkumpulan bagi pemulung. Waddah yang di dalamnya pemulung dapat dibekali dengan ilmu serta ketrampilan yang baru, sehingga lewat hal tersebut para pemulung dapat lebih berdaya lagi.

Melihat dari adanya indikasi ketidakmertaan pembagian bantuan sosial dari pemerintah, diharapkan pemerintah dan segenap pihak yang terkait terutama pada saat pendataan agar dapat dilakukan lebih baik lagi. Terkait Status pemukiman warga Inspkesi diharapkan pemerintah mampu menangani dengan serius, karena hal ini tidak saja merugikan pihak pemerintah tetapi juga pihak masyarakt sendiri. Sebaiknya pemerintah mencari solusi yang tepat unutk permasalahn ini tanpa merugikan pihak manapun. Pemerintah juga sebaiknya dapat mencari solusi agar pemukiman-pemukiman liar seperti di daerah Inspeksi ini, tidak terbentuk lagi dikemudan hari.

Untuk Keluarga Pemulung, melihat dari hasil FGD bahwa asset yang paling dapat diandalkan oleh keluarga pemulung adalah asset sosial, sebaiknya asset tersebut lebih ditingkatkan lagi. Meskipun kehidupan kota dan pengaruh dari perubahan sosial yang mengakibatkan masyarakat semakin individualis, namun sebaiknya untuk kepentingan bersama indvidualisme antar sesama pemulung perlu ditingkatnya modal sosial .Adapun Modal Sosial yang dimaksud seperti trust, jaringan, kerjasama, hubungan timbalik, serta nilai dan norma.

Terkait ketidakmerataan pembagian bantuan dari pemerintah, sebaiknya masyarakat di arah ini juga harus mau bekerja sama dengan pemerintah. Lewat kerjasama berupa, ketaatan pada peraturan dan kebersediaan waktu dan tenaga dalam pendataan sehingga pembagian bantuan dapat merata.

BAB II Kajian Pustaka 2.1 Kemiskinan

Menurut Badan Pusat Statistik, kemiskinan adalah ketidakmampuan memenuhi standar minimum kebutuhan dasar yang meliputi kebutuhan makan maupun non makan. Itu artinya BPS tidak hanya memahami kemiskinan hanya sebatas ketidakmampuan secara ekonomi saja, tetapi kemiskinan juga kegagalan dalam pemenuhan hak-hak dasar” dan “perbedaan perlakuan bagi seseorang atau sekelompok orang dalam menjalani kehidupan secara bermartabat.

Selaras dengan BPS , Nasikun (1995) juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan kemiskinan adalah sebuah fenomenal asset, multidemensial dan terpadu. Hidup miskin bukan hanya berarti hidup di dalam kondisi kekurangan sandang, pangan dan papan. Hidup dalam kemiskinan seringkali juga berarti akses yang rendah terhadap berbagai ragam sumberdaya dan aset produktif yang sangat diperlukan untuk dapat memperoleh sarana pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup yang paling dasar, antara lain informasi, ilmu pengetahuan, teknologi, dan kapital.

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa kemiskinan sendiri dapat diartikan sebagai kondisi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan dasar kehidupan dan keterbatsan mengakses sumber daya kehidupan, yang berdampak tercipta kekurangan, penderitaan dan kesesangraan bagi yang mengalaminya. Sehingga kemiskinan bukan lagi hanya masalah ekonomi saja tetapi juga termasuk masalah sosial.

Mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tidak memiliki faktor-faktor produksi sendiri seperti tanah, modal, ketrampilan, dan lain-lain.

2. Tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri, seperti untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.

3. Tingkat pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD.

4. Kebanyakan tinggal di desa sebagai pekerja bebas. Banyak yang hidup di kota berusia muda, dan tidak mempunyai keterampil

Menurut Baswir dan Sumodiningrat (dalam Setiadi dkk, 2011), secara sosioekonomis, terdapat dua bentuk kemiskinan yaitu :

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan Absolut adalah kemiskinan di mana orang-orang miskin memiliki tingkat pendapatan di bawah garis kemiskinan, atau jumlah pendapatannya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum. Kebutuhan minimum antara lain dapat diukur dengan kebutuhan pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan pendidikan, GNP per kapita, dan pengeluaran konsumsi. Bank Dunia mendefenisikan kemiskinan absolute sebagai, hidup dengan pendapatan di bawah $ 1perhari. Dari penjelasan tersebut disimpulkan bahwa kemiskinan absolut meruapakan kemiskinan

yang diukur oleh suatu standar konsisten yang telah ditetapkan, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara.

2. Kemiskinan Relatif

Kemiskinan Relatif adalah kemiskinan yang dilihat berdasarkan perbandingan antara tingkat pendapatan dan tingkat pendapatan lainnya. Contoh, seseorang yang tergolong kaya (mampu) pada masyarakat desa tertentu, bisa jadi yang termiskin pada masyarakat desa lainnya.

Selain itu terdapat bentuk-bentuk kemiskinan yang sekaligus juga menjadi penyebab kemiskinan, yaitu ;

a. Kemiskinan natural adalah keadaan miskin karena dari awalnya memang miskin. Kelompok masyarakat ini manjadi miskin karena tidak memiliki sumber daya yang memadai baik sumber daya alam, manusia , maupun pembangunan. Menurut Baswir, kemiskinan natural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor amaliah seperti karena cacat, sakit, usia lanjut, ata karena bencana alam.

b. Kemiskinan Kultural mengacu pada sikap hidup seseorang atau kelompok, masyarakat yang disebabkan oleh gaya hidup, kebiasaan hidup dan budaya di mana mereka merasa hidup berkecukupan dan tidak merasa kekurangan. Kelompok masyarakat ini tidak mudah diajak berpartisipasi dalam pembangunan, tidak mau berusaha untuk memperbaiki dan mengubah tingkat kehidupannya.

c. Kemiskinan Struktural adalah kemiskinan yang disebabkan oleh faktor-faktor buatan manusia seperti kebijakan ekonomi yang tidak adil, distribusi aset produksi yang tidak merata, korupsi dan kolusi serta tatanan ekonomi

dunia yang cenderung menguntungkan kelompok masyarakat tertentu. Menurut Sumodiningrat mengatakan bahwa munculnya kemiskinan struktural disebabkan karena berupaya menanggulangi kemiskinan struktural, yaitu dengan direncanakan bermcam-macam program dan kebijakan.

Berdasarkan bentuk-bentuk kemiskinan di atas beberapa penyebab kemiskinan diantaranya karena kebijakan pembangunan yang belum merata, karena budaya , dan juga karena ketimpangan dalam memperoleh akses baik terhadap pendidikan, kesehatan, kekuasaan, dan sumber daya lainnya. Hal yang sama patut di duga terjadi pada pemulung yang hidup dalam kemiskinan dikarenakan keterbatasan dalam mengakses sumber daya.

Demikianlah hal nya menurut Koncoro (1997) penyebab kemiskinan adalah sebagai berikut:

1. Secara makro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan pola kepemilikan sumber daya yang menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam jumlah yang terbatas dan kualitasnya rendah.

2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya manusia karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti produktivitas juga rendah, upahnya pun rendah.

3. Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal 2.2 Konsep Aset Penghidupan (Livehood Asset)

DFID (dalam SMERU, 2008:3) dalam upaya memahami kondisi kemiskinan dan kehidupan masyarakat, penelitian ini menerapkan kerangka

penghidupan berkelanjutan (Sustainable Livelihood) yang dikembangkan oleh Departement for Internasional Development-DFID. Kerangka penghidupan berkelanjutan berfokus pada rangkaian asset atau jenis-jenis modal yang dimiliki dan dimanfaatkan oleh masyarakat ,termasuk masyarakat miskin.

Pendekatan Sustainable Livelihood (PSL) adalah cara berpikir dan bekerja untuk pembangunan yang berkembang secara evolusi dan dalam tujuan untuk mengefektifkan segala usaha-usaha mengakhiri kemiskinan. Pendekatan

sustainable livelihoods menempatkan masyarakat sebagai pusat pembangunan.

Kemiskinan dilihat langsung dari kacamata masyarakat miskin itu sendiri, dengan melihat potensi/kekuatan yang dimliki masyarakat yaitu berupa sumber daya/aset kehidupan. Fokus pada masyarakat ini sama pentingnya baik pada makro (seperti pengentasan kemiskinan, pembaruan ekonomi atau pembangunan yang berkelanjutan) maupun pada tingkat mikro (seperti pada kemiskinan keluarga pemulung).

Menurut Saragih (2007) Livelihood dapat dimaknai sebagai strategi mencari nafkah, yaitu berbagai upaya yang dilakukan seseorang untuk memanfaatkan berbagai sumberdaya yang dimilikinya untuk mendapatkan penghasilan sehingga mampu mempertahankan kelangsungan hidupnya. Pendekatan Sustainable Livelihoods berusaha mengidentifikasi hambatan-hambatan paling besar yang dihadapi oleh manusia, dan peluang-peluang yang paling menjanjikan dan terbuka bagi, masyarakat, terlepas darimana asalnya (misalnya disektor mana, pada wilayah mana atau tingkat apa, dari lokal sampai internasional). Pendekatan ini dibangun di atas pengertian atau definisi masyarakat sendiri mengenai hambatan dan peluang tersebut dan, bila

memungkinkan, pendekatan ini selanjutnya bisa membantu masyarakat membicarakan/menyadari hambatan dan peluang tersebut (Saragih,dkk, 2007:7).

Tinjauan terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi penghidupan berkelanjutan masyarakat miskin dilakukan dengan pendekatan “Pentgonal Aset”, yaitu dengan melihat aset yang dimiliki masyarakat miskin yang dalam hal ini adalah keluarga pemulung. Aset adalah sesuatu yang dimiliki (berkuasa mengkontrol) atau dapat diakses untuk menjalankan penghidupan. Aset merupakan modal untuk melaksanakan kegiatan sehingga tujuan penghidupan bisa dicapai. Setiap suatu unit keluarga atau komunitas tertentu melangsungkan hidup dan penghidupannya dengan bertumpu pada berbagai aset yang dimilikinya atau yang secara materil dan imaterial melekat pada unit dimaksud.

DFID mengelompokkan aset penghidupann ke dalam lima kelompok yang

disebut Pentagonal Aset. Pentagonal Aset terdiri dari modal alam (natural capital), modal manusia (human capital), modal keuangan (financial kapital), modal fisik (infrastruktur), dan modal sosial (social capital) (DFID:2001 dalam Saleh,S.E, 2014).

1. Sumber daya manusia (human capital)

Modal manusia (human capital) mengacu pada tenaga kerja yang tersedia untuk rumahtangga: dengan pendidikan, ketrampilan, dan kesehatan. Aset utama yang dimiliki oleh masyarakat perdesaan adalah tenaga kerja mereka sendiri. Tenaga kerja sebagai aset rumah tangga harus terbebas dari berbagai macam penyakit atau masalah kesehatan yang dapat mengurangi produktifitasnya (Ellis, 2000). Senada yang dikemukakan oleh Baiquni (2007) bahwa manusia sebagai modal rumah tangga yang memiliki pengetahuan, ketrampilan, dan kemampuan

untuk mengusahakan penghidupan yang lebih baik. Pengembangan kualitas manusia sangat menentukan, mengingat manusialah yang akan mengelola semua aset untuk didayagunakan dan dilestarikan keberlanjutannya. Modal manusia adalah komponen terpenting dalam penghidupan, pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya diperlukan untuk mengolah empat aset penghidupan lainnya. Manusia juga memiliki kemampuan untuk mengembangkan strategi pemanfaatan tiap-tiap jenis aset secara optimal. Sekaligus perilaku manusia sangat mempengaruhi keberlanjutan sumber penghidupan (aset) lainnya. Sepertiyang diungkapkan oleh Baiquni (2007) bahwa pengembangan sumberdaya manusia sangat menentukan, mengingat manusialah yang akan mengelola semua aset untukdidayagunakan dan dilestarikan keberlanjutannya.(Saleh,S.E, 20014:30).

Dalam hal ini sumber daya manusia (human capital) yang akan dikaji pada keluarga pemulung adalah tingkat pendidikan pemulung,ketrampilan (skill) tertentu yang dimiliki pemulung termasuk keterampilan pemulung dalam mengolah hasil memulung.

2. Sumber Daya Alam (natural capital)

Modal alam bisa disebut dengan sumberdaya alam adalah merupakan persediaan alam yang menghasilkan dayadukung dan nilai manfaat bagi penghidupan manusia. Mencakup; tanah dan produksinya, air dan sumber daya air di dalamnya (ikan), pohon dan hasil hutan, binatang buruan, serat dan pangan yang tidak dibudidayakan, keanekaragaman hayati, sesuatu kegiatan yang berhubungan dengan lingkungan. Modal ini mewakili sumber daya alam dan sumber daya hayati yang melingkupi suatu masyarakat. (DFID, 2001 dalam Saleh,S.E, 2014:31 )

Modal alam (Natural Capital) lebih menggambarkan kepemilikan atau penguasaan bersama atas sumberdaya alam seperti iklim, kesuburan tanah, dan sumber air sebagai modal produksi. Hal ini bervariasi pada setiap wilayah, baik ketersediaan maupun karakteristiknya, sehingga dapat membentuk pola penghidupan masyarakat. Dalam modal alam, sebuah perbedaan penting di buat antara sumberdaya alam terbarukan dan sumberdaya alam non terbarukan. (Baiquni, 2007 dalam Saleh,S.E, 2014:31)

Dari pengertian diatas, modal alam ini disebut juga sebagai lingkungan yang merupakan gabungan dari berbagai faktor biotik dan abiotik di sekeliling manusia. Modal ini dapat berupa sumberdaya yang bisa diperbaharui maupun tidak bisa diperbaharui. Contoh dari modal sumberdaya alam adalah air, pepohonan, tanah, stok kayu dari kebun atau hutan, stok ikan di perairan, maupun sumber daya mineral seperti minyak, emas, batu bara dan lain sebagainya. Pada akhirnya sumberdaya alam bisa menghasilkan keuntungan jika penduduk mempunyai akses yang aman.

3. Sumber daya ekonomi atau keuangan ( financial capital)

Modal finansial adalah sumber-sumber keuangan yang dapat digunakan dan dimanfaatkan masyarakat dalam mencapai tujuan penghidupan mereka, yaitu meliputi; Cadangan atau persediaan; meliputi sumber keuangan berupa tabungan, deposito, atau barang bergerak yang mudah diuangkan. Selain yang bersumber dari milik pribadi, juga termasuk sumber keuangan yang disediakan oleh bank atau lembaga perkreditan. Aliran dana teratur; sumberdana ini meliputi uang pensiun, gaji, bantuan dari negara, kiriman dari kerabat yang merantau, dsb. (DFID, 2001 dalam Saleh,S.E, 2014 :32)

Modal ini mewakili unsur sumber-sumber keuangan yang ada di masyarakat(seperti penghasilan, tabungan atau simpanan, pinjaman modal usaha, sertifikat surat berharga, saham, kredit/hutang /hibah baik fomal maupun informal, kiriman dari keluarga yang bekerja di luar daerah, dana pensiun, keuntungan usaha, upah/gaji,dan sebagainya) yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan masyarakat.

Dalam hal ini yang menjadi sumber daya ekonomi (financial capital) dalam keluarga pemulung adalah pendapatan yang diperoleh pemulung, pengeluaran keluarga pemulung, tabungan/ivestasi yang dimiliki oleh keluarga pemulung.

4. Sumber daya sosial (social capital)

Konsep modal sosial pertama kali dikemukakan oleh James Coleman, menurutnya, modal sosial bukan entitas tunggal tetapi bermacam-macam entitas berbeda yang memiliki dua karakteristik umum: mereka semua terdiri atas beberapa aspek struktur sosial, dan mereka memudahkan beberapa tindakan individu-individu yang ada dalam stuktur tersebut. Seperti modal lainnya, modal sosial bersifat produktif, yang memungkinkan pencapaian beberapa tujuan yang tidak dapat dicapai tanpa keberadaannya. (Coleman, 2010:418).Putnam, dalam Field (2010:51) menyatakan bahwa modal sosial adalah bagiandari kehidupan sosial-jaringan, norma dan kepercayaan – yang mendorong partisipasi dan tindakan bersama secara lebih efektif untuk mencapai tujuan bersama. Modal sosial merupakan suatu aset yang dapat digunakan oleh rumahtangga untuk mempertahankan kelangsungan hidup. (de Haan, 2000, Carney, 1999 dalam Saleh, S.E 2014 ).

Dalam hal ini modal sosial yang dimaksud dalam keluarga pemulung sendiri adalah solidaritas berdasarkan kebutuhan ekonomi yang mengandalkan kepercayaan baik antar pemulung dengan penampung/tokeh barang bekas , jaringan, pertukaran informasi, hubungan yang berbasis rasa saling percaya dan saling mendukung antar sesama pemulung, keluarga, maupun tetangga

5. Sumber daya fisik (physical capital)

Modal fisik adalah prasarana dasar dan fasilitas lain yang dibangun untuk mendukung proses penghidupan masyarakat. Prasarana yang dimaksud meliputi pengembangan lingkungan fisik yang membantu masyarakat dalam melaksanakan tugas kehidupan lebih produktif. Prasarana umumnya merupakan fasilitas umum yang digunakan tanpa dipungut biaya langsung. Terkecuali prasarana tertentu seperti perumahan, listrik, jalan tol dan air minum. Sarana terntentu seperti gedung, kendaraan, dan sebagainya , umumnya dapat digunakan secara pribadi atau kelompok melalui sistem sewa.

. (DFID, 2001dala Saleh, S.E, 2014) modal fisik memperlihatkan penguasaan lahan, luas lahan, jenis tanaman budidaya, dan kepemilikan bangunan seperti rumah, kenderaan, perabotan dan peralatan rumahtangga, pabrik serta teknologi produksi. Dalam konteks kewilayahan modal fisikal ini berupa infrastruktur jalan, irigasi, dan fasilitaspublik. (Baiquni, 2007 dalam Saleh, S.E 2104 ).

Berikut adalah bagan dari pentagonal aset: MASYARAKAT MISKIN Aset Manusia (Human Capital) Aset Sosial (Social Capital) Aset Alam (Natural Capital) Aset Fisik (Physical Capital) Aset keuangan (Financial Capital)

Gambar 1.1 Skema Pentagon aset

Pada gambar 1.1 menekankan pentingnya pemahaman akan beragam kondisi penghidupan rumahtangga dan jenis-jenis aset yang menopangnya. Segilima aset menggambarkan bahwa antar komponen aset penghidupan memiliki beragam hubungan dan keterkaitan satu sama lain. Bentuk segilima dan garis yang saling menghubungkan dengan titik pusat ditengah bidang tersebut menggambarkan variasi tingkat kepemilikan dan akses rumah tangga terhadap aset.

Tingkat aksesibilitas terhadap aset penghidupan berbeda-beda pada tiap individu, rumahtangga dan masyarakat, demikian pula nilai manfaat dari aset tersebut bagi penghidupan, banyak faktor yang mempengaruhinya. Selanjutnya dianalogikan, di posisi titik tengah atau terdalam dari segilima menunjukkan tingkat akses individu atau rumahtangga terhadap sumberdaya/modal adalah = nol, atau tidak memiliki akses sama sekali. Sedangkan bagian terluar dari segilima adalah kondisi ideal, dimana seseorang atau rumah tangga memiliki akses yang optimal terhadap sumberdaya/ modal yang mereka butuhkan. Dengan analogi

segilima ini, kita dapat menggambarkan beragam kondisi perubahan tingkat aksesibilitas terhadap sumberdaya/modal penghidupan.

Kelima sumber daya/aset tersebut saling berkaitan satu dengan yang lainnya, misalnya orang/komunitas yang hanya memiliki uang banyak tetapi tidak memiliki aset kekerabatan maka akan hidup didalam komunitas yang tidak aman. Keluarganya dan dirinya mungkin terancam hidupnya, atau jika dia atau keluarganya menghadapi bencana maka tidak ada dari kerabatnya yang akan membantunya. Satu jenis aset bisa juga bermakna ganda, artinya bisa sekaligus menjadi aset tangible dan intangible, misalnya memiliki tanah atau sapi misalnya dibeberapa komunitas tertentu akan juga meningkatkan status sosial (aset tangible) sehingga perannya didalam proses pengambilan keputusan di masyarakat semakin meningkat.

Besar atau kecilnya, keragaman, dan keseimbangan antar aset sangat mempengaruhi keberlanjutan hidup suatu masyarakat. Semakin sedikit atau terbatas kepemilikan aset maka akan semakin rentan bagi suatu masyarakat masuk dalam kemiskinan, sementara itu tidak semua masyarakat mendapatkan akses yang sama untuk memiliki atau mendapatkan aset, apalagi bagi masyarakat miskin yang aksesnya pada kepemilikan aset sangat terbatas. Maka dari itu menurut (SMERU, 2008:3) pendekatan ini berupaya untuk memahami konteks yang membuat kondisi-kondisi aset tersebut rentan mengalami penurunan, pengurangan atau kerusakan serta memahami komponen struktur dan proses (kondisi lembaga dan kelembagaan) yang mempengaruhi keberadaan dan keberlangsungan strategi penghidupan yang diterapkan oleh masyarakat miskin.

2.3 Defenisi Konsep

Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Konsep adalah defenisi abstrak mengenai gejala atau realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Moleong, 1997).Selain itu konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindak lanjuti penelitian tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan tapsir dalam penelitian. Adapun konsep yang digunakan sesuai dengan konteks penelitian ini antara lain:

1. Pemulung

Pemulung adalah individu/sekelompok orang yg mencari nafkah dengan cara mencari dan memungut serta memanfaatkan barang bekas dan menjualnya kepada pengusaha yang akan mengelolanya kembali menjadi barang komoditas. Dalam hal ini, yang menjadi salah satu alasan peneliti untuk memilih meneliti pemulung karena pemulung umumnya dipandang sebagai pekerjaan yang kurang elit dan tergolong sebagai komunitas yang termarjinalkan sehingga indentik dengan kemiskinan.

2. Keluarga

Keluarga adalah satuan unit terkecil dalam masyarakat yang tinggal bersama dalam suatu rumah tangga yang diikat oleh hubungan perkawinan dan memiliki hubungan darah.

3. Keluarga Orang Tua Utuh

Keluarga dengan orang tua utuh adalah keluarga yang memiliki kedua orakelng tua dan menjalankan fungsi keluarga bagi anggota keluarga tersebut. Dalam hal ini keluarga pemulung dengan orang tua utuh yang dimaksud

adalah kedua orang tua bekerja sebagai pemulung dan juag keluarga pemulung yang salah satu oarng tua memulung dan yang lainnya juga bekerja, namun masih dalam pekerjaan sektor informal juga.

4. Orang Tua Tunggal (Single Parent)

Menurut Duval & Miller (1985) single parent adalah orang tua yang memelihara dan membesarkan anak- anaknya tanpa kehadiran dan dukungan dari pasangannya. Park (2008) membedakan single-parent menjadi 4 kategori yaitu Keluarga dengan ayah sebagai single parent karena bercerai, Keluarga dengan Ayah sebagai single parent karena kematian dan hal lain, Keluarga dengan Ibu sebagai single parent karena bercerai. Keluarga dengan Ibu sebagai single parent karena kematian dan hal lain. Dalam hal ini yang dimaksud orang tua tunggal (single parent) ialah orang tua tunggal baik ayah atau ibu dan juga setiap individu yang seorang diri mengasuh dan membesarkan anak dan anggota keluarga lainnya, baik itu nenek/kakek, bibi/paman, dan bermata pencaharian sebagai pemulung.

5. Kemiskinan

Kemiskinan yang dimaksud dalam suatu kondisi kekurangan, dan ketidakmampuan akan penuhan kebutuhan dasar manusia, akibat dari kurangnya penghasilan, minimnya akses untuk memiliki aset penghidupan sehingga minimbulkan ketergantungan dan penderitaan. Dalam hal ini pemulung dikategorikan kelompok miskin, walaupun terdapat juga pemulung yang produktif dan penghasilannya mumpuni. Oleh karena itu pemulung yang dikategorikan miskin disini dapat dilihat dari penghasilan serta kondisi rumah si pemulung itu sendiri.

6. Pentagonal Asset

Pentagonal Asset adalah konsep pendekatan Sustainable Livehood Aproach atau Pendekatan Penghidupan berkelanjutan dengan menggunakan pentagonal asset atau lima aset yaitu diantaranya sumber daya manusia (human capital), sumber daya alam (nature capital), modal finansial (financial capital), modal fisik ( physical capital), dan modal sosial (social capital). Kelima aset/ modal penhidupan ini digunakan untuk mengukur dan mengakaji kemiskinan yang terjadi pada keluarga miskin yang dalam hal ini adalah keluarga pemulung.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Kemiskinan pada umumnya digambarkan sebagai keadaan dimana kekurangan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok seperti pangan, pakaian, dan tempat tinggal. Selain itu kemiskinan juga bisa diartikan sebagai rendahnya akses dalam sumber daya dan aset produktif untuk memperoleh kebutuhan-kebutuhan hidup antara lain ilmu pengetahuan, informasi, teknologi, dan modal. Sebagai negara berkembang permasalahan kemiskinan juga masih menjadi permasalah serius di Indonesia, hingga saat ini kemiskinan menjadi perhatian yang sangat besar dan pemecahan masalahnya menjadi agenda utama

Dokumen terkait