• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

B. Saran

Sarana pendukung untuk meningkatkan produktivitas kerja para tenaga kerja dapat dikelompokkan pada dua golongan, yaitu:

1) Menyangkut lingkungan kerja, termasuk teknologi dan cara produksi, sarana dan peralatan produksi yang digunakan, tingkat keselamatan dan kesehatan kerja, serta suasana dalam lingkungan kerja itu sendiri.

2) Menyangkut kesejahteraan karyawan yang tercemin dalam sistem pengupahan dan jaminan sosial, serta jaminan kelangsungan kerja. c. Supra sarana

Apa yang terjadi dalam perusahaan dipengaruhi oleh apa yang terjadi di luarnya, seperti sumber-sumber faktor produksi yang akan

digunakan, prospek pemasaran, perpajakan, perijinan, lingkungan hidup, dan lain-lain. Hubungan antara pengusaha dengan karyawan juga mempengaruhi kegiatan-kegiatan yang dilakukan sehari-hari.

Menurut Suyati (1995:71), faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah sebagai berikut:

a. Pendidikan b. Motivasi c. Disiplin kerja d. Ketrampilan

e. Sikap dan etika kerja f. Gizi dan kesehatan g. Tingkat penghasilan

B. Pengalaman Kerja

1. Pengertian Pengalaman Kerja

Terdapat beberapa pengertian pengalaman kerja yang dikemukakan oleh para ahli, yakni sebagai berikut:

a. Menurut Manullang (1984:15), pengalaman kerja adalah proses pembentukan pengetahuan atau ketrampilan tentang metode suatu pekerjaan karena keterlibatan karyawan tersebut dalam pelaksanaan tugas pekerjaan.

b. Menurut Ranupandojo (1984:71), pengalaman kerja adalah ukuran tentang lama waktu atau masa kerja yang telah ditempuh seseorang

untuk dapat memahami tugas-tugas suatu pekerjaan dan telah melaksanakan dengan baik.

Menurut Murtoyo (2000:52), suatu perusahaan akan lebih cenderung memilih pelamar yang sudah berpengalaman karena mereka yang dipandang lebih mampu dalam melaksanakan tugas yang nantinya akan dikerjakan. Kenyataan menunjukkan bahwa ada kecenderungan makin lama masa kerja karyawan maka semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh karyawan yang bersangkutan. Sebaliknya, jika semakin singkat masa kerja karyawan maka hanya sedikit saja pengalaman kerja yang diperolehnya. Pengalaman kerja yang banyak memberikan kecenderungan bahwa calon karyawan atau karyawan tersebut memiliki keahlian dan ketrampilan yang relatif tinggi. Sebaliknya, jika terbatasnya pengalaman kerja yang dimiliki maka tingkat keahlian dan ketrampilan yang dimiliki oleh karyawan yang bersangkutan juga rendah. Jadi pengalaman kerja merupakan suatu hal yang sangat penting bagi para karyawan atau calon karyawan.

Menurut Hitzman (Syah, 1995:89), pengalaman yang mempengaruhi tingkah laku organisme dapat dianggap sebagai kesempatan belajar. Hasil belajar dari pengalaman kerja akan membuat orang tersebut bekerja dengan lebih efektif dan efisien. Pengalaman akan membentuk pengetahuan dan ketrampilan serta sikap yang lebih menyatu pada diri seseorang, jika bidang yang ditanganinya selama masih bekerja merupakan bidang yang sejenis. Dimana pada akhirnya akan membentuk spesialisasi

pengalaman kerja yang diperoleh selama seseorang bekerja pada suatu perusahaan dari mulai masuk hingga saat ini. Banyak sedikitnya pengalaman kerja akan menentukan atau menunjukkan bagaimana produktivitas kerjanya, artinya mudah-sukarnya atau cepat-lambatnya seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan akan dipengaruhi oleh seberapa banyak orang tersebut memiliki pengalaman kerja dalam melaksanakan suatu pekerjaan.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa pengalaman kerja adalah berapa lama seseorang menekuni pekerjaannya, baik tempat kerjanya yang sekarang atau yang sebelumnya.

2. Pengukuran Pengalaman Kerja

Pengukuran pengalaman kerja merupakan sarana untuk menganalisa dan mendorong efisiensi dalam pelaksanaan tugas pekerjaan. Menurut Asri (1986:131), terdapat beberapa hal yang digunakan untuk mengukur pengalaman kerja, yakni sebagai berikut:

a. Gerakannya mantap dan lancar; Setiap karyawan yang berpengalaman akan melakukan gerakan yang mantap dalam bekerja tanpa disertai keraguan.

b. Gerakannya berirama; Tercipta dari kebiasaannya dalam melakukan pekerjaan sehari-hari.

c. Lebih cepat menanggapi tanda-tanda; Tanda-tanda yang dimaksud ialah tanda jika akan terjadi kesalahan/kecelakaan kerja.

d. Dapat menduga akan timbulnya kesulitan; Hal ini membuat orang tersebut dapat menduga akan adanya kesulitan dan lebih siap untuk menghadapinya.

e. Bekerja dengan tenang; seorang karyawan yang berpengalaman akan memiliki rasa percaya diri yang cukup besar.

Menurut Foster (2001:43), ada beberapa hal untuk menentukan berpengalaman atau tidaknya seorang karyawan, yakni sebagai berikut: a. Lama waktu atau masa kerja

b. Tingkat pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki c. Penguasaan terhadap pekerjaan dan peralatan.

C. Sikap Terhadap Pekerjaan

1. Pengertian Sikap Terhadap Pekerjaan

Azwar (2010:5) menyatakan bahwa, selalu saja ada mekanisme mental yang mengevaluasi, membentuk pandangan, mewarnai perasaan, dan akan ikut menentukan kecenderungan perilaku kita terhadap manusia atau sesuatu yang sedang kita hadapi, bahkan terhadap diri kita sendiri. Sikap sering diartikan sebagai proses mental yang berlaku secara individu. Setiap orang tidak akan sama pendapatnya dalam memandang stimulus yang disampaikan. Thurstone, Likert, dan Osgood yang dikutip Azwar, mengemukakan bahwa sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu objek adalah perasaan

mendukung atau memihak maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak pada objek tersebut.

Menurut Grifin (2003:14), sikap adalah sekumpulan keyakinan dan perasaan yang dimiliki seorang individu menyangkut ide, situasi, dan orang lain. Definisi sikap menurut Robbins (2006:53) merupakan evaluasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan mengenai benda, orang, atau peristiwa. Menurut Mann (Azwar, 2010:24), sikap merupakan kumpulan dari komponen kognitif, afektif, dan konatif yang saling berinteraksi.

Berdasarkan keempat definisi di atas dapat disimpulkan bahwa, sikap kerja adalah perasaan senang atau tidak senang yang ditunjukkan oleh seseorang atau karyawan terhadap tugas atau pekerjaannya, baik yang akan dilakukan atau yang sedang dilakukannya.

2. Pengukuran Sikap Terhadap Pekerjaan

Menurut Robbins (2006:53), sikap terdiri dari tiga komponen yakni: a. Komponen kognisi sikap; terdiri dari keyakinan, pendapat,

pengetahuan, atau informasi yang dimiliki oleh seseorang.

b. Komponen afeksi sikap; adalah bagian sikap yang berupa emosi atau perasaan.

c. Komponen perilaku sikap; merupakan bagian sikap yang merujuk kepada kemauan untuk bertindak dengan cara tertentu terhadap seseorang atau sesuatu.

Menurut Mann (Azwar, 2010:24), sikap terdiri dari 3 komponen yang saling berinteraksi, yakni sebagai berikut:

a. Komponen kognisi; berisi persepsi, kepercayaan, dan stereotype yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Komponen ini merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap.

b. Komponen afeksi; berkaitan dengan perasaan emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap. Komponen ini merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. c. Komponen konasi; berisi kecenderungan untuk bertindak terhadap sesuatu dengan cara tertentu, ditunjukan dengan seberapa keras usaha individu dalam mempelajari suatu objek. Komponen ini merupakan perilaku dengan cara-cara tertentu terhadap objek sikap yang dipengaruhinya.

D. Kemampuan Kerja

1. Pengertian Kemampuan Kerja

Kemampuan seseorang akan turut serta menentukan perilaku dan hasilnya. Karyawan dalam suatu organisasi, meskipun lingkungan kerja mendukung, belum tentu semua karyawan memiliki kemampuan untuk bekerja dengan baik. Kamampuan memiliki peran utama dalam perilaku dan kinerja individu. Terdapat beberapa pengertian yang dikemukakan oleh para ahli mengenai kemampuan, antara lain:

a. Thoha (1994:154), kemampuan adalah suatu kondisi yang menunjukkan unsur kematangan yang berkaitan pula dengan pengetahuan dan keterampilan yang dapat diperoleh dari pendidikan, latihan, dan pengetahuan.

b. Soehardi (2003:24), kemampuan adalah bakat yang melekat pada seseorang untuk melakukan sesuatu kegiatan secara fisik atau mental yang ia peroleh sejak lahir, belajar, dan dari pengalaman.

c. Sedarmayanti (2001:112), kemampuan kerja adalah sifat yang dibawa lahir atau dipelajari yang memungkinkan seseorang yang dapat menyelesaikan pekerjaannya, baik secara mental ataupun fisik.

d. Robbins (2009:57), kemampuan kerja adalah keterpaduan intelektual dan fisik dari seluruh kapasitas yang dimiliki individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan.

Berdasarkan beberapa pendapat dari para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan kemampuan kerja adalah potensi yang dimiliki setiap orang atau karyawan, baik secara intelektual maupun fisik untuk melaksanakan beragam tugas atau pekerjaan yang dibebankannya.

2. Jenis – Jenis Kemampuan Kerja

Menurut Robbins (2009:57), jenis-jenis kemampuan terdiri dari: a. Kemampuan intelektual

Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan berbagai aktivitas mental–berfikir, menalar, dan

memecahkan masalah. Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan pada nilai yang tinggi dan untuk alasan yang tepat. Individu cerdas biasanya mendapatkan lebih banyak dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Individu yang cerdas juga mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok. Terdapat 7 dimensi intelektual, yakni sebagai berikut:

1) Kecerdasan angka, yaitu kemampuan melakukan aritmatika dengan cepat dan akurat.

2) Pemahaman verbal, yaitu kemampuan memahami apa yang dibaca atau didengar dan hubungan antar kata-kata.

3) Kecepatan persepsi, yaitu kemampuan mengidentifikasi kemiripan dan perbedaan visual secara cepat dan akurat.

4) Penalaran induktif, yaitu kemampuan mengidentifikasi urutan logis dalam sebuah masalah dan kemudian memecahkan masalah tersebut. 5) Penalaran deduktif, yaitu kemampuan menggunakan logika dan

menilai implikasi dari sebuah argumen.

6) Visualisasi spasial, yaitu kemampuan membayangkan bagaimana sebuah objek akan terlibat bila posisinya dalam ruang diubah.

7) Daya ingat, yaitu kemampuan menyimpan dan mengingat pengalaman masa lalu.

b. Kemampuan fisik

Kemampuan intelektual memainkan sebuah peran yang lebih besar dalam pekerjaan kompleks dengan tuntutan kebutuhan

pemrosesan informasi, sedangkan kemampuan fisik tertentu bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan ketrampilan dan lebih standar. Misalnya, pekerjaan yang menuntut stamina, ketangkasan fisik, kekuatan kaki, atau bakat-bakat serupa yang membutuhkan fisik seseorang. Terdapat 9 (sembilan) kemampuan fisik utama, yakni sebagai berikut:

1) Kekuatan dinamis, yaitu kemampuan untuk menggunakan kekuatan otot secara berulang atau terus-menerus.

2) Kekuatan tubuh, yaitu kemampuan memanfaatkan kekuatan otot tubuh, khususnya otot perut.

3) Kekuatan statis, yaitu kemampuan menggunakan kekuatan terhadap objek eksternal.

4) Kekuatan eksplosif, yaitu kemampuan mengeluarkan energi maksimum dalam satu atau serangkaian tindakan eksplosif.

5) Fleksibilitas luas, yaitu kemampuan menggerakkan tubuh dan otot punggung sejauh mungkin.

6) Fleksibilitas dinamis, yaitu kemampuan membuat gerakan-gerakan lentur yang cepat dan berulang-ulang.

7) Koordinasi tubuh, yaitu kemampuan mengkoordinasikan tindakan secara bersamaan dari bagian-bagian yang berbeda.

8) Keseimbangan, yaitu kemampuan mempertahankan keseimbangan meskipun terdapat gaya yang mengganggu keseimbangan.

9) Stamina, yaitu kemampuan mengerahkan upaya maksimum yang membutuhkan usaha berkelanjutan.

c. Kesesuaian kemampuan pekerjaan

Kemampuan intelektual atau fisik tertentu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan memadai, dimana tergantung pada persyaratan kemampuan dari pekerjaan tersebut. Sebagai contoh: pilot pesawat terbang membutuhkan kemampuan visualisasi spasial yang kuat, petugas penjaga pantai membutuhkan kemampuan visualisasi spasial dan koordinasi tubuh yang baik, dan perajin membutuhkan kemampuan daya ingat dan kemampuan kekuatan statis.

E. Transformasi Industri Kecil Menjadi Industri Kreatif 1. Konsep Industri

Pengertian industri sering dihubungkan dengan adanya mekanisasi, teknologi, dan hal-hal lain yang datang dari negara yang sudah lebih maju. Menurut Swasta dan Sukotjo (1993:10), industri merupakan suatu kelompok perusahaan yang memproduksi barang yang sama dan untuk pasar yang sama, sedangkan perusahaan tersebut tidak selalu menggunakan material atau proses produksi yang sama dengan yang lainnya.

Menurut Dumairy (1996:227) pengertian industri mempunyai 2 arti. Pertama, industri dapat berarti himpunan perusahaan-perusahaan sejenis, dan yangkedua, industri dapat pula merujuk ke suatu sektor ekonomi yang

didalamya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau barang setengah jadi.

Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat disimpulkan, industri merupakan suatu kelompok usaha kegiatan ekonomi yang memproduksi barang atau jasa yang sama dan untuk pasar yang sama juga.

Adapun klasifikasi industri menurut Prawirosentono (2002:24), adalah sebagai berikut:

a. Berdasarkan hubungan vertikal

Hubungan vertikal adalah adanya hubungan dalam bentuk penggunaan produk hasil akhir suatu kelompok perusahaan sebagai bahan baku pada kelompok usaha lain. Hubungan vertikal terdiri dari: 1) Industri hulu adalah sekelompok perusahaan yang membuat produk

agar dapat digunakan oleh perusahaan lain.

2) Industri hilir adalah sekelompok perusahaan yang menggunakan produk perusahaan lain sebagai bahan baku untuk kemudian diproses menjadi barang setengah jadi atau barang jadi.

b. Berdasarkan hubungan horizontal

Hubungan horizontal adalah peninjauan atas dasar hubungan sejajar antara produk yang dihasilkan masing-masing perusahaan. c. Berdasarkan skala usahanya

Berdasarkan skala usahanya adalah besar-kecilnya usaha ekonomi yang ditentukan oleh kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan

usaha. Industri berdasarkan skala usahanya terdiri dari (UU No. 20 Tahun 2008):

1) Industri skala usaha mikro, dimana kekayaan bersih paling banyak Rp 50 juta dan hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 300 juta. 2) Industri skala usaha kecil, dimana kekayaan bersih lebih dari Rp 50

juta hingga Rp 500 juta dan hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 300 juta hingga Rp 2,5 milyar.

3) Industri skala usaha menengah, dimana kekayaan bersih lebih dari Rp 500 juta hingga Rp 10 milyar dan hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 2,5 milyar hingga Rp 50 milyar.

4) Industri skala usaha besar, dimana kekayaan bersih lebih dari Rp 10 milyar dan hasil penjualan tahunan lebih dari Rp 50 milyar.

2. Pengertian, Ciri – Ciri dan Karakteristik Industri Kecil

Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia, industri kecil adalah perusahaan atau usaha industri pengelolaan yang mempunyai tenaga kerja (termasuk pengusaha) 5 sampai 19 orang. Menurut Departemen Keuangan Indonesia, industri kecil adalah yang mempunyai modal usaha sebesar Rp 10 juta sampai dengan paling banyak Rp 300 juta.

Menurut Tambunan (1993:83), industri kecil adalah kegiatan industri yang dikerjakan disekitar rumah-rumah penduduk yang pekerjanya merupakan anggota keluarga sendiri yang tidak terikat jam kerja dan tempat. Industri kecil disini merupakan usaha produktif di luar usaha pertanian, baik itu merupakan mata pencaharian utama atau sampingan.

Menurut Martani (1993:153), industri kecil memiliki beberapa ciri-ciri tertentu, yakni sebagai berikut:

a. Tipe kepemilikan perorangan b. Jumlah anggota relatif stabil c. Menggunakan energi tradisional

d. Teknologi yang digunakan masih sederhana dan tradisional e. Output merupakan barang tradisional dan relatif kecil f. Pemasaran pada pasar lokal dan terbatas

g. Biasanya bersifat informal

h. Pola kegiatan yang tidak teratur, baik dalam arti waktu dan pemasaran i. Tidak mempunyai tempat usaha yang permanen, dan biasanya tidak

terpisah dengan tempat tinggal.

Karakteristik industri kecil menurut Tambunan (1999:20), yakni sebagai berikut:

a. Proses produksi lebihmechanized, dan kegiatannya dilakukan di tempat khusus yang lokasinya bersebelahan dengan rumah pemilik usaha. b. Sebagian tenaga kerja yang bekerja di industri ini adalah pekerja

bayaran (wage labor).

c. Produk yang dibuat termasuk golongan barang-barang yang cukup canggih (sophisticated).

3. Pengertian dan Jenis Industri Kreatif

Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, industri kreatif adalah industri yang berasal dari pemanfaatan kreativitas,

ketrampilan, serta bakat individu untuk menciptakan kesejahteraan serta lapangan pekerjaan dengan menghasilkan dan mengeksploitasi daya kreasi dan daya cipta individu tersebut. Sedangkan menurut sumber Wikipedia, industri kreatif adalah kumpulan aktivitas ekonomi yang terkait dengan penciptaan atau penggunaan pengetahuan dan informasi.

Berdasarkan kedua pengertian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa, industri kreatif adalah suatu kelompok usaha kegiatan ekonomi yang berasal dari kreativitas individu untuk menciptakan kesejahteraan dan lapangan kerja dengan memanfaatkan pengetahuan dan informasi yang berkembang.

Menurut Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif yang merujuk pada Peraturan Presiden No. 28 Tahun 2008, terdapat 15 jenis industri kreatif yang terdiri dari:

a. Periklanan; kegiatan kreatif yang berkaitan jasa periklanan yang meliputi proses kreasi, produksi, dan distribusi dari iklan yang dihasilkan.

b. Arsitektur; kegiatan kreatif yang berkaitan dengan jasa desain bangunan, perencanaan biaya konstruksi, konservasi bangunan warisan, pengawasan konstruksi baik secara menyeluruh dari level makro sampai dengan level mikro.

c. Pasar barang seni; kegiatan kreatif yang berkaitan dengan perdagangan barang-barang asli, unik dan langka serta memiliki nilai estetika seni yang tinggi.

d. Kerajinan; kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi dan distribusi produk yang dibuat dihasilkan oleh tenaga perajin yang berawal dari desain awal sampai dengan proses penyelesaian produknya, antara lain meliputi barang kerajinan yang terbuat dari: batu berharga, serat alam maupun buatan, kulit, rotan, bambu, kayu, logam, kaca, porselin, kain, marmer, tanah liat, dan kapur.

e. Desain; kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain grafis, desain interior, desain produk, desain industri, dan sebagainya.

f. Fashion; kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi desain pakaian, desain alas kaki, dan desain aksesoris mode lainnya.

g. Video, film, dan fotografi; kegiatan kreatif yang terkait dengan kreasi produksi video, film, dan jasa fotografi, serta distribusi rekaman video dan film.

h. Permainan interaktif; kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi, produksi, dan distribusi permainan komputer dan video yang bersifat hiburan, ketangkasan, dan edukasi.

i. Musik; kegiatan kreatif yang berkaitan dengan kreasi/komposisi, pertunjukan, reproduksi, dan distribusi dari rekaman suara.

j. Seni pertunjukkan; kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha pengembangan konten, produksi pertunjukan.

k. Penerbitan dan percetakan; kegiatan kreatif yang terkait dengan penulisan konten dan penerbitan buku, jurnal, koran, majalah, dan sebagainya.

l. Layanan komputer dan piranti lunak; kegiatan kreatif yang terkait dengan pengembangan teknologi informasi termasuk jasa layanan komputer, pengolahan data, pengembangan database, dan sebagainya. m. Televisi dan radio; kegiatan kreatif yang berkaitan dengan usaha kreasi,

produksi dan pengemasan acara televisi.

n. Riset dan pengembangan; kegiatan kreatif yang terkait dengan usaha inovatif yang menawarkan penemuan ilmu dan teknologi dan penerapan ilmu dan pengetahuan tersebut untuk perbaikan produk dan kreasi produk baru.

o. Kuliner; kegiatan kreatif ini termasuk baru, kedepan direncanakan untuk dimasukkan ke dalam sektor industri kreatif dengan melakukan sebuah studi terhadap pemetaan produk makanan olahan.

F. Topeng Kayu sebagai Warisan Budaya Indonesia 1. Arti Istilah Topeng

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, topeng atau kedok adalah penutup muka yang terbuat dari kayu (kertas dan sebagainya) berupa orang, binatang, dan sebagainya (Poerwadarminta, 1976:1087). Pada umumnya raut muka pada topeng dibentuk karakteristik dilebih-lebihkan untuk memperoleh citra yang berkesan (Shaddly, 1984:2359).

Menurut kata sifatnya, topeng merupakan sikap kepura-puraan untuk menutupi maksud yang sebenarnya (Prayitno, 1999:111). Sedangkan menurut Suryaatmadja (1980:27), secara estimologis kata topeng terbentuk

dari asal kata: ping, peng, dan pung yang artinya bergabung ketat kepada sesuatu.

2. Fungsi Topeng

Menurut Margianto dan Munardi (1980:17-25), berdasarkan sifatnya topeng dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni topeng yang bersifat religiomagis dan topeng yang bersifat profan. Adapun fungsi topeng berdasarkan sifatnya, adalah sebagai berikut:

a. Topeng yang bersifat religiomagis

Topeng jenis ini umumnya berfungsi sebagai topeng upacara atau seremonial, kematian, dan hiasan magis.

b. Topeng yang bersifat profan

Topeng jenis ini umumnya berfungsi sebagai alat perlengkapan drama tari pesta atau festival, hiasan dinding, dan sebagai benda tontonan atau pajangan.

3. Perkembangan Topeng di Indonesia

a. Topeng pada zaman prasejarah

Menurut Yudoseputro (1991:1), kehidupan manusia pada tingkat awal prasejarah masih sangat sederhana tempat tinggalnya, mereka berpindah-pindah tergantung pada situasi dan kondisi alam setempat yang dapat memberikan kehidupan. Pada umumnya mereka mendapatakan makanan dari umbi-umbian dan daging binatang dengan cara berburu di hutan untuk memenuhi kehidupan batin dan kepuasan jiwa. Dalam menghadapi berbagai hal yang berada di luar jangkauan

pikiran mereka, munculah pikiran tentang kekuatan-kekuatan gaib dan arwah yang disebut dengan animisme dan dinamisme. Hal ini tercermin dari hasil-hasil karya yang dapat digolongkan ke dalam benda seni rupa, baik yang berlatar belakang gagasan magis maupun religius yang lebih mempertimbangkan unsur praktis ketimbang estetis.

Ditinjau dari nilai kegunaan sejak zaman prasejarah, topeng sudah dipergunakan dalam upacara kepercayaan, lukisan dinding gua dalam tema perburuan dan peperangan. Dari zaman batu dapat menjelaskan adanya kebiasaan pemakaian topeng sebagai media peragaan dalam berbagai upacara. Hal ini juga dibuktikan dengan adat dari topeng dalam masyarakat yang meneruskan tradisi prasejarah. Topeng atau kedok semula tercipta berdasarkan gagasan-gagasan yang bersifat religius dan digunakan sebagai media peragaan dalam upacara pemujaan.

Topeng diperagakan dalam tarian yang diiringi dengan bunyi-bunyian yang menimbulkan ketegangan suasana sesuai dengan tujuan upacara. Semua kegiatan ini hadir terpadu sebagai sarana dalam berbagai ritual yang bersifat religius. Hal tersebut sesuai dengan kepercayaan masyarakat waktu itu bahwa agar berhasil dalam melakukan suatu kegiatan harus didahului dengan rangkaian upacara tertentu.

Kebiasaan berburu untuk mendapatkan makanan dari hutan, merupakan kegiatan rutin manusia prasejarah yang selalu didahului

dengan upacara. Topeng menjadi salah satu media peragaan dalam upacara menjelang perburuan. Para penari memakai topeng yang menggambarkan binatang tertentu sambil bergerak mengelilingi patung perwujudan binatang yang akan diburu dengan tujuan dapat berhasil dalam berburunya.

Peperangan antara kelompok wilayah karena perebutan wilayah, tempat tinggal, dan sebagainya, merupakan peristiwa yang sering terjadi pada masa prasejarah. Topeng merupakan perlengkapan yang dipakai ketika berperang waktu itu, baik sebagai alat penutup muka maupun sebagai hiasan magis pada peralatan perang. Hal ini dibuktikan dari adanya bentuk topeng pada perisai sebagai peralatan perang masyarakat yang masih meneruskan tradisi budaya prasejarah. Kepercayaan mereka bahwa memakai topeng dengan penampilan yang fanatik dan seram akan menimbulkan kekuatan bagi pemakainya, sehingga dianggap akan mudah mengalahkan dan menaklukkan musuhnya.

Topeng juga sebagai sarana dalam pengobatan, baik yang disebabkan oleh pengaruh alam maupun karena kecelakaan. Dalam

Dokumen terkait