Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengajukan beberapa saran bagi para
peneliti selanjutnya terutama yang melakukan penelitian yang sejenis. Saran dari
peneliti adalah sebagai berikut:
1. Penelitian ini hanya membahas majas perbandingan dan makna yang
disampaikan dari penggunaan gaya bahasa tersebut pada kumpulan cerpen
Mereka Bilang, Saya Monyet! karya Djenar Maesa Ayu. Peneliti berharap
apabila ada peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang sejenis,
peneliti lain sebaiknya meneliti seluruh majas, tidak hanya terbatas pada
satu atau dua majas sehingga akan lebih banyak gaya bahasa yang
ditemukan dalam suatu objek penelitian.
2. Objek yang diteliti sebaiknya tidak hanya kumpulan cerpen tetapi bisa
72
DAFTAR PUSTAKA
Agni, Bingar. 2008. Sastra Indonesia Lengkap. Jakarta:H-Fet.
Aminuddin. 2009. Pengantar Apresiasi Karya Sastra.Bandung: Sinar Baru Algen
Sindo.
Ayu, Djenar Maesa. 2002. Mereka Bilang, Saya Monyet!. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Budianta, Melani. 2002. Membaca Sastra. Jakarta: Indonesiatera.
Djajasudarma, T. Fatimah. 1993. Semantik 2: Pemahaman Ilmu Makna. Bandung:
PT Eresco.
Efendi, Haris Thahar. 1999. Kiat Menulis Cerita Pendek.Bandung: Angkasa.
Endraswara, Suwardi.2003. Metodologi Penelitian Sastra: Epistemologi, Model,
Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Widiyatama.
Esten, Mursal. 2000. Kesusatraan: Pengantar Teori dan Sejarah. Bandung:
Angkasa.
Jayanti, Fitri Dwi. 2009. Diksi dan Gaya Bahasa Pada Wacana Iklan Majalah
Kawanku Edisi Januari-Maret 2009. Skripsi. Yogyakarta: PBSID,
FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Keraf, Gorys. 1996. Diksi dan Gaya Bahasa.Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Kosasih, A. 2004. Bimbingan Pemantapan Bahasa Indonesia. Bandung: Yrama
Widya.
Moeliono, Anton. M. 1989. Kembara Bahasa. Jakarta: PT Gramedia.
Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Repinus. 2010. Gaya Bahasa dalam Iklan Obat-obatan di Televisi. Skripsi.
Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Sangadji, Etta Mamang.2010. Metodologi Penelitian: Pendekatan Praktis dalam
Penelitian. Yogyakarta: ANDI.
Sayuti, Suminto. A. 2000. Berkenalan dengan Prosa Fiksi. Yogyakarta: Gama
Media.
Semi, M. Atar. 1993. Anatomi Sastra. Padang: FBSS IKIP Padang.
Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa Pengantar
Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis.Yogyakarta: Duta
Wacana University Press.
Sudjiman, Panuti. 1990. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: UI.
______________. 1998. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.
Suryadi. 2005. Struktur dan Gaya Bahasa dalam Wacana Personality Feature
pada harian Kompas terbitan 2003. Skripsi. Yogyakarta: PBSID,
FKIP, Universitas Sanata Dharma.
Suryanto, Alex dan Agus Hariyanto. 2007. Panduan Belajar Bahasa dalam Sastra
Indonesia. Tangerang: ESIS.
Suharso dan Ana Retnoningsih. 2009. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Semarang:
Widya Karya.
Sumardjo, Jakob. 1994. Menulis Cerpen.Bandung: Pustaka Pelajar.
______________. 2007. Catatan Kecil Tentang Menulis Cerpen. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sunardi, St. 2004. Semiotika Negativa. Yogyakarta: Penerbit Buku Baik.
Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.
______________. 1985.Pengajaran Gaya Bahasa.Bandung: Angkasa.
______________. 1989.Pengajaran Kosakata.Bandung: Angkasa.
______________. 1990. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa.
Wellek dan Warren. 1989. Teori Kesusastraan (diIndonesiakan oleh Melani
Budianta). Jakarta: Gramedia.
Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan
Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Lampiran: Analisis Jenis Gaya Bahasa dan Analisis Maknanya
1. Cerpen Mereka Bilang, Saya Monyet!
No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna
1 “Sepanjang hidup saya
melihat manusia
berkaki empat.
Berekor anjing, babi
atau kerbau. Berbulu
serigala, landak atau
harimau. Dan
berkepala ular,
banteng atau keledai”
(hal 1)
M.1 Gaya bahasa metafora pada
kalimat (1) mempunyai dua
gagasan, yang pertama
“manusia” sesuatu yang
dipikirkan yang menjadi objek
sedangkan yang satunya
“berkaki empat. Berekor
anjing, babi atau kerbau.
Berbulu serigala, landak atau
harimau. Dan berkepala ular,
banteng atau keledai”
merupakan perbandingan dari
pernyataan pertama. Gaya
bahasa metafora adalah sejenis
gaya bahasa perbandingan
yang singkat, padat, tersusun
rapi. Di dalamnya terlihat dua
gagasan: yang satu adalah
suatu kenyataan, sesuatu yang
dipikirkan, yang menjadi
objek dan yang satu lagi
merupakan pembanding
terhadap kenyataan tadi.
Majas perbandingan
diungkapkan secara singkat
dan padat.
Penggunaan gaya bahasa
metafora pada kalimat (1)
memberi makna bahwa
sepanjang hidup tokoh
saya melihat
manusia-manusia yang mengaku
memiliki akal budi dan
berkelakuan baik namun
sebenarnya itu hanya
semacam tameng untuk
menutupi kelakuan mereka
yang liar seperti binatang.
2 “Hati saya terasa ngilu
bagai disayat-sayat
sembilu” (hal 2)
S.1 Analisis gaya bahasa
perumpamaan pada kalimat
(2) yakni pengarang
menggunakan perbandingan
eksplisit yang dinyatakan
dengan menggunakan kata
pembanding seperti, bagai,
ibarat untuk menegaskan
bahwa kalimat tersebut
menggunakan gaya bahasa
perumpamaan. Namun,
Kalimat (2) menunjukan
bahwa sembilu adalah
sebilah pisau yang terbuat
dari bambu yang tipis,
kecil, dan tajam. Sembilu
ini biasa digunakan oleh
orang zaman dahulu untuk
mengiris usus atau
bagian-bagian tubuh ayam yang
disembelih. Benda ini
tidak dapat digunakan
adanya gaya bahasa
perumpamaan. Pengarang
mengibaratkan rasa sakit hati
manusia dengan sayatan
sembilu.
atau menyayat. Dengan
ketajamannya, usus ayam
dengan mudah dapat diiris
dan dibersihkan bagian
dalamnya. Dengan
memperhatikan
keampuhan sembilu dalam
menyayat itulah sembilu
digunakan untuk
menyatakan betapa pedih
dan sakitnya perasaan
tokoh saya karena
ditertawakan dan merasa
tidak dipedulikan.
Pengarang ingin
menunjukkan bahwa sakit
hati yang dirasakan tokoh
saya begitu besar sehingga
tidak cukup disebut
dengan kata “ngilu”.
3 “Atau akal merekakah
yang sedang
memerintah hati untuk
membohongi
perasaannya sendiri?”
(hal 6)
P.1 Analisis gaya bahasa
personifikasi pada kalimat (3)
terbukti pada usaha
penginsanan terhadap benda
mati atau ide yang abstrak
yang seolah-olah memiliki
sifat seperti manusia. Gaya
bahasa personifikasi terdapat
pada kata “memerintah”.
Memerintah merupakan suatu
kegiatan manusia untuk
menyuruh orang lain
melakukan sesuatu yang dia
inginkan. Hal ini sejalan
dengan pengertian gaya
bahasa personifikasi dimana
gaya bahasa personifikasi
adalah jenis gaya bahasa yang
melekatkan sifat insan kepada
barang yang tidak bernyawa
dan ide yang abstrak. Dalam
hal ini, “akal” digambarkan
memiliki sifat seperti manusia
yang dapat memberi perintah.
Makna dari kalimat (3)
yaitu walaupun perasaan
manusia tahu mana yang
benar dan mana yang
salah, tetapi pikiran
mendorong perasaan untuk
melakukan sesuatu yang
bertentangan dengan
kebenaran yang diyakini
oleh perasaan tersebut.
berkepala anjing dan
berbuntut babi yang
kerap
menyembunyikan
buntutnya di kedua
belah paha singanya”
(hal 8)
pengarang membandingkan
wanita dengan bagian-bagian
tubuh dari anjing, babi, dan
singa. Atau dengan kata lain,
majas metafora di atas
mempunyai dua gagasan, yang
pertama “wanita” sesuatu yang
dipikirkan yang menjadi objek
sedangkan yang satunya
“berkepala anjing, berbuntut
babi, dan paha singa”
merupakan perbandingan dari
pernyataan pertama. Hal ini
dilakukan pengarang tanpa
menggunakan kata-kata
seperti, bagai, bagaikan,
layaknya seperti dalam majas
perumpamaan yang
menggunakan kata-kata
pembanding tersebut.
memberi makna bahwa
sebenarnya wanita tersebut
memiliki perilaku yang
buruk namun dia pandai
menyembunyikannya
dengan bersikap layaknya
orang baik-baik di depan
orang banyak.
5 “Mata saya
bertubrukan dengan
mata Si Kepala
Buaya” (hal 8)
P.2 Analisis gaya bahasa
personifikasi pada kalimat (5)
terdapat pada kata
”bertubrukan”. Bertubrukan
merupakan suatu kegiatan
manusia dimana manusia yang
satu dengan yang lain tidak
sengaja saling beradu. ”Mata”
diibaratkan seperti manusia
yang bisa bergerak dan dapat
bertubrukan dengan orang
lain. Hal ini sejalan dengan
pengertian gaya bahasa
personifikasi dimana gaya
bahasa personifikasi adalah
jenis gaya bahasa yang
melekatkan sifat insan kepada
barang yang tidak bernyawa
dan ide yang abstrak.
Makna dari kalimat (5)
bahwa mata dari tokoh
saya tidak sengaja
bertatapan dengan mata
seseorang yang dijuluki Si
Kepala Buaya karena
sifatnya yang seperti buaya
darat (orang yang suka
berganti-ganti pasangan
walaupun orang itu sudah
memiliki pasangan tetap).
mendesak kuat” (hal
12)
bahasa personifikasi. Hal ini
terlihat jelas pada usaha
penginsanan ide yang abstrak.
Pada kalimat tersebut, kata
“keingintahuan” merupakan
sesuatu yang sifatnya abstrak.
Kata “mendesak” mengacu
pada perbuatan manusia untuk
segera melakukan sesuatu.
Pengarang membuat
seolah-olah rasa ingin tahu dapat
melakukan sesuatu layaknya
manusia. Kalimat tersebut
menunjukkan bahwa
“mendesak” yaitu memaksa
untuk segera dilakukan
sesuatu. Hal ini biasa
dilakukan manusia ketika
mereka ada dalam keadaan
yang sangat genting sehingga
harus memutuskan sesuatu
dengan cepat.
yaitu keingintahuan tokoh
saya seolah-olah
memaksanya untuk segera
melakukan sesuatu agar ia
dapat menemukan jawaban
dari berbagai pertanyaan
yang berkecamuk dalam
pikirannya
7 “Dan mata lintah
kelihatan benar-benar
tertawa” (hal 14)
P.4 Kalimat (7) merupakan gaya
bahasa personifikasi. Hal ini
terlihat jelas pada usaha
penginsanan pada benda atau
ide yang abstrak. Pada kalimat
(7), ”mata” merupakan sesuatu
yang tidak bernyawa. Kata
“tertawa” mengacu pada
indera penglihatan yang
dimiliki makhluk hidup untuk
melihat sesuatu. Pengarang
mengibaratkan mata dapat
tertawa layaknya manusia. Hal
ini sejalan dengan pengertian
dari gaya bahasa personifikasi.
Kalimat (7)
menggambarkan mata
orang yang diberi julukan
lintah itu seolah-olah
tertawa layaknya manusia
yang sedang tertawa.
Manusia tertawa di saat
mereka merasa bahagia.
Dalam cerpen, tokoh lintah
terlihat sangat senang, rasa
senang itu terpancar dari
sorot matanya yang
memancarkan
kebahagiaan.
8 “Saya pernah
membaca di surat
kabar bahwa Ibu sudah
diberi julukan
penyanyi Medusa”
(hal 14)
M.3 Gaya bahasa metafora pada
kalimat (8) terdapat pada
“Ibu” yang menjadi objek dan
yang menjadi pembanding
adalah “medusa”. Dalam
mitologi Yunani, Medusa
Penggunaan gaya bahasa
metafora pada kalimat
nomor (8) memberi makna
bahwa Ibu dari tokoh saya
adalah seorang penyanyi
terkenal yang sering
wanita cantik dengan ular
sebagai rambutnya. Medusa
pada awalnya adalah seorang
perawan cantik dan
merupakan pendeta wanita di
kuil milik Athena. Namun
suatu ketika ia diperkosa oleh
Poseidon di dalam kuil
Athena. Hal ini membuat
Athena marah, ia pun
mengubah rambut Medusa
menjadi ular dan mengutuk
Medusa sehingga siapapun
yang melihat matanya, akan
menjadi batu.
bahwa ibu tersebut dijuluki
penyanyi Medusa karena
kecantikan yang memikat
mata orang-orang,
terutama mata laki-laki.
Mungkin, kecantikan
tersebut dianggap menjadi
kutukan bagi laki-laki
yang tertarik tidak hanya
terhadap suara, tetapi juga
dengan paras cantiknya.
9 “Bau wangi
menyergap hidung
saya” (hal 16)
P.5 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
”menyergap”. Kata menyergap
mengacu pada suatu kegiatan
manusia untuk menangkap
sesuatu. Sedangkan bau wangi
diandaikan seperti manusia
yang bisa bergerak dan
menangkap sesuatu. Hal ini
sejalan dengan pengertian
gaya bahasa personifikasi
dimana gaya bahasa
personifikasi adalah jenis
majas yang melekatkan sifat
insan kepada barang yang
tidak bernyawa dan ide yang
abstrak.
Makna dari kalimat di atas,
bau wangi yang dirasakan
oleh hidung tokoh saya
sangat pekat sehingga
seolah-olah tidak bisa
lepas dari bau tersebut
karena bau tersebut seolah
mengelilingi dirinya.
10 “Angin membuka tirai
jendela” (hal 18)
P.6 Kalimat (10) menggunakan
gaya bahasa personifikasi
dimana angin seolah-olah
seperti menyingkap tirai
jendela yang tadinya tertutup
menjadi tidak tertutup
(terbuka). Hal ini membuat
seolah-olah angin dapat
membuka jendela layaknya
manusia membuka jendela.
Makna kalimat (10) yaitu
tirai jendela yang tadinya
menutupi jendela tiba-tiba
tersibak (terbuka) karena
tertiup angin sehingga
cahaya dari luar jendela
dapat masuk. Hal ini
membuat seolah-olah
angin dapat membuka
jendela layaknya manusia.
3. Cerpen Durian
No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna
11 “Ia ingin menjilati
tangannya yang sedikit
berdarah tergores duri
dan terkena daging
buah durian yang
sedikit menyeruak
ketika ia
membukanya” (hal 22)
P.7 Kalimat (11) merupakan gaya
bahasa personifikasi. Hal ini
ditunjukkan pada kata
“menyeruak”. Kata
“menyeruak” mengacu pada
suatu cara manusia untuk
keluar dari suatu kerumunan
atau sesuatu yang
menghalangi jalannya.
Pengarang menggunakan kata
“menyeruak” untuk daging
buah durian itu layaknya
manusia yang menerobos
sesuatu yang menghalanginya.
Makna dari kalimat (11)
yaitu buah durian itu
seolah-olah berusaha untuk
keluar dari sesuatu yang
menghalanginya (kulit
buah durian).
12 “Bau durian keemasan
telah mengepung seisi
rumah besar itu” (hal
23)
P.8 Pada kalimat (12), gaya
bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“mengepung”. Kata
“mengepung” mengacu pada
suatu kegiatan manusia
mengelilingi sesuatu.
Sedangkan bau durian
diandaikan seperti manusia
yang dapat mengelilingi
sesuatu.
Makna kalimat (12) yaitu
bau durian itu seolah-olah
mengelilingi atau
memenuhi ruangan yg ada
di dalam rumah besar itu
sehingga penghuninya
tidak dapat meloloskan
diri dari bau tersebut.
4. Cerpen Melukis Jendela
13 “Luka bekas sayatan
di pipinya mulai
memudar dan ternyata
tidak juga dapat
menyembunyikan
kecantikan Mayra”
(hal 36)
P.9 Pada kalimat (13), gaya
bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“menyembunyikan”.
Menyembunyikan mengacu
pada suatu kegiatan manusia
untuk menutupi sesuatu
supaya jangan (tidak) terlihat.
Hal itu biasa dilakukan
manusia bila manusia
memiliki sesuatu yang
Pengarang menggunakan
kalimat itu untuk
menunjukkan kepada
pembaca bahwa Mayra
memiliki luka bekas
sayatan di pipinya. Namun
meskipun demikian, bekas
sayatan di pipi Mayra tetap
tidak mampu menutupi
wajah Mayra yang cantik.
aib, dan lain-lain). Sedangkan
luka bekas sayatandiandaikan
dapat menutupi sesuatu
layaknya manusia.
14 “Tiba-tiba ia diserang
rasa perasaan cemas
jika mimpinya
menjadi kenyataan”
(hal 37)
P.10 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“diserang”. Kata diserang
mengacu pada kegiatan
manusia menyerbu sesuatu.
Sedangkan perasaan
diandaikan sebagai manusia
yang dapat menyerang
sesuatu.
Makna kalimat (14) yaitu
bahwa rasa cemas
seolah-olah menyerbu perasaan
tokoh ia. Tokoh ia dilanda
kecemasan karena takut
mimpinya menjadi
kenyataan.
15 “Ia sering masuk ke
dalam jendela itu lalu
menemukan dirinya
terbaring di hamparan
hangat pasir putih dan
riak ombak
menggelitik pucuk jari
kakinya” (hal 38)
P.11 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“menggelitik”. Kata
menggelitik mengacu pada
suatu perbuatan yang
dilakukan manusia untuk
menyebabkan rasa geli di
bagian tubuh. Sedangkan riak
ombak diandaikan seperti
manusia yang melakukan
perbuatan menggelitik
seseorang.
Kalimat (15) bermakna
bahwa riak ombak
seolah-olah menggelitik pucuk
jari kaki tokoh dalam
cerpen sehingga ia
merasakan kegelian
seperti halnya manusia
yang menggelitik orang
lain.
16 “Bayangan rambut
hitam laki-laki yang
tergerai hingga dada
menari-nari tertiup
angin di atas kuda
putih tak berpelana”
(hal 38)
P.12 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“menari-nari”. Menari
dilakukan manusia dengan
menggerak-gerakkan
badannya, biasanya dengan
diiringi bunyi-bunyian. Pada
kalimat di atas, bayangan
rambut diandaikan seperti
manusia yang dapat menari.
Kalimat (16) bermakna
bahwa bayangan rambut
laki-laki itu
bergerak-gerak seolah-olah sedang
menari saat tertiup angin.
17 “Udara pagi menusuk
kulitnya namun
hatinya hangat oleh
P.13 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“menusuk”. Menusuk
Makna dari kalimat “udara
pagi menusuk kulit” yaitu
udaranya sangat dingin.
sesuatu ke dalam suatu bagian
tubuh atau pun benda. Pada
kalimat di atas, udara pagi
seolah-olah dapat menusuk
layaknya manusia.
meskipun dia merasa
kedinginan yang amat
sangat, namun dia
merasakan suatu
kebahagiaan yang tak
terkira sehingga dinginnya
pagi yang seolah-olah
menusuk kulitnya tidak
dia rasakan.
18 “Seperti kerbau
dicucuk hidungnya
mereka mengikuti
langkah Mayra menuju
kantin” (hal 39)
S.2 Analisis gaya bahasa
perumpamaan pada kalimat
(18), yakni pengarang
menggunakan perbandingan
eksplisit yang dinyatakan
dengan menggunakan kata
seperti, bagai, bagaikan, dan
ibarat untuk menegaskan
bahwa kalimat tersebut
menggunakan majas
perumpamaan. Namun,
kalimat tersebut menggunakan
kata seperti untuk
menandakan adanya majas
perumpamaan. Pengarang
mengibaratkan mereka
(teman-teman Mayra) dengan
hewan kerbau.
Sebagaimana dengan kuda
dan gajah, kerbau juga
menjadi binatang yang
dapat digunakan untuk
membantu aktivitas
manusia. Karena
kekuatannya, kerbau dapat
dikendalikan untuk
membajak sawah atau pun
mendorong pedati. Untuk
mengendalikan kerbau,
seseorang tidak cukup
menggunakan cambuk
tetapi juga menggunakan
semacam cincin yang
dipasang di antara rongga
hidung kerbau. Untuk
memasukkan cincin
tersebut, hidung kerbau
harus dicucuk dan
dilubangi. Selanjutnya,
cincin tersebut dimasuki
dengan tali yang dapat
digunakan untuk
mengendalikan kerbau.
Tindakan mereka
mengikuti Langkah Mayra
menuju kantin diibaratkan
seperti kerbau yang
dicucuk hidungnya.
Artinya, mereka mengikuti
Mayra begitu saja seperti
ada tarikan kuat yang
berasal dari Mayra.
seolah-olah
mengendalikan mereka
untuk mengikutinya.
Pesona tersebut membuat
laki-laki tak berdaya.
5. Cerpen SMS
No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna
Tidak ada data yang ditemukan
6. Cerpen Menepis Harapan
No. Kalimat Kode Analisis Gaya Bahasa Analisis Makna
19 “Suara gong selalu
menyambut
kedatangan tamu di
lobby hotel ini” (hal
56)
P.14 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“menyambut”. Kegiatan
menyambut biasa dilakukan
manusia saat mereka
kedatangan tamu dalam suatu
acara. Pada kalimat di atas,
suara gong diandaikan seperti
manusia yang dapat
menyambut tamu.
Manusia biasa menyambut
tamu saat mereka
mengadakan suatu acara.
Pengarang membuat suara
gong seolah-olah dapat
menyambut tamu
layaknya manusia.
Kalimat (19) bermakna
bahwa suara gong
seolah-olah selalu menyongsong
kedatangan orang-orang di
lobbyhotel.
20 “Gelak tawa dan derap
kaki anak-anak kecil
berlari menyapa
hangat telinganya”
(hal 56)
P.15 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“menyapa”. Menyapa
mengacu pada kegiatan
manusia untuk sekedar
menegur atau mengajak
bercakap-cakap orang lain.
Pada kalimat di atas, “gelak
tawa dan derap kaki”
diandaikan seperti manusia
yang dapat menyapa
seseorang.
Kalimat (20) bermakna
bahwa tokoh ia
seolah-olah diajak
bercakap-cakap oleh tawa dan derap
kaki anak-anak kecil yang
sedang berlari.
21 “Rintik hujan mulai
jatuh bagai jutaan
S.3 Pengarang membandingkan
“rintik hujan” dengan “jutaan
Jarum melambangkan
ketajaman. Emas dapat
(hal 58) perumpamaan karena
perbandingannya ditandai
dengan kata bagai.
dimanfaatkan untuk
berbagai keperluan.
Mungkin pengarang
hendak menggambarkan
betapa mengerikannya
rintik hujan tersebut.
Rintik hujan tersebut
sangat deras sehingga
orang-orang berusaha
menghindarinya agar tidak
sakit walaupun di sisi lain
hujan juga sangat berharga
karena manusia
membutuhkannya untuk
berbagai keperluan.
22 “Dan ia merasa sangat
jauh terasing dari
pengunjung hotel yang
sekedar datang untuk
makan, minum, dan
bermalam. Merasa
tidak menjadi bagian
dari kemewahan dan
kebahagiaan itu.
Merasa dirinya cuma
serpihan debu yang
menyelinap secara
sembunyi-sembunyi di
antara denting gelas
kristal, gemerlap
mutiara dan berlian”
(hal 61)
M.4 Gaya bahasa metafora terdapat
kata ”ia” dan ”serpihan debu”.
Pengarang mencoba
membandingkan “ia” dengan
”serpihan debu” tanpa
menggunakan kata-kata
pembanding seperti, bagai,
bak, dan kata pembanding
lainnya. Tokoh “ia”
diandaikan seperti seorang
penyelinap, seperti halnya
“serpihan debu” yang begitu
kecil dan mudah menyelinap
di berbagai tempat.
kalimat (22) memiliki
makna bahwa tokoh ia
merasa asing di antara
para pengunjung yang
datang ke tempat itu. Itu
disebabkan karena ia
merasa memiliki tujuan
yang berbeda dengan para
pengunjung. Ia berada di
tempat itu untuk bekerja
mencari uang, sedangkan
mereka datang ke tempat
itu untuk
bersenang-senang menghamburkan
uang.
23 Malam hadirkan
bulan. Bulan cipta
cahaya. Cahaya
menyeka angkasa.
Angkasa mengirim
hujan. Hujan menyapa
angin. Angin
menggoyang perahu.
Perahu tempat mereka
bercinta dan menjalin
lamanya tiga tahun
hubungan. Namun
A Gaya bahasa alegori pada
kalimat (23) dapat dilihat dari
cara pengarang menyatakan
perbandingan antara hal yang
satu dengan hal yang lain
secara implisit dan saling
berkesinambungan.
Kalimat (23) bermakna
bahwa tokoh utama dalam
cerpen tersebut tidak dapat
hidup bersama dengan
Glen, pria beristri yang
dicintainya. Walaupun
mereka sudah beberapa
tahun menjalin hubungan
namun mereka tidak bias
bersatu. Hal ini
dikarenakan pria beristri
tersebut lebih memilih
mereka tanpa pernah
mengirim ke
pelabuhan. Pelabuhan
dimana mereka bisa
menepi dan
membangun rumah
bahagia dengan
fondasi cinta. Angin
hanya
mengombang-ambingkan perahu dan
menggulung ombak
hingga mereka tertelan
ke dalam samudera
tanpa dasar (hal. 62)
istrinya dan anak-anaknya.
24 “Di atas tempat duduk
bar yang tinggi ia
harus berusaha duduk
dengan sikap yang
benar atau belahan
tinggi pada pahanya
akan memancing
kerlingan mata-mata
nakal” (hal 63)
P.16 Gaya bahasa personifikasi
ditunjukkan pada kata
“memancing”. Memancing
mengacu pada kegiatan
manusia dengan menggunakan
sesuatu untuk memikat
sasarannya. Pada kalimat di
atas, “belahan tinggi pada
paha” diandaikan seperti
manusia yang dapat
memancing sesuatu.
Makna dari kalimat (24),
tokoh dalam cerpen
berusaha duduk dengan
sikap yang benar agar
pahanya tidak terlihat. Hal
ini dikarenakan busana
yang ia kenakan cukup
pendek sehingga apabila
pahanya terlihat, hal itu
dapat mengundang para
para lelaki untuk
melihatnya dan membuat
mereka membayangkan
sesuatu yang nakal.
25 “Semua
berdesing-desing bagai letusan
senapan di
sekelilingnya ketika ia
melihat sesosok
laki-laki berdiri
menatapnya” (hal 64)
S.4 Gaya bahasa perumpamaan
terdapat pada cara pengarang
membandingkan sesuatu
dengan sesuatu yang lain.
Dalam kalimat di atas yang
dibandingkan yaitu kata
“semua berdesing-desing” dan
“letusan senapan” yang
ditandai dengan kata