• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V PENUTUP

B. Saran

Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat

kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengajukan beberapa saran bagi para

peneliti selanjutnya terutama yang melakukan penelitian yang sejenis. Saran dari

peneliti adalah sebagai berikut:

1. Penelitian ini hanya membahas majas perbandingan dan makna yang

disampaikan dari penggunaan gaya bahasa tersebut pada kumpulan cerpen

Mereka Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu. Peneliti berharap

apabila ada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sejenis,

peneliti lain sebaiknya meneliti seluruh majas, tidak hanya terbatas pada

satu atau dua majas sehingga akan lebih banyak gaya bahasa yang

ditemukan dalam suatu objek penelitian.

2. Objek yang diteliti sebaiknya tidak hanya kumpulan cerpen tetapi bisa

72

DAFTAR PUSTAKA

Agni, Bingar. 2008. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta:H-Fet.

Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: Sinar Baru Algen Sindo.

Ayu, Djenar Maesa. 2002. Mereka Bilang, Saya Monyet!. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Budianta, Melani. 2002. Membaca Sastra. Jakarta: Indonesiatera.

Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung: PT Eresco.

Efendi, Haris Thahar. 1999. Kiat Menulis Cerita Pendek.Bandung: Angkasa.

Endraswara, Suwardi.2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widiyatama.

Esten, Mursal. 2000. Kesusatraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung: Angkasa.

Jayanti, Fitri Dwi. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa Pada Wacana Iklan Majalah Kawanku Edisi Januari-Maret 2009. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Kosasih, A. 2004. Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama Widya.

Moeliono, Anton. M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Repinus. 2010. Gaya Bahasa dalam Iklan Obat-obatan di Televisi. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Sangadji, Etta Mamang.2010. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam Penelitian. Yogyakarta: ANDI.

Sayuti, Suminto. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama Media.

Semi, M. Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: FBSS IKIP Padang.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis.Yogyakarta: Duta Wacana University Press.

Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI.

______________. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Suryadi. 2005. Struktur dan Gaya Bahasa dalam Wacana Personality Feature pada harian Kompas terbitan 2003. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.

Suryanto, Alex dan Agus Hariyanto. 2007. Panduan Belajar Bahasa dalam Sastra Indonesia. Tangerang: ESIS.

Suharso dan Ana Retnoningsih. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang: Widya Karya.

Sumardjo, Jakob. 1994. Menulis Cerpen.Bandung: Pustaka Pelajar.

______________. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sunardi, St. 2004. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

______________. 1985.Pengajaran Gaya Bahasa.Bandung: Angkasa.

______________. 1989.Pengajaran Kosakata.Bandung: Angkasa.

______________. 1990. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.

Wellek dan Warren. 1989. Teori Kesusastraan (diIndonesiakan oleh Melani Budianta). Jakarta: Gramedia.

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Lampiran: Analisis Jenis Gaya Bahasa dan Analisis Maknanya

1. Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!

No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna

1 “Sepanjang hidup saya

melihat manusia

berkaki empat.

Berekor anjing, babi

atau kerbau. Berbulu

serigala, landak atau

harimau. Dan

berkepala ular,

banteng atau keledai”

(hal 1)

M.1 Gaya bahasa metafora pada

kalimat (1) mempunyai dua

gagasan, yang pertama

“manusia” sesuatu yang

dipikirkan yang menjadi objek

sedangkan yang satunya

“berkaki empat. Berekor

anjing, babi atau kerbau.

Berbulu serigala, landak atau

harimau. Dan berkepala ular,

banteng atau keledai”

merupakan perbandingan dari

pernyataan pertama. Gaya

bahasa metafora adalah sejenis

gaya bahasa perbandingan

yang singkat, padat, tersusun

rapi. Di dalamnya terlihat dua

gagasan: yang satu adalah

suatu kenyataan, sesuatu yang

dipikirkan, yang menjadi

objek dan yang satu lagi

merupakan pembanding

terhadap kenyataan tadi.

Majas perbandingan

diungkapkan secara singkat

dan padat.

Penggunaan gaya bahasa

metafora pada kalimat (1)

memberi makna bahwa

sepanjang hidup tokoh

saya melihat

manusia-manusia yang mengaku

memiliki akal budi dan

berkelakuan baik namun

sebenarnya itu hanya

semacam tameng untuk

menutupi kelakuan mereka

yang liar seperti binatang.

2 “Hati saya terasa ngilu

bagai disayat-sayat

sembilu” (hal 2)

S.1 Analisis gaya bahasa

perumpamaan pada kalimat

(2) yakni pengarang

menggunakan perbandingan

eksplisit yang dinyatakan

dengan menggunakan kata

pembanding seperti, bagai,

ibarat untuk menegaskan

bahwa kalimat tersebut

menggunakan gaya bahasa

perumpamaan. Namun,

Kalimat (2) menunjukan

bahwa sembilu adalah

sebilah pisau yang terbuat

dari bambu yang tipis,

kecil, dan tajam. Sembilu

ini biasa digunakan oleh

orang zaman dahulu untuk

mengiris usus atau

bagian-bagian tubuh ayam yang

disembelih. Benda ini

tidak dapat digunakan

adanya gaya bahasa

perumpamaan. Pengarang

mengibaratkan rasa sakit hati

manusia dengan sayatan

sembilu.

atau menyayat. Dengan

ketajamannya, usus ayam

dengan mudah dapat diiris

dan dibersihkan bagian

dalamnya. Dengan

memperhatikan

keampuhan sembilu dalam

menyayat itulah sembilu

digunakan untuk

menyatakan betapa pedih

dan sakitnya perasaan

tokoh saya karena

ditertawakan dan merasa

tidak dipedulikan.

Pengarang ingin

menunjukkan bahwa sakit

hati yang dirasakan tokoh

saya begitu besar sehingga

tidak cukup disebut

dengan kata “ngilu”.

3 “Atau akal merekakah

yang sedang

memerintah hati untuk

membohongi

perasaannya sendiri?”

(hal 6)

P.1 Analisis gaya bahasa

personifikasi pada kalimat (3)

terbukti pada usaha

penginsanan terhadap benda

mati atau ide yang abstrak

yang seolah-olah memiliki

sifat seperti manusia. Gaya

bahasa personifikasi terdapat

pada kata “memerintah”.

Memerintah merupakan suatu

kegiatan manusia untuk

menyuruh orang lain

melakukan sesuatu yang dia

inginkan. Hal ini sejalan

dengan pengertian gaya

bahasa personifikasi dimana

gaya bahasa personifikasi

adalah jenis gaya bahasa yang

melekatkan sifat insan kepada

barang yang tidak bernyawa

dan ide yang abstrak. Dalam

hal ini, “akal” digambarkan

memiliki sifat seperti manusia

yang dapat memberi perintah.

Makna dari kalimat (3)

yaitu walaupun perasaan

manusia tahu mana yang

benar dan mana yang

salah, tetapi pikiran

mendorong perasaan untuk

melakukan sesuatu yang

bertentangan dengan

kebenaran yang diyakini

oleh perasaan tersebut.

berkepala anjing dan

berbuntut babi yang

kerap

menyembunyikan

buntutnya di kedua

belah paha singanya”

(hal 8)

pengarang membandingkan

wanita dengan bagian-bagian

tubuh dari anjing, babi, dan

singa. Atau dengan kata lain,

majas metafora di atas

mempunyai dua gagasan, yang

pertama “wanita” sesuatu yang

dipikirkan yang menjadi objek

sedangkan yang satunya

“berkepala anjing, berbuntut

babi, dan paha singa”

merupakan perbandingan dari

pernyataan pertama. Hal ini

dilakukan pengarang tanpa

menggunakan kata-kata

seperti, bagai, bagaikan,

layaknya seperti dalam majas

perumpamaan yang

menggunakan kata-kata

pembanding tersebut.

memberi makna bahwa

sebenarnya wanita tersebut

memiliki perilaku yang

buruk namun dia pandai

menyembunyikannya

dengan bersikap layaknya

orang baik-baik di depan

orang banyak.

5 “Mata saya

bertubrukan dengan

mata Si Kepala

Buaya” (hal 8)

P.2 Analisis gaya bahasa

personifikasi pada kalimat (5)

terdapat pada kata

”bertubrukan”. Bertubrukan

merupakan suatu kegiatan

manusia dimana manusia yang

satu dengan yang lain tidak

sengaja saling beradu. ”Mata”

diibaratkan seperti manusia

yang bisa bergerak dan dapat

bertubrukan dengan orang

lain. Hal ini sejalan dengan

pengertian gaya bahasa

personifikasi dimana gaya

bahasa personifikasi adalah

jenis gaya bahasa yang

melekatkan sifat insan kepada

barang yang tidak bernyawa

dan ide yang abstrak.

Makna dari kalimat (5)

bahwa mata dari tokoh

saya tidak sengaja

bertatapan dengan mata

seseorang yang dijuluki Si

Kepala Buaya karena

sifatnya yang seperti buaya

darat (orang yang suka

berganti-ganti pasangan

walaupun orang itu sudah

memiliki pasangan tetap).

mendesak kuat” (hal

12)

bahasa personifikasi. Hal ini

terlihat jelas pada usaha

penginsanan ide yang abstrak.

Pada kalimat tersebut, kata

“keingintahuan” merupakan

sesuatu yang sifatnya abstrak.

Kata “mendesak” mengacu

pada perbuatan manusia untuk

segera melakukan sesuatu.

Pengarang membuat

seolah-olah rasa ingin tahu dapat

melakukan sesuatu layaknya

manusia. Kalimat tersebut

menunjukkan bahwa

“mendesak” yaitu memaksa

untuk segera dilakukan

sesuatu. Hal ini biasa

dilakukan manusia ketika

mereka ada dalam keadaan

yang sangat genting sehingga

harus memutuskan sesuatu

dengan cepat.

yaitu keingintahuan tokoh

saya seolah-olah

memaksanya untuk segera

melakukan sesuatu agar ia

dapat menemukan jawaban

dari berbagai pertanyaan

yang berkecamuk dalam

pikirannya

7 “Dan mata lintah

kelihatan benar-benar

tertawa” (hal 14)

P.4 Kalimat (7) merupakan gaya

bahasa personifikasi. Hal ini

terlihat jelas pada usaha

penginsanan pada benda atau

ide yang abstrak. Pada kalimat

(7), ”mata” merupakan sesuatu

yang tidak bernyawa. Kata

“tertawa” mengacu pada

indera penglihatan yang

dimiliki makhluk hidup untuk

melihat sesuatu. Pengarang

mengibaratkan mata dapat

tertawa layaknya manusia. Hal

ini sejalan dengan pengertian

dari gaya bahasa personifikasi.

Kalimat (7)

menggambarkan mata

orang yang diberi julukan

lintah itu seolah-olah

tertawa layaknya manusia

yang sedang tertawa.

Manusia tertawa di saat

mereka merasa bahagia.

Dalam cerpen, tokoh lintah

terlihat sangat senang, rasa

senang itu terpancar dari

sorot matanya yang

memancarkan

kebahagiaan.

8 “Saya pernah

membaca di surat

kabar bahwa Ibu sudah

diberi julukan

penyanyi Medusa”

(hal 14)

M.3 Gaya bahasa metafora pada

kalimat (8) terdapat pada

“Ibu” yang menjadi objek dan

yang menjadi pembanding

adalah “medusa”. Dalam

mitologi Yunani, Medusa

Penggunaan gaya bahasa

metafora pada kalimat

nomor (8) memberi makna

bahwa Ibu dari tokoh saya

adalah seorang penyanyi

terkenal yang sering

wanita cantik dengan ular

sebagai rambutnya. Medusa

pada awalnya adalah seorang

perawan cantik dan

merupakan pendeta wanita di

kuil milik Athena. Namun

suatu ketika ia diperkosa oleh

Poseidon di dalam kuil

Athena. Hal ini membuat

Athena marah, ia pun

mengubah rambut Medusa

menjadi ular dan mengutuk

Medusa sehingga siapapun

yang melihat matanya, akan

menjadi batu.

bahwa ibu tersebut dijuluki

penyanyi Medusa karena

kecantikan yang memikat

mata orang-orang,

terutama mata laki-laki.

Mungkin, kecantikan

tersebut dianggap menjadi

kutukan bagi laki-laki

yang tertarik tidak hanya

terhadap suara, tetapi juga

dengan paras cantiknya.

9 “Bau wangi

menyergap hidung

saya” (hal 16)

P.5 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

menyergap”. Kata menyergap

mengacu pada suatu kegiatan

manusia untuk menangkap

sesuatu. Sedangkan bau wangi

diandaikan seperti manusia

yang bisa bergerak dan

menangkap sesuatu. Hal ini

sejalan dengan pengertian

gaya bahasa personifikasi

dimana gaya bahasa

personifikasi adalah jenis

majas yang melekatkan sifat

insan kepada barang yang

tidak bernyawa dan ide yang

abstrak.

Makna dari kalimat di atas,

bau wangi yang dirasakan

oleh hidung tokoh saya

sangat pekat sehingga

seolah-olah tidak bisa

lepas dari bau tersebut

karena bau tersebut seolah

mengelilingi dirinya.

10 “Angin membuka tirai

jendela” (hal 18)

P.6 Kalimat (10) menggunakan

gaya bahasa personifikasi

dimana angin seolah-olah

seperti menyingkap tirai

jendela yang tadinya tertutup

menjadi tidak tertutup

(terbuka). Hal ini membuat

seolah-olah angin dapat

membuka jendela layaknya

manusia membuka jendela.

Makna kalimat (10) yaitu

tirai jendela yang tadinya

menutupi jendela tiba-tiba

tersibak (terbuka) karena

tertiup angin sehingga

cahaya dari luar jendela

dapat masuk. Hal ini

membuat seolah-olah

angin dapat membuka

jendela layaknya manusia.

3. Cerpen Durian

No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna

11 “Ia ingin menjilati

tangannya yang sedikit

berdarah tergores duri

dan terkena daging

buah durian yang

sedikit menyeruak

ketika ia

membukanya” (hal 22)

P.7 Kalimat (11) merupakan gaya

bahasa personifikasi. Hal ini

ditunjukkan pada kata

menyeruak”. Kata

“menyeruak” mengacu pada

suatu cara manusia untuk

keluar dari suatu kerumunan

atau sesuatu yang

menghalangi jalannya.

Pengarang menggunakan kata

“menyeruak” untuk daging

buah durian itu layaknya

manusia yang menerobos

sesuatu yang menghalanginya.

Makna dari kalimat (11)

yaitu buah durian itu

seolah-olah berusaha untuk

keluar dari sesuatu yang

menghalanginya (kulit

buah durian).

12 “Bau durian keemasan

telah mengepung seisi

rumah besar itu” (hal

23)

P.8 Pada kalimat (12), gaya

bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

“mengepung”. Kata

“mengepung” mengacu pada

suatu kegiatan manusia

mengelilingi sesuatu.

Sedangkan bau durian

diandaikan seperti manusia

yang dapat mengelilingi

sesuatu.

Makna kalimat (12) yaitu

bau durian itu seolah-olah

mengelilingi atau

memenuhi ruangan yg ada

di dalam rumah besar itu

sehingga penghuninya

tidak dapat meloloskan

diri dari bau tersebut.

4. Cerpen Melukis Jendela

13 “Luka bekas sayatan

di pipinya mulai

memudar dan ternyata

tidak juga dapat

menyembunyikan

kecantikan Mayra”

(hal 36)

P.9 Pada kalimat (13), gaya

bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

“menyembunyikan”.

Menyembunyikan mengacu

pada suatu kegiatan manusia

untuk menutupi sesuatu

supaya jangan (tidak) terlihat.

Hal itu biasa dilakukan

manusia bila manusia

memiliki sesuatu yang

Pengarang menggunakan

kalimat itu untuk

menunjukkan kepada

pembaca bahwa Mayra

memiliki luka bekas

sayatan di pipinya. Namun

meskipun demikian, bekas

sayatan di pipi Mayra tetap

tidak mampu menutupi

wajah Mayra yang cantik.

aib, dan lain-lain). Sedangkan

luka bekas sayatandiandaikan

dapat menutupi sesuatu

layaknya manusia.

14 “Tiba-tiba ia diserang

rasa perasaan cemas

jika mimpinya

menjadi kenyataan”

(hal 37)

P.10 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

“diserang”. Kata diserang

mengacu pada kegiatan

manusia menyerbu sesuatu.

Sedangkan perasaan

diandaikan sebagai manusia

yang dapat menyerang

sesuatu.

Makna kalimat (14) yaitu

bahwa rasa cemas

seolah-olah menyerbu perasaan

tokoh ia. Tokoh ia dilanda

kecemasan karena takut

mimpinya menjadi

kenyataan.

15 “Ia sering masuk ke

dalam jendela itu lalu

menemukan dirinya

terbaring di hamparan

hangat pasir putih dan

riak ombak

menggelitik pucuk jari

kakinya” (hal 38)

P.11 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

“menggelitik”. Kata

menggelitik mengacu pada

suatu perbuatan yang

dilakukan manusia untuk

menyebabkan rasa geli di

bagian tubuh. Sedangkan riak

ombak diandaikan seperti

manusia yang melakukan

perbuatan menggelitik

seseorang.

Kalimat (15) bermakna

bahwa riak ombak

seolah-olah menggelitik pucuk

jari kaki tokoh dalam

cerpen sehingga ia

merasakan kegelian

seperti halnya manusia

yang menggelitik orang

lain.

16 “Bayangan rambut

hitam laki-laki yang

tergerai hingga dada

menari-nari tertiup

angin di atas kuda

putih tak berpelana”

(hal 38)

P.12 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

“menari-nari”. Menari

dilakukan manusia dengan

menggerak-gerakkan

badannya, biasanya dengan

diiringi bunyi-bunyian. Pada

kalimat di atas, bayangan

rambut diandaikan seperti

manusia yang dapat menari.

Kalimat (16) bermakna

bahwa bayangan rambut

laki-laki itu

bergerak-gerak seolah-olah sedang

menari saat tertiup angin.

17 “Udara pagi menusuk

kulitnya namun

hatinya hangat oleh

P.13 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

“menusuk”. Menusuk

Makna dari kalimat “udara

pagi menusuk kulit” yaitu

udaranya sangat dingin.

sesuatu ke dalam suatu bagian

tubuh atau pun benda. Pada

kalimat di atas, udara pagi

seolah-olah dapat menusuk

layaknya manusia.

meskipun dia merasa

kedinginan yang amat

sangat, namun dia

merasakan suatu

kebahagiaan yang tak

terkira sehingga dinginnya

pagi yang seolah-olah

menusuk kulitnya tidak

dia rasakan.

18 “Seperti kerbau

dicucuk hidungnya

mereka mengikuti

langkah Mayra menuju

kantin” (hal 39)

S.2 Analisis gaya bahasa

perumpamaan pada kalimat

(18), yakni pengarang

menggunakan perbandingan

eksplisit yang dinyatakan

dengan menggunakan kata

seperti, bagai, bagaikan, dan

ibarat untuk menegaskan

bahwa kalimat tersebut

menggunakan majas

perumpamaan. Namun,

kalimat tersebut menggunakan

kata seperti untuk

menandakan adanya majas

perumpamaan. Pengarang

mengibaratkan mereka

(teman-teman Mayra) dengan

hewan kerbau.

Sebagaimana dengan kuda

dan gajah, kerbau juga

menjadi binatang yang

dapat digunakan untuk

membantu aktivitas

manusia. Karena

kekuatannya, kerbau dapat

dikendalikan untuk

membajak sawah atau pun

mendorong pedati. Untuk

mengendalikan kerbau,

seseorang tidak cukup

menggunakan cambuk

tetapi juga menggunakan

semacam cincin yang

dipasang di antara rongga

hidung kerbau. Untuk

memasukkan cincin

tersebut, hidung kerbau

harus dicucuk dan

dilubangi. Selanjutnya,

cincin tersebut dimasuki

dengan tali yang dapat

digunakan untuk

mengendalikan kerbau.

Tindakan mereka

mengikuti Langkah Mayra

menuju kantin diibaratkan

seperti kerbau yang

dicucuk hidungnya.

Artinya, mereka mengikuti

Mayra begitu saja seperti

ada tarikan kuat yang

berasal dari Mayra.

seolah-olah

mengendalikan mereka

untuk mengikutinya.

Pesona tersebut membuat

laki-laki tak berdaya.

5. Cerpen SMS

No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna

Tidak ada data yang ditemukan

6. Cerpen Menepis Harapan

No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna

19 “Suara gong selalu

menyambut

kedatangan tamu di

lobby hotel ini” (hal

56)

P.14 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

menyambut”. Kegiatan

menyambut biasa dilakukan

manusia saat mereka

kedatangan tamu dalam suatu

acara. Pada kalimat di atas,

suara gong diandaikan seperti

manusia yang dapat

menyambut tamu.

Manusia biasa menyambut

tamu saat mereka

mengadakan suatu acara.

Pengarang membuat suara

gong seolah-olah dapat

menyambut tamu

layaknya manusia.

Kalimat (19) bermakna

bahwa suara gong

seolah-olah selalu menyongsong

kedatangan orang-orang di

lobbyhotel.

20 “Gelak tawa dan derap

kaki anak-anak kecil

berlari menyapa

hangat telinganya”

(hal 56)

P.15 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

menyapa”. Menyapa

mengacu pada kegiatan

manusia untuk sekedar

menegur atau mengajak

bercakap-cakap orang lain.

Pada kalimat di atas, “gelak

tawa dan derap kaki

diandaikan seperti manusia

yang dapat menyapa

seseorang.

Kalimat (20) bermakna

bahwa tokoh ia

seolah-olah diajak

bercakap-cakap oleh tawa dan derap

kaki anak-anak kecil yang

sedang berlari.

21 “Rintik hujan mulai

jatuh bagai jutaan

S.3 Pengarang membandingkan

rintik hujan” dengan “jutaan

Jarum melambangkan

ketajaman. Emas dapat

(hal 58) perumpamaan karena

perbandingannya ditandai

dengan kata bagai.

dimanfaatkan untuk

berbagai keperluan.

Mungkin pengarang

hendak menggambarkan

betapa mengerikannya

rintik hujan tersebut.

Rintik hujan tersebut

sangat deras sehingga

orang-orang berusaha

menghindarinya agar tidak

sakit walaupun di sisi lain

hujan juga sangat berharga

karena manusia

membutuhkannya untuk

berbagai keperluan.

22 “Dan ia merasa sangat

jauh terasing dari

pengunjung hotel yang

sekedar datang untuk

makan, minum, dan

bermalam. Merasa

tidak menjadi bagian

dari kemewahan dan

kebahagiaan itu.

Merasa dirinya cuma

serpihan debu yang

menyelinap secara

sembunyi-sembunyi di

antara denting gelas

kristal, gemerlap

mutiara dan berlian”

(hal 61)

M.4 Gaya bahasa metafora terdapat

kata ”ia” dan ”serpihan debu”.

Pengarang mencoba

membandingkan “ia” dengan

”serpihan debu” tanpa

menggunakan kata-kata

pembanding seperti, bagai,

bak, dan kata pembanding

lainnya. Tokoh “ia

diandaikan seperti seorang

penyelinap, seperti halnya

serpihan debu” yang begitu

kecil dan mudah menyelinap

di berbagai tempat.

kalimat (22) memiliki

makna bahwa tokoh ia

merasa asing di antara

para pengunjung yang

datang ke tempat itu. Itu

disebabkan karena ia

merasa memiliki tujuan

yang berbeda dengan para

pengunjung. Ia berada di

tempat itu untuk bekerja

mencari uang, sedangkan

mereka datang ke tempat

itu untuk

bersenang-senang menghamburkan

uang.

23 Malam hadirkan

bulan. Bulan cipta

cahaya. Cahaya

menyeka angkasa.

Angkasa mengirim

hujan. Hujan menyapa

angin. Angin

menggoyang perahu.

Perahu tempat mereka

bercinta dan menjalin

lamanya tiga tahun

hubungan. Namun

A Gaya bahasa alegori pada

kalimat (23) dapat dilihat dari

cara pengarang menyatakan

perbandingan antara hal yang

satu dengan hal yang lain

secara implisit dan saling

berkesinambungan.

Kalimat (23) bermakna

bahwa tokoh utama dalam

cerpen tersebut tidak dapat

hidup bersama dengan

Glen, pria beristri yang

dicintainya. Walaupun

mereka sudah beberapa

tahun menjalin hubungan

namun mereka tidak bias

bersatu. Hal ini

dikarenakan pria beristri

tersebut lebih memilih

mereka tanpa pernah

mengirim ke

pelabuhan. Pelabuhan

dimana mereka bisa

menepi dan

membangun rumah

bahagia dengan

fondasi cinta. Angin

hanya

mengombang-ambingkan perahu dan

menggulung ombak

hingga mereka tertelan

ke dalam samudera

tanpa dasar (hal. 62)

istrinya dan anak-anaknya.

24 “Di atas tempat duduk

bar yang tinggi ia

harus berusaha duduk

dengan sikap yang

benar atau belahan

tinggi pada pahanya

akan memancing

kerlingan mata-mata

nakal” (hal 63)

P.16 Gaya bahasa personifikasi

ditunjukkan pada kata

memancing”. Memancing

mengacu pada kegiatan

manusia dengan menggunakan

sesuatu untuk memikat

sasarannya. Pada kalimat di

atas, “belahan tinggi pada

paha” diandaikan seperti

manusia yang dapat

memancing sesuatu.

Makna dari kalimat (24),

tokoh dalam cerpen

berusaha duduk dengan

sikap yang benar agar

pahanya tidak terlihat. Hal

ini dikarenakan busana

yang ia kenakan cukup

pendek sehingga apabila

pahanya terlihat, hal itu

dapat mengundang para

para lelaki untuk

melihatnya dan membuat

mereka membayangkan

sesuatu yang nakal.

25 “Semua

berdesing-desing bagai letusan

senapan di

sekelilingnya ketika ia

melihat sesosok

laki-laki berdiri

menatapnya” (hal 64)

S.4 Gaya bahasa perumpamaan

terdapat pada cara pengarang

membandingkan sesuatu

dengan sesuatu yang lain.

Dalam kalimat di atas yang

dibandingkan yaitu kata

semua berdesing-desing” dan

letusan senapan” yang

ditandai dengan kata

Dokumen terkait