• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran

Dalam dokumen laporan resmi protein (Halaman 27-56)

BAB V (PENUTUP)

5.2. Saran

1. Melakukan destruksi protein lebih lama agar bahan organic terurai sempurna. 2. Melakukan penimbangan sampeldengan cepat untuk uji kadar air agar sampel

terjaga dari penambahan kandungan air.

3. Mencuci alat dengan bersih sebelum praktikum dmulai. 4. Melakukan kerja tim dengan baik.

DAFTAR PUSTAKA

Anonym. 2012. Analisa Kadar Protein Metode Kjehdahl. Dalam http://digilib.its.ac.id/its undergraduate 33000308250110632. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh November

AOAC, 2000, (Association of Official Agricultural Chemist): Official Methods of Analysis 17th ed. Gaithersburg, Maryland, USA.

Baldwin J., “Experimental Organic Chemistry”, 2nd

ed., Kagakusha Company, Ltd., Tokyo.

Dr. Ir. Anang M. Legowo. 2014. Diktat Kuliah Analisis Pangan. Universitas Diponegoro. Semarang.

Fessenden & Fessenden, 1986, “Organic Chemistry”.

Griffin, R.W., 1969, “Modern Organic Chemistry”, Mc Graw-Hill, Kogakusha, Ltd., Tokyo

Krisna, Dwi. 2012. Laporan Analisa Protein. Semarang: Universitas Diponegoro. Merril, A.L and Watt BK, 1973, Energy value of food: basis and deriration,

Agriculture Handbook, Washington.

Permana, Elfian. 2013. Mengukur Protein dengan Metode Kjehdahl. Dalam http:// elfianpermanaolo.wordpress.com/2013/04/2004/mengukur-protein-metode-kjehdahl.

Riri. 2012. Faktor Konversi Jamur Merang. Bogor: Institut Pertanian Bogor

Sukma, Ardiyan. 2010. Makalah Kimia Analisa Bahan Makanan Metode Kjehdahl. Malang: Universitas Brawijaya

Vogel, A.I., 1975, “Qualitative Organics Analysis”, 2nd

ed. William Clowers & Sons Limited London.

LAMPIRAN

DATA HASIL PERCOBAAN

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

MATERI : Protein I. VARIABEL

Waktu destruksi 2 jam II. BAHAN DAN ALAT

Bahan:

1. Jamur Merang Putih (5 gr dan 3 gr untuk kadar air) 2. Serbuk Zn 4 gr 3. HCl 0,1 N 150 ml 4. NaOH 5 N 100 ml 5. H2SO4 Pekat 30 ml 6. MO Secukupnya 7. CuSO4.5.H2O 5 gr 8. Asam boraks jenuh 9. Na2SO4 anhidrid 10 gr 10. Aquadest 100 ml Alat: 1. Labu digester 2. Labu destilasi 3. Labu Kjedahl 4. Pendingin Liebig 5. Adaptor

6. Kompor listrik 7. Beaker glass 8. Gelas ukur 9. Erlenmeyer 10. Pipet tetes 11. Cawan porselen 12. Statif dan klem 13. Corong pemisah III. CARA KERJA Uji Kadar N & Protein

1. Menimbang 5 gr jamur yang sudah dalam keadaan kering dan halus, lalu masukkan dalam labu digester.

2. Tambahkan 10 gr Na2SO4 anhidrid, 5gr CuSO4.5.H2O dan 30 ml H2SO4

pekat

3. Panaskan campuran tersebut pelan-pelan sampai tidak terbentuk percikan lagi, kemudian pemanasan diteruskan dengan cepat sampai destruksi sempurna yaitu larutan menjadi jernih. Biasanya destruksi atau digestion membutuhkan waktu dua jam dan selama prosesnya, labu digester sering diputar-putar agar tidak terjadi pemanasan setempat.

4. Dinginkan labu dan tambahkan aquadest secukupnya, masukkan dalam labu destilasi. Tambahkan 4 gr serbuk Zn untuk mencegah terjadinya bumping serta percikan.

5. Pasang peralatan untuk destilasi.

6. Selama proses destilasi tambahkan 100 ml larutan NaOH 5 N, destilat ditampung dalam erlenmeyer yang berisi asam boraks jenuh sebanyak 150 ml. Lakukan sampai NaOH habis.

7. Titrasi destilat yang diperoleh dengan menggunakan HCl. Catat kebutuhan titran.

8. Hitung kadar protein dalam jamur dengan mengalikan kadar nitrogen yang diperoleh dengan faktor konversi.

( )

Uji Kadar Air

1. Timbang cawan kering yang akan digunakan dalam keadaan kosong. 2. Letakkan 3 gram sampel jamur di atas cawan kemudian timbang beratnya. 3. Masukkan cawan berisi sampel dalam oven dengan suhu 105°C selama 1 jam,

pastikan oven telah panas dan siap untuk mengeringkan sampel jamur.

4. Setelah selesai dikeringkan, masukkan cawan berisi sampel ke dalam desikator, didinginkan sampai suhu konstan dan hingga berat sampel dan cawan tetap.

( ) ( )( ) ( )

IV. HASIL PERCOBAAN

1. Uji kadar N dan protein Titrasi Volume (ml) 1 2,5 2 2 3 1 V rata-rata 1,82 V destilat = 157 ml ( ) ( )

2. Uji kadar air

Berat cawan = 33,387 gram

Berat sampel basah + cawan = 36,387 gram Berat sampel kering + cawan =

1. 33,632 gram 2. 33,638 gram 3. 33,639 gram 4. 33,640 gram 5. 33,642 gram 6. 33,642 gram 7. 33,642 gram ( ) ( )( )

LEMBAR PERHITUNGAN

1. Uji kadar N dan Protein

1. ( ) 2. ( )

3.

2. Uji kadar air

1. ( ) ( )( ) 2.

LEMBAR PERHITUNGAN REAGEN

Kelompok : 1 Senin Siang Nama :

1. Adnan Poerbowaluyojati 2. Gika Putri Ariani

3. Oktovia Rezki Nurhanafiah Asisten : Hanif Ardhiansyah

NaOH 5 N, 100 ml ⁄

LEMBAR KUANTITAS REAGEN

LABORATORIUM DASAR TEKNIK KIMIA II JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS DIPONEGORO

PRAKTIKUM KE : 5

MATERI : PROTEIN

HARI, TANGGAL : SENIN, 12 MEI 2014

KELOMPOK : 1 SENIN SIANG

NAMA : 1. ADNAN POERBOWALUYOJATI

2. GIKA PUTRI ARIANI

3. OKTOVIA REZKI NURHANAFIAH

ASISTEN : HANIF ARDHIANSYAH

KUANTITAS REAGEN

NO. JENIS REAGEN KUANTITAS

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Na2SO4 anhidris CuSO4.5H2O H2SO4 pekat Zn pulver NaOH 5N Boraks Jenuh HCl 0,1 N MO Aquades Sampel jamur - 5 gram protein - 3 gram air 10 gr 5 gr 30 ml 4 gr 100 ml 150 ml Secukupnya Secukupnya 100 ml

TUGAS TAMBAHAN

CATATAN: SEMARANG, 6 MEI 2014

ASISTEN,

HANIF ARDHIANSYAH NIM. 21030111130077 1. Cari factor konversi jamur

2. Hitung kebutuhan NaOH 3. Fungsi masing-masing reagen

 Destruksi 2 jam  Titrasi 3x @10 ml

REFERENSI

Metoda Mikrokjeldahl

Prinsipnya adalah penentuan jumlah Nitrogen (N) yang dikandung oleh suatu bahan dengan cara mendegradasi protein bahan organik dengan menggunakan asam sulfat pekat untuk menghasilkan nitrogen sebagai amonia, kemudian menghitung jumlah nitrogen yang terlepas sebagai amonia lalu mengkonversikan ke dalam kadar protein dengan mengalikannya dengan konstanta tertentu. Disebut sebagai metode mikro (Mikrokjeldahl) karena ukuran sampel kecil, yaitu kurang dari 300 mg. Jika sampel yang digunakan lebih dari 300 mg disebut metode makro. Metode mikro digunakan pada bahan yang diduga hanya mengandung sedikit N. Analisa protein dengan metode Mikrokjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu proses destruksi, proses destilasi, dan tahap titrasi.

1. Proses destruksi

Pada tahap ini, sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi penguraian sampel menjadi unsur-unsurnya yaitu unsur-unsur C, H, O, N, S, dan P. Unsur N dalam protein ini dipakai untuk menentukan kandungan protein dalam suatu bahan. 100 mg sampel yaitu kedelai, tepung terigu, dan kedelai ditambah dengan katalisator N 0,5-1 gram dibungkus dengan kertas saring untuk memudahkan dalam memasukkan ke dalam tabung reaksi besar, karena jika tidak sampel dan katalisator akan tercecer. Selain itu kertas saring juga berfungsi untuk menyaring filtrat dengan residu. Katalisator berfungsi untuk mempercepat proses destruksi dengan menaikkan

titik didih asam sulfat saat dilakukan penambahan H2SO4 pekat serta mempercepat

kenaikan suhu asam sulfat, sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Katalisator N

terdiri dari campuran K2SO4dan HgO dengan perbandingan 20 : 1. Tiap 1 gram

K2SO4 dapat menaikan titih didih 3 0C (Sudarmadji dkk., 1996). Karena titik didih

tinggi maka asam sulfat akan membutuhkan waktu yang lama untuk menguap. Karena hal ini kontak asam sulfat dengan sampel akan lebih lama sehingga proses

destruksi akan berjalan lebih efektif. Selain itu juga dibuat blanko dalam tabung

reaksi besar yang berisi katalisator N dan 3 ml H2SO4 agar analisa lebih tepat. Blanko

ini berfungsi sebagai faktor koreksi dari adanya senyawa N yang berasal dari reagensia yang digunakan.

Setelah ditambah katalisator N, sampel dimasukkan dalam tabung reaksi besar

kemudian ditambah dengan 3 ml H2SO4 pekat. H2SO4 pekat yang dipergunakan untuk

destruksi diperhitungkan dari adanya bahan protein. Asam sulfat yang bersifat oksidator kuat akan mendestruksi sampel menjadi unsur-unsurnya. Untuk mendestruksi 1 gram protein diperlukan 9 gram asam sulfat. Penambahan asam sulfat dilakukan dalam ruang asam untuk menghindari S yang berada di dalam protein

terurai menjadi SO2 yang sangat berbahaya. Setelah penambahan asam sulfat larutan

menjadi keruh.

Tabung reaksi besar yang berisi sampel kemudian ditempatkan dalam alat destruksi (destruktor) dan ditutup. Setelah siap alat di-ON-kan dan akan terjadi pemanasan yang mengakibatkan reaksi berjalan lebih cepat. Sampel didestruksi hingga larutan berwarna jernih yang mengindikasikan bahwa proses destruksi telah selesai. Selama destruksi, akan terjadi reaksi sebagai berikut :

HgO + H2SO4 HgSO4 + H2O

2 HgSO4 Hg2SO4 + SO2 + 2 On

Hg2SO4 + 2 H2SO4 2 HgSO4 + 2 H2O + SO2

(CHON) + On + H2SO4 CO2 + H2O + (NH4)2SO4

(Sudarmadji, 1996) Alat destruksi bekerja berdasar prinsip lemari asam. Selama proses destruksi

akan dihasilkan gas SO2 yang berbau menyengat dan dapat membahayakan jika

dihirup dalam jumlah relatif banyak. Gas yang dihasilkan ini akan bergerak ke atas (tersedot penutup) dan akan disalurkan ke alat penetral. Alat ini terdiri dari dua

larutan yaitu NaOH dan aquadest. Awalnya gas SO2 akan masuk dalam tabung yang

berisi NaOH. Dalam tabung ini terjadi penetralan gas SO2 oleh larutan NaOH.

aquadest. Dalam tabung ini kembali terjadi penetralan sehingga diharapkan semua

gas SO2 telah ternetralkan. Selain dibebaskan gas SO2 juga dibebaskan gas CO2 dan

H2O sesuai dengan reaksi sebagai berikut :panas

Bahan organik + H2SO4 CO2 + SO2 + (NH4)2SO4 + H2O

Proses destruksi dapat dikatakan selesai apabila larutan berwarna jernih. Larutan yang jernih menunjukkan bahwa semua partikel padat bahan telah terdestruksi menjadi bentuk partikel yang larut tanpa ada partikel padat yang tersisa.

Larutan jernih yang telah mengandung senyawa (NH4)2SO4 ini kemudian didinginkan

supaya suhu sampel sama dengan suhu luar sehingga penambahan perlakuan lain pada proses berikutnya dapat memperoleh hasil yang diinginkan karena reaksi yang sebelumnya sudah usai.

2. Proses destilasi

Larutan sampel jernih yang telah dingin kemudian ditambah dengan aquadest untuk melarutkan sampel hasil destruksi dan blankonya agar hasil destruksi dapat didestilasi dengan sempurna serta untuk lebih memudahkan proses analisa karena hasil destruksi melekat pada tabung reaksi besar. Kemudian larutan sampel dan blanko didestilasi dalam Kjeltec. Pada dasarnya tujuan destilasi adalah memisahkan zat yang diinginkan, yaitu dengan memecah amonium sulfat menjadi

amonia (NH3) dengan menambah 20 ml NaOH-Na2S2O3 kemudian dipanaskan.

Prinsip destilasi adalah memisahkan cairan atau larutan berdasarkan perbedaan titik didih. Fungsi penambahan NaOH adalah untuk memberikan suasana basa karena reaksi tidak dapat berlangsung dalam keadaan asam. Sedangkan fungsi penambahan

Na2S2O3 adalah untuk mencegah terjadinya ion kompleks antar ammonium sulfat

dengan Hg dari katalisator (HgO) yang membentuk merkuri ammonia sehingga membentuk ammonium sulfat. Kompleks yang terjadi ikatannya kuat dan sukar diuapkan. HgO merupakan senyawa yang sukar dipecah dan bersifat mudah meledak.

Na2S2O3 berfungsi untuk mengendapkan HgO sehingga tidak mengganggu reaksi

Hg + aquadest + SO4 HgSO4 + aquadest

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan

penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan oleh pemanas dalam alat Kjeltec. Selain itu sifat NaOH yang apabila ditambah dengan aquadest menghasilkan panas, meski energinya tidak terlalu besar jika dibandingkan pemanasan dari alat Kjeltec, ikut memberikan masukan energi pada proses destilasi. Panas tinggi yang dihasilkan

alat Kjeltec juga berasal dari reaksi antara NaOH dengan (NH4)2SO4 yang merupakan

reaksi yang sangat eksoterm sehingga energinya sangat tinggi. Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh larutan asam standar. Asam standar yang dipakai dalam percobaan ini adalah asam borat. Asam standar yang dapat dipakai adalah asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan.

Larutan sampel yang telah terdestruksi dimasukkan dalam Kjeltec dan ditempatkan di sebelah kiri. Kemudian alat destilasi berupa pipa kecil panjang dimasukkan ke dalamnya hingga hampir mencapai dasar tabung reaksi sehingga diharapkan proses destilasi akan berjalan maksimal (sempurna). Erlenmeyer yang berisi 5 ml asam borat 4 % + BCG-MR (campuran brom cresol green dan methyl red) ditempatkan di bagian kanan Kjeltec. BCG-MR merupakan indikator yang bersifat amfoter, yaitu bisa bereaksi dengan asam maupun basa. Indikator ini digunakan untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebih. Selain itu alasan pemilihan indikator ini adalah karena memiliki trayek pH 6-8 (melalui suasana asam dan basa / dapat bekerja pada suasana asam dan basa) yang berarti trayek kerjanya luas (meliputi asam-netral-basa). Pada suasana asam indikator akan berwarna merah muda, sedang pada suasana basa akan berwarna biru. Setelah ditambah BCG-MR, larutan akan berwarna merah muda karena berada dalam kondisi asam.

Asam borat (H3BO3) berfungsi sebagai penangkap NH3 sebagai destilat berupa

gas yang bersifat basa. Supaya ammonia dapat ditangkap secara maksimal, maka sebaiknya ujung alat destilasi ini tercelup semua ke dalam larutan asam standar sehingga dapat ditentukan jumlah protein sesuai dengan kadar protein bahan. Selama proses destilasi lama-kelamaan larutan asam borat akan berubah membiru karena

larutan menangkap adanya ammonia dalam bahan yang bersifat basa sehingga mengubah warna merah muda menjadi biru.

Reaksi yang terjadi :

(NH4)SO4 + NaOH Na2SO4 + 2 NH4OH

2NH4OH 2NH3 + 2H2O

4NH3 + 2H3BO3 2(NH4)2BO3 +H2

Reaksi destilasi akan berakhir bila ammonia yang telah terdestilasi tidak bereaksi basis. Setelah destilasi selesai larutan sampel berwarna keruh dan terdapat endapan di dasar tabung (endapan HgO) dan larutan asam dalam erlenmeyer berwarna biru karena dalam suasana basa akibat menangkap ammonia. Ammonia yang terbentuk selama destilasi dapat ditangkap sebagai destilat setelah diembunkan (kondensasi) oleh pendingin balik di bagian belakang alat Kjeltec dan dialirkan ke dalam erlenmeyer.

3. Tahap titrasi

Titrasi merupakan tahap akhir dari seluruh metode Kjeldahl pada penentuan kadar protein dalam bahan pangan yang dianalisis. Dengan melakukan titrasi, dapat diketahui banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia. Untuk tahap titrasi, destilat dititrasi dengan HCl yang telah distandarisasi (telah disiapkan) sebelumnya. Normalitas yang diperoleh dari hasil standarisasi adalah 0,02 N. Selain destilat sampel, destilat blanko juga dititrasi karena selisih titrasi sampel dengan titrasi blanko merupakan ekuivalen jumlah nitrogen. Jadi, banyaknya HCl yang diperlukan untuk menetralkan ekuivalen dengan banyaknya N. Titrasi HCl dilakukan sampai titik ekuivalen yang ditandai dengan berubahnya warna larutan biru menjadi merah muda karena adanya HCl berlebih yang menyebabkan suasana asam (indikator BCG-MR berwarna merah muda pada suasana asam). Melalui titrasi ini, dapat diketahui

kandungan N dalam bentuk NH4 sehingga kandungan N dalam protein pada sampel

dapat diketahui:

Kadar nitrogen (% N) dapat ditentukan dengan rumus :

mg sampel

dengan ts : volume titrasi sampel tb : volume titrasi blanko

% protein (wb) = % N x fk

dengan fk : faktor konversi / perkalian = 6,25

Dasar perhitungan penentuan protein menurut metode ini adalah hasil penelitian dan pengamatan yang menyatakan bahwa umumnya protein alamiah mengandung unsur N rata-rata 16 % (dalam protein murni). Karena pada bahan belum diketahui komposisi unsur-unsur penyusunnya secara pasti maka faktor konversi yang digunakan adalah 100/16 atau 6,25. Apabila pada bahan telah diketahui komposisinya dengan lebih tepat maka faktor konversi yang digunakan adalah faktor konversi yang lebih tepat (telah diketahui per bahan) (Sudarmadji dkk., 1996).

http://www.x3-prima.com/2009/08/protein.html

KJELDAHL

Metode Kjeldahl merupakan metode yang sederhana untuk penetapan nitrogen total pada asam amino, protein dan senyawa yang mengandung nitrogen. Sampel didestruksi dengan asam sulfat dan dikatalisis dengan katalisator yang sesuai sehingga akan menghasilkan amonium sulfat. Setelah pembebasan dengan alkali kuat, amonia yang terbentuk disuling uap secara kuantitatif ke dalam larutan penyerap dan ditetapkan secara titrasi. Metode ini telah banyak mengalami modifikasi. Metode ini cocok digunakan secara semimikro, sebab hanya memerlukan jumlah sampel dan pereaksi yang sedikit dan waktu analisa yang pendek.

Cara Kjeldahl digunakan untuk menganalisis kadar protein kasar dalam bahan makanan secara tidak langsung, karena yang dianalisis dengan cara ini adalah kadar nitrogennya. Dengan mengalikan hasil analisis tersebut dengan angka konversi 6,25, diperoleh nilai protein dalam bahan makanan itu. Untuk beras, kedelai, dan gandum

angka konversi berturut-turut sebagai berikut: 5,95, 5,71, dan 5,83. Angka 6,25 berasal dari angka konversi serum albumin yang biasanya mengandung 16% nitrogen. Prinsip cara analisis Kjeldahl adalah sebagai berikut: mula-mula bahan didestruksi dengan asam sulfat pekat menggunakan katalis selenium oksiklorida atau butiran Zn. Amonia yang terjadi ditampung dan dititrasi dengan bantuan indikator. Cara Kjeldahl pada umumnya dapat dibedakan atas dua cara, yaitu cara makro dan semimakro. Cara makro Kjeldahl digunakan untuk contoh yang sukar dihomogenisasi dan besar contoh 1-3 g, sedang semimikro Kjeldahl dirancang untuk contoh ukuran kecil yaitu kurang dari 300 mg dari bahan yang homogen. Cara analisis tersebut akan berhasil baik dengan asumsi nitrogen dalam bentuk ikatan N-N dan N-O dalam sampel tidak terdapat dalam jumlah yang besar. Kekurangan cara analisis ini ialah bahwa purina, pirimidina, vitamin-vitamin, asam amino besar, kreatina, dan kreatinina ikut teranalisis dan terukur sebagai nitrogen protein. Walaupun demikian, cara ini kini masih digunakan dan dianggap cukup teliti untuk pengukuran kadar protein dalam bahan makanan.

Analisa protein cara Kjeldahl pada dasarnya dapat dibagi menjadi tiga tahapan yaitu proses destruksi, proses destilasi dan tahap titrasi.

1. Tahap destruksi

Pada tahapan ini sampel dipanaskan dalam asam sulfat pekat sehingga terjadi destruksi menjadi unsur-unsurnya. Elemen karbon, hidrogen teroksidasi menjadi CO, CO2 dan H2O. Sedangkan nitrogennya (N) akan berubah menjadi (NH4)2SO4. Untuk mempercepat proses destruksi sering ditambahkan katalisator berupa campuran Na2SO4dan HgO (20:1). Gunning menganjurkan menggunakan K2SO4 atau CuSO4. Dengan penambahan katalisator tersebut titk didih asam sulfat akan dipertinggi sehingga destruksi berjalan lebih cepat. Selain katalisator yang telah disebutkan tadi, kadang-kadang juga diberikan Selenium. Selenium dapat mempercepat proses oksidasi karena zat tersebut selain menaikkan titik didih juga mudah mengadakan perubahan dari valensi tinggi ke valensi rendah atau sebaliknya.

Pada tahap destilasi, ammonium sulfat dipecah menjadi ammonia (NH3) dengan penambahan NaOH sampai alkalis dan dipanaskan. Agar supaya selama destilasi tidak terjadi superheating ataupun pemercikan cairan atau timbulnya gelembung gas yang besar maka dapat ditambahkan logam zink (Zn). Ammonia yang dibebaskan selanjutnya akan ditangkap oleh asam khlorida atau asam borat 4 % dalam jumlah yang berlebihan. Agar supaya kontak antara asam dan ammonia lebih baik maka diusahakan ujung tabung destilasi tercelup sedalam mungkin dalam asam. Untuk mengetahui asam dalam keadaan berlebihan maka diberi indikator misalnya BCG + MR atau PP.

3. Tahap titrasi

Apabila penampung destilat digunakan asam khlorida maka sisa asam khorida yang bereaksi dengan ammonia dititrasi dengan NaOH standar (0,1 N). Akhir titrasi ditandai dengan tepat perubahan warna larutan menjadi merah muda dan tidak hilang selama 30 detik bila menggunakan indikator PP.

%N = × N. NaOH × 14,008 × 100%

Apabila penampung destilasi digunakan asam borat maka banyaknya asam borat yang bereaksi dengan ammonia dapat diketahui dengan titrasi menggunakan asam khlorida 0,1 N dengan indikator (BCG + MR). Akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan dari biru menjadi merah muda.

%N = × N.HCl × 14,008 × 100 %

Setelah diperoleh %N, selanjutnya dihitung kadar proteinnya dengan mengalikan suatu faktor. Besarnya faktor perkalian N menjadi protein ini tergantung pada persentase N yang menyusun protein dalam suatu bahan

Penelitian tentang zat besi sebagai mikronutrien yang penting bagi manusia telah banyak dilakukan. Metode penelitian yang sangat penting digunakan untuk analisa kuantitatif besi adalah Spektrofotometri Serapan Atom (SSA). Metode ini cukup peka untuk analisis logam besi dalam jumlah renik, pelaksanaannya relatif praktis, cepat dan dapat digunakan untuk berbagai mac am bentuk cuplikan, baik itu cuplikan cair maupun material biologis. Kelebihan lain SSA adalah spesifik untuk analisis besi dalam campuran dengan unsur logam lain tanpa diperlukan pemisahan pendahuluan.

Preparasi cuplikan sangat menentukan keberhasilan analisis SSA. Preparasi cuplikan dapat dilakukan dengan destruksi kering dan destruksi basah. Pada destruksi kering suhu pengabuan harus diperhatikan karena banyak elemen abu yang dapat menguap pada suhu tinggi, selain itu suhu pengabuan juga dapat menyebabkan dekomposisi senyawa tertentu. Oleh karena itu suhu pengabuan untuk setiap bahan berbeda-beda bergantung komponen yang ada dalam bahan tersebut (Anderson, Richard, 1991). Menurut Christian, G.D (1994), destruksi kering secara umum dilakukan pada suhu antara 400-550 ° C selama 4 sampai 8 jam untuk mendestruksi senyawa organik dan bahan lain yang ada dalam cuplikan sehingga kadar logam yang akan dianalisis dapat ditetapkan dengan cara SSA setelah cuplikan dilarutkan dengan asam kuat. Menurut ASTM (1994) dan Elmer (1982) penentuan Fe dilakukan dengan pengabuan pada suhu 500°C. Menurut Lee, K (1980) pengabuan dilakukan pada suhu 525°C selama 12-24 jam untuk penentuan Fe. Menurut Sumardi (1987), ada juga 2 destruksi kering yang dilakukan pada suhu maksimum mencapai 750°C atau bahkan 980°C untuk mempercepat proses destruksi pada penentuan Fe. Penentuan Fe dalam produk susu bubuk dengan SSA yang dilakukan oleh Palupi (2001) dengan destruksi kering pada suhu 500°C selama 6 jam memiliki kepresisian cukup tinggi dengan koefisien variasi 1,0736% untuk konsentrasi besi yang cukup rendah. Kelebihan dari destruksi kering adalah lebih sederhana, tidak adanya kesalahan relatif akibat kontaminasi karena hanya sedikit reagen yang digunakan, dan bisa digunakan untuk banyak cuplikan dalam waktu yang bersamaan. Kekurangan destruksi kering adalah

hilangnya unsur-unsur karena retensi terhadap dinding wadah dan penguapan, serta kontaminasi cuplikan dari logam bahan wadah yang terkadang bersifat sebagai penyerap.

http://digilib.its.ac.id/public/ITS-Undergraduate-10632-1498100055-Chapter1.pdf

Natrium

Natrium atau sodium adalah unsur kimia dalam tabel periodik yang memiliki simbol Na dan nomor atom 11. Natrium adalah logam reaktif yang lunak, keperakan, dan seperti lilin, yang termasuk ke logam alkali yang banyak terdapat dalam senyawa alam (terutama halite). Dia sangat reaktif, apinya berwarna kuning, beroksidasi dalam udara, dan bereaksi kuat dengan air, sehingga harus disimpan dalam minyak. Karena sangat reaktif, natrium hampir tidak pernah ditemukan dalam bentuk unsur murni

Seperti logam alkali lainnya, natrium adalah unsur reaktif yang lunak, ringan, dan putih keperakan, yang tak pernah berwujud sebagai unsur murni di alam. Natrium mengapung di air, menguraikannya menjadi gas hidrogen dan ion hidroksida. Jika

Dalam dokumen laporan resmi protein (Halaman 27-56)

Dokumen terkait