• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERSEKONGKOLAN TIDAK SEHAT DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA DITINJAU DARI UU NO. 5 TAHUN 1999 TENTANG LARANGAN PRAKTEK

MONOPOLI DAN PERSAINGAN USAHA TIDAK SEHAT

A. Persekongkolan yang tidak sehat dilihat dari UU No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat merupakan peraturan perundang-undangan yang dibentuk dengan tujuan menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahterahan rakyat, mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui pengaturan persaingan usaha yang sehat sehingga menjamin adanya kepastian kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, menengah, dan pelaku usaha kecil, serta mencegah praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha, dan terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.

Persaingan yang tidak sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan kegiatan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang dilakukan dengan cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.38 Sedangkan monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.39

3

Dengan adanya undang-undang No.5 Tahun 1999 ini tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diharapkan akan menjadi sebuah payung hukum bagi upaya

3

penciptaan persaingan usaha yang sehat antar pelaku usaha khususnya didalam usaha pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh pihak Pemerintah.40

Unfair competition is a term which may be applied generally to all dishonest or fraudulent rivalry in trade and commerce, but is particularly applied to the practice of endeavoring to subtitute one’s own goods or products in the markets for those of another, having and established reputation and extensive sale, by means of imitating or counterfeiting the name, tittle, shape, or distinctive peculiarities of the article, or the shape, color, label, wrapper or general appearance of the package, or other such simulations, the immitation being carried far enough to mislead the general public or deceive an unwary purchaser, and yet not amounting to an absolute counterfeit or to the infringement of a trade mark or trade name.

Persaingan yang ketat dalam persaingan usaha di Indonesia baik perdagangan barang maupun jasa yang ditimbulkan akibat dampak perkembangan ekonomi di Indonesia. Hal inilah yang menimbulkan bermucullannya berbagai praktek-praktek perdagangan yang tidak sehat (unfair trade practices) yang dilakukan oleh para pengusaha atau pelaku bisnis untuk dapat memenangkan persaingan tersebut. Praktek persengkongkonglan yang tidak sehat antar pelaku usaha adalah salah satu praktek persaingan yang tidak sehat dilakukan oleh para pelaku usaha untuk dapat memenangkan suatu persaingan dibidang usahanya.

Persaingan usaha tidak sehat adalah suatu bentuk yang dapat diartikan secara umum terhadap segala tindakan ketidakjujuran atau menghilangkan persaingan dalam setiap bentuk transaksi atau bentuk perdagangan dan komersial. Dalam black law dictionary disebutkan pula bahwa :

41

40

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

41

Henry Campbell Black, Black Law Dictionary, 1990, St. Paul Minnesotta, hal. 1529.

(Terjemahan Penulis : Persaingan tidak sehat adalah istilah yang dapat diterapkan secara umum untuk semua yang tidak jujur atau penipuan persaingan dalam perdagangan, tetapi terutama diterapkan pada praktik berusaha untuk subtitute barang milik sendiri atau produk di pasar-pasar bagi orang-orang lain, memiliki dan membangun reputasi dan Dijual luas, dengan cara meniru atau pemalsuan nama, makhluk, bentuk, atau kekhasan tersendiri dari artikel, atau bentuk, warna, label, wrapper atau penampilan umum dari paket, atau lainnya simulasi tersebut, yang immitation dibawa cukup jauh untuk menyesatkan masyarakat umum atau menipu pembeli yang tidak waspada, namun tidak sebesar mutlak palsu atau pelanggaran merek dagang atau nama dagang.)

Persekongkolan merupakan salah satu dari perbuatan yang dapat dikategorikan dalam persaingan usaha tidak sehat dan praktek monopoli. Persekongkolan adalah suatu perbuatan dimana adanya conspiracy atau kerjasama yang tidak baik dalam suatu usaha untuk melakukan kecurangan guna mendapatkan keuntungan yang banyak. Istilah persekongkolan ini di semua kegiatan masyarakat hampir seluruhnya berkonotasi negatif. Pandangan ini disebabkan, bahwa pada hakikatnya persengkongkolan atau konspirasi bertentangan dengan keadilan, karena tidak memberikan kesempatan yang sama pada seluruh pelaku usaha untuk melakukan usaha secara jujur.

Bentuk persekongkolan yang diatur oleh undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat adalah salah satunya mengenai persekongkolan yang terjadi di dalam pengadaan barang dan jasa. Masalah persekongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan/atau jasa didalam undang-undang No.5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat diatur dalam pasal 22 yang berbunyi; “Pelaku usaha dilarang bersekongkol dengan pihak lain untuk mengatur dan atau menentukan pemenang tender pengadaan barang dan jasa sehingga dapat mengakibatkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat.”42

Persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa tersebut dapat terjadi melalui kesepakatan-kesepakatan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Persengkongkolan ini mencangkup jangkauan perilaku yang luas antara lain usaha produksi atau distribusi, kegiatan asosiasi perdagangan, penetapan harga, dan manipulasi lelang atau kolusi dalam tender

Pada pasal 22, persekongkolan dalam pengadaan barang dan jasa adalah kerja sama antara kedua belah pihak atau lebih secara terang-terangan maupun secara diam-diam. Persengkongkolan antara penyedia barang dan jasa dan pengguna barang dan jasa kerap sering terjadi dalam tender proyek pengadaan barang dan jasa Pemerintah.

42

Undang-undang No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

(collusive tender) yang terjadi antar pelaku usaha, pemilik pekerjaan, maupun antar kedua pihak tersebut. Persengkongkolan penawaran tender (bid rigging) termasuk salah satu perbuatan yang dianggap merugikan negara, karena terdapat unsur manipulasi harga penawaran, dan cenderung menguntungkan pihak yang terlibat dalam persengkongkolan. Bahkan di Jepang, persengkongkolan penawaran tender dan kartel dianggap merupakan tindakan yang secara serius memberikan pengaruh negatif bagi ekonomi nasional.43

Bentuk-bentuk persengkongkolan dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah dapat kita kelompokan berdasarkan pihak-pihak yang terlibat dalam persekongkolan tersebut dan berdasarkan prilakunya, antara lain:44

a. persekongkolan yang terjadi antara pemilik/pemberi pekerjaan/panitia tender dengan peserta tender;

Berdasarkan pihak-pihak yang terlibat, antara lain:

1. Persengkongkolan antar pihak (Vertikal), yakni persengkongkolan yang terjadi antara pelaku usaha dengan pemilik/pemberi pekerjaan/panitia tender atau dengan pihak-pihak tertentu. Persengkongkolan antar pihak meliputi:

b. antara pemilik/pemberi pekerjaan/panitia tender dengan produsen dan dengan peserta tender.

2. Persekongkolan antar peserta tender (horizontal), yakni persengkongkolan terjadi antara pelaku usaha dengan sesama pelaku usaha pesaingnya.

3. Persengkongkolan Vertikal dan Horizontal.

Merupakan persekongkolan antara panitia pengadaan barang dan jasa atau panitia lelang atau pengguna barang dan jasa atau pemilik atau pemberi pekerjaan dengan pelaku usaha atau penyedia barang dan jasa. Persekongkolan ini dapat melibatkan dua atau tiga pihak yang terkait dalam proses tender. Salah satu bentuk persekongkolan ini adalah tender fiktif, dimana baik panitia tender, pemberi pekerjaan, maupun para pelaku usaha melakukan suatu proses tender hanya secara administratif dan tertutup.

Dan berdasarkan perilakunya, bentuk-bentuk persekongkolan antara lain sebagai berikut: 1. Melakukan pendekatan dan kesepakatan-kesepakatan dengan penyelenggara sebelum

pelaksanaan tender ;

2. Tindakan saling memperlihatkan harga penawaran yang akan diajukan dalam pembukaan tender diantara peserta;

3. Saling melakukan pertukaran informasi;

4. Pemberian kesempatan secara eksklusif oleh panitia atau pihak terkait secara langsung maupun tidak langsung kepada peserta tertentu;

5. menciptakan persaingan semu antar peserta; 6. Tindakan saling menyesuaikan antar peserta;

43

Adrian Sutedi. op cit . hal. 222 44

Draft Pedoman tentang Larangan Persekongkolan dalam Tender Berdasarkan UU No. 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

7. Menciptakan pergiliran waktu pemenang;

8. Melakukan manipulasi persyaratan teknis dan administratif.

Bid rigging adalah praktek anti persaingan yang bisa terjadi diantara para pelaku usaha yang seharusnya menjadi pesaing dalam suatu lelang tender pengadaan barang dan jasa. Secara sederhana bid rigging dapat dikatakan sebagai suatu kesepakatan yang menyamarkan adanya persaingan untuk mengatur pemenang dalam suatu penawaran lelang (tender) melalui pengelabuan harga penawaran.45

Pasal 22 tersebut jelas bahwa persekongkolan yang terjadi melibatkan semua pihak, baik antara pelaku usaha dengan pesaingnya, maupun pelaku usaha dengan pemberi kerja atau dengan panitia penyelenggara. Menurut Pasal 22 UU No.5 Tahun 1999 Tentang larangan praktek monopoli dan persaingan usaha dan tidak sehat persekongkolan dalam pasal tersebut harus mengandung unsur-unsur:

Bid rigging dalam tender proyek ini sering dikaitkan dengan pengadaan barang dan jasa Pemerintah (Government Procurement). Namun, jangkauan UU No.5 Tahun 1999 dapat mencangkup tidak hanya kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah, tetapi juga termasuk kegiatan yang dilakukan oleh sektor swasta.

46

1. Unsur Pelaku Usaha.

Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 butir 5 yang berbunyi: Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan usaha baik yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian, menyelenggarakan berbagai kegiatan usaha dalam bidang ekonomi. 2. Unsur Bersekongkol.

45

Arie Siswanto, Hukum Persaingan Usaha, Ghalia Indonesia, Jakarta, 2002, hal. 45. 46

Bersengkongkol adalah kerjasama yang dilakukan oleh pelaku usaha dengan pihak lain atas inisiatif siapapun dan dengan cara apapun dalam upaya memenangkan peserta pengadaan barang dan jasa tertentu.

Unsur bersengkongkol antara lain dapat berupa: a. kerjasama antara dua pihak atau lebih.

b. Secara terang-terangan maupun diam-diam melakukan tindakan penyesuaian dokumen dengan peserta lainnya; dan/atau

c. Membandingkan dokumen tender sebelum penyerahan; dan/atau d. Menciptakan persaingan semu; dan/atau

e. Menyetujui dan/atau memfasilitasi; dan/atau

f. Tidak menolak meakukan suatu tindakan meskipun mengetahui atau sepatutnya mengetahui bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk mengatur dalam rangka memenangkan peserta tender tertentu.

3. Unsur Pihak Lain.

Pihak lain adalah para pihak yang terlibat dalam proses tender yang melakukan persekongkolan tender pengadaan barang dan jasa, baik pelaku usaha sebagai peserta tender dan/atau subjek hukum diluar peserta tender.

4. Unsur Mengatur dan/atau Menentukan Pemenang Tender.

Mengatur dan/atau menentukan pemenang tender adalah suatu perbuatan para pihak yang terlibat dalam proses tender untuk bersekongkol yang bertujuan untuk menyingkirkan pelaku usaha lain sebagai pesaingnya dan/atau memenangkan peserta tender tertentu dengan cara-cara tertentu.

Masalah persekongkolan yang tidak sehat ini di dalam tender proyek pengadaan barang dan jasa Pemerintah sebenarnya sudah biasa dilakukan oleh para pihak yang terkait. Baik panitia lelang, pejabat di departemen setempat, dan pihak pengusaha swasta yang

mengikuti lelang pengadaan barang dan jasa tersebut. Persekongkolan ini biasa dilakukan dengan cara melakukan kesepakatan-kesepakatan, guna memenangkan tender pengadaan barang dan jasa untuk salah satu pihak.

Persekongkolan didalam pengadaan barang dan jasa ini sudah terjadi bahkan sebelum adanya pengumuman akan diadakannya tender pengadaan barang dan jasa. Para pihak pengusaha yang sudah memiliki hubungan baik dengan orang-orang didalam departemen yang akan melakukan tender proyek pengadaan barang dan jasa biasanya sudah melakukan lobi-lobi terhadap pejabat yang terkait agar dapat memenangkan tender proyek yang akan diadakan nantinya. Kegiatan tersebut tidak jarang mengakibatkan hambatan bagi pelaku usaha yang tidak terlibat dalam kesepakatan, dan dampak yang lebih jauh dapat mengakibatkan kerugian bagi pihak penyelenggara, karena tedapat ketidakwajaran mengenai harga. Bid rigging dalam industri konstruksi merupakan salah satu akar penyebab korupsi di kalangan kaum politikus dan pejabat negara. Hal ini akan mengakibatkan kerugian, karena masyarakat pembayar pajak harus membayar beban biaya konstruksi yang tinggi.

Ada beberapa ciri-ciri yang dapat mengindikasikan adanya persengkongkolan yang tidak sehat yang terjadi di dalam suatu lelang proyek pengadaan barang dan jasa yang dilakukan oleh Pemerintah47

1. Pengadaan barang dan jasa yang bersifat tertutup dan tidak transparan dan tidak diumumkan secara luas, sehingga mengakibatkan para pelaku usaha yang berminat dan memenuhi kualifikasi tidak dapat mengikutinya.

. Diantaranya adalah :

2. Pengadaan barang dan jasa bersifat diskriminatif dan tidak dapat diikuti oleh semua pelaku usaha dengan kompeten yang sama.

47

3. Pengadaan barang dan jasa dengan persyaratan dan spesifikasi teknik atau merek yang mengarah ke satu pelaku usaha tertentu sehingga menghambat pelaku usaha lain untuk ikut.

Praktek dilapangannya, perbuatan persekongkolan pengadaan barang dan jasa ini seperti yang dikatakan sebelumnya sudah dimulai bahkan sebelum rencana akan adanya tender dimulai. Toolkit anti Korupsi dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah memberikan indikasi-indikasi yang harus diperhatikan untuk melihat terjadinya praktek persengkongkolan yang tidak sehat dalam pengadaan barang dan jasa dilihat dari tiap-tiap tahap lelang pengadaan barang dan jasa.48

1. Indikasi Persekongkolan pada saat perencanaan, antara lain:

a. Pemilihan metode pengadaan yang menghindari pelaksanaan tender/ lelang secara terbuka.

b. Pencantuman spesifikasi teknik, jumlah, mutu, dan/ atau waktu penyerahan barang yang akan ditawarkan atau dijual atau dilelang yang hanya dapat disuplai oleh satu pelaku usaha tertentu.

c. Tender/ lelang dibuat dalam paket yang hanya satu atau dua peserta tertentu yang dapat mengikuti atau melaksanakannya.

d. Ada keterkaitannya antara sumber pendanaan dan asal barang/ jasa.

e. Nilai uang jaminan lelang ditetapkan jauh lebih tinggi dari nili dasar lelang. f. Penempatan tempat dan waktu lelang yang sulit dicapai dan diikuti.

2. Indikasi persekongkolan pada tahap pembuktian panitia, antara lain: a. Panitia yang dipilih tidak memiliki kualitas yang dibutuhkan. b. Panitia terafiliasi dengan peserta tertentu.

c. Susunan dan kinerja panitia tidak diumumkan dan cenderung ditutup-tutupi. 3. Indikasi Persekongkolan pada saat prakulifikasi perusahaan, antara lain:

a. Persyaratan untuk mengikuti prakualifikasi membatasi dan/ atau mengarah kepada pelaku usaha tertentu.

b. Adanya kesepakatan dengan pelaku usaha tertentu mengenai spesifikasi, merek, jumlah, tempat, dan/ atau waktu penyerahan barang dan jasa yang akan ditender atau dilelangkan.

c. Adanya kesepekatan mengenai cara, tempat, dan/ atau waktu pengumuman tender lelang.

d. Adanya pelaku usaha yang diluluskan dalam prakulifikasi walaupun tidak atau kurang memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan.

e. Panitia memberikan perlakuan khusus atau istimewa kepada pelaku usaha tertentu. f. Adanya persyaratan tambahan yang dibuat setelah prakualifikasi dan tidak

diberitahukan kepada semua peserta.

48

g. Adanya pemegang saham yang sama diantara peserta atau panitia atau pemberi pekerjaan maupun pihak lain yang terkait langsung dengan tender /lelang (benturan kepentingan)

4. Indikasi persekongkolan pada saat pembuatan persyaratan untuk mengikuti tender /lelang maupun pada saat penyusunan dokumen tender/lelang, antara lain meliputi adanya persyaratan tender /lelang yang mengarah kepada pelaku usaha tertentu terkait dengan sertifikasi barang, mutu, kapasitas dan waktu penyerahan yang harus dipenuhi. 5. Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman tender atau lelang, antara lain

meliputi:

a. jangka waktu pengumuman tender/ lelang yang sangat terbatas.

b. Informasi dalam pengumuman tender/ lelang dengan sengaja dibuat tidak lengkap dan tidak memadai. Sementara, informasi yang lebih lengkap diberikan hanya pada satu pelaku usaha tertentu.

c. Pengumuman tender/ lelang dilakukan melalui media dengan jangkauan yang sangat terbatas, misalnya pada surat kabar yang tidak dikenal ataupun pada papan pengumuman yang jarang dilihat publik ataupun pada surat kabar dengan jumlah eksemplar yang tidak menjangkau sebagian besar target yang diinginkan.

d. Pengumuman tender/ lelang dimuat pada surat kabar dengan ukuran iklan yang sangat kecil atau pada bagian/ lay-out surat kabar yang sering kali dilewatkan oleh pembaca yang menjadi target tender/lelang.

6. Indikasi persekongkolan pada saat pengambilan dokumen tender/ lelang, antara lain meliputi :

a. Dokumen tender/ lelang yang diberikan tidak sama bagi seluruh calon peserta tender/lelang.

b. Waktu pengambilan dokumen tender/ lelang yang diberikan sangat terbatas. c. Alamat atau tempat pengambilan dokumen tender/ lelang sulit ditemukan.

d. Panitia memindahkan tempat pengambilan dokumen tender/ lelang secara tiba-tiba menjelang penutupan waktu penambilan dan perubahan tersebut tidak diumumkan secara terbuka.

7. Indikasi persekongkolan pada saat penentuan harga perkiraan sendiri atau harga dasar lelang, antara lain :

a. Adanya dua atau lebih harga perkiraan sendiri atau harga dasar atas satu produk atau jasa yang ditenderkan/ dillangkan.

b. Harga perkiraan sendiri atau harga dasar hanya diberikan kepada pelaku usaha tertentu.

c. Harga perkiraan sendiri atau harga dasar ditentukan berdasarkan pertimbangan yang tidak jelas dan tidak wajar.

8. Indikasi persekongkolan pada saat penjelasan tender atau open house lelang, antara lain meliputi:

a. Informasi atas barang dan jasa yang ditender atau dilelang tidak jelas dan cenderung ditutupi.

b. Penjelasan tender/ lelang dapat diterima oleh pelaku usaha yang terbatas sementara sebagian besar calon peserta lainnya tidak dapat menyetujuinya.

c. Panitia bekerja secara tertutup dan tidak memberi layanan atau informasi yang seharusnya diberikan secara terbuka.

d. Salah satu peserta tender/ lelang melakukan pertemuan tertutup dengan panitia. 9. Indikasi persekongkolan pada saat penyerahan dan pembukaan dokumen atau kotak

penawaran tender atau lelang, antara lain meliputi:

b. Adanya dokumen yang dimasukan dalam satu amplop bersama-sama dengan penawaran peserta tender/ lelang yang lain.

c. Adanya penawaran yang diterima oleh panitia dari pelaku usaha yang tidak mengikuti atau tidak lulus dalam proses kualifikasi atau proses administrasi.

d. Terdapat penyesuaian harga penawaran pada saat-saat akhir sebelum memasukan penawaran.

e. Adanya pemindahan lokasi/ tempat penyerahan dokumen penawran secara tiba-tiba tanpa ada pengumuman secara terbuka.

10.Indikasi persekongkolan pada saat evaluasi dan penetapan tender/ lelang, antara lain meliputi:

a. Jumlah peserta tender/ lelang yang lebih sedikit dari jumlah peserta lelang/ tender sebelumnya.

b. Harga yang dimenangkan jauh lebih tinggi atau lebih rendah dari harga tender/ lelang sebelumnya oleh perusahaan atau pelaku usaha yang sama.

c. Para peserta tender/ lelang memasukan harga penawaran yang hampir sama.

d. Peserta tender/ lelang yang sama, dalam tender/ lelang yang berbeda mengajukan harga barang yang berbeda untuk barang yang sama, tanpa alasan yang logis untuk menjelaskan perbedaan tersebut.

e. Panitia cenderung untuk memberikan keistimewaan pada peserta tender/ lelang tertentu.

f. Adanya beberapa dokumen penawran tender/ lelang yang mirip.

g. Adanya dokumen penawaran yang ditukar atau dimodifikasi oleh panitia. h. Proses evaluasi dilakukan ditempat terpencil dan tersembunyi.

i. Perilaku dan penawaran para peserta tender/ lelang dalam memasukan penawaran mengikuti pola yang sama dengan beberapa tender atau lelang sebelumnya.

11.Indikasi persekongkolan pada saat pengumuman calon pemenang, antara lain meliputi: a. Pengumuman diumumkan secara terbatas sehingga pengumuman tersebut tidak

diketahui secara optimal oleh pelaku usaha yang memenuhi persyaratan, misalnya diumumkan pada media masa yang tidak jelas atau diumumkan melalui faksimile dengan nama pengiriman yang kurang jelas.

b. Tanggal pengumuman tender/lelang ditunda dengan alasan yang tidak jelas. c. Peserta tender/ lelang ditunda dengan alasan yang tidak jelas.

d. Ada peserta tender/ lelang yang memenangkan tender atau lelang secara terus menerus disatu wilayah tertentu.

e. Ada selisih harga yang besar antara harga yang diajukan pemenang tender/ lelang dengan harga penawaran peserta lainnya, dengan alasan yang tidak wajar dan tidak dapat dijelaskan.

12.Indikasi persekongkolan pada saat pengajuan sanggahan, antara lain meliputi: a. Panitia tidak menanggapi sanggahan peserta tender/ lelang.

b. Panitia cenderung menutup-nutupi proses dan hasil evaluasi.

13.Indikasi persekongkolan pada saat penunjukan pemenang tender/ lelang dan penandatangannan kontrak, antara lain meliputi :

a. Surat penunjukan pemenang tender/ lelang tidak lengkap.

b. Penerbitan surat penunjukan pemenang tender/ lelang mengalami penundaan tanpa alasan yang dapat dipertanggung jawabkan.

c. Surat penunjukan pemenang tender/ lelang tidak lengkap.

d. Konsep kontrak dibuat dengan menghilangkan hal-hal penting yang seharusnya menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kontrak

f. Penandatanganan kontrak mengalami penundaan tanpa alasan yang jelas.

14.Indikasi persekongkolan pada saat pelaksanaan dan evaluasi pelaksanaan, antara lain meliputi:

a. Pemenang tender/ lelang mensub-kontrakan pekerjaan kepada perusahaan lain atau peserta tender/ lelang yang kalah dalam tender/ lelang tersebut.

b. Volume atau nilai proyek yang diserahkan tidak sesuai dengan ketentuan awal, tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan.

c. Hasil pekerjaan tidak sesuai atau lebih rendah dibandingkan dengan ketentuan yang diatur dalam spesifikasi teknis, tanpa alasan yang dapat

Dokumen terkait