• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.2 Saran

Kajian ini terbatas karena hanya membahas kategori dan makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba saja. Aspek semantis lain yang belum diselidiki adalah peran semantis verba gerakan agentif dalam Bahasa Batak Toba juga penting dilakukan untuk mengungkapkan peran semantis argumen verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba.

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Ada beberapa konsep yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu verba, verba gerakan agentif, komponen semantis, kategorisasi semantis, dan makna.

Konsep verba pada penelitian ini mengacu kepada pendapat Frawley (1992: 140-144) yang menyatakan bahwa verba mengacu pada peristiwa yang mengimplikasikan perubahan waktu. Dengan demikian, ada keterkaitan peristiwa dengan perubahan dan temporalitas.

Verba gerakan mewujudkan elemen bergerak, perpindahan dan melakukan (Mulyadi 1998: 121). Verba gerakan agentif adalah suatu peristiwa yang mempunyai keinginan untuk menghubungkan gerak translasi dari satu tempat ke tempat yang lain (Goddard 1998: 203). Sebagai verba gerakan agentif ‘pergi’ laho atau ‘datang’ ro terbatas pada gerakan translasi.

Verba gerakan mempunyai ciri semantis dinamis, pungtual dan perfertif (Mulyadi 1998: 60-62). Ciri dinamis mengukapkan bahwa temporal verba gerakan dapat diperluas. Ciri pungtual bermakna bahwa peristiwa berlangsung dengan waktu yang sangat singkat, seperti berlari, memukul, melewati dan menampar. Ciri perfektif menjelaskan bahwa PELAKU sudah selasai dan PENDERITA dipengaruhi sepenuhnya, seperti merobek, membunuh dan memanjat.

Komponen semantis adalah perangkat makna yang dimiliki oleh sebuah butir leksikon. (Mulyadi, 2000: 40) lebih lanjut dikatakan bahwa komponen semantis mencakup kombinasi dari perangkat makna seperti ‛seseorang’,

‛sesuatu’, ‛mengatakan’, ‛melakukan’, ‛terjadi’, ‛ini’, dan ‛baik’.

Kategorisasi adalah pengelompokan butir leksikal berdasarkan kesamaan komponen semantisnya (Mulyadi, 2010: 169). Misalnya, ‛kom ponen pada waktu itu, X bergerak’ memuat anggota verba mardalan ‛berjalan’, marlojong ‛berlari’, dan mangalangka ‛melangkah’ yang terdapat dalam satu ranah semantis yang sama.

Selanjutnya, makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali untuk setiap kata (Wierzbicka, 1996: 170 ). Konfigurasi yang dimaksud adalah kombinasi antara satu makna asali dengan makna asali yang lain yang membentuk sintaksis makna universal. Makna verba gerakan agentif yang dikaji dalam penelitian ini adalah makna denotasi.

2.2 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Ada dua alasan penelitian teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Pertama, teori MSA dapat menetapkan kategorisasi verba dan mengeksplikasi semua makna leksikal, gramatikal, ilokusi, dan pragmatik, termasuk aspek tata bahasa dan tipologi universal melalui seperangkat elemen sederhana. Sebagai bagian dari kategori leksikal, verba gerakan agentif dapat dieksplikasi dengan teori MSA. Kedua, parafrase makna yang dihasilkan mudah dipahami oleh banyak orang,

khususnya penuturjati bahasa yang dibicarakan sebab parafrasenya dibingkai dalam sebuah metabahasa yang bersumber dari bahasa alamiah (Mulyadi, 2012: 34).

Asumsi dasar teori MSA berhubungan dengan Prinsip Semiotik. Prinsip tersebut menyatakan bahwa makna tidak dapat dideskripsikan tanpa perangkat makna asali. Artinya, makna sebuah kata adalah konfigurasi dari makna asali. Dengan pernyataan ini, analisis makna sekompleks apa pun dapat dijelaskan tanpa harus berputar-putar (Wierzbicka, 1996: 10). Terkait dengan hal itu, MSA tidak terlepas dari sejumlah konsep teoretis penting seperti makna asali (semantic primitive/semantic prime), polisemi takkomposisi (non-compositional polysemy), dan sintaksis makna universal (universal syntax).

Untuk itu, digunakan perangkat makna asali sebagai elemen akhir dalam analisis makna. Makan asali adalah sebuah perangkat makna tetap (Goddard, 1998: 2) yang diwarisi manusia sejak lahir. Dalam perspektif ini, makna sebuah kata merupakan konfigurasi dari makna asali, tidak ditentukan oleh makna yang lain dalam leksikon.

Berdasarkan hasil penelitian Wierzbicka (1996) ditemukan makna asali dari sejumlah bahasa di dunia, seperti bahasa Cina, Jepang, Aceh, Inggris, dan bahasa Aborigin di Australia. Pada tahun 1972, dia baru menemukan 14 makna asali, kemudian pada tahun 1980 menjadi 15 makna asali. Terakhir, Wierzbicka (1996) dan Goddard (2006) mengusulkan 63 makna asali seperti tertera pada tabel 2.2 :

Tabel 2.2Perangkat Makna Asali Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia

KOMPONEN ELEMEN MAKNA ASALI

Substantif I AKU, YOU KAMU, SOME ONE

SESEORANG PEOPLE/PERSON,

ORANG , SOMETHING/THING

SESUATU/HAL,BODY TUBUH

Substantif Relasional KIND JENIS, PART BAGIAN

Pewatas THIS INI, THE SAME SAMA,

OTHER/ELSE LAIN

Penjumlah ONE SATU, TWO DUA, MUCH/MANY

BANYAK, SOME BEBERAPA, ALL

SEMUA

Evaluator GOOD BAIK, BAD BURUK

Deskriptor BIG BESAR, SMALL KECIL

Predikat Mental THINK PIKIR, KNOW TAHU, WANT

INGIN, FEEL RASA, SEE LIHAT,HEAR DENGAR

Ujaran SAY UJAR, WORDS KATA, TRUE

BENAR

Tindakan,peristiwa, gerakan, perkenaan DO LAKU, HAPPEN TERJADI, MOVE

GERAK, TOUCH SENTUH

Tempat, keberadaan, milik, dan Spesifikasi

BE (SOME WHERE), THERE IS/EXIST

ADA, HAVE PUNYA, BE

(SOMEONE/SOMETHING) ADALAH

(SESEORANG/SESUATU)

Hidup dan Mati LIVE HIDUP, DEAD MATI

Waktu WHEN/TIME BILA/WAKTU, NOW

SEKARANG, BEFORE SEBELUM,

AFTER SETELAH, A LONG TIME

LAMA, A SHORT TIME SINGKAT, FOR

SOME TIME SEBENTAR, MOMENT

SAAT

Ruang WHERE/PLACE (DI) MANA/TEMPAT,

HERE (DI) SINI, ABOVE (DI) ATAS,

BELOW (DI) BAWAH, FAR JAUH,

NEAR DEKAT, SIDE SISI, INSIDE (DI)

DALAM

Konsep logis NOT TIDAK, MAYBE MUNGKIN, CAN

DAPAT, BECAUSE KARENA,IF JIKA

Augmentor intensifier VERY SANGAT, MORE LEBIH

Kesamaan LIKE/AS SEPERTI

Selain makna asali, konsep dasar lain dalam teori MSA adalah polisemi nonkomposisi, yaitu bentuk leksikon tunggal untuk mengekspresikan dua makna asali yang berbeda. Di antara dua makna asali yang berbeda itu tidak terdapat hubungan komposisi (nonkomposisi) sebab masing-masing mempunyai kerangka

gramatikal yang berbeda. Dalam bahasa Indonesia, misalnya, verba menonton

merupakan ekspresi dari makna asali MELIHAT dan MEMIKIRKAN (Mulyadi, 2000: 81).

Konsep dasar selanjutnya ialah sintaksis makna universal, sebagai

perluasan dari sistem makna asali (Goddard, 1998: 24). Dalam teori MSA, makna memiliki struktur yang sangat kompleks, terdiri atas komponen yang berstruktur seperti ‛aku menginginkan sesuatu’, ‛ini baik’, atau ‛kau melakukan sesuatu yang buruk’. Kalimat seperti ini disebut sintaksis makna universal. Jadi, sintaksis makna universal adalah kombinasi dari butir-butir leksikon makna asali yang membentuk proposisi sederhana sesuai dengan perangkat morfosintaksisnya (Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71).

Lebih jauh dasar sintaksis universal dapat disamakan dengan ‛klausa’, yang dibentuk oleh substantif dan predikat serta beberapa elemen tambahan sesuai dengan ciri predikatnya (Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71). Contoh pola sintaksis makna universal dapat ditunjukkan seperti di bawah ini:

(2) Aku memikirkan sesuatu yang baik. (3) Sesuatu yang buruk terjadi padamu.

Makna asali

Makna tentang aku.

(5) Aku tahu bahwa kamu orang baik. (6) Aku melihat sesuatu terjadi di sana. (7) Aku mendengar sesuatu yang baik.

Pola kombinasi yang berbeda dalam sintaksis makna universal mengimplikasikan gagasan valensi. Contohnya, elemen MELAKUKAN, selain memerlukan ‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti ‛ seseorang melakukan sesuatu’), juga memerlukan ‛‛ pasien” (seperti ‛seseorang melakukan sesuatu kepada seseorang’). Begitu pula, MENGATAKAN, di samping memerlukan ‛‛subjek” dan ‛‛komplemen” wajib (seperti ‛seseorang mengatakan sesuatu’), juga memerlukan ‛‛pesapa” (seperti ‛seseorang mengatakan sesuatu pada seseorang tentang sesuatu’) (Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71). Hubungan ketiga konsep dasar tersebut dapat diringkas dalam gambar di bawah ini:

Hubungan ketiga konsep dasar tersebut dapat diringkas dalam gambar di bawah ini:

Makna asali

Polisemi Sintaksis Makna Universal

Gambar 2.2

(Sumber: Mulyadi dan Rumnasari, 2006: 71)

Gambar 2.2 menunjukkan bahwa gabungan dari dua makna asali dapat berkombinasi untuk membentuk polisemi. Polisemi merupakan kunci untuk mengetahui makna dan dasar pembentukan sintaksis makna universal. Melalui skenario pada sintaksis makna universal, persamaan dan perbedaan makna dapat diungkapkan dengan tuntas dan tidak berputar-putar, seperti pada contoh (8).

(8) Pindah

(a) X bergerak dari A ke B

(b) X bergerak selama beberapa waktu (c) sebelum ini, X di tempat A

(d) setelah ini, X di tempat B (Goddard 1998: 202)

2.3 Tinjauan Pustaka

Pada bagian ini dijelaskan tentang tinjauan pustaka yang digunakan dalam penelitian. Tinjauan pustaka dalam penelitian ini disusun berdasarkan kedekatan topik dari penelitian sebelumnya dengan penelitian yang dilakukan. Berikut akan dijelaskan hasil-hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini.

Subiyanto (2008) mengkaji verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa. Ia membahas komponen semantis dan struktur semantis verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa. Dalam hal ini, teori MSA digunakan untuk menjelaskan komponen semantis dan struktur semantis. Data yang terkumpul dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih.

Berdasarkan hasil penelitiannya, komponen semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa memiliki ciri [+dinamis], [-kesengajaan], [+/- kepungtualan], [+/- telik], dan [- kinesis]. Di samping itu, verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa memiliki komponen semantis [kesengajaan], artinya tindakan yang

tidak dikontrol oleh agen seperti ambruk roboh’, kepleset ‛terpeleset’, dan keblowok terperosok’. Selanjutnya, struktur semantis verba gerakan bukan agentif bahasa Jawa ada dua, yaitu (1) berdasarkan arah gerakan, struktur semantisnya ialah BERGERAK dan MELAKUKAN dan (2) berdasarkan kualitas gerakan struktur semantisnya MELAKUKAN dan TERJADI.

Penelitian Subiyanto memberikan kontribusi pada komponen semantis, model parafrase dan ciri-ciri semantis verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba. Komponen semantis arah gerakan (mis. ‛X bergerak horizontal’ dan ‛X melakukan beberapa kali’). Komponen semantis yang diusulkannya diterapkan dan dikembangkan dalam penelitian ini untuk menganalisis komponen makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba.

Selanjutnya, Mulyadi (2000) dalam artikelnya yang berjudul ‛‛Struktur Semantis Verba dalam bahasa Indonesia”, membahas masalah klasifikasi verba bahasa Indonesia, formulasi struktur semantis verba bahasa Indonesia, dan persamaan dan perbedaan struktur semantis verba bahasa Indonesia. Data dianalisis dengan menggunakan metode padan dan metode agih. Teori yang digunakan adalah MSA (Metabahasa Semantik Alami).

Hasil penelitiannya menyatakan bahwa verba bahasa Indonesia dibagi menjadi tiga, yaitu verba keadaan, proses, dan tindakan. Verba keadaan mempunyai kelas kognisi, pengetahuan, emosi, dan persepsi. Verba proses mempunyai kelas kejadian, proses badaniah, dan gerakan bukan agentif. Verba tindakan mempunyai kelas gerakan agentif, ujaran, dan perpindahan. Kemudian, struktur semantis verba bahasa Indonesia diformulasikan dari sejumlah polisemi

dan dari kombinasi makna asali ini terlihat persamaan dan perbedaan struktur semantisnya.

Cara kerja teori MSA dalam penelitian Mulyadi menjadi acuan untuk menerapkan teori MSA pada verba gerakan agentif bahasa Batak Toba. Pembagian verba berdasarkan property temporal memberi inspirasi dalam mengategorisasikan verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba.

Selanjutnya, Mulyadi (2014) dalam artikelnya yang berjudul ‛‛ Verba ‛‛Mirip Takut’’ dalam Bahasa Melayu Asahan” membahas masalah kategorisasi dan makna verba mirip takut. Data penelitian dijaring melalui penyimakan dan percakapan. Analisis data menggunakan metode padan dan metode agih dan hasil analisisnya disajikan secara formal dan informal. Penelitian ini menerapkan teori Metabahasa Semantik Alami.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa verba ”mirip takut” dalam bahasa Melayu Asahan dibentuk oleh komponen evaluatif ‘sesuatu yang buruk dapat/akan terjadi’ untuk mendeskripsikan peristiwa buruk hipotetis. Dari komponen utama ini dipetakan tiga komponen lain sebagai representasi dari sub-subkategorinya, yaitu (1) ‘aku tidak menginginkan ini’ (mis. cuak ‘takut’), (2) ‘aku tidak dapat melakukan apa pun’ (mis. galisah ‘gelisah’), dan (3) ‘aku tidak dapat berpikir sekarang’ (mis. tagomap ‘panik’). Makna verba “mirip takut” dikemas dalam skenario prototipe yang dicirikan oleh elemen peristiwa, pengetahuan, tindakan, dan temporal. Isi skenarionya bergantung pada butir-butir leksikal yang dibatasi.

Cara kerja teori MSA dalam penelitian Mulyadi menjadi acuan untuk menerapkan teori MSA pada verba gerakan agentif bahasa Batak Toba dan komponen sematis. Dari komponen utama ini dipetakan tiga komponen lain sebagai representasi dari sub-subkategorinya yang dikemas dalam skenario prototipe yang dicirikan oleh elemen peristiwa, pengetahuan, tindakan, dan temporal. Isi skenarionya bergantung pada butir-butir leksikal yang dibatasi.

Beratha (2000) dalam artikelnya yang berjudul “Struktur dan Peran Semantis Verba Ujaran dalam Bahasa Bali ” menguraikan semantik verba ujaran dengan menggunakan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA). Metode yang digunakan dalam analisis datanya adalah metode padan dan metode agih, sedangkan penyajian hasil analisis data menggunakan metode informal dan formal.

Hasil kajian Beratha menunjukkan bahwa ada sejumlah verba tindakan yang bertipe ujaran dalam bahasa Bali seperti ngidih, nunas ‘meminta’, nunden, nikain ‘memerintah’, nombang ‘melarang’, majanji ‘berjanji’, ngajum ‘menyanjung’, nyadad ‘mengkritik’, nesek dan matakon ‘bertanya’. Struktur semantis verba tindakan tipe ujaran ini diformulasikan dalam komponen ‘X mengatakan sesuatu kepada Y’.

Penelitian Beratha memberi banyak masukan dari segi teori yang digunakan dan juga cara menganalisis verba ujaran. Dari segi teori dapat diketahui pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara menganalisis verba ujaran tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber

dari perangkat makna asali. Penelitian Beratha memberi kontribusi dalam penelitian verba gerakan agentif dalam Batak Toba.

Giovani (2014) dalam skripsinya yang berjudul “Verba Potong dalam bahasa Batak Toba” membahas kategorisasi verba POTONG dan makna verba POTONG. Data dianalisis dengan menggunakan metode agih yang didukung dengan metode padan terutama dalam menentukan makna verba. Peneliti menerapkan teori Metabahasa Semantik Alami (MSA).

Hasil kajian ini menunjukkan bahwa verba POTONG dalam bahasa Batak terdiri atas satu kategori, yaitu memotong dengan alat (‛X melakukan sesuatu dengan sesuatu’ ) dan satu subkategori (‛ sesuatu terjadi pada Y pada waktu yang sama’). Selanjutnya verba bahasa Batak Toba dibentuk oleh makna asali yaitu MELAKUKAN dan TERJADI yang berpolisemi membentuk sintaksis makna universal ‛X melakukan sesuatu pada Y karena ini sesuatu terjadi pada Y’.

Cara kerja teori MSA dalam penelitian Giovani menjadi acuan untuk menerapkan teori MSA pada verba gerakan agentif bahasa Batak Toba. Pola sintaksis yang digunakan dalam penelitian tersebut dan dari segi cara menganalisis verba POTONG tampak pada penggunaan parafrase yang bersumber dari perangkat makna asali.

BAB I PENDAHULUAN

1. 1 Latar Belakang

Verba gerakan, seperti pindah, datang, dan berlari dapat ditemukan pada semua bahasa. Hal itu juga terdapat pada bahasa-bahasa daerah di Indonesia, termasuk bahasa Batak Toba. Verba gerakan dalam bahasa Batak Toba mengacu pada ro ‛datang’, mulak ‛pulang’, dan , dan mangalangka ‛melangkah’.

Verba gerakan melibatkan perpindahan entitas (Mulyadi, 1998: 122). Perpindahan entitas itu dibedakan atas ciri kesengajaan atau ketidaksengajaan. Verba yang gerakan ditandai dengan gagasan kesengajaan, seperti berlari, berseluncur, dan menyelam dinamai verba gerakan agentif, sedangkan verba gerakan yang ditandai dengan gagasan ketidaksengajaan, seperti jatuh, pingsan dan terpelanting disebut verba gerakan non agentif (pasientif) (Mulyadi 1998: 105,124).

Pada penelitian ini dikaji verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba. Tipe verba gerakan itu dapat dilihat pada verba seperti laho ‛pergi’, malojong ‛berlari’, dan mardalan ‛berjalan’. Semua anggota verba gerakan itu dapat ditempatkan ke dalam satu kategori semantis karena memiliki komponen semantis yang sama.

Fakta menunjukan bahwa anggota verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba mempunyai ciri sematis yang berbeda. Misalnya, verba laho ‛pergi’ dan borhat ‛berangkat’ meskipun dipahami sebagai dua kata yang bersinonim,

namun mengandung ciri semantis khusus. Borhat mengkhususkan tempat gerakan sedangkan laho ‛pergi’ bermakna sangat umum. Hal ini tampak pada contoh di bawah ini.

(1a) ?Borhat/ Laho ibana tu lapo. berangkat/pergi 3Tg prep kedai

‛Dia pergi ke Kedai’.

(1b) Borhat/Laho tu sikola hami. berangkat/pergi prep sekolah 1Jmk

‛Kami berangkat ke sekolah.’

Pada contoh (1a) terlihat bahwa verba laho ‛pergi’ dapat bergerak kemana saja sedangkan pada contoh (1b) verba borhat ‛berangkat’ justru mengkhususkan tempat gerakannya. Pada contoh (1b) verba borhat ‛berangkat’ dapat berterima sebab sekolah merupakan lebaga formal dan tempat menuntut ilmu. Verba laho ‛pergi’ bergerak berdasarkan intuisi sedangkan borhat ‛berangkat’ merupakan verba yang bersifat temporer.

Dalam kaitan ini, Mulyadi (1998: 3) menjelaskan, “Verba bahasa Indonesia pada umumnya dibatasi da ri makna yang kompleks, bukan dari makna yang sederhana. Akibatnya, verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba memiliki relasi semantis yang berputar-putar”. Hal itu terlihat pada Kamus Bahasa Batak Toba Indonesia (Warneck, 2012). Misalnya, kata laho ‛pergi’ berelasi dengan borhat ‛berangkat’, marlojong ‛berlari’, dan mardalan ‛berjalan’ (hlm. 284). Relasi semantisnya tampak pada ilustrasi berikut

laho marlojong

mardalan

borhat Gambar 1.1

Relasi Semantis Verba Gerakan Agentifdalam Bahasa Batak Toba

Pada gambar 1.1 diilustrasikan bahwa relasi semantis verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba dapat ditempatkan ke dalam satu kategorisasi, karena verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba memiliki ciri makna yang berhubungan.

Penelitian tentang semantik verba sudah pernah dilakukan oleh sejumlah ahli. Misalnya, Subiyanto (2008) mengkaji verba gerakan bukan agentif dalam bahasa Jawa. Mulyadi, yaitu struktur semantis verba bahasa Indonesia (2000), verba mirip takut dalam bahasa Melayu Asahan (2014), Suciati Beratha (2000) meneliti verba ujaran bahasa Bali dan Giovani (2014) meneliti verba POTONG dalam bahasa Batak Toba.

Dari penjelasan di atas terlihat bahwa kajian semantik verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba belum pernah dilakukan. Dalam penelitian ini diperlihatkan bahwa semantik verba gerakan agentif pada bahasa Batak Toba mencakup kategorisasi dan maknanya.

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah kategorisasi verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba ? 2. Bagaimanakah deskripsi makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba ?

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah mendeskripsikan pola-pola berbahasa tentang verba gerakan agentif sesuai dengan konsepsi dan persepsi penuturnya. Selanjutnya, tujuan khusus penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan kategorisasi semantik verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba dan (2) mendeskripsikan makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba.

1.3.2 Manfaat Penelitian 1.3.2.1 Secara Teoretis

(1) Hasil penelitian ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai kajian verba terutama verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba.

(2) Hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan dalam kajian linguistik terutama kajian semantik.

1.3.2.2 Secara Praktis

(1) Sebagai bahan masukan bagi peneliti-peneliti lain, yang ingin membahas verba gerakan agentif dalam bahasa-bahasa daerah, khususnya di sumatera utara.

(2) Sebagai bahan informasi bagi pemerintah daerah mengenai hasil penelitian dalam bidang semantik dalam bahasa Batak Toba.

VERBA GERAKAN AGENTIF DALAM BAHASA BATAK TOBA

MIRANTI NAINGGOLAN (Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kategorisasi dan makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan, data tulis dan data intuitif. Data yang dikumpulkan menggunakan metode simak dan metode cakap. Kemudian, data dianalisis menggunakan metode agih yang didukung dengan metode padan dan hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan adalah teori MSA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba dikategorisasikan berdasarkan komponen semantis. Selanjutnya, makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba di bentuk oleh dua makna asali MELAKUKAN dan TERJADI yang berkombinasi membentuk sintaksis makan universal ‛pada waktu itu, X bergerak’.

Kata Kunci : verba gerakan agentif, kategorisasi, makna verba, komponen semantis dan sintaksis makna universal.

VERBA GERAKAN AGENTIF DALAM BAHASA BATAK TOBA

KAJIAN SEMANTIK

SKRIPSI

OLEH:

MIRANTI NAINGGOLAN NIM 11O7O1O31

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2016

PERNYATAAN

Dengan ini penilis menyatakan bahwa menyatakan bahwa skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis juga tidak terdapat karya yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis selain yang disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya tulis ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan kesarjanaan yang penulis peroleh.

Medan, Juni 2016 Penulis,

VERBA GERAKAN AGENTIF DALAM BAHASA BATAK TOBA

MIRANTI NAINGGOLAN (Fakultas Ilmu Budaya USU)

ABSTRAK

Penelitian ini mendeskripsikan kategorisasi dan makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data lisan, data tulis dan data intuitif. Data yang dikumpulkan menggunakan metode simak dan metode cakap. Kemudian, data dianalisis menggunakan metode agih yang didukung dengan metode padan dan hasilnya disajikan dengan metode formal dan informal. Teori yang digunakan adalah teori MSA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba dikategorisasikan berdasarkan komponen semantis. Selanjutnya, makna verba gerakan agentif dalam bahasa Batak Toba di bentuk oleh dua makna asali MELAKUKAN dan TERJADI yang berkombinasi membentuk sintaksis makan universal ‛pada waktu itu, X bergerak’.

Kata Kunci : verba gerakan agentif, kategorisasi, makna verba, komponen semantis dan sintaksis makna universal.

PRAKATA

Segala puji syukur dan rasa terima kasih yang sangat mendalam penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Penulisan Skripsi ini dengan sebaik-baiknya.

Adapun tujuan Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan kegiatan akhir akademik pada program studi Bahasa dan Sastra Indonesia di Universitas Sumatera Utara Medan. Adapun judul skripsi ini adalah ‛‛VERBA GERAKAN AGENTIF DALAM BAHASA BATAK TOBA’’.

Selama penulisan skripsi ini, Penulis menyadari bahwa telah banyak pihak yang membantu baik berupa bimbingan, pengarahan, motivasi ataupun bantuan berupa materi secara langsung atau tidak langsung kepada Penulis. Untuk itu pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S. sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya

Dokumen terkait