• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V. PENUTUP

D. Saran

Saran dalam penelitian ini ditujukan bagi:

1. Bagi peneliti lain, disarankan untuk:

a. Membandingkan pemaknaan kebahagiaan di antara kelompok meditator

dari kelompok usia yang berbeda.

b. Melibatkan lebih banyak responden sampai mendapat data yang

mencapai titik jenuh.

c. Untuk semakin memperkuat kredibilitas penelitian-penelitian

selanjutnya, juga disarankan untuk menggunakan triangulasi metode

(seperti observasi dan wawancara dengansignificant others).

2. Bagi pembaca, psikolog, dan ahli kesehatan secara umum, disarankan

untuk mempertimbangkan praktik meditasi mindfulnesssebagai salah satu

94

DAFTAR PUSTAKA

Appel, J., Kim-Appel, D. (2009). Mindfulness: Implications for substance abuse and addiction. International Journal of Mental Health and Addiction,

7, 506-512, doi: 10.1007/s11469-009-9199-z

Baer, R. A. (2003). Mindfulness training as a clinical intervention: A conceptual & empirical review. Clinical Psychology: Science & Pratice, 10(2), 125-143, doi: 10.1093/clipsy/bpg015

Baumgardner, S. R. & Crothers, M. K. (2009). Positive Psychology. New Jersey: Prentice Hall.

Chambers, R., Lo, B. C. Y., Allen, N. B. (2007). The impact of intensive mindfulness training on attentional control, cognitive style, and affect.

Cognitive Therapy and Research, 32, 303-322, doi: 10.1007/s10608-007-9119-0

Coffey, K. A., Hartman, M. (2008). Mechanisms of action in inverse relationship between mindfulness and psychological distress. Complementary Health Practice Review,13(2), 79-91.

Collard, P., Avny, N., Boniwell, I. (2008). Teaching mindfulness based cognitive therapy (MBCT) to students: The effects of MBCT on the levels of mindfulness and subjective well-being. Counselling Psychology Quarterly,21(4), 323-336, doi: 10.1080/09515070802602112

Creswell, J. W. (1998).Qualitative inquiry and research design: choosing among five traditions.Washington DC: Sage Publications.

Didonna, Fabrizio. (Ed.). (2009). Clinical handbook of mindfulness. New York: Springer.

Eid, M., Larsen, R. J. (2008). The science of subjective well-being. New York: The Guilford Press.

Endraswara, S. (2010).Falsafah Hidup Jawa. Yogyakarta: Penerbit Cakrawala.

Grabovac, A. D., Lau, M. A., Willett, B. R. (2011). Mechanisms of mindfulness: a Buddhist psychological model. Mindfulness, 2, 156-166, doi: 10.1007/s12671-011-0054-5

Greeson, J. M. (2009). Mindfulness research update: 2008. Complementary Health Practice,14(1), 10-18. doi: 10.1177/1533210108329862

Heeren, A., Van Broeck, N., Philipot, P. (2009). The effects of mindfulness on executive process and autobiographical memory specificity.

Behaviour Research and Therapy, 47(5), 403-409, doi: 10.106/j.brat.2009.01.017

Kabat Zinn, J. (1982). An outpatient program in behavioral medicine for chronic pain patients based on the practice of mindfulness meditation: Theoritical considerations and preliminary results. General Hospital Psychiatry,4, 33-47.

Kabat-Zinn, J. (1990).Full catastrophe living:using the wisdom of your body and mind to face stress, pain, and illness. New York: Delacourt.

Kabat-Zinn, J., Massion, M. D., Kristeller, J., Peterson, L. G., Fletcher, K. E., Pbert., L., et al. (1992). Effectiveness of a meditation-based stress reduction program in a treatment of anxiety disorders. American Journal of Psychiatry,149, 936-943.

Kabat-Zinn, J. (2003). Mindfulness-based interventions in context: Past, present, and future. Clinical Psychology: Science & Practice,10(2), 144-156, doi: 10.1093/clipsy/bpg016

Kim, J., Ann, J., Kim, M. (2011). Relationship between improvements of subjective well-being and depressive symptoms during acute treatment of schizophrenia with atypical antipsychotics. Journal of Clinical Pharmacy & Therapeutics,26, 172-178, doi: 10.1111/j.1365-2710.2010.01175.x

Leyden, K. M, Goldberg, A., Michelbach, P. (2011). Understanding the pursuit of happiness in ten major cities. Urban Affairs Review, 47(6), 861-888, doi: 10.1177/1078087411403120

Lopez, S. J. (Ed.). (2008). Positive Psychology: Exploring the Best in People

(Vol.4). London: Praeger Publisher.

Luhman, M., Hoffman, W., Eid, E,m Lucas, R. (2012). Subjective well-being and adaptation to life events: A meta-analysis. Journal of Personality & Social Psychology,102(3), 592-613, doi :10.1037/a0025948

Lykins, E., Baer, R. A. (2009). Psychological functioning in a sample of long-term practitioners of mindfulness meditation. Journal of Cognitive Psychotherapy: An International Quarterly, 23(3), 226-241, doi: 10.1891/0889-8391.23.3.226

Mogilner, C., Kamvas, S. D., Aaker, J. (2011). The shifting meaning of happiness.

Social Psychology and Personality Science, 2(4), 395-402, doi: 10.1177/1948550610393987

Padash, Z., Dehnavi, S. R., Botlani, S. (2012). The study of efficacy of cognitive therapy basis on positive psychology on subjective well being.

International Journal of Business and Social Science,3(10), 202-207.

Poerwandari, K. (2005). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Jakarta: LPSP3.

Sartono, A. (2012, Juni 21). Hujan aneh di sekitar kedhung.Koran Merapi, h.12.

Schultz, D. (1991).Psikologi pertumbuhan. Yogyakarta: Kanisius.

Shapiro, S. L., Carlson, L. E., Astin, J. A., Freedman, B. (2005). Mechanisms of Mindfulness. Journal of Clinical Psychology, 1-14, doi: 10.1002/jclp.20237

Shier, M. L., Graham, J. R. (2011). Mindfulness, subjective well-being, and social work: Insight into their interconnection from social work practitioners.

Social Work Education, 30(1), 29-44, doi: 10.1080/02615471003763188

Smith, J. A. (Ed.). (2008). Qualitative psychology: a practical guide to research methods(ed. Ke-2). London: Sage Publications.

Teasdale, J. D., Williams, J. M., Soulsby, J. M., Segal, Z. V., Ridgeway, V. A., Lau, M. A. (2000). Prevention of relapse/recurrence in major depression by mindfulness-based cognitive therapy. Journal of Consulting and Clinical Psychology,68, 615-623.

Wrosch, C., Amir, E., Miller, G. (2011). Goal adjustment capacities, coping, and subjective well-being: The sample case of caregiving for a family member with mental illness. Journal of Personality and Social Psychology, 100(5), 943-936, doi: 10.1037/a0022873

98

VERBATIM RESPONDEN I (R)

No Catatan Verbatim Tema Spesifik

1 R mencari pondasi hidup

Apa yang menyebabkan Anda memilih meditasi?

Ya, ceritanya panjang.. . Jadi, waktu itu sih kalau aku tuh nyari pondasi hidup, ya.

Adanya kebutuhan untuk memiliki fondasi hidup 2 Karena kesibukannya, R merasa tidak memiliki waktu untuk dirinya sendiri

Kita kan hidup... Waktu itu saya di Jakarta. Kalau di Jakarta tu saya kerja dan terlalu sibuk gitu ya, jadi saya kayak kehilangan waktu untuk diri sendiri.

Alienasi dengan diri sendiri

3 R mencari cara yang dapat memenuhi

kebutuhannya

Saya pernah cari-cari, belajar ke gereja. Cuman, kayaknya gereja tu kurang memenuhi ini ya, kebutuhan yang saya cari.

Adanya kebutuhan untuk mencari pondasi hidup

4 R pernah belajar di gereja namun merasa tidak puas sampai akhirnya menemukan

meditasi dan mulai bermeditasi sejak 23 tahun yang lalu

Terus akhirnya saya cari

yang lebih ke “arah timur”

gitu ya. Saya lihat kalau gereja tu agak ke barat-baratan, jadi saya cari ilmu-ilmu lama yang kuno, yang timur... antara lain aku ketemunya meditasi, terus mulailah belajar meditasi.

Itu kapan ya? Itu sekitar

tahun ‘89

Ketidakpuasan

terhadap pendekatan Barat yang lebih modern 5 R menemukan bahwa meditasi memberi kesempatan untuk mengenal diri, masuk ke dalam diri, mengenal pikiran dan emosi

Oke... Jadi tadi Anda bilang Anda mencari sesuatu yang memenuhi kebutuhan Anda dan

Anda menemukan

meditasi, gitu ya? Bisa cerita kenapa meditasi cocok untuk Anda? Oke... Setelah saya belajar meditasi, saya menemukan bahwa kita diajak untuk mengenal tentang diri kita

sendiri, apa yang terjadi dengan pikiran kita, apa yang terjadi dengan emosi, apa yang terjadi dengan perasaan kita. Nah, di situ kita diajak masuk ke dalam, mengenal diri sendiri.

6 R menilai bahwa selama ini hal-hal seperti pekerjaan dan interaksi dengan orang-orang lain dapat membuat diri terlarut.

Nah, kalau selama ini kan kalau kesibukan di luar kita terlalu larut dalam segala macam. Ada pekerjaan, ada interaksi dengan teman, dengan pasangan, dengan tetangga.. itu lebih eksternal.

Hal-hal eksternal berpotensi menjadi sumber stressor 7 R merasa meditasi berfokus ke dalam diri dan membuatnya lebih mengenal hidupnya

Dengan meditasi, benar-benar dibawa ke dalam untuk mengenal tentang hidup kita.

Mengenal hidup

8 R terus-menerus melakukan meditasi

Sejak tahun ’89 Anda

rutin melakukan meditasi?

Dikatakan rutin sih enggak. Tapi, saya kontinyu memenuhi kebutuhan dan yang saya temukan di meditasi itu Meditasi dilakukan secara kontinyu 9 R merasa meditasi sudah menjadi seperti kebutuhan

Kalau interval dalam melakukan meditasi?

Kalau sekarang, meditasi sudah menjadi seperti kebutuhan. Meditasi sebagai kebutuhan 10 Setiap hari, R melakukan meditasi untuk menyegarkan pikiran dan batinnya

Jadi, setiap hari saya melakukan meditasi. Pagi rutin, kalau siang sepanjang hari ya meditasi tapi bukan duduk, bukan sitting yang formal gitu tapi masuk ke dalam gitu ya... Kayak

me-refresh pikiran, me-refresh

batin kita, melihat ke dalam.

Meditasi sebagai sarana penyegaran pikiran dan batin

11 R menjadi lebih terkendali karena tidak terpengaruhi hal-hal eksternal

Apa yang memotivasi Anda untuk melakukan meditasi sampai sekarang?

Karena kita jadi lebih terkendali ya. Kita nggak terlarut dengan segala hal yang ada di luar kita.

Lebih terkendali

12 R mengalokasikan waktu khusus untuk meditasi sehingga bisa menjadi lebih segar jika sedang dalam kondisi stres

Kalau aku sih biasa bikin

kayak “traffic” gitu ya...

misalkan per jam berapa gitu kita menarik diri ke dalam, mengenal lagi ke dalam, masuk lagi. Itu membuat... misalnya lagi capek banget atau emosinya naik turun, tapi begitu meditasi, kayakrefreshgitu.

Meditasi diatur dalam jadwal sehari-hari

13 Meditasi sudah seperti ibadah bagi R

“Traffic” di sini

maksudnya seperti apa ya? Kalau orang Islam

misalnya bilang “lima waktu” gitu ya. Kan itu kan

ada waktu-waktu khusus yang dilakukan untuk melakukan ibadah. Nah, kalau aku, ya itu untuk meditasi

Meditasi menjadi seperti ibadah

14 R menilai dirinya sebagai orang yang pendiam dan lebih berfokus dengan diri sendiri

Ahh.. oke. Jadi tadi Anda juga sempat menyinggung kalau meditasi bisa mempengaruhi perasaan dan emosi. Kalau dulu, sebelum Anda melakukan meditasi, bagaimana Anda menilai emosi Anda?

Eeee.... Sudah lupa, hahaha... Itu lama sekali. Cuman mungkin karakter saya memang lebih pendiam ya. Dan saya lebih menyenangi mengenal ke dalam.

Menilai diri sebagai orang yang pendiam dan berfokus pada diri sendiri

15 Meditasi cocok untuk R karena sesuai dengan karakter R yang introvert (menyukai keheningan dan kesendirian)

Bukan ekstrovert gitu ya. Tapi, memang, ya, saya lebih introvert. Dan mungkin itu juga yang membuat saya cocok untuk meditasi ya. Tapi bukan introvert... saya sih menilai diri saya sendiri bukan introvert yang negatif, tapi yang lebih menyukai keheningan, lebih menyukai sendiri

Menilai diri introvert

16 Sebelum meditasi, R merasa sering mudah panik, sering tenggelam dalam masalah

Kalau dengan contoh sehari-hari, bagaimana dulu waktu sebelum meditasi? Dulu saya sering cepat panik, misalnya dikejari deadline atau ada masalah gitu tuh... sering saya merasa nggak menemukan jalan keluar ya... atau berlarut-larut ke dalam masalah, tertarik ke dalam masalah

Mudah panik dan tenggelam dalam masalah 17 Setelah meditasi, pikiran R lebih tertata dan terkendali sehingga bisa menemukan solusi masalah

Tapi, setelah saya mengalokasikan waktu untuk meditasi, pikiran itu lebih tertata dan banyak kemungkinan bisa menemukan solusi terhadap masalah saya atau pikiran saya tu lebih terkendali

Pikiran menjadi lebih terkendali 18 R merasa setiap masalah sebenarnya memiliki solusi, namun, orang-orang kadang-kadang terlalu tenggelam dalam masalah

terus...apa pun masalahnya tu sebenarnya ada solusinya, cuman kadang-kadang karena kita ketarik ke persoalan itu jadi itu enggak kelihatan

Tenggelam dalam masalah membuat solusi tidak terlihat

yang dialami R cukup lama

terjadi di situ bagaimana?

Prosesnya enggak bisa dikatakan instan ya... ya, cukup lama. Karena kita nge-switch pikiran kita dari yang dulu enggak pernah meditasi kemudian meditasi gitu ya cukup lama 20 R menyukai meditasi karena adanya nilai-nilai positif yang dirasakan

Itu cukup.... Tapi saya banyak merasakan nilai-nilai positifnya. Jadi, saya ya menyukai meditasi, gitu

Menyukai meditasi karena adanya efek positif yang dirasakan

21 R merasa meditasi membuatnya lebih tenang karena dapat memahami dan menerima emosi-emosinya

Anda bisa merasakan perannya meditasi dalam pengendalian emosi Anda itu seperti apa? Emmm.... lebih menenangkan ya. Membuat kita tuh lebih memahami, menerima, terus reaksinya itu enggak frontal. Jadi lebih kalem lah.

Lebih tenang

22 Dari meditasi, R belajar untuk melihat dan mengamati pikiran

Kenapa bisa seperti itu?

Karena kita belajar untuk

“diam” gitu ya. Maksudnya

“diam”? “Diam” itu

artinya kita enggak spontan bereaksi terhadap apa pun yang muncul di dalam pikiran kita. Melihat, mengamati. Terus... dari situ pelan-pelan, “oh ternyata

kecenderungan pikiran saya

tuh begini”. Nah, setelah

menemukan seperti itu,

nanti “oh, mengatasinya

begini...”

23 R tidak bereaksi secara spontan terhadap hal-hal yang muncul di pikirannya

...enggak buru-buru, enggak tergesa-gesa bereaksi terhadap pikiran yang muncul. Dan ternyata itu

cuma “sampah”, “oh, tadi tu cuman enggak sabar”, kayak

gitu....

Pikiran menjadi lebih terkendali 24 Dengan meditasi, R belajar untuk melihat, mengenali, merasakan, dan menata pikiran

Oke... lalu yang terjadi dalam sehari-hari contohnya seperti apa?

Oh, oke. Memang kalau secara fisik kalau meditasi itu kita duduk diam, antara melamun atau apa gitu enggak jelas ya. Cuman, proses yang terjadi di dalam diri kita pada saat meditasi adalah kita melihat tentang pikiran kita, batin kita. Dari situ ya kita bisa mengenali. Karena kalau kita terlalu, yang contoh... apa namanya... yang berlawanan ya, kita sering lebih frontal, lebih opposite gitu dengan problem kita. Padahal, kalau kita dengan meditasi tu lebih.. ya... sebenarnya sederhana kayaknya ya. Cuman mengenali, merasakan, dan menata kembali pikiran kita

Meregulasi pikiran

25 R menggunakan metode relaksasi dan mengatur napas dalam meditasi mindfulness

Oke.... Dalam meditasi

gitu kan banyak

metodenya ya, kalau Anda sendiri memakai metode apa? Ya, dalam Zen ada banyak ya... Kalau saya memakai metode relaksasi dan mengatur napas

Memakai metode relaksasi dan mengatur napas 26 Dengan metode relaksasi, R membuat seluruh tubuhnya relaks sehingga tidak ada

Bisa dijelaskan? Ya... Jadi metode relaksasi adalah membuat setiap bagian dari tubuh kita relaks. Dari kepala, pikiran, sampai ke

Tubuh menjadi lebih relaks

ketegangan muka, kemudian punggung. Karena secara tidak sadar kadang-kadang kita menarik punggung seperti ini. Dan di sana ada ketegangan.

27 R merasa lebih nyaman dengan metode relaksasi

Dengan merelakskan itu kita menjadi, badan menjadi lebih nyaman gitu ya.

Tubuh menjadi lebih nyaman

28 R merasa penyakit bisa muncul jika badan penuh ketegangan

Terus perut juga, kadang-kadang kita tegang. Dan itu menjadi penyakitlah kalau kita memperlakukan seluruh badan kita dengan penuh ketegangan... Tangan, sampai kaki, terus semuanya dari seluruh tubuh. Kita dibuat relaks.

Tubuh menjadi lebih sehat

29 R merasa, dengan tubuh yang relaks, pikiran juga akan menjadi relaks

Oke... lalu bagaimana pengaruhnya antara relaks tadi itu dengan pengaruh meditasi yang Anda sebutkan? Ternyata dengan relaks itu, pikiran kita akhirnya relaks.

Pikiran menjadi lebih relaks karena tubuh yang relaks

30 Meditasi membuat R menjadi tidak terikat dengan hal-hal di pikirannya sehingga R menjadi lebih relaks

Karena di dalam meditasi itu kita juga membuat pikiran kita itu tidak ada

“engagement” terhadap apa

pun, Engagement? Eee.... Keterikatan... yang benar-benar mencengkram sesuatu atau memikirkan sesuatu sampai pusing sendiri. Jadi, kita lebih relaks

Pikiran menjadi lebih relaks karena hilangnya kelakatan

31 R menjalani hidup dengan mengalir

Oke.... Terus kemudian.... Dalam bermeditasi kan ada filosofinya gitu ya, dan filosofi tersebut mempengaruhi persepsi

hidup... Ya,

Hmmm...hmmm. Sebelum meditasi, bagaimana Anda melihat hidup Anda?

Kebetulan saya tu tidak punya patokan hidup itu harus begini, harus begitu.

Menjalani hidup dengan mengalir

Jadi saya mengalir aja 32 R merasa bahagia

kalau ia bisa menghadapi hidup dengan ringan dan tidak terobsesi dengan masalah

Oke... lalu, orang-orang dalam hidup kan biasanya mengejar sesuatu untuk mewujudkan “good life”

gitu ya.... Menurut Anda sewaktu sebelum meditasi,

“good life” itu seperti apa?

Bahagia. Bahagia yang dimaksud di sini seperti apa? Bahagia tu ya kita bisa menghadapi hidup ini dengan ringan. Hmmm...

dengan ringan?

Maksudnya dengan

ringan? Misalnya... kita enggak bisa menolak persoalan atau pun masalah di dalam hidup ini ya, tapi kita bisa menghadapinya dengan keyakinan, dengan

percaya diri, cuman “oke,

ini masalah. Itu enggak bisa dihindari. Saya harus menghadapi, mencari solusi, mungkin terpecahkan, mungkin tidak”, itu

diserahkan saja

Kebahagiaan dicapai dengan hidup ringan dan tidak melekat pada masalah

33 Dengan menjalani hidup secara ringan, R menjadi lebih senang dan tidak tegang dalam hidup

Ah... Lalu apa pengaruh itu pada kondisi mental Anda? Ya.... menjalani hidup dengan senang. Dengan tidak tegang menghadapi hidup, gitu

Kondisi relaks membuat hidup dijalani dengan lebih senang 34 Dengan meditasi, R lebih bisa menerima fenomena-fenomena dalam hidupnya

Lalu bagaimana dengan setelah meditasi? Ada perubahan sih yang saya rasakan. Ya saya lebih bisa menerima peristiwa apa pun yang kena pada saya

Lebih dapat menerima

35 Setelah belajar meditasi, R tetap berusaha mencari hidup yang lebih baik dengan tidak mudah putus asa

Lalu, ehh... setelah Anda meditasi apakah ada perbedaan mengenai persepsi Anda tentang hidup? Ada perbedaan... hmm... gimana ya

Berusaha untuk hidup lebih baik dengan tidak putus asa

ngomongnya... Pasti ada yang dicari ya di dalam hidup, cuman, saya melakukan usaha, mencari untuk hidup lebih baik, tapi kalau pun itu belum berhasil, saya tetap berusaha dan tidak putus asa

36 R mencari hidup bahagia

Berusaha untuk? Mencari yang saya tuju... hidup bahagia Menemukan kebahagiaan 37 R merasa bahagia jika semua keinginannya terpenuhi tidak berlebihan

Hidup bahagia yang seperti apa? Itu sifatnya personal ya, masing-masing orang punya ini sendiri. Kalau yang saya rasakan sih bila semua yang kita inginkan tuh bisa terpenuhi. Tapi keinginan itu pun kita harus hati-hati karena ada batasan-batasan juga keinginan kita tuh terlalu berlebihan. Kebahagiaan dicapai dengan terpenuhinya keinginan secara seimbang 38 R merasa harus waspada dengan pikiran sendiri dan menempatannya secara proporsional

Jadi, kita juga harus waspada dengan pikiran kita sendiri dan menempatkannya pada proporsi yang seimbang aja.

Seimbang? Seimbang itu pas... seperti timbangan, kiri kanan imbang, hehe...

Waspada terhadap pikiran

39 R merasa bahagia jika bisa hidup dengan seimbang

Eeeh... Jadi? Kebahagiaan itu bisa karena hidup kita seimbang. Nah, keseimbangan itu bisa apa saja. Dalam konteks apa pun yang ada dalam kehidupan kita Kebahagiaan dicapai dengan kehidupan yang seimbang 40 Meditasi membuat R menjadi tidak terikat terhadap pikiran sehingga bisa menjadi lebih fleksibel dalam mempersepsikan

Oh oke, hahaha... Oh iya, tadi kan Anda juga sempat menyebutkan pengaruh-pengaruh meditasi pada Anda ya... Kalau yang paling berpengaruh pada Anda apa? Mungkin

Pikiran menjadi lebih fleksibel

fenomena enggak bisa ya kalau

disebutkan “paling” gitu ya.

Karena semuanya itu ya merata. Karena kalau mau dibikin grade, enggak bisa sih... Tapi bagian yang terbaik dari proses kita melakukan meditasi adalah kita bisa melenturkan ego kita. Kita enggak terikat dengan pikiran kita, yang jadi kaku gitu... memegang itu sebagai sesuatu yang absolut.

Tetapi kalau kita meditasi tu, ego kita lebih lentur. Jadi, apa pun yang datang pada kita, masalah atau keyakinan kita, itu sebenarnya kadang-kadang enggak mutlak benar ya. Misalnya kita punya musuh gitu, kita juga enggak menganggap itu 100% musuh. Tapi kadang-kadang kan ada hal-hal lain, misalnya persoalan, atau musuh, atau apa pun yang negatif itu enggak mutlak itu tuh negatif gitu ya. Karena pasti ada sesuatu yang dari situ tu bisa membuat kita lebih lentur lagi, lebih lentur lagi kalau kita menghadapi itu 41 R merasa dengan fleksibilitas, ia lebih dapat menghadapi segala sesuatu di hidupnya

Oke... dalam hal kelenturan itu ya. Yang dimaksud ego tadi menurut definisi Anda apa? Ego tu sesuatu yang kaku, yang kita pegang, menjadi seolah-olah itu tu hal yang benar, yang benar-benar kita yakini bahwa

ee.... itu tu “milik” kita yang

kita, yang ada di dalam diri

Fleksibilitas membuat adaptasi menjadi lebih baik

kita tu benar. Berarti kalau ego kita lentur, itu kita lebih fleksibel menghadapi segala sesuatu, kemudian.... 42 R berpikir bahwa dalam hidup, individu memang seharusnya fleksibel

Ya sebenarnya kalau relaks itu kan enggak kaku. Kaku tu ya misalnya orang meninggal kan kaku ya, tapi kalau orang hidup kan kita musti lentur

Menjalani hidup dengan fleksibel

TEMA-TEMA RESPONDEN I (R)

A. Adanya kehampaan dalam diri

1. Mudah panik dan tenggelam dalam masalah

2. Hal-hal eksternal berpotensi menjadi sumber stressor 3. Alienasi dengan diri

4. Kebutuhan untuk mencari fondasi hidup

5. Ketidakpuasan terhadap pendekatan Barat yang lebih modern

B. Proses pengelolaan pikiran saat meditasi

1. Mengenal diri 2. Mengenal hidup 3. Mengamati pikiran 4. Meregulasi pikiran

C. Respons terhadap pikiran

1. Waspada terhadap pikiran

D. Perubahan pikiran menjadi lebih positif

1. Lebih fleksibel 2 . Lebih terkendali

3. Lebih rileks karena hilangnya kelekatan 4. Lebih rileks karena tubuh yang rileks

E. Perubahan sikap menjadi lebih positif

1. Lebih terkendali 2. Lebih dapat menerima 3. Lebih tenang

F. Kondisi fisik yang membaik

1. Tubuh menjadi lebih rileks 2. Tubuh menjadi lebih nyaman 3. Tubuh menjadi lebih sehat

G. Pengahayatan tujuan hidup

1. Menjalani hidup dengan mengalir 2. Menjalani hidup dengan fleksibel

3. Berusaha untuk hidup lebih baik dengan tidak putus asa 4. Menemukan kebahagiaan (Nomor) 16 6 2 1, 3 4 5 7 22 24 38 40 17, 23 30 29 11 34 21 26 27 28 31 42 35 36

H. Pemaknaan kebahagiaan

1. Kebahagiaan dicapai dengan terpenuhinya keinginan secara seimbang

2. Kebahagiaan dicapai dengan kehidupan yang seimbang 3. Kebahagiaan dicapai dengan hidup ringan dan tidak

melekat pada masalah

37

39 32

VERBATIM RESPONDEN II (A)

No Catatan Verbatim Tema Spesifik

1 A memiliki rasa ingin tahu yang besar sejak usia muda

Apa yang membuat bapak melakukan meditasi?

Dokumen terkait