BAB IV: PENUTUP
B. Saran
BAB II
TALCOTT PARSONS: TEORI STRUKTURAL FUNGSIONAL
A. Teori Struktural Fungsional Talcott Parsons
Teori ini digunakan oleh peneliti untuk menganalisis pesantren dan
pangajian taaruf (studi kasus eksistensi biro jodoh di pesantren al-jihad
Surabaya).
Salah satu pendekatan teoritis sistem sosial yang paling populer
dari pendekatan-pendekatan yang lain adalah pendekatan yang amat
berpengaruh dikalangan para ahli sosiologi. Sudut pendekatan tersebut
menganggap bahwa masyarakat pada dasarnya terintegrasi, di atas dasar
kata sepakat para anggotanya akan nilai, norma, dan aturan
kemasyarakatan tertentu.
Menurut teori struktural fungsional, struktur sosial dan pranata
sosial tersebut berada dalam suatu sistem sosial yang berdiri atas
bagian-bagian atau elemen-elemen yang saling berkaitan dan menyatu dalam
keseimbangan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa teori ini
(fungsional–struktural) menekankan kepada keteraturan dan mengabaikan konflik dan perubahan-perubahan dalam masyarakat. Asumsi dasarnya
adalah bahwa setiap struktur dalam sistem sosial, fungsional terhadap yang
lain, sebaliknya kalau tidak fungsional maka struktur itu tidak akan ada
atau hilang dengan sendirinya. Dalam proses lebih lanjut, teori ini pun
42
kemudian berkembang sesuai perkembangan pemikiran dari para penganutnya.
Dalam The Structure of Social Action, Parsons mengembangkan
realism analitis untuk menyusun sebuah teori sosiologi. Teori dalam
sosilogi haruslah menggunakan sejumlah konsep penting yang terbatas
yang secara proposional mencakup aspek-aspek dunia eksternal yang
objektif. Konsep-konsep itu tidaklah sama dengan gejala konkrit, akan
tetapi sama dengan unsur-unsurnya yang secara analisis dapat dipisahkan
dengan unsur-unsurnya yang lain (Talcott Parsos 1937: 730). Sehingga,
pertama-tama teori berkaitan dengan perkembangan konsep-konsep yang
merupakan abstraksi realitas empiris, sehingga menjadi unsur-unsur
analisis yang sama. Dengan cara ini, konsep-konsep akan mengisolasikan
gejala dari kerumitan hubungan-hubungan yang membentuk suatu realitas
sosial.28
Struktur sosial menggambarkan jaringan hubungan sosial dimana
interaksi sosial berproses dan menjadi terorganisasi. melalui proses ini posisi-posisi sosial antara seorang dengan lainnya sebagai anggota
masyarakat yang dapat dibedakan.29
Pendekatan struktural fungsional awalnya muncul dari cara melihat masyarakat dengan dianalogikan sebagai organisma biologis. Parsons
28
Soerjono Soekanto, Mengenal Tujuh Tokoh Sosiologi, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 401
29
43
adalah tokoh struktural fungsional modern terbesar saat ini. pendekatan
fungsionalisme struktural fungsional sebagaimana yang telah
dikembangkan oleh Parsons dan para pengikutnya, dapat diuji melalui
anggapan-anggapan dasar berikut:
a. Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain.
b. Dengan demikian hubungan pengaruh mempengaruhi diantara bagian-bagian tersebut bersifat timbal balik.
c. Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan
sempurna, namun secara fundamental sistem sosial selalu
cenderung bergerak ke arah ekuibilium yang bersifat dinamis.
d. Sistem sosial senantiasa berproses ke arah integrasi sekalipun terjadi ketegangan, disfungsi dan penyimpangan.
e. Perubahan-perubahan dalam sistem sosial, terjadi secara
gradual, melalui penyesuaian-penyesuaian dan tidak scara
revolusioner.
f. Faktor paling penting yang memiliki daya integrasi suatu
sistem sosial adalah konsensus atau mufakat di antara para
anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan
44
Horton dan Hunt dalam sosiologi menjelaskan bahwa perspktif struktural fungsional itu memiliki sjumlah asumsi yang digunakan untuk
memahami masyarakat. Asumsi-asumsi tersebut adalah sebagai berikut:30
1. Corak prilaku timbul karena secara fungsional bermanfaat.
2. Pola-pola prilaku timbul untuk memahami kebutuhan dan hilang apabila kebutuhan berubah.
3. Perubahan sosial dapat mengganggu keseimbangan masyarakat yang stabil, namun setelah itu akan terjadi keseimbangan baru.
4. Nilai atau kejadian pada suatu waktu atau tempat dapat menjadi
fungsional atau disfungsional pada saat dan tempat yang
berbeda.
5. Para fungsionalis mengajukan pertanyaan.
Bahasan lain tentang struktural fungsional parsons yaitu: empat
fungsi penting untuk semua sistem” tindakan” terkenal dengan skema
AGIL.
AGIL suatu fungsi adalah kumpulan kumpulan kegiatan yang
ditujukan ke arah pemenuhan kebutuhan tertentu atau sistem. Dengan
menggunakan definisi ini, Parsons yakin bahwa ada empat fungsi penting
diperlukan semua sistem-adaptation (A), goal attainment (G), integration
30
45
(I), dan latensi (L) atau pemeliharaan pola. Suatu sistem harus memiliki
empat fungsi ini:31
1. Adaptation (adaptasi): sebuah sistem harus menanggulangi
situas eksternal yang gawat. Sistem harus menyesuaikan diri
dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan itu dengan
kebutuhannya.
2. Goal attainment (pencapaian tujuan): sebuah sistem harus mendefinisikan dan mencapai tujuan utamanya.
3. Integration (integrasi): sebuah sistem harus mengatur
antarhubungan bagian-bagian yang menjadi kompnennya.
Sistem juga harus mengelola antarhubungan ketiga fungsi
penting lainnya (A ,G ,L).
4. Latency (Latensi atau pemeliharanan pola): sebuah sistem harus
memperlengkapi, memelihara dan memperbaiki, baik motivasi
individual ataupun pola-pola kultural yang menciptakan dan
menopang motivasi.
Inti pemikiran persons ditemukan di dalam empat sistem tindakan
ciptaannya. Dengan asumsi yang dibuat Parsons dalam sistem
tindakannya, kita berhadapan dengan masalah yang sangat diperhatikan
Parsons dan telah menjadi sumber utama kritikan atas pemikirannya.
Menurut Parsons tak dapat dijawab oleh filsuf kuno. Parsons menemukan
31
46
jawaban problem di dalam struktural fungsional dengan asumsi sebagai
berikut:32
a. Sistem memiliki properti keteraturan dan bagian-bagian yang saling tergantung.
b. Sistem cenderung bergerak ke arah mempertahankan keteraturan diri atau keseimbangan.
c. Sistem mungkin statis atau bergerak dalam proses perubahan yang teratur.
d. Sifat dasar bagian suatu sistem berpengaruh terhadap bentuk bagian-bagian lain.
e. Sistem memelihara batas-batas dengan lingkungannya.
f. Alokasi dan integrasi merupakan suatu proses fundamental yang diperlukan untuk memelihara keseimbangan sistem.
Asumsi-asumsi ini menyebabkan Pansons menempatkan analisis
struktur keteraturan masyarakat pada prioritas utama. Dengan demikian, ia
sedikit sekali memperhatikan masalah perubahan sosial.
Keempat asumsi Parsons tentang AGIL itu merupakan peralatan analisis untuk menganalisis kehidupan nyata.
32
47
Parsons yakin untuk memulai membicarakan teori fungsi ini,
dimulai dari pertemuan tahunan sosiologi dimana di mendorong,
menuntaskan, mengembangkan teori struktural fungsional, sebuah teori
yang menganalisis bentuk kognitif. Tujuan-tujuannya dan afektif. Lagi
pula hal itu dilengkapi dengan sebuah analisis fungsi syarat dan sistem
sosial dalam tingkatan sosial. Sistem berfungsi jika hak anggota
membentuk peranan sosial dengan sebuah gelar yang cukup.
Sistem sosial yang Parsons jalankan merupakan program utama teori bangunan fungsional. Program tersebut sebetulnya didasarkan kepada
Pareto” judulnya sistem sosial”. 33
Dalam kerja ini Parsons mengambil pendefisian dari konsep aksi
sosial sebagai unit tenaga masyarakat yang disusun dan aksi sebagai
sebuah sistem. sistem sosial dipahami sebagai keseluruhan susunan
interaksi seseorang motivasi bentuk kecenderungan untuk”harapan baik dari kegembiraan” dan berhubungan dengan keadaan mereka termasuk yang lainnya, ditegarkan dan menegakkan bentuk susunan budaya dan
tanda. sistem aksi dari individu memiliki dua aspek kegembiraan dan
orientasi. Kegembiraan disebut juga oleh Parsons sebagai “cathetic “
sedangkan orientasi disebut sebagai kognitif, itu adalah bentuk aksi
manusia yang dalam pandangan Parsons untuk memperlihatkan hasrat dan
ide. Pemenuhan kebutuhan yang jumlahnya cukup banyak. Kegiatan itu
dianalisis di dalam keinginan, ide, nilai dan atau norma-norma. Sistem
33
48
aksi mengisi elemen itu dari tiga bentuk: a. sistem sosial : b. sistem
kepribadian: c. sistem kebudayaan. 34
Sistem sosial. Perhatian Parsons terletak pada saraf fungsional
sistem sosial, tetapi terlebih dahulu kita harus mengingat pengertian sistem
itu. Parsons menyatakan bahwa konsep sistem menunjuk pada dua hal.
Pertama, Saling ketergantungan antara bagian, komponen, dan
proses-proses yang meliputi keteraturan-keteraturan yang dapat dilihat.
Kedua,Sebuah tipe yang sama dari ketergantungan antara beberapa
kompleks dan lingkungan-lingkungan yang mengelilinginya. Sementara
itu, batasan tentang konsep sistem sosial hampir dibuat secara baragam
dalam setiap tulisan Parsons dalam kurun waktu yang berbeda. Sistem
sosial dapat dilihat sebagai terdiri atas anggota-anggota individual
masyarakat yang melaksanakan kegiatan-kegiatan yang berbeda atau
memainkan beragam peran, dalam kerangka umum pembagian kerja
masyarakat.
Dengan kata lain, kita juga harus mengerti batasan-batasan dari
sistem sosial itu. Pertama, Sistem sosial merupakan jaringan
hubungan-hubungan antar aktor atau jaringan hubungan-hubungan interaktif. Kedua, Sistem
sosial menyediakan kerangka konseptual untuk menghubungkan tindakan
individu dalam situasi yang bervariasi. Ketiga, Pandangan aktor tentang
alat dan tujuan didapat pada situasi yang dibentuk oleh kepercayaan,
norma, dan nilai yang diorganisasikan dalam harapan peran. Keempat,
34
49
Aktor tidak menghadapi situasi sebagai individu sendirian, tetapi lebih sebagai posisi dalam peran sosial yang menyediakan perilaku yang sesuai
dan juga berhubungan dengan peran-peran sosial lain.35
Aktor dan Sistem Sosial. Dalam menganalisis sistem sosial,
Parsons sama sekali tidak mengabaikan masalah hubungan antara aktor
dan struktur sosial. Persyaratan kunci bagi terpeliharanya integrasi pola
nilai didalam sistem adalah proses internalisasi dan sosialisasi. Parsons
tertarik pada cara mengalihkan norma dan nilai sosial kepada aktor
didalam sistem sosial. Dalam proses sosialisasi yang berhasil, norma dan
nilai itu diinternalisasikan artinya norma dan nilai itu menjadi bagian dari
“kesadaran” aktor. Akibatnya dalam mengejar kepentingan mereka sendiri,
aktor sebenarnya mengabdi kepada kepentingan sistem sebagai satu
kesatuan.
Sosialisasi dan kontrol sosial adalah mekanisme utama yang
memungkinkan sistem sosial mempertahankan keseimbangannya.
Individualitas dan penyimpangan diakomodasi, tetapi bentuk-bentuk yang
lebih ekstrem harus ditangani dengan mekanisme penyeimbangan ulang,
menurut Parsons, keteraturan sosial sudah tercipta dalam struktur sistem
sosial itu sendiri. Sistem sosial terdiri dari sejumlah aktor-aktor individual
yang saling berinteraksi dalam situasi yang sekurang-kurangnya
mempunyai aspek lingkungan mempunyai aspek lingkungan atau fisik,
aktor-aktor yang mempunyai motivasi dalam arti mempunyai
35
50
kecenderungan untuk “mengoptimalkan kepuasan” yang hubungannya
dengan situasi mereka didefinisikan dan dimediasi dalam term sistem
simbol bersama yang terstruktur secara kultural. 36
Definisi ini mencoba menetapkan sistem sosial menurut
konsep-konsep kunci dalam karya Parsons yakni aktor, interaksi, lingkungan,
optimalisasi, kepuasan, dan kultur.
Meski Parsons berkomitmen untuk melihat sistem sosial sebagai
sebuah interaksi, namun ia menggunakan interaksi sebagai unit
fundamental dalam studi tentang sistem sosial. Konsep ini bukan
merupakan satu aspek dari aktor atau aspek interaksi, tetapi lebih
mengutamakan komponen struktural di dalam sistem sosial, dan peran
adalah apa yang dilakukan aktor dalam posisinya itu, dilihat dalam konteks
signifikansi fungsionalnya untuk sistem yang lebih luas. Aktor tidak
dilihat dari sudut pikiran dan tindakan, tetapi tak lebih dari sebuah
kumpulan beberapa status dan peran.
Dalam analisisnya tentang sistem sosial, Parsons terutama tertarik
pada komponen-komponen strukturalnya. Disamping memusatkan
perhatiannya pada status dan peran. Dalam analisisnya mengenai sistem
sosial, ia bukan semata-mata sebagai seorang strukturalis, tetapi sebagai
juga fungsionalis. Ia menjelaskan sejumlah persyaratan fungsional dari
sistem sosial. Pertama, sistem sosial harus terstruktur (ditata) sedemikian
36
51
rupa sehingga bisa beroprasi dalam hubungan yang harmonis dengan
sistem lainnya. Kedua, untuk menjaga kelangsungan hidupnya, sistem
sosial harus mendapat dukungan yang diperlukan dari sistem yang lain.
Ketiga,sistem sosial harus mampu memenuhi kebutuhan para aktornya dalam proporsi yang signifikan. Keempat, sistem harus mampu melahirkan
partisipasi yang memadai dari para anggotanya. Kelima, sistem sosial
harus mampu mengendalikan perilaku yang berpotensi mengganggu.
Keenam, bila konflik akan menimbulkan kekacauan, itu harus dikendalikan. Ketujuh, untuk kelangsungan hidupnya, sistem sosial
memerlukan bahasa.
Sistem kultural. Parsons membayangkan kultur sebagai kekuatan
utama yang mengikat berbagai unsur dunia sosial. Atau menurut istilahnya
sendiri, kultur adalah kekuatan utama yang mengikat sistem tindakan.
Kultur mempunyai kapasitas khusus untuk menjadi komponen sistem yang
lain. Jadi, di dalam sistem sosial sistem diwujudkan dalam norma dan
nilai, dan dalam sistem kepribadian ia diinternalisasikan oleh aktor.
Namun, sistem kultural tidak semata-mata menjadi bagian sistem yang
lain, ia juga mempunyai eksistensi yang terpisah dalam bentuk
pengetahuan, simbol-simbol dan gagasan-gagasan. Aspek-aspek sistem
kultural ini tersedian untuk sistem sosial dan sistem personalitas, tetapi
tidak menjadi bagian dari kedua sistem itu. 37
37
52
Seperti yang dilakukannya terhadap sistem yang lain, Parsons
mendefinisikan kultur menurut hubungannya dengan sistem tindakan yang
lain. Jadi kultur dipandang sebagai simbol yang terpola, teratur, yang
menjadi sasaran orientasi aktor, aspek-aspek sistem kepribadian yang
sudah terinternalisasikan, dan pola-pola yang yang sudah terlembagakan di
dalam sistem sosial. Karena sebagian besar bersifat subjektif dan simbolik,
kultur dengan mudah ditularkan dari dari satu sistem ke sistem yang lain.
Kultur dapat dipindahkan dari satu sistem sosial ke sosial yang lain
melalui penyebaran dan dipindahkan ke sistem kepribadian ke sistem
kepribadian lain melalui proses belajar dan sosialisasi. Tetapi, sifat
simbolis kultur juga memberinya sifat lain, yakni kemampuan
mengendalikan sistem tindakan yang lain. Inilah salah satu alasan
mengapa Parsons mmemandang dirinya sendiri sebagai seorang determinis
kultur.
Sistem kepribadian. Sistem kepribadian tak hanya dikontrol oleh
sistem kultural, tetapi juga oleh sistem sosial. Ini bukan berarti bahwa
Parsons tak sependapat tentang kebebasan sistem personalitas.
Personalitas didefinisikan sebagai sistem orientasi dan motivasi tindakan aktor individual yang terorganisir. Komponen dasarnya adalah
“disposisi-kebutuhan. Disposisi-kebutuhan memaksa aktor menerima atau menolak objek yang tersedia dalam lingkungan atau mencari objek baru
bila objek yang tersedia tak dapat memuaskan disposisi-kebutuhan secara
53
Tipe pertama, memaksa aktor mencari cinta, persetujuan, dan sebagainya, dari hubungan sosial
mereka. Tipe kedua, meliputi internalisasi nilai yang menyebabkan aktor mengamati berbagai
standar kultural. Tipe ketiga, adanya peran yang diharapkan yang menyebabkan aktor
memberikan dan menerima respon yang tepat. 38
38
BAB III
PONDOK PESANTREN MAHASISWA AL-JIHAD: Peran Pesantren dan Biro Jodoh
A. Gambaran Umum Pondok Pesantren Mahasiswa Al-Jihad Surabaya 1. Letak Geografis Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya
Pondok Pesantren AL-Jihad Surabaya berlokasi di Jemursari Utara III/IX kecamatan Wonocolo Surabaya, lokasi Pondok Pesantren Al-Jihad ini sangat strategis dan mudah dijangkau karena posisinya berdekatan dengan jalan Raya Jemursari, kurang sekitar 100M dari jalan raya tersebut. Untuk lebih jelasnya letak geografis Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya adalah:
a. Sebelah utara berbatasan dengan Wonocolo
b. Sebelah timur berbatasan dengan jalan Raya Jemursari c. Sebelah selatan berbatasan dengan Jalan Raya Ngawinan d. Sebela barat berbatasan dengan Jalan Jemur Wonosari. 39 2. Sejarah Awalnya Pondok Pesantren Al-Jihad Surabaya
Pada tahun 1982 adalah tahun di mulainya taman pendidikan Al-
Qur’an yang bernama “Roudlotul Ta’limil Qur’an” yang di asuh oleh
bapak Drs. H. Soerowi dan bapak Achmad Syafuddin.. Tepatnya pada tanggal 30 Maret 1982 dirumah beliau berdua yang beralamat dijalan Jemurwonosari Gg. Lebar no. 88 A dan no. 99 Surabaya.
39
Sumber Data: Wawancara dengan bapak H. Nasir, selaku ketua Yayasan Al-Jihad Surabaya pada tanggal
55
Dan pada tahun 1983, semakin hari santri yang ingin menuntut ilmu disana semakin bertambah. Sehingga menuntut adanya penambahan ustadz/ustadzah penegak kalimatullah berjumlah lima orang, yatu dari mahasiswa IAIN Sunan Ampel alumnus pondok pesantren Tambak Beras Jombang. Sedangkan santri yang tercatat saat itu berjumlah 75 anak.
Pada tahun 1984, santri bertambah menjadi kurang lebih 200 anak. Sehingga harus menambah guru lagi dari mahasiswa asal Bojonegoro sebanyak 10 orang, yang masih aktif kuliah di Fakultas tarbiyah IAIN Sunan Ampel Surabaya. Adapun tempat untuk mengaji juga bertamba,
yaitu di musholla “al ikhlas” milik bapak Muhammad Anwar.
Pada tahun 1985, banyak berbagai kegiatan yang di didirikan karena dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi terasa sekali pengaruhnya berbagai bidang dalam kehidupan masyarakat, khususnya dalam bidang pendidikan, sosial dan budaya. Selain Roudlottul Ta’imilil Qur’an , maka kemudian di dirikanlah:
1. Pengajian ibu-ibu seminggu sekali
2. Pengajian tafsir al-qur’an setiap hari sabtu(ba’da sholat subuh)
3. Jama’ah pengajian dzikir (istighosah) setiap malam minggu akhir
bulan. Yang di asuh oleh bapak Drs. KH. Imam Chambali.
Pada tahu 1996 meningkatnya jumlah santri menjadi 300 anak, maka muncullah pemikiran pengasuh Drs. KH. Moch. Imam Chambali untuk mendirikan “Yayasan Al-Jihad” yang di prakarsai leh:
56
Pendiri : H. Ahnad Saifoeddin, H. Abdullah Suwaji, H. Habib
Ketua : Drs. KH Moch . Imam Chambali
Sekretaris : Drs. H Soerowi
Akte Notaris Zuraida Zain, SH. Tgl. 23 Juli 1996 No 22 Rekening Bank Muamalat Cabang Raya Darmo-Surabaya Nomor: 701.0010515
Berdirinya pondok pesantren Al-Jihad Jemursari Surabaya, membuat salah satu pendiri yayasan yaitu H. Abdullah Suwaji mewaqofkan tanah seluas 60 m² untuk mendirikan pondok pesantren. Dengan modal waqof tersbut, yayasan al-jihad bisa membeli dan memperluas tanah di sekitarnya sebanyak 387 m² dengan cara gotong
royong diantara para pengurus, jama’ah pengajia dan para dermawan.
Pada tahun 1997 pada tahun ini, di bangunlah pondok pesantren mahasiswa berlantai III di atas tnah seluas 387 m² yang di danai oleh para
dermawan, sumbangan masyarakat dan para jama’ah pengajian.
Pada tahun 1998 tepat pada tanggal 22 maret 1998 pondok pesantren mahasiswa al-jihad di resmikan oleh bapak Brigjen Polisi H. Gunawan (wakapolda) Jakarta pusat saat itu. Sekaligus sebagai penyumbang dana terbanyak (ratusan juta rupiah).
57
Pada tahun 1998-2004 al-jihad memiliki perkembangan sebagai berikut:
1. Selam kurun waktu ini, perkembangan pondok sebagai berikut: -- -Tanah Pondok kurang lebih seluas 1.321 m²
- Bagunan gedung 2.Penghuni pondok
Santri putra sebanyak 191 Mahasiswa santri putri sebanyak 236 Mahasiswi -anak yatim putra-putri sebanyak 50 orang
3. Visi dan Misi Pondok Pesantren Al-Jihad
Adapun Visi dan Misi pondok pesantren Al-Jihad, salah satunya teruang dalam:
Visi:
a. Muhafadhotu ‘ala qodimis-shaalih wal ahzu bil jadiidil ashlah, yaitu mengikhtiarkan pondok pesantren mahasiswa Al-Jihad Surabaya menjadi lembaga pendidikan berkarakter Islam yang akan menjadi tempat bertemunya unsure tradisionalis dengan modernis.
b. Membangun mental dan mencerdaskan kehidupan-kehidupan bangsa. c. Mengimplementasikan fungsi khilafah Allah di muka bumi
(diwujudkan dalam sikap pro aktif, kreatif, dan inofatif) yang dibangun atas dasar keikhlasan dan akhlakul karimah.
58
Misi:
a. Melaksanakan dan meningkatkan pendidikan, pengajaran, dan dakwah.
b. Menyiapkan sumber daya manusia yang memiliki Ghirah Islamiyah (Semangat KeIslaman) yang tinggi dalam melaksanakan ajaran agama.
c. Mempersiapkan kader-kader pemimpin umat (Mundzir qaum) yang mutafaqqih fiddin sebagai ilmuan/akademisi ataupun praktisi yang berkompeten untuk melaksanakan dakwah Bil Khoir amar ma’ruf nahi mungkar indzar qaum.40
4. Strukur Organisasi Pondok Pesantren Al-Jihad
Stuktur organisasi pondok pesantren Al-Jihad Surabaya di Organisasikan dalam bentuk yayasan yang mempunyai struktur-struktur dari tingkat atas sampai ke bawah yang disusun dengan pola yang jelas yang dalam pembagian tugas dan wewenang agar tidak terjadi kesimpangsiuran tanggung jawab masing-masing bagian atau devisi yang tidah hanya atasannya namun kepada DzatNya Yang Maha Mengetahui juga Maha Adil. Struktur organisasi merupakan alat yang digunakan untuk menetapkan bagian kegiatan dalam suatu lembaga guna mencapai tujuan lembaga guna mencapai tujuan lembaga tersebut. Hal ini sabgatlah penting karena akan mempermudah bagi seorang pemimpin untuk kerjasama dengan baik sampai
40
59
dengan susunan pengurus yang ada di bawahnya sesuai dengan yang diharapkan.
Adapun susunan pengurus pondok pesantren Al-Jihad Surabaya adalah sebagai berikut: 41
Keterangan : 1. Pembina
a. Mengesahkan anggaran rumah tangga serta perubahan anggaran dasar Yayasan.
b. Memberikan saran dan pendapat dalam penyusunan rancangan rumah tangga serta dalam penyusunan kerja dan anggarannya. 2. Pengawas
Mengawasi seluruh kegiatan Yayasan Al-Jihad dan memberi saran.
3. Ketua
a. Lebih aktif dalam mengkoordinir seluruh kegiatan
b. Setiap bulan memberikan laporan keuangan kepada setiap bidang
c. Menginformasikan kegiatan santri kepada orang tua santri mengenai kegiatan ibadah santri sesuai pernyataan ketika mendaftar.
4. Sekretaris
a. Menyelesaikan AD/ART Yayasan
41
60
b. Mengaktifkan kegiatan di kantor yayasan Al-jihad
c. Orang yang masuk Islam di berikan buku tuntutan sholat dan sajadah dan sewaktu-waktu dikunjungi
d. Menyelesaikan masalah perizinan yayasan 5. Bendahara
a. Memuat laporan keuangan setiap bulan
b. Melunasi pembelian tanah dan bangunan kantor c. Mengusahakan SPP santri tidak ada yang nunggak 6. Bidang Pendidikan
Khusus program untuk menunjang akadenmis belum ada hasil yang terukur kualitasnya. Seperti intensif bahasa inggris dengan ukuran toefl.
7. TPQ
Para pengajar belum optimal dalam proses mengajar para santri khususnya memanfaatkan waktu dan ketepatan waktu mulai belajar para santri.
8. Panti Asuhan
a. Mengusahakan agar anak yatim berprestasi 10 besar di sekolah dengan belajar yang didampingi ustadz/ustadzah yang berkualitas.
b. Memberikan pelayanan tempat yang memadai, seperti tempat tidur, ruang belajar.
61
9. KBIH Bryan Makkah
Mengadakan manasik haji satu bulan sekali, mengikuti pameran haji, mendorong para alumni mengadakan silaturrohim mulai angkatan 2001.
10.Dana Sosial
a. Donatur harus selalu bertambah setiap bulan b. Laporan keuangan disusun tepat waktu