• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 4 PEMBAHASAN

5.2. Saran

a. Dalam sistem persediaan minimum untuk obat-obatan harus benar-benar diterapkan baik dengan metode Analisis VEN, Analisis Pareto ABC maupun Analisis VEN-ABC supaya dapat menghindari kekosongan stok.

b. Perlu ditingkatkan atau diperbaikinya sarana dan prasarana dalam pengelolaan administrasi dengan menggunakan sistem komputerisasi dalam pencatatan stok barang sehingga aktivitas dapat berlangsung lebih efisien dan cepat serta peningkatan kenyamanan konsumen saat menunggu proses pelayanan, dengan penyediaan televisi ataupun radio.

Kementerian Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta

Kementerian Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan No.

922/MENKES/PER/X/1993Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Ijin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor: 1332/MENKES/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor. 922/MENKES/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas

Terbatas. Jakarta.

Kementerian Kesehatan RI. (2009). Rencana Pembangunan Jangka Panjang

Bidang Kesehatan 2005 – 2025. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan dan Tambahan Atas Peraturan Pemerintah RI Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Jakarta.

Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika. Jakarta.

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia No. 36

Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor

35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Jakarta.

Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement,

Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed Revised and Expanded.

Kumarian Pers.

Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta : Airlangga University Pers.

Umar, Muhammad. (2011). Manajemen Apotek Praktis cetakan keempat. Jakarta: Wira Putra Kencana.

Widiyanti, Teja. (2005). Penerapan Analisis Pareto dalam Manajemen

Persediaan di Suatu Perusahaan Farmasi Industri Sekunder. Yogyakarta :

Lampiran 3. Denah Ruang Apotek Atrika

KASIR COUNTER OBAT OTC SOLID

COUNTER OBAT

OTC SOLID

MEJA

RAK OBAT OTC LIQUID LIQUID DAN TOPIKALRAK OBAT OTC RAK OBAT KONSINYASI

TOILET

RAK OBAT GENERIK

MEJA KERJA MEJA RACIK

MEJA KERJA

LEMARI PSIKOTROPIKA

LEMARI NARKOTIKA (DITANAM ATAS) DAN ALAT GELAS

(BAWAH)

MEJA

KOMPUTER

RAK OBAT

KARDIOVASKULAR (BAWAH) DAN PERNAFASAN(ATAS)

RAK OBAT

PENCERNAAN DAN

SIRUP

RAK OBAT KONTRASEPSI, HORMON, ANTIPSIKOSIS, KARDIOVASKULAR, ANTIHISTAMIN, DAN PENCERNAAN

RAK OBAT

KORTIKOSTEROID DAN FAST MOVING

RAK OBAT ANALGETIK / ANTIPIRETIK (BAWAH) DAN ANTIBIOTIK(ATAS) RAK OBAT ANTIMIKROBA / ANTIVIRUS (BAWAH)

DAN VITAMIN DAN SUPLEMEN(ATAS)

RAK OBAT BAHAN BAKU (BAWAH) DAN OBAT TETES TELINGA, HIDUNG, DAN MATA (ATAS KIRI

-ATAS KANAN)

MEJA KARTU STOK GUDANG DAN PEMBUKUAN TIMBANGAN GRAM HALUS TIMBANGAN GRAM KASAR KARTU STOK

Lampiran 4a. Ruang Tunggu Apotek Atrika

Lampiran 5a. Lemari Penyimpanan Narkotik

Lampiran 7. Etiket dan Label yang Digunakan di Apotek Atrika

Lampiran 8a. Kopi Resep Apotek Atrika

Lampiran 8b. Surat Pesanan Apotek Atrika

Lampiran 9a. Surat Pesanan Narkotika

Lampiran 12. Berita Acara Pemusnahan Resep

POM.53.OB.53.AP.53.P1 BERITA ACARA PEMUSNAHAN RESEP

Pada hari ini …… tangggal ……… bulan ……. tahun ………. sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 280/Men.Kes/SK/V/1981 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, kami yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama Apoteker Pengelola Apotek :

S.I.P.A Nomor :

Nama Apotek :

Alamat Apotek :

Dengan disaksikan oleh :

1. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor : 2. Nama : Jabatan : S.I.K. Nomor :

Telah melakukan pemusnahan resep pada Apotek kami yang telah melewati batas penyimpanan selama tiga tahun, yaitu:

Resep dari tanggal …………... sampai dengan tanggal ……… seberat ……….. kg.

Tempat dilakukan pemusnahan :

Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap empat dan dikirimkan kepada:

1. Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan RI. 2. Kepala Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi

3. Kepala Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan 4. Satu sebagai arsip di Apotek.

……, ……… 20….

Saksi-saksi: Yang membuat berita acara,

1. ( ) ( )

S.I.K No: S.I.P.A. No:

2. ( ) S.I.K No:

Lampiran 13a. Kartu Stok Kecil

ANALISA RESEP TUBERKULOSIS

DI APOTEK ATRIKA

PERIODE MEI 2008 – AGUSTUS 2013

MALIHATUR ROSYIDAH, S.Farm.

1206329796

ANGKATAN LXXVII

FAKULTAS FARMASI

PROGRAM PROFESI APOTEKER

DEPOK

ii Universitas Indonesia HALAMAN SAMPUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... iii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR LAMPIRAN ... v BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1. Tuberkulosis (TB) ... 3 2.2. Pemeriksaan Tuberkulosis ... 6 2.3. Diagnosis Tuberkulosis ... 7 2.4. Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien ... 8 2.5. Pengobatan Tuberkulosis ... 11 2.6. Obat- obatan ... 16 2.7. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek ... 21

BAB 3 METODOLOGI PENGKAJIAN ... 23

3.1. Waktu dan Tempat Pengkajian ... 23 3.2. Metode Pengkajian ... 23 3.3. Metode Pengolahan Data ... 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24

4.1 Analisis Resep 1 ... 25 4.2 Analisis Resep 2 ... 32 4.3 Analisis Resep 3 ... 36 4.4 Informasi Tambahan ... 40

BAB KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1. Kesimpulan ... 42 5.2. Saran ... 42

DAFTAR ACUAN ... 43 LAMPIRAN ... 44

iii Universitas Indonesia

Gambar 2.1. Faktor Risiko Kejadian TB ... 4 Gambar 2.2. Alur Diagnosa TB Paru ... 8

iv Universitas Indonesia

Tabel 2.1. Pengelompokan OAT ... 11 Tabel 2.2. Jenis, Sifat dan Dosis OAT Lini Pertama ... 12 Tabel 2.3. Dosis untuk Paduan OAT KDT untuk Kategori 1 ... 13 Tabel 2.4. Dosis untuk Paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 1 ... 14 Tabel 2.5. Dosis untuk Paduan OAT KDT untuk KAtegori 2 ... 14 Tabel 2.6. Dosis untuk Paduan OAT-Kombipak untuk Kategori 2 ... 15 Tabel 2.7. Dosis KDT untuk Sisipan ... 15 Tabel 2.8. Dosis OAT-Kombipak untuk Sisipan ... 15 Tabel 4.1. Data Obat Rifampisin... 26 Tabel 4.2. Data Obat Isoniazid ... 27 Tabel 4.3. Data Obat Etambutol ... 27 Tabel 4.4. Data PBF Obat Rifampisin ... 28 Tabel 4.5. Data PBF Obat Isoniazid... 29 Tabel 4.6. Data PBF Obat Etambutol... 29 Tabel 4.7. Data Obat Pirazinamide ... 33 Tabel 4.8. Data PBF Obat Pirazinamid ... 34 Tabel 4.9. Data Obat Beniazid ... 37

v Universitas Indonesia

Lampiran 1. Resep TBC 1 ... 44 Lampiran 2. Resep TBC 2 ... 45 Lampiran 3. Resep TBC 3 ... 46

1.1. Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium Tuberculosis yang sebagian besar menyerang paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Kementerian Kesehatan RI, 2011). Hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas) menunjukkan pada tahun 2008, prevalensi kasus TB di Indonesia yang terdiagnosis oleh tenaga medis mencapai 400 per 100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2008). Prevalensi TB ini terus meningkat, terbukti pada tahun 2010, angka prevalensi kasus TB di Indonesia sudah mencapai 725 per 100.000 penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2010).

Peningkatan jumlah penderita TB disebabkan oleh beberapa faktor, yakni kurangnya tingkat kepatuhan penderita untuk berobat dan meminum obat, harga obat yang mahal, timbulnya resistensi ganda, kurangnya daya tahan hospes terhadap mikobakteria, berkurangnya daya bakterisid obat yang ada, meningkatnya kasus HIV/ AIDS dan krisis ekonomi. Oleh karena itu perlu peran aktif dari tenaga kesehatan sehingga keberhasilan terapinya dapat dicapai (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).

Sejak tahun 1995, WHO (World Health Organization) mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly

Observed Treatment Shortcourse). Fokus utama DOTS adalah penemuan dan

penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demikian menurunkan kejadian TB dimasyarakat (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007). Salah satu dari komponen DOTS ialah pengobatan dengan paduan obat antituberkulosis (OAT) jangka pendek dengan pengawasan langsung Pengawas Menelan Obat (PMO) (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005).

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/Menkes/SK/X/2002, Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan

penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Dalam hal ini, Obat antituberkulosis termasuk ke dalam komoditas yang disalurkan oleh apotek sehingga pelayanan peresepan antituberkulosis harus lengkap.

Apoteker sebagai salah satu komponen tenaga kesehatan yang bertanggungjawab atas pekerjaan kefarmasian di Apotek hendaknya dapat berperan aktif dalam pemberantasan dan penanggulangan TB. Apoteker dalam hal ini dapat membantu mengarahkan pasien yang diduga menderita TB untuk memeriksakan diri terhadap TB (case finding), memotivasi pasien untuk patuh dalam pengobatan, memberi informasi dan konseling, serta membantu dalam pencatatan untuk pelaporan (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2005). Pengkajian mengenai pelayanan peresepan anti tuberkulosis di apotek Atrika dilakukan dalam rangka evaluasi untuk mencapai pengobatan yang rasional dan tepat sasaran kepada pasien.

1.2 Tujuan

Tujuan melakukan analisa resep tuberkulosis di Apotek Atrika adalah sebagai berikut:

a. Mengetahui jumlah penjualan resep antituberkulosis di Apotek Atrika pada periode bulan Mei 2008 – Agustus 2013..

b. Menganalisis kesesuaian pola peresepan antituberkulosis yang terdapat di Apotek Atrika dengan Pedoman Nasional Pengendalian Tuberkulosis Kementerian Kesehatan RI tahun 2011 melalui skrining resep.

c. Memahami peran aktif apoteker dalam pelayanan obat antituberkulosis di Apotek.

2.1 Tuberkulosis (TB)

Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB yaitu Mycobacterium tuberculosis. Sebagai besar kuman TB menyerang paru-paru, tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lainnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Mycobacteriumtuberculosis (M. Tuberculosis) berbentuk batang lurus atau

sedikit melengkung, tidak berspora dan tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4 mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks, terdiri dari lapisan lemak cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding selM. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor, dan mycobacterial sulfolipidsyang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M.

tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan

terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam – alcohol (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

2.1.1 Cara dan Masa Penularan TB

Sumber penularan TB adalah pasien TB BTA positif. Pada waktu batuk atau bersin, pasien menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei). Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Faktor yang memungkinkan

seseorang terpajan kuman TB ditentukan oleh konsentrasi percikan dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya.

Risiko tertular tergantung dari tingkat pajanan dengan percikan dahak. Pasien TB paru dengan BTA positif memberikan kemungkinan risiko penularan lebih besar dari pasien TB paru dengan BTA negatif. Risiko penularan setiap tahunnya di tunjukkan dengan Annual Risk of Tuberculosis Infection (ARTI) yaitu proporsi penduduk yang berisiko terinfeksi TB selama satu tahun. ARTI sebesar 1%, berarti 10 orang diantara 1000 penduduk terinfeksi setiap tahun. ARTI di dindonesia bervariasi antara 1-3%. Infeksi TB dibuktikan dengan perubahan reaksi tuberculin negatif menjadi positif.

Risiko menjadi sakit TB, hanya sekitar 10% yang terinfeksi TB akan menjadi sakit TB. Dengan ARTI 1%, diperkirakan diantara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 1000 terinfeksi TB dan 10% diantaranya (100 orang) akan menjadi sakit TB setiap tahun. Sekitar 50 diantaranya adalah pasien TB BTA positif.Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah, diantaranya infeksi HIV/AIDS dan malnutrisi (gizi buruk). HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat baik yang terinfeksi TB menjadi sakit TB. Infeksi HIV mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (Cellular immunity), sehingga jika terjadi infeksi oportunistik, seperti tuberkulosis, maka yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.

Gambar 2.1. Faktor Risiko Kejadian TB

[Sumber: Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2011]

Riwayat alamiah pasien TB yang tidak diobati.Pasien yang tidak diobati, setelah 5 tahun, akan :

- 50% meninggal

- 25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi

- 25% menjadi kasus kronis yang tetap menular

2.1.2 Gejala TB

Gejala klinis tuberkulosis dibagi menjadi dua golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik. Bila organ yang terkena adalah paru maka disebut sebagai gejala lokal, yaitu gejala respiratorik (gejala lokal sesuai organ yang terlibat). Gejala sistemik adalah gejala yang dirasakan di seluruh tubuh dan tidak spesifik pada satu organ. Gejala tuberkulosis antara lain:

2.1.2.1 Gejala respiratorik

Diantaranya batuk-batuk selama dua minggu atau lebih, batuk berdarah, sesak napas, nyeri dada. Gejala respiratorik sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang pasien terdiagnosis pada saat medical check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

2.1.2.2 Gejala sistemik

Diantaranya demam, malaise, anoreksia, keringat malam, berat badan menurun. Pada tuberkulosis ekstra paru, gejala yang timbul tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

2.1.2.3 Gejala tuberkulosis ekstraparu

Gejala tuberkulosis ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada limfadenitis tuberkulosis akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar getah bening, pada meningitis tuberkulosis akan terlihat gejala meningitis, sementara pada pleuritis tuberkulosis terdapat gejala sesak nafas dan kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2006).

2.2 Pemeriksaan Tuberkulosis

Berikut ini merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap pasien TB, diantaranya:

2.2.1 Pemeriksaan dahak

Pemeriksaan dahak berfungsi untuk menegakkan diagnosis, menilai keberhasilan pengobatan dan menetukan potensi penularan. Pemeriksaan dahak untuk penegakkan diagnosis dilakukan dengan mengumpulkan 3 spesimen dahak yang dikumpulkan dalam dua hari kunjungan yang berurutan berupa :

a. S (sewaktu) : dahak dikumpulkan pada saat suspek TB dating berkunjung pertama kali. Pada saat pulang, suspek membawa sebuah pot dahak untuk mengumpulkan dahak pagi pada hari kedua. b. P (pagi) : dahak dikumpulkan di rumah pada pagi hari kedua, segera

setelah bangun tidur. Pot dahak dibawa dan diserahkan sendiri kepada petugas fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes). c. S (sewaktu) : dahak dikumpulkan di Fasyankes pada hari kedua, saat

menyerahkan dahak pagi.

2.2.2 Pemeriksaan biakan

Peran biakan dan identifikasi M. Tuberkulosis pada pengendalian TB adalah untuk menegakkan diagnosis TB pada pasien tertentu, yaitu :

a. Pasien TB Ekstra Paru b. Pasien TB Anak

c. Pasien TB BTA Negatif

Pemeriksaan tersebut dilakukan jika keadaan memungkinkan dan tersedia laboratorium yang telah memenuhi standar yang ditetapkan.

2.2.3 Uji kepekaan Obat TB

Uji kepekaan Obat TB bertujuan untuk resistensi M. Tuberkulosis terhadap OAT. Uji kepekaan obat tersebut harus dilakukan di laboratorium yang tersertifikasi dan lulus pemantapan mutu atau Quality Assurance (QA). Pemeriksaan tersebut ditujukan untuk diagnosis pasien TB yang memenuhi criteria suspek TB-MDR (Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2011).

2.3 Diagnosis Tuberkulosis

Untuk menegakkan diagnosis pasien TB paru dan ekstra paru ditentukan sebagai berikut:

2.3.1 Diagnosis TB paru

Semua suspek TB diperiksa 3 spesimen dahak dalam waktu 2 hari, yaitu sewaktu-pagi-sewaktu. Diagnosis TB paru pada orang dewasa ditegakkan dengan ditemukannya kuman TB. Pada program TB nasional, penemuan BTA melalui pemeriksaan dahak mikroskopis merupakan diagnosis utama. Pemeriksaan lain seperti foto toraks, biakan dan uji kepekaan dapat digunakan sebagai penunjang diagnosis sepanjang sesuai dengan indikasinya. Tidak dibenarkan mendiagnosis TB hanya berdasarkan pemeriksaan foto toraks saja. Foto toraks tidak selalu memberikan gambaran yang khas pada TB paru, sehingga sering terjadi

overdiagnosis.

2.3.2 Diagnosis TB ekstra paru

Gejala dan keluhan tergantung organ yang terkena, misalnya kaku kuduk pada meningitis TB, nyeri dada pada TB pleura, pembesaran kelenjar limfe superfisialis pada limfadenitis TB dan deformitas tulang belakang (gibbus) pada spondilitis TB dan lain-lainnya. Diagnosis pasti ditegakkan dengan pemeriksaan klinis, bakteriologis dan atau histopatologi yang diambil dari jaringan tubuh yang terkena.

Gambar 2.2 Alur Diagnosa TB Paru

[Sumber: Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2011]

2.4 Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien

Penentuanklasifikasipenyakit dan tipepasien tuberkulosis memerlukan suatu “definisi kasus” yang meliputi empat hal, yaitu :.

a. Lokasi atau organ tubuh yang sakit : paru atau ekstra paru.

b. Bakteriologi (hasil pemeriksaan dahak secara mikroskopis) : BTA positif atau BTA negatif.

c. Riwayat pengobatan sebelumnya, pasien baru atau sudah pernah diobati. d. Status HIV pasien.

Manfaat dan tujuan menentukan klasifikasi dan tipe adalah :

a. Menetukan paduan pengobatan yang sesuai, untuk mencegah pengobatan yang tidak adekuat (undertreatment), menghindari pengobatan yang tidak perlu (overtreatment)

b. Melakukan registrasi kasus secara benar

c. Standarisasi proses (tahapan) dan pengumpulan data

d. Menentukan prioritas pengobatan TB. Dalam situasi dengan sumber daya yang terbatas

e. Analisis kohort hasil pengobatan, sesuai dengan definisi klasifikasi dan tipe f. Memonitor kemajuan dan mengevaluasi efektivitas program secara akurat,

baik pada tingkat kabupaten, provinsi, nasional, regional maupun dunia.

Berikut ini merupakan klasifikasi penyakit dan tipe pasien TB: a. Klasifikasi berdasarkan organ tubuh (anatomical site) yang terkena :

1) Tuberkulosisparu adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan (parenkim) paru, tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.

2) Tuberkulosis Ekstra Paru adalah tuberkulosis yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.

b. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, keadaan ini terutama ditujukan pada TB Paru :

1) Tuberkulosis Paru BTA Positif.

a) Sekurang - kurangnya2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatifdan

tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. 2) Tuberkulosis Paru BTA Negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi :

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negatif b) Foto toraks abnormal sesuai dengan gambaran tuberculosis

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT, bagi pasien dengan HIV negatif

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan Catatan :

Pasien TB paru tanpa hasil pemeriksaan dahak tidak dapat diklasifikasikan sebagai BTA negatif, lebih baik dicatat sebagai “pemeriksaan dahak tidak dilakukan. Bila seseorang pasien TB paru juga mempunyai TB ekstra paru, maka untuk kepentingan pencatatan, pasien tersebut harus dicatat sebagai pasien TB paru. Bila seseorang pasien dengan TB ekstra paru pada beberapa organ, maka dicatata sebagai TB ekstra paru pada organ yang penyakitnya paling berat.

c. Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya Klasifikasi ini disebut sebagai tipe pasien, yaitu :

1) Kasus Baru adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu). Pemeriksaan BTA bisa positif atau negatif

2) Kasus yang sebelumnya diobati

a) Kasus kambuh (Relaps) adalah pasien yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah dinyatakansembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur)

b) Kasus setelah putus berobat (Default) adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif

c) Kasus pindahan (Transfer In) adalah pasien yang dipindahkan keregister lain untuk melanjutkan pengobatannya

seperti tidak diketahui riwayat pengobatan sebelumnya, pernah diobati tetapi tidak diketahui hasil pengobatannya atau kembali diobati dengan BTA negatif.

Catatan :

TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik (Kementerian kesehatan Republik Indonesia, 2011).

2.5 Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB bertujuan untuk menyembuhkan pasien, mencegah kematian, mencegah kekambuhan, memutuskan rantai penularan dan mencegah terjadinya resistensi kuman terhadap Obat Anti Tuberkulosis (OAT). Secara ringkas OAT lini pertama dijelaskan pada table dibawah ini :

Tabel 2.1 Pengelompokan OAT

Golongan dan Jenis Obat

Golongan-1 Obat Lini Pertama

 Isoniazid (H)

 Ethambutol (E) Pyrazinamide (Z) Rifampicin (R)

 Streptomisin (S) Golongan-2/ Obat

suntik/ Suntikan lini kedua

 Kanamycin (Km)  Amikacin (Am)

 Capreomycin (Cm) Golongan-3/ Golongan Floroquinolone  Ofloxacin (Ofx)  Levofloxacin (Lfx) Moxifloxacin (Mfx) Golongan-4/ Obat

bakteriostatik lini kedua

 Ethionamide (Eto)

 Prothionamide (Pto)

 Cycloserine (Cs)

 Para amino salisilat (PAS)

 Teizidone (Trd) Golongan-5/ Obat yang

belum terbukti efikasinya dan tidak direkomendasikan oleh WHO  Clofazimine (Ctz)  Linezolid (Lzd)  Amoxilin-Clavulanate (Amx-Clv)  Thiocetazone (Thz)  Claritromycin (Clr)  Imipenem (Ipm)

Tabel 2.2 Jenis, Sifat dan Dosis OAT Lini Pertama

Jenis OAT Sifat Dosis yang direkomendasikan

(mg/kg) Harian 3x seminggu Isoniazid (H) Bakterisid 5 (4-6) 10 (8-12) Rifampicin (R) Bakterisid 10 (8-12) 10 (8-12) Pyrazinamide (Z) Bakterisid 25 (20-30) 35 (30-40) Streptomisin (S) Bakterisid 15 (12-18) 15 (12-18) Ethambutol (E) Bakteriostatik 15 (15-20) 30 (20-35)

Pengobatan tuberkulosis dilakukan dengan prinsip-prinsip sebagai berikut : a. OAT harus diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis obat, dalam

jumlah cukup dan dosis tepat sesuai dengan kategori pengobatan. Jangan gunakan OAT tunggal (monoterapi). Pemakaian OAT - kombinasi Dosis Tetap

Dokumen terkait