• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran (Rekomendasi)

1. Pelayanan farmasi klinis sebaiknya dapat segera dilaksanakan dengan baik terhadap pasien melalui:

a. Meningkatkan kompetensi seluruh apoteker dalam pelayanan farmasi klinis melalui pendidikan, pelatihan atau seminar khusus farmasi klinis.

b. Menyediakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk melakukan seluruh kegiatan pelayanan farmasi klinis

c. Disarankan kepada Instalasi Farmasi untuk meningkatkan pengembangan rumah sakit/Instalasi Farmasi dengan membentuk suatu tim peneliti.

2. Pokja Perencanaan dan Evaluasi disarankan untuk merencanakan penyediaan perbekalan farmasi berdasarkan metode kombinasi epidemiologi-konsumtif untuk menjamin ketersediaan obat.

3. Farmasis diharapkan dapat memantau pelaksanaan sistem distribusi obat unit dose dispensing agar sesuai protap sehingga meningkatkan pengendalian obat dan pemantauan penggunaan obat; mengurangi kesalahan pemberian obat; dan mencegah terjadinya pemborosan obat. 4. Farmasis di Rumah Sakit diharapkan dapat melakukan visite ke ruangan

anak untuk meningkatkan kerasionalan penggunaan obat khususnyauntuk pasien pediatrik..

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, Keputusan Menkes RI No. 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang

Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.

Depkes RI, Keputusan Menkes RI No. 547/MENKES/SK/VI/1993 tentang

Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUP H. Adam Malik Medan.

Depkes RI, (1994). Pedoman Instalasi Gas Medis Rumah Sakit. Jakarta.

Depkes RI, (2004). Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit. Jakarta Depkes RI. Keputusan Menkes RI No. 983/MENKES/SK/XI/1992 tentang

Pedoman Organisasi Rumah Sakit Umum.

Hidayat, E.T., (2003). Panduan CSSD Modren. Cetakan Pertama. Rumah Sakit Pusat Pertamina. Jakarta.

Komite Medik RSUPH Adam Malik, (2000). Standar Pelayanan Medik. Buku II. Medan: RSUPH Adam Malik.

Siregar, J.P.C., (2004). Farmasi Rumah Sakit: Teori dan Terapan. Jakarta: EGC SK Direktur RSUPH Adam Malik No. HK.01.01.24.2541. Tanggal 4 Mei 2005

tentang Pemberlakuan Kebijakan Pelayanan Farmasi RSUP H Adam

Malik Medan

SK Direktur RSUPH Adam Malik No. OT.01.01.11.173. 2005 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Instalasi Gas Medis di RSUPH Adam Malik Medan.

SK Menkes RSUPH. Adam Malik No. 244/Menkes/Per/III/2008 tentang Struktur

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

DI RSUP. H. ADAM MALIK MEDAN

STUDI KASUS

BRONKOPNEUMONIA dan DECOMPENSASI CORDIS

Disusun oleh:

LISDA MAWARNI. S, S.Farm 0832032044

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

DAFTAR ISI

JUDUL ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR GAMBAR ... vi DAFTAR LAMPIRAN ... vii RINGKASAN ... viii BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan ... 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bronkopneumonia ... 4 2.1.1 Definisi ... 4 2.1.2 Etiologi ... 4 2.1.3 Patofisiologi ... 8 2.1.4 Diagnosa ... 9 2.1.5 Gejala Klinis ... 9 2.1.6 Pengobatan ... 10 2.2 Decompensasi Cordis ... 11 2.2.1 Definisi ... 11 2.2.2 Etiologi ... 11 2.2.3 Patofisiologi ... 12 2.2.4 Diagnosis ... 13 2.1.5 Pengobatan ... 14 2.3 Tinjauan Umum Obat ... 14

BAB III PROSEDUR DIAGNOSTIK DAN PENATALAKSANAAN 3.1 Studi Kasus ... 22

3.1.1 Identitas Pasien ... 22 3.1.2 Ringkasan Pada Waktu Pasien Masuk RSUP H Adam

Malik Medan ... 22 3.2 Pemeriksaan yang dilakukan ... 23 3.2.1 Pemeriksaan Fisik Pasien ... 23 3.2.2 Pemeriksaan Laboratorium ... 23 3.3 Riwayat Penyakit Terdahulu ... 23 3.4 Riwayat Penggunaan Obat Terdahulu ... 23 3.5 Diagnosisi ... 24 3.6 Terapi ... 26 BAB IV PEMBAHASAN ... 25 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 33 5.2 Saran ... 33 DAFTAR PUSTAKA ... 35

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Struktur Ampisilin ... 14 Gambar 2.2 Struktur Gentamisin ... 15 Gambar 2.3 Struktur Salbutamol ... 16 Gambar 2.4 Struktur Digoksin ... 17 Gambar 2.5 Struktur Furosemid ... 17 Gambar 2.6 Struktur Spironolakton ... 19 Gambar 2.7 Struktur Parasetamol ... 20 Gambar 2.8 Struktur cefotaxim ... 21

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Tabel Hasil Diagnosa dan Terapi Pasien ... 36 Lampiran 2. Tinjauan Umum Tentang Obat ... 37 Lampiran 3. Lembar PPOSR ... 39

RINGKASAN

Salah satu peran apoteker adalah memberi pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) di rumah sakit. Pelayanan kefarmasian adalah suatu bentuk pelayanan yang diberikan oleh farmasis kepada pasien dimana adanya kepedulian terhadap pelayanan yang berkaitan dengan obat dan pengobatan yang langsung dan bertanggungjawab untuk mencapai hasil yang nyata dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup pasien. Praktek Kerja Profesi Apoteker di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dilaksanakan mulai tanggal 02 Februari 2009 sampai 28 Februari 2009. Selama melakukan PKP, masing-masing mahasiswa apoteker mengambil kasus di Ruangan yang telah ditentukan dan melakukan visite ke ruangan pasien yang bersangkutan.

Studi kasus bertujuan agar calon apoteker dapat memantau langsung keadaan klinis pasien dengan terapi yang diberikan. Studi kasus ini dilaksanakan di Ruang Inap Terpadu (Rindu–B Anak) mulai tanggal 09 Februari hingga 20 Februari 2009. Selama melakukan PKP dilakukan tugas khusus dengan studi kasus yaitu kasus Bronchopneumonia + Decompensatio Cardis. Adapun kegiatan yang dilakukan meliputi memantau keadaan klinis dan visite ke ruangan RB Anak. Hasil akhir pemantauan, pasien masih dirawat inap di RB Anak.

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan diperlukan oleh setiap manusia untuk dapat melakukan segala aktivitas hidup, dan pelayanan kesehatan merupakan salah satu unsur penting dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Rumah sakit adalah salah satu sarana pelayanan kesehatan yang mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau oleh masyarakat. Dalam rangka usaha pemerintah untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit, maka pelayanan farmasi harus ditingkatkan. Adapun fungsi farmasi rumah sakit adalah melaksanakan pelayanan farmasi yang bermutu, aman, cepat dan tepat yang meliputi penyediaan, penyimpanan, pengolahan dan pendistribusian perbekalan farmasi

Salah satu misi dari praktek farmasi di rumah sakit adalah menyediakan obat-obatan, produk perawatan kesehatan lainnya, memberikan pelayanan serta membantu penderita dan masyarakat dan mengupa yakan penggunaan yang terbaik dari sediaan serta produk tersebut. Pelayanan farmasi klinis di ruang pasien rumah sakit sangat diperlukan oleh pasien untuk memberikan jaminan pengobatan yang rasional (efektif, aman, tersedia dan harga yang terjangkau) dan penghormatan pilihan pasien. Pelayanan farmasi yang luas mencakup keterlibatan dalam berbagai kegiatan untuk memastikan kesehatan yang baik dan menghindari kesakitan dalam populasi. Apabila pengobatan kesehatan yang sakit diperlukan, mutu dari tiap proses penggunaan obat penderita harus dipastikan untuk mencapai manfaat terapi maksimal dan menghindarkan efek samping yang tidak

menguntungkan. Hal ini mensyaratkan apoteker menerima tanggungjawab bersama dengan professional lain dan dengan penderita untuk hasil terapi (Siregar, 2004).

Dalam rangka menerapkan praktek farmasi klinis di rumah sakit, maka mahasiswa apoteker perlu diberi perbekalan dan pengalaman dalam bentuk praktek kerja profesi di rumah sakit. Adapun studi kasus yang diambil adalah kasus Bronkopneumonia dengan komplikasi dekompesatio cordis.

Pasien pediatri memerlukan penatalaksanaan yang lebih terkontrol dibandingkan pasien dewasa, karena fungsi organ yang sedang berkembang sehingga perlunya penyesuaian dosis yang tepat. Pemberian obat polifarmasi memerlukan pemantauan yang lebih ketat terhadap obat-obatan yang digunakan, karena besarnya kemungkinan terjadinya interaksi obat yang dapat merugikan pasien. Dalam hal ini, diperlukan peran apoteker untuk memberikan pemahaman penggunaan obat yang tepat kepada pasien sehingga tercapainya keselamatan pasien dan mengurangi terjadinya medication error.

Peranan farmasi atau apoteker sangat diperlukan untuk pelayanan kefarmasian yang berorientasi pada kebutuhan pasien. Apoteker diharapkan tidak hanya dalam perbekalan saja, tetapi juga menjamin ketersediaan obat yang berkualitas, mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, nyaman bagi pengguna dan harga yang wajar serta pada penyerahannya disertai informasi yang cukup memadai dan diikuti pemantauan penggunaan obat dan evaluasinya.

Seluruh profesi kesehatan saling berkaitan dalam mewujudkan mutu pelayanan kesehatan, sehingga semua profesi merupakan satu kemitraan yang

tidak dapat dipisahkan. Oleh karena itu, kerjasama seluruh profesi kesehatan sangat mendukung tercapainya mutu pelayanan kesehatan.

1.2 Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah:

a. meningkatkan kepatuhan pasien dalam penggunaan obat b. melihat rasionalitas penggunaan obat di rumah sakit

c. memberikan masukan dan pertimbangan kepada tenaga kesehatan lain di rumah sakit dalam rangka peningkatan rasionalitas penggunaan obat kepada pasien

d. mengetahui dan melihat secara langsung peranan dan tugas farmasi atau apoteker di rumah sakit

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.2 Bronkopneumonia 2.1.1 Definisi

Pneumonia adalah suatu sindrom yang disebabkan oleh infeksi akut, biasanya disebabkan oleh bakteri yang mengakibatkan adanya konsolidasi sebagian dari salah satu atau kedua paru, sedangkan bronkopneumonia merupakan radang dari saluran pernapasan yang terjadi pada bronkus sampai dengan alveolus paru, yang biasanya dimulai dari bronkiolus terminalis. Saluran pernapasan tersebut tersumbat oleh eksudat yang mukopurulen, yang membentuk bercak-bercak di lobulus yang berdekatan. Penyakit ini bersifat sekunder yang biasanya menyertai penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Atas), demam infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan daya tahan tubuh. Sebagai infeksi primer biasanya hanya dijumpai pada anak-anak dan orang tua

2.1.2 Etiologi

Berdasarkan etiologinya, dikelompokkan atas :

a. Pneumonia Oleh Bakteri

Jenis bakteri pneumococcus belakangan semakin populer seiring kian dikenalnya jenis penyakit Invasif Pneumococcal Disease (IPD). Selain pneumonia, yang termasuk IPD adalah radang selaput otak (meningitis) atau infeksi darah (bakteremia). "Pada pneumonia yang disebabkan oleh bakteri pneumokok, kerap menimbulkan komplikasi dan mengakibatkan penderita juga terkena meningitis atau bakteremia.

Pneumonia yang dipicu bakteri bisa menyerang siapa saja, dari bayi sampai usia lanjut. Pencandu alkohol, pasien pasca-operasi, orang-orang dengan penyakit gangguan pernapasan, sedang terinfeksi virus atau menurun kekebalan tubuhnya, adalah yang paling berisiko. Sebenarnya bakteri penyebab pneumonia yang paling umum adalah Streptococcus pneumoniae sudah ada di kerongkongan manusia sehat. Begitu pertahanan tubuh menurun oleh sakit, usia tua, atau malnutrisi, bakteri segera memperbanyak diri dan menyebabkan kerusakan. Seluruh jaringan paru dipenuhi cairan dan infeksi dengan cepat menyebar ke seluruh tubuh melalui aliran darah. Pasien yang terinfeksi pneumonia akan panas tinggi, berkeringat, napas terengah-engah, dan denyut jantungnya meningkat cepat. Bibir dan kuku mungkin membiru karena tubuh kekurangan oksigen. Pada kasus yang ekstrim, pasien akan mengigil, gigi bergemelutuk, sakit dada, dan kalau batuk mengeluarkan lendir berwarna hijau. Sebelum terlambat, penyakit ini masih bisa diobati. Bahkan untuk pencegahan vaksinnya pun sudah tersedia (http://cyberwoman.cbn.net.id).

b. Pneumonia Oleh Virus

Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja

dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh, letih dan lesu, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru

c. Pneumonia Mikoplasma

Pneumonia jenis ini berbeda gejala dan tanda-tanda fisiknya bila dibandingkan dengan pneumonia pada umumnya. Karena itu, pneumonia yang diduga disebabkan oleh virus yang belum ditemukan ini sering juga disebut pneumonia yang tidak tipikal (Atypical Penumonia). Pneumonia mikoplasma mulai diidentifikasi pada perang dunia II. Mikoplasma adalah agen terkecil di alam bebas yang menyebabkan penyakit pada manusia. Mikoplasma tidak bisa diklasifikasikan sebagai virus maupun bakteri, meski memiliki karakteristik keduanya. Pneumonia yang dihasilkan biasanya berderajat ringan dan tersebar luas. Mikoplasma menyerang segala jenis usia. Tetapi paling sering pada anak pria remaja dan usia muda. Angka kematian sangat rendah, bahkan juga pada yang tidak diobati. Gejala yang paling sering adalah batuk berat, namun dengan sedikit lendir. Demam dan menggigil hanya muncul di awal, dan pada beberapa pasien bisa mual dan muntah. Rasa lemah baru hilang dalam waktu lama

d. Pneumonia Jenis Lain

Termasuk golongan ini adalah Pneumocystitis Carinii Pneumonia (PCP) yang diduga disebabkan oleh jamur, PCP biasanya menjadi tanda awal serangan penyakit pada pengidap HIV/AIDS. Pneumonia lain yang lebih jarang disebabkan oleh masuknya makanan, cairan, gas, debu maupun jamur. Penyakit - penyakit ini

juga mengganggu fungsi Paru, namun pneumonia tuberkulosis alis TBC adalah infeksi paru paling berbahaya kecuali diobati sejak dini (http://cyberwoman.cbn.net.id).

Faktor-faktor pencetus terjadinya asma dibagi dalam 6 bagian, yaitu

1. Infeksi saluran pernapasan, ini disebakan oleh virus dan bakteri yang meliputi influenza, Respiratory Syncytial virus (RSV), Mycoplasma

pneumonia, dan rhinovirus

2. Alergen, seperti spora jamur dan bulu/rambut hewan.

3. Lingkungan, seperti udara dingin, fog (asap untuk sterilisasi), ozon, sulfur dioksida, nitrogen dioksida, asap rokok dan asap kayu/sampah.

4. Emosi seperti ansietas, stress.

5. Kegiatan latihan jasmani seperti olah raga. Dengan berolah raga maka jumlah oksigen yang diperlukan tubuh akan berlebih, akibatnya saluran pernapasan akan dipacu untuk mengambil oksigen dari udara dan terjadi obstruksi saluran pernapasan.

6. Obat-obatan, seperti aspirin, NSAIDs (penghambat siklooksigenase),

sulfits, benzalkonium klorida, dan bloker.

2.1.3 Patofisiologi

Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi spasme otot bronkus, sumbat mukus, edema dan inflamasi dinding bronkus. Obstruksi bertambah selama ekspirasi karena secara fisiologi saluran napas menyempit pada fase tersebut. Hal ini mengakibatkan udara distal tempat terjadinya obstruksi, terjebak tidak bisa diekspirasi. Selanjutnya terjadi peningkatan volume residu, Kapasitas Residu Fungsional (KRF), dan pasien akan bernapas pada volume yang

tinggi mendekati kapasitas paru total (KPT). Kedaaan ini bertujuan agar saluran napas tetap terbuka dan pertukaran gas berjalan lancar. Untuk mempertahankan keadaaan ini diperlukan otot-otot bantu napas (Sundaru, 2003).

Penyempitan saluran napas ternyata tidak merata diseluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapat ventilasi, sehingga darah kapiler yang melalui daerah tersebut mengalami hipoksemia. Penurunan tekanan parsial O2 (pO2) mungkin merupakan kelainan pada asma. Untuk mengatasi kekurangan oksigen, tubuh melakukan hiperventilasi agar kebutuhan oksigen terpenuhi. Tetapi akibatnya pengeluaran CO2 menjadi berlebihan sehingga tekanan parsial CO2 (pCO2) menurun yang kemudian menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat lagi banyak saluran napas dan alveolus tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan lagi terjadinya pertukaran gas. Hal ini mengakibatkan hipoksemia dan kerja otot-otot pernapasan bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi CO2. Peningkatan produksi CO2 yang disertai dengan penurunan ventilasi alveolus menyebabkan retensi CO2 (hiperkapnia) dan terjadi asidosis respiratorik atau gagal napas (Sundaru, 2003; Davey, 2005).

2.1.4 Diagnosa

Diagnosis asma didasarkan pada riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada riwayat penyakit akan dijumpai keluhan batuk-batuk, pernapasan bising (mengi), sesak atau rasa berat didada. Tetapi kadang-kadang pasien hanya mengeluh batuk-batuk saja yang umumnya timbul pada malam hari atau sewaktu kegiatan jasmani. Tingkat keparahannya bervariasi, dari keluhan-keluhan ringan yang tidak memerlukan terapi hingga keluhan gangguan pernapasan yang terus menerus yang menyebabkan pasien tidak berdaya

meskipun telah diberikan terapi secara intensif. Gejala asma sering timbul pada malam hari, tetapi dapat pula muncul sembarang waktu. Adakalanya gejala lebih sering terjadi pada musim tertentu, tetapi yang perlu diketahui adalah faktor-faktor pencetus serangan. Dengan mengetahui faktor pencetus, kemudian menghindarinya, diharapkan gejala asma dapat dicegah (Sundaru, 2003)

2.1.5 Gejala Klinis

Bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi traktus respiratorius bagian atas selama beberapa hari. Suhu dapat naik mendadak sampai 37-40 celcius dan mungkin disertai kejang karena demam yang tinggi. Anak sangat gelisah, sesak napas dan sianosis sekunder hidung dan mulut, pernapasan cuping hidung merupakan trias gejala yang patognomonik. Kadang-kadang disertai muntah dan diare, sakit tenggorok, nyeri otot dan sendi. Batuk mula-mula kering kemudian menjadi produktif.

2.1.6 Pengobatan

Penanganan pneumonia pun dapat dilakukan dengan beberapa cara. Umumnya pengobatan dengan pemberian antibiotik. “Penderita pneumonia dapat sembuh bila diberikan antibiotik yang sesuai dengan jenis kumannya, tetapi perlu dosis tinggi dan waktu yang lama (http://cyberwoman.cbn.net.id).

Namun, bakteri Streptococcus pneumoniae mulai resisten atau kebal terhadap beberapa jenis antibiotik. Bahkan kawasan Asia dinyatakan sebagai hot

zone, yakni daerah dengan tingkat resistensi tinggi untuk bakteri pneumokok.

Oleh sebab itu apabila pneumonia yang dialami cukup parah, penanganannya juga dilakukan dengan cara opname. Dengan perawatan khusus di rumah sakit,

pasien bisa istirahat dan pengobatan yang lebih intensif, atau bahkan terapi oksigen sebagai penunjang. Selain itu penderita pneumonia juga membutuhkan banyak cairan untuk mencegahnya dari dehidrasi. Cairan ini bisa diperoleh dengan cara banyak minum air putih maupun melalui infus (http://cyberwoman.cbn.net.id).

Untuk pneumonia oleh virus sampai saat ini belum ada panduan khusus, meski beberapa obat antivirus telah digunakan. Kebanyakan pasien juga bisa diobati di rumah. Biasanya dokter yang menangani pneumonia akan memilihkan obat sesuai pertimbangan masing-masing, setelah suhu pasien kembali normal, dokter akan menginstruksikan pengobatan lanjutan untuk mencegah kekambuhan. Soalnya, serangan berikutnya bisa lebih berat dibanding yang pertama. Selain antibiotika, pasien juga akan mendapat pengobatan tambahan berupa pengaturan pola makan dan oksigen untuk meningkatkan jumlah oksigen dalam darah

2.2 Decompensasi Cordis 2.2.1 Definisi

Decompensasi cordis atau sering juga disebut gagal jantung / payah jantung. Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara abnormal.

Sebagai akibat kelemahan jantung, darah menjadi terbendung di vena paru-paru dan kaki yang menimbulkan sesak dada dan udema pada pergelangan kaki. Pada

keadaan parah dapat terjadi udema paru yang sangat berbahaya. Penyaluran darah ke jaringan juga berkurang sehingga ginjal mengeksresikan lebih sedikit natrium dan air (Tjay dan Rahardja, 2007).

2.2.2 Etiologi

1. Faktor external (dari luar jantung) : hipertensi renal, hyperthiroid, anemia kronis/ berat

2. Faktor internal (dari dalam jantung)

a. Disfungsi katub ventrikuler septum defect (VSD), atrial septum defect (ASD), stenosis/ insuffisiensi mitral.

b. Disritmia atrial fibrilasi,ventrikel fibrilasi, heart block.

c. Kerusakan myocard iskhemik/ infark, cardiomyopathi, myocarditis, ASHD (Athero Sclerosis Heart Disease).

d. Infeksi Subacut Bacterial Endocarditis.

Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah penyakit jantung yang dibawa sejak lahir, dimana kelainan pada struktur jantung atau fungsi sirkulasi jantung terjadi akibat gangguan atau kegagalan perkembangan struktur jantung pada fase awal perkembangan janin. Penyebab PJB sendiri sebagian besar tidak diketahui, namun beberapa kelainan genetik seperti down sindrom dan infeksi rubella (campak jerman) pada trimester pertama kehamilan berhubungan dengan PJB tertentu (Wydiantoro, B., 2006).

2.2.3 Patofisiologi

Sindrom gagal jantung dapat dibagi dalam 2 komponen yaitu :

1. Gagal miokardium (myocardium failure), yang ditandai dengan menurunnya kontraktilitas,

2. Respon sistemik terhadap menurunnya fungsi miokardium, yaitu : a. meningkatnya aktivitas sistem simpatetik

b. aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron dan stimulasi pelepasan vasopresin

c. vasokontriksi arteria renalis

Mekanisme Kompensasi

Pada gagal jantung terjadi berbagai penyesuaian kompensantorik yang bertujuan mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan. Mekanisme intrinsik jantung berupaya meningkatkan curah jantung dengan cara mekanis, yang mengakibatkan terjadinya hipertrofi dan perubahan bentuk ventrikel. Bila perubahan-perubahan kompensantorik pada jantung tersebut sering tidak cukup untuk menunjang sirkulasi, selanjutnya terjadi perubahan-perubahan auto-regulatorik, melalui sistem neuro-endokrin untuk mempertahankan tekanan darah dengan vasokontriksi, retensi cairan dan meningkatnya stimulasi adrenergik. Terjadi redistribusi aliran darah dari daerah yang mengalami vasokonstriksi (ginjal, otot, skelet), mengakibatkan edema, kelelahan dan sesak nafas. Stadium ini adalah stadium disfungsi ventrikel simptomatik, sindroma klinik gagal jantung (decompensated heart failure) (Joewono,S,B., 2003).

2.2.4 Diagnosis

Keluhan (simptom) biasanya merupakan gejala pertama gagal jantung. Simptom yang sugestip gagal jantung sering menjadi stimulus untuk memulai suatu diagnostic workup untuk mengevaluasi ada tidaknya gagal jantung (Boedi, 2003).

Diagnosis pada anak-anak dilakukan dengan auskutilasi terhadap bunyi jantung selama aktivitas fisik

Pemeriksaan penunjang : 1. Laboratorium

2. Foto thorax 3. EKG 4. Echo

4. Kateterisasi jantung ; prosedur diagnostik dimana kateter radiopaque dimasukan kedalam serambi jantung melalui pembuluh darah perifer, diobservasi dengan fluoroskopi atau intensifikasi pencitraan; pengukuran tekanan darah dan sample darah memberikan sumber-sumber informasi tambahan.

2.2.5 Pengobatan

Pengobatan gagal jantung terdiri atas :

1. Pengobatan spesifik terhadap kausa yang mendasari gagal jantung 2. Pengobatan non-spesifik terhadap sindroma klinik gagal jantung

2.3 Tinjauan Umum Obat a. Ampisilin

Ampisilin merupakan antibiotik golongan - laktam yang bekerja dengan menghambat sintesa dinding sel mikroba. Secara struktural salbutamol dapat dilihat pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1. Struktur Ampisilin

Ampisilin bersifat bakterisida yang pada dosis biasa berkhasiat mematikan kuman yang bekerja pada fase tubuh. Ampisilin merupakan antibiotik turunan penisilin yang bekerja dengan cara menghambat pembentukan mukopeptida yang diperlukan untuk sintesis dinding sel mikroba. Ampisilin adalah antibiotik broad

spectrum, tahan asam dan efektif terhadap bakteri gram negative. Ampisilin

digunakan untuk mengatasi infeksi oleh pneumokokus, streptokokus, meningokokus, Salmonella, Shigella, Haemophilus influenzae dan infeksi kuman gram negative lainnya (Ganiswarna, 1995).

Ampisilin diindikasikan untuk infeksi saluran nafas (bronkitis kronis), saluran cerna, saluran kemih dan infeksi lain seperti septicemia, meningitis pioderma, otitis media, gonore, kulit dan bagian lunak (otot dan sebagainya)

b. Gentamisin

Gentasin merupakan antibiotik golongan aminoglikosida. Secara struktural gentamisin dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Aktivitas antibakteri gentamisin tertuju pada basil gram negatif yang aerob. Gentamisin merupakan aminoglikosida yang diisolasi dari Micromonospora purpurea yang bekerja dengan cara menghambat sintesis protein, dan zat ini aktif terhadap organisme gram positif dan gram negatif.

Gentamisin tidak di absopsi pada pemberian secara oral, tetapi secara cepat di absorpsi setelah suntikan intra musculer dengan kadar puncak yang tercapai dalam waktu 0,5 - 1 jam. Waktu paruh plasmanya adalah 1-4 jam pada orang dewasa, 1,2 - 2,5 jam pada bayi diatas 20 bulan. Gentamisin dalam jumlah kecil dieksresikan ke dalam empedu, di distribusikan secara luas ke seluruh tubuh,

Dokumen terkait