BAB 6 KESIMPULAN
6.2 Saran
1. Perlu diberikan Motivasi dan Pelatihan kepada PMO agar peran PMO terhadap kesembuhan pasien TB paru dikecamatan Medan Maimun semakin baik.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang peran PMO dari sudut pandang penderita TB, untuk mengetahui bagaimana kinerja dan peran PMO terhadap kesembuhan TB dikecamatan Medan Maimun
3. Penderita TB harus diberikan pengetahuan tentang penyakit yang diderita agar penderita lebih menghargai PMO
4. Perlu dilakukan penelitian dengan sample yang lebih banyak dengan tekhnik yang berbeda untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat
6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis Paru 2.1.1 Definisi
Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi Mycobacterium tuberulosis complex (PDPI, 2006).
Tuberkulosis paru (TB paru) adalah penyakit infeksius, yang terutama menyerang penyakit parenkim paru. Nama tuberkulosis berasal dari tuberkel yang berarti tonjolan kecil dan keras yang terbentuk waktu sistem kekebalan membangun tembok mengelilingi bakteri dalam paru. TB paru ini bersifat menahun dan secara khas ditandai oleh pembentukan granuloma dan menimbulkan nekrosis jaringan. TB paru dapat menular melalui udara, waktu seseorang dengan TB aktif pada paru batuk, bersin atau bicara (Wahyuningsih, 2014).
Tuberkulosis paru ( TB paru) adalah suatu penyakit infeksi kronik yang sudah lama dikenal pada manusia, misalnya dia dihubungkan dengan tempat tinggal di daerah urban, lingkungan yang padat, dibuktikan dengan adannya penemuan kerusakan tulang vertebra torak yang khas TB dari kerangka yang digali di Heidelberg dari kuburan zaman neolitikum (IPD Edisi V, 2009).
Tuberkulosis adalah suatu penyakit granulomatosa kronis menular yang disebabkan oleh Mycobaterium Tuberculosis. Penyakit ini biasannya mengenai paru, tetapi mungkin menyerang semua organ atau jaringan ditubuh (Buku Ajar Patologi Edisi 7,2012).
2.1.2 Etiologi
Penyakit Tuberkulosis disebabkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). M. tuberculosis berbentuk batang lurus tidak berspora dan juga tidak berkapsul. Bakteri ini berukuran lebar 0,3 – 0,6 mm dan panjang 1 – 4
7
mm. Dinding M. tuberculosis sangat kompleks dan terdiri dari lapisan lemak yang cukup tinggi (60%). Penyusun utama dinding sel M. tuberculosis ialah asam mikolat, lilin kompleks (complex-waxes), trehalosa dimikolat yang disebut cord factor dan mycobacterial sulfolipids yang berperan dalam virulensi. Asam mikolat merupakan asam lemak berantai panjang (C60 – C90) yang dihubungkan dengan arabinogalaktan oleh ikatan glikolipid dan dengan peptidoglikan oleh jembatan fosfodiester. Unsur lain yang terdapat pada dinding sel bakteri tersebut adalah polisakarida seperti arabinogalaktan dan arabinomanan. Struktur dinding sel yang kompleks tersebut menyebabkan bakteri M. tuberculosis bersifat tahan asam, yaitu apabila sekali diwarnai akan tetap tahan terhadap upaya penghilangan zat warna tersebut dengan larutan asam-alkohol. Komponen antigen ditemukan di dinding sel dan sitoplasma yaitu komponen lipid, polisakarida dan protein. Karakteristik antigen M. tuberculosis dapat diidentifikasi dengan menggunakan antibodi monoklonal (PDPI, 2002).
Sumber penularan adalah penderita TB BTA positif pada waktu batuk atau bersin, penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk droplet (percikan dahak). Droplet yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama be berapa jam. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup kedalam saluran pernafasan. Jadi penularan TB tidak terjadi melalui perlengkapan makan,baju, dan perlengkapan tidur. Setelah kuman TB masuk kedalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru kebagian tubuh lainnya,melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung ke bagian-bagian tubuh lainnya. Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahak, makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahak negatif (tidak terlihat kuman), maka penderita tersebut dianggap tidak menular(Depkes RI,2005).
Mikobakteri adalah organisme berbentuk batang langsing yang tahan asam(yaitu mengandung banyak lemak kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen dan kemudian sulit didekolorisasi). M.tuberculosis hominis merupakan
8
penyebab sebagian besar kasus tuberkulosis. Penularan biasannya langsung melalui inhalasi organisme di udara dalam aerosol yang dihasilkan oleh ekspektorasi atau oleh pajanan ke sekresi pasien yang tercemar (Buku Ajar Patologi Edisi 7,2012). 2.1.3 Epidemiologi
Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting di dunia ini. Pada tahun 1992 world health organization (WHO) telah mencanangkan tuberkulosis sebagai Global Emergency. Laporan WHO tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus BTA ( Basil Tahan Asam positif ) sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman tuberkulosis. jumlah terbesar kasus TB ada di Asia Tenggara yaitu 33% dari seluruh kasus TB di dunia, namun bila dilihat dari jumlah penduduk, terdapat 182 kasus per 100.000 penduduk. Di Afrika hampir 2 kali lebih besar dari Asia tenggara yaitu 350 per 100.000 penduduk (PDPI, 2006).
Setiap tahun didapatkan 250.000 kasus TB baru di Indonesia dan kira-kira 100.000 kematian karena TB. Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor satu diantara penyakit infeksi dan menduduki tempat ketiga sebagai penyebab kematian pada semua umur setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit infeksi saluran napas akut. Pasien TB di Indonesia terutama berusia antara 15-5 tahun, merupakan kelompok usia produktif. Menurut perkiraan WHO pada tahun 1999, jumlah kasus TB baru di Indonesia 583.000 orang per tahun dan menyebabkan kematian sekitar 140.000 orang per tahun (PDPI, 2006).
Di Indonesia tahun 2001 diperkirakan 582 ribu penderita baru atau 271 per 100 ribu penduduk, sedangkan yang ditemukan BTA positif sebanyak 261 ribu penduduk atau 122 per 100 ribu penduduk, dengan keberhasilan pengobatan diatas 86% dan kematian sebanyak 140 ribu. Masalah lain yang muncul dalam pengobatan TB adalah adanya resistensi dari kuman yang disebabkan oleh obat (multidrugresistent organism). Kuman yang resisten terhadap banyak obat tersebut
9
semakin meingkat. Di Amerika tahun 1997 resistensi terhadap INH mencapai 7,8 % dan resisten terhadap INH dan Rifampisin 1,4 %. Secara umum angka ini di Amerika pada median 9,9 % kuman dari penderita yang menerima obat anti TB. Kejadian resistensi ini sudah banyak ditemukan di negara pecahan Uni soviet, beberapa negara Asia, Republik Dominika, dan Argentina (Depkes RI, 2005).
Di negara maju seperti Eropa Barat angka kesakitan maupun angka kematian TB paru pernah meningkat tajam. Saat awal orang Eropa berbondong-bondong bermigrasi ke Amerika Utara, kematian akibat TB pada tahun 1800 sebesar 650 per 100.000 penduduk, tahun 1860 turun menjadi 400 per 100.000 penduduk, ditahun 1920 turun lagi menjadi 100 per 100.000 penduduk, dan pada tahun 1969 turun seara drastis menjadi 4 per 100.000 penduduk (Respirologi, 2012).
2.1.4 Patogenesis
Menurut buku ajar patologi edisi VII (2012), patogenesis TB dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Tuberkulosis Primer
Tuberkulosis primer adalah bentuk penyakit yang terjadi pada orang yang belum pernah terpajan (sehingga tidak pernah tersensitisasi). Pasien berusia lanjut dan pengidap imunosupresi berat mungkin kehilangan sensititivitas mereka terhadap basil tuberkel sehingga dapat menderita tuberkulosis primer lebih dari sekali. Pada tuberkulosis primer, sumber organisme adalah eksogen. Sekitar 5% dari mereka yang baru terinfeksi kemudian memperlihatkan gejala penyakit. Dampak utama tuberkulosis primer adalah bahwa (1) penyakit ini memicu timbulnya hipersensitivitas dan resistensi; (2) fokus jaringan parut mungkin mengandung basil hidup selama bertahun-tahun, bahkan seumur hidup, sehingga menjadi nidus saat reaktivasi pada masa mendatang ketika pertahanan pejamu melemah, dan (3) meskipun jarang, penyakit dapat terus berkembang tanpa interupsi menjadi apa yang disebut sebagai tuberkulosis primer progresif. Insidensi tuberkulosis primer progresif sangat tinggi pada pasien positif-HIV dengan derajat imunosupresi lanjut.
10
imunosupresi menyebabkan pasien tidak mampu membentuk reaksi imunologik yang diperantarai oleh sel T CD4+ untuk menahan infeksi, karena hipersensitivvitas dan resistensi umumnya terjadi bersamaan, tidak adanya reaksi hipersensitivitas jaringan menyebabkan hilangnya granuloma perkijauan khas (tuberkulosis nonreaktif).
2. Tuberkulosis Sekunder
Tuberkulosis sekunder (atau pascaprimer) merupakan pola penyakit yang terjadi pada pejamu yang telah tersensitisasi. Penyakit ini mungkin terjadi segera setelah tuberkulosis primer, tetapi umumnya muncul karena reaktivasi lesi primer dorman beberapa dekade setelah infeksi awal, terutama jika resistensi pejamu melemah. Penyakit ini juga dapat terjadi akibat reinfeksi eksogen karena berkurangnya proteksi yang dihasilkan oleh penyakit primer atau karena besarnya inkulum basil hidup. Tuberkulosis paru sekunder biasanya terbatas di apeks paru satu atau kedua lobus atas. Penyebab hal ini masih belum jelas, tetapi mungkin berkaitan dengan tingginya tegangan oksigen di apeks. Karena sudah terdapat hipersensitivitas, basil memicu respons jaringan yang segera dan nyata yang cenderung membatasi fokus.
2.1.5 Klasifikasi Tuberkulosis
Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2009): Klasifikasi berdasarkan organ tubuh yang terkena:
1. TB paru
TB paru adalah TB yang menyerang jaringan (parenkim) paru. tidak termasuk pleura (selaput paru) dan kelenjar pada hilus.
2. TB ekstra paru
TB yang menyerang organ tubuh lain selain paru, misalnya pleura, selaput otak, selaput jantung (pericardium), kelenjar lymfe, tulang, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin, dan lain-lain.
11
Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak mikroskopis, yaitu pada TB Paru: 1. TB paru BTA positif
a. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif. b. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada
menunjukkan gambaran TB.
c. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif. d. 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS
pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.
2. TB paru BTA negatif
Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:
a. Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b. Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran TB.
c. Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT. d. Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. Klasifikasi berdasarkan tingkat keparahan penyakit.
1. TB paru BTA negatif foto toraks positif dibagi berdasarkan tingkat keparahan penyakitnya, yaitu bentuk berat dan ringan. Bentuk berat bila gambaran foto
toraks memperlihatkan gambaran kerusakan paru yang luas (misalnya proses “far advanced”), dan atau keadaan umum pasien buruk.
2. TB ekstra-paru dibagi berdasarkan pada tingkat keparahan penyakitnya, yaitu: TB ekstra paru ringan, misalnya: TB kelenjar limfe, pleuritis eksudativa unilateral, tulang (kecuali tulang belakang), sendi, dan kelenjar adrenal.TB ekstra-paru berat, misalnya: meningitis, milier, perikarditis, peritonitis, pleuritis eksudativa bilateral, TB tulang belakang, TB usus, TB saluran kemih dan alat kelamin.
12
Klasifikasi berdasarkan riwayat pengobatan sebelumnya
1) Baru
Adalah pasien yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (4 minggu).
2) Kambuh (Relaps)
Adalah pasien TB yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, didiagnosis kembali dengan BTA positif (apusan atau kultur).
3) Pengobatan setelah putus berobat (Default)
Adalah pasien yang telah berobat dan putus berobat 2 bulan atau lebih dengan BTA positif.
4) Gagal (Failure)
Adalah pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan.
5) Pindahan (Transfer In)
Adalah pasien yang dipindahkan dari sarana pelayanan kesehatan yang memiliki register TB lain untuk melanjutkan pengobatannya.
6) Lain-lain:
Adalah semua kasus yang tidak memenuhi ketentuan diatas. Dalam kelompok ini termasuk Kasus Kronik, yaitu pasien dengan hasil pemeriksaan masih BTA positif setelah selesai pengobatan ulangan. TB paru BTA negatif dan TB ekstra paru, dapat juga mengalami kambuh, gagal, default maupun menjadi kasus kronik. Meskipun sangat jarang, harus dibuktikan secara patologik, bakteriologik (biakan), radiologik, dan pertimbangan medis spesialistik.
13
2.1.6 Diagnosis
Menurut PDPI (2006) : A. Gambaran Klinik Gejala Klinik
Gejala Klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
1. Gejala Respiratorik Batuk ≥3 minggu Batuk darah Sesak nafas Nyeri dada 2. Gejala sistemik Demam
Gejala sistemik lain: Malaise, keringat malam, anoreksia, berat badan menurun.
B. Pemeriksaan Bakteriologik 1. Bahan Pemeriksaan
Bahan untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura, liquor serebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, feces, dan jaringan biopsi. 2. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut turut atau dengan cara: Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
Dahak pagi (keesokan harinnya)
Sewaktu/spot (saat mengantarkan dahak pagi)
Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan dalam pot bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
14
mudah pecah dan bocor. sediaan dapat dibuat sediaan apus kering di gelas objek atau untuk kepentingan biakan dan uji resistensi dapat ditambahkan NaCl 0,9 % 3-5 ml sebelum dikirim ke laboratorium.
3. Cara pemeriksaan Dahak dan bahan lain C. Pemeriksaan mikroskopik
Mikroskopik biasa : Pewarnaan ziehl nielsen Pewarnaan kinyoun gabbett Mikroskopik fluoresens : Pewarnaan auramin-rhodamin
(khususnya untuk screening)
interpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah bila : 2 kali positif, 1 kali negatif : mikroskopik positif
1 kali positif, 2 kali negatif : ulang BTA 3 kali 1 kali positif, 2 kali negatif : mikroskop positif Bila 3 kali negatif : mikroskop negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopik dibaca dengan skala bronkhorst atau IUATLD (International Union Against Tuberculosis and Lung Disease)
D. Pemeriksaan Radiologik
Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:
Bayangan berawan/ nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah
Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.
Bayangan bercak millier
15
Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif
Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas Kalsifikasi atau fibrotik
Kompleks ranke
Fibrotoraks/fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura
Luas lesi yang tampak pada foto toraks untuk kepentingan pengobatan dapat dinyatakan sebagai berikut( terutama pada kasus BTA dahak negatif) :
Lesi minimal, bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari volume paru yang terletak diatas hondrostemal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5 (sela iga 2) dan tidak dijumpai kaviti.
Lesi luas, bila proses lebih luas dari minimal. E. Pemeriksaan Penunjang
1. Polymerase Chain Reaction
Pemeriksaan PCR dapat mendeteksi DNA, termasuk DNA tuberkulosis. Apabila hasil pemeriksaan PCR positif tetapi data lain tidak ada yang menunjang kearah diagnosis TB, maka data tersebut tidak dapat dipakai sebagai pegangan untuk diagnosis TB.
2. Pemeriksaan serologi dengan berbagai metoda
a) Enzym Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Teknik ini merupakan salah satu uji serologi yang dapat mendeteksi respon humoral berupa proses antigen-antibodi yang terjadi. Masalah pada teknik ini adalah antibodi yang menetap dalam waktu yang cukup lama.
b) Mycodot
16
c) Uji peroksidase anti peroksidase.
Uji ini merupakan salah satu jenis uji yang mendeteksi jenis serologi yang terjadi.
3. Pemeriksaan BACTEC
Dasar teknik pemeriksaan BACTEC ini adalah metode radiometrik. sistem ini dapat menjadi salah satu alternatif pemeriksaan biakan secara cepat untuk membantu penegakan diagnosis.
4. Pemeriksaan cairan Pleura
Uji ini perlu dilakukan pada penderita dengan efusi pleura. 5. Pemeriksaan Histopatologi Jaringan
Diagnosis pasti TB didapatkan bila pemeriksaan Histopatologi pada jaringan paru atau jaringan diluar paru memberikan hasil berupa granuloma dengan perkejuan.
6. Pemeriksaan Darah
Hasil pemeriksaan darah rutin kurang menunjukan indikator yang spesifik untuk tuberkulosis. Laju Endap Darah (LED) jam pertama dan kedua sangat dibutuhkan. Data ini sangat diperlukan sebagai indikator tingkat kestabilan keadaan nilai keseimbangan biologik penderita.
7. Uji Tuberkulin
Pemeriksaan ini sangat berarti untuk mendeteksi Tuberkulosis dengan pravalensi Tuberkulosis rendah. Uji ini akan mempunyai makna bila didapatkan konversi dari uji yang dilakukan satu bulan sebelumnya atau apabila kepositifan dari uji yang didapat besar sekali atau bulan.
17
2.1.7 Pengobatan Tuberkulosis Menurut PDPI (2006),
Obat yang dipakai:
1) Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah: Rifampisin
INH
Pirazinamid Streptomisin Etambutol
2) Kombinasi dosis tetap (fixed dose combination) terdiri dari :
Empat obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400 mg dan etambutol 275 mg dan
Tiga obat antituberkulosis dalam satu tablet, yaitu rifampisin 150 mg, isoniazid 75 mg dan pirazinamid 400 mg
3) Jenis obat tambahan lainnya (lini 2): Kanamisin
Kuinolon
Obat lain masih dalam penelitian : makrolid, amoksilin + asam klavulanat Derivat rifampisin dan INH Dosis OAT
Dosis OAT
Rifampisin . 10 mg/ kg BB, maksimal 600mg 2-3X/ minggu atau BB > 60 kg : 600 mg
BB 40-60 kg : 450 mg BB < 40 kg : 300 mg
18
Dosis intermiten 600 mg / kali
INH 5 mg/kg BB, maksimal 300mg, 10 mg/kg BB 3 x seminggu, 15 mg/kg BB 2 x semingggu atau 300 mg/hari untuk dewasa. lntermiten : 600 mg / kali Pirazinamid : fase intensif 25 mg/kg BB, 35 mg/kg BB 3 x semingggu, 50 mg /kg BB 2 x seminggu atau :
BB > 60 kg : 1500 mg BB 40-60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg
Etambutol : fase intensif 20mg /kg BB, fase lanjutan 15 mg /kg BB, 30mg/kg BB 3x seminggu, 45 mg/kg BB 2 X seminggu atau :
BB >60kg : 1500 mg BB 40 -60 kg : 1000 mg BB < 40 kg : 750 mg
Dosis intermiten 40 mg/ kgBB/ kali Streptomisin:15mg/kgBB atau BB >60kg : 1000mg
BB 40 - 60 kg : 750 mg BB < 40 kg : sesuai BB Kombinasi dosis tetap
Rekomendasi WHO (1999) untuk kombinasi dosis tetap, penderita hanya minum obat 3-4 tablet sehari selama fase intensif, sedangkan fase lanjutan dapat menggunakan kombinasi dosis 2 obat antituberkulosis seperti yang selama ini telah digunakan sesuai dengan pedoman pengobatan. Pada kasus
19
yang mendapat obat kombinasi dosis tetap tersebut, bila mengalami efek samping serius harus dirujuk ke rumah sakit / fasilitas yang mampu menanganinya.
Efek Samping OAT
Sebagian besar penderita TB dapat menyelesaikan pengobatan tanpa efek samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping, oleh karena itu pemantauan kemungkinan terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan.
Efek samping yang terjadi dapat ringan atau berat, bila efek samping ringan dan dapat diatasi dengan obat simtomatik maka pemberian OAT dapat dilanjutkan. 1. Isoniazid
Efek samping ringan dapat berupa tanda-tanda keracunan pada syaraf tepi, kesemutan, rasa terbakar di kaki dan nyeri otot. Efek ini dapat dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 100 mg perhari atau dengan vitamin B kompleks.
2. Rifampisin
Efek samping ringan yang dapat terjadi dan hanya memerlukan pengobatan simtomatik ialah:
Sindrom flu berupa demam, menggigil dan nyeri tulang
Sindrom perut berupa sakit perut, mual, tidak nafsu makan, muntah kadang-kadang diare
Sindrom kulit seperti gatal-gatal kemerahan Efek samping berat tetapi jarang terjadi :
Hepatitis imbas obat atau ikterik, bila terjadi hal tersebut OAT harus distop dulu dan penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus.
20
Purpura, anemia hemolitik yang akut, syok dan gagal ginjal. Bila salah satu dari gejala ini terjadi, rifampisin harus segera dihentikan dan jangan diberikan lagi walaupun gejalanya telah menghilang.
Sindrom respirasi yang ditandai dengan sesak napas
Rifampisin dapat menyebabkan warna merah pada air seni, keringat, air mata dan air liur. Warna merah tersebut karena proses metabolisme dan tidak berbahaya. 3. Pirazinamid
Efek samping ialah hepatitis imbas obat( penatalaksanaan sesuai pedoman TB pada keadaan khusus). Nyeri sendi juga dapat terjadi (beri aspirin) dan kadang dapat menyebabkan Arthritis Gout, hal ini kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam urat.
4. Etambutol
Etambutol dapat menyebabkan gangguan penglihatan berupa berkurangnya ketajaman, buta warna untuk warna merah dan hijau. Gangguan penglihatan akan kembali normal dalam beberapa minggu setelah obat dihentikan. Sebaiknya etambutol tidak diberikan pada anak karena risiko kerusakan okuler sulit untuk dideteksi.
5. Streptomisin
Efek samping utama adalah kerusakan syaraf kedelapan yang berkaitan dengan keseimbangan dan pendengaran. Risiko efek samping tersebut akan meningkat seiring dengan peningkatan dosis yang digunakan dan umur penderita. Panduan Obat Antituberkulosis
Pengobatan tuberkulosis dibagi menjadi :
TB paru (kasus baru), BTA positif atau pada foto toraks: lesi luas
Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 2 RHZE/ 6HE atau 2 RHZE / 4R3H3
21
Paduan ini dianjurkan untuk
a. TB paru BTA (+), kasus baru
b. TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologi lesi luas (termasuk luluh paru) Bila ada fasilitas biakan dan uji resistensi, pengobatan disesuaikan dengan hasil uji resistensi
TB Paru (kasus baru), BTA negatif, pada foto toraks: lesi minimal. Paduan obat yang dianjurkan : 2 RHZE / 4 RH atau 6 RHE atau 2 RHZE/ 4R3H3 TB paru kasus kambuh
Sebelum ada hasil uji resistensi dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan.
TB Paru kasus gagal pengobatan
Sebelum ada hasil uji resistensi seharusnya diberikan obat lini 2 (contoh paduan: 3-6 bulan kanamisin, ofloksasin, etionamid, sikloserin dilanjutkan 15-18 bulan ofloksasin, etionamid, sikloserin). Dalam keadaan tidak memungkinkan pada fase awal dapat diberikan 2 RHZES / 1 RHZE. Fase lanjutan sesuai dengan hasil uji resistensi. Bila tidak terdapat hasil uji resistensi dapat diberikan obat RHE selama 5 bulan
Dapat pula dipertimbangkan tindakan bedah untuk mendapatkan hasil yang optimal
Sebaiknya kasus gagal pengobatan dirujuk ke dokter spesialis paru TB Paru kasus putus berobat
Pasien TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai dengan kriteria sebagai berikut :
a. Berobat > 4 bulan
1) BTA saat ini negatif Klinis dan radiologi tidak aktif atau ada perbaikan maka pengobatan OAT dihentikan. Bila gambaran radiologi aktif, lakukan analisis
22
lebih lanjut untuk memastikan diagnosis TB dengan mempertimbangkan juga kemungkinan penyakit paru lain. Bila terbukti TB maka pengobatan dimulai dari awal dengan paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan