Perlu dilakukan pengembangan model simulasi dengan pendefinisian sistem yang lebih baik diantaranya dengan menambahkan beberapa parameter bahan screen seperti koefisien discharge dan nilai permeabilitas bahan screen agar menghasilkan output simulasi yang lebih baik.
Anderson Jr, J.D. 1995. Computational Fluid Dynamics: the basic with applications. McGraw-Hill, Inc, Singapore.
Asnawi, M.A.M. 2009. Prediksi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Greenhouse Tipe Standard Peak Menggunakan Computational Fluid Dynamics. Skripsi. Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Bartzanas, T., T. Boulard, C. Kittas. 2002. Numerical simulation of the airflow and temperature distribution in a tunnel greenhouse equipped with insect-proof screen in the openings. Computers and Electronics in Agriculture 34: 207–221.
Bethke, J.A., 1990. Screening Greenhouse for Insect Size. Grower Talks. P. 102. Illinois.
Bot, G.P.A. 1983. Greenhouse Climate: from Physical Processes to a Dynamic Model. Thesis. Agricultural University of Wagenigen, Netherland. Brundrett, E. 1993. Prediction of pressure drop for incompressible flow through
screen. J. Fluid Eng. (115): 239-242.
Cengel, Y. A., Cimbala, J. M. 2006. Fluid Mechanics: Fundamentals and Applications, 2nd ed., McGraw Hill Book Company, New York.
Connelan, G.J. 2002. Selection of greenhouse design and technology option for high temperature regions. Proceedings of International Seminar on Tropical Subtrop. Greenhouse, Acta Horticulturae. 578.
Fatnassi, H., T. Boulard, H. Demrati, L. Bouirden, G. Sappe. 2002. Ventilation Performance of a Large Canarian-Type Greenhouse equipped with Insect-proof Nets. Biosystem Engineering82 (1): 97-105.
Fatnassi, H., T. Boulard, L. Bouirden. 2003. Simulation of climatic conditions in full-scale greenhouse fitted with insect-proof screens. Agricultural and Forest Meteorology 118: 97–111.
Fatnassi, H., T. Boulard, C. Poncet, M. Chave. 2006. Optimisation of greenhouse insect screening with computational fluid dynamics. Biosystems Engineering 93 (3): 301 - 312.
Harmanto, H.J. Tantau, V.M. Salokhe. 2006. Microclimate and air exchange rates in greenhouse covered with different nets in the humid tropics. Biosystems Engineering 94 (2): 239 - 253.
36
Harmanto, A. Prabowo, A. Nurhasanah. 2007. Prospek pengembangan low-cost adapted screenhouse untuk budidaya hortikultura di daerah tropis. Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian, Serpong.
Hellickson, M.A, J.N. Walker. 1983. Ventilation of agricultural structures. American Society of Agricultural Engineers, Michigan.
Jansen, M.H, Alan J.M. 1994. Protected Agriculture: A Global Review. The World Bank, Washington.
Kamaruddin, R. 1999. A Naturally Ventilated Crop Protection Structure for Tropical Conditions. Ph.D thesis. SAFE, Cranfield University. Cranfield. Katsoulas, N., T . Bartzanas, T . Boulard, M . Mermier, C . Kittas. 2006. Effect of
vent openings and insect screens on greenhouse ventilation. Biosystems Engineering 93 (4): 427 - 436.
Kementerian Pertanian. 2010. Statistik Pertanian (Agricultural Statistics) 2010. Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian Kementerian Pertanian. Mastalerz, J.W. 1977. The Greenhouse Environment. John Wiley and Sons, Inc.
New York.
Miguel, A.F, N.J. van de Braak, G.P.A. Bot, 1997. Analysis of the airflow characteristics of greenhouse screening materials. Agricultural Engineering Resources67: 105 – 112.
Munoz, P., J.I. Montero, A. Anton dan F. Giuffrida, 1999. Effect of insect-proof screens and roof openings on greenhouse ventilation. Journal of Agricultural Engineering Research 73: 171 – 178.
Nelson, P.V. 1981. Greenhouse: Operation and Management. Prentice Hall Company Inc, Reston, Virginia.
Ould Khaoua, S.A., P.E. Bournet, C. Migeon, T. Boulard, G. Chasse´riaux. 2006. Analysis of greenhouse ventilation efficiency based on computational fluid dynamics. Biosystems Engineering 95 (1): 83 - 98.
Papadakis, G., M. Mermier, J.F. Menesses, T. Boulard. 1996. Ventilation control and systems. Animal Science and Engineering Division, Silso Research Institute. Bedford.
Ross, D.S., Gill, S.A., 1994. Insect Screening for Greenhouses. Information Facts, Vol. 186. University of Maryland at College Park, 21 pp.
Soni, P., V.M. Salokhe, H.J. Tantau. 2005. Effect of screen mesh size on vertical temperature distribution in naturally ventilated tropical greenhouses. Biosystems Engineering 92 (4): 469 – 482.
Suhardiyanto, H. 2009. Teknologi Rumah Tanaman untuk Iklim Tropika Basah: Pemodelan dan Pengendalian Lingkungan. IPB Press, Bogor.
Tanny, J., S. Cohen, M. Teitel. 2003. Screenhouse microclimate and ventilaion: an experimental study. Biosystem Engineering 84 (3): 331 - 341.
Teitel, M. 2007. Review: The effect of screened opening on greenhouse microclimate. Agric. And Forest Meteorology (143): 159 - 175.
Tiwari, G. N., Goyal, R. K. 1998. Greenhouse Technology. Narosa Publishing House, 6 Community Centre, Panchsheel Park, New Delhi, India.
Tuakia, F. 2008. Dasar-dasar CFD Menggunakan Fluent. Informatika, Bandung. Versteeg, H. K., Malalasekera, W. 1995. An Introduction to Computational Fluid
Dynamics, The Finite Volume Method. Longman Group Ltd. Essex. Walls, I.G. 1993. The complete book of greennhouse. 5th edition. Ward Lock
Ltd., London.
Yuwono, A.S, R. Hasbullah, Gardjito, dan Y. Chadirin. 2008. Lingkungan dan Bangunan Pertanian (Farm Structure and Environment). Departemen Teknik Pertanian IPB, Bogor.
38
40
MENGGUNAKAN COMPUTATIONAL FLUID DYNAMICS
TITIN NURYAWATI
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
ABSTRACT
TITIN NURYAWATI. Simulation of Temperature Distribution and Airflow Pattern on a Modified Arch Greenhouse Using Computational Fluid Dynamics. Supervised by HERRY SUHARDIYANTO, YULI SUHARNOTO and HARMANTO.
In this research, the effect of wind speed on the natural ventilation of a modified arch greenhouse was analysed by computational fluid dynamics (CFD), using the commercial software SolidWorks of 2010. The objectives of this research were to understand the natural ventilation on the greenhouse and develop a simulation of temperature distribution and the airflow pattern on the modified arch greenhouse. The experiment was carried out in a modified arch greenhouse equipped with both top and side ventilations. Climate data and greenhouse characteristics were used as inputs and boundary condition to develop a simulation model. Two-dimensional simulation in a steady state with the condition of no wind speed (0.0 m/s), moderate wind speed (0.5 and 0.6 m/s) and high wind speed (1.8 m/s) were carried out. The wind speed through the insect-proof screen was simulated as a flow through porous media. The CFD model has succeded in predicting the temperature distribution and airflow pattern of the greenhouse. The result of the model showed that the greenhouse has a gradient temperature vertically and the natural ventilation works effectively. It is proved that a small error percentage of difference temperatures between the simulation result and the observed data (less than 8%) was obtained. The coefficient variation was also small (0.12), with the coefficient of uniformity of 89.76%.
Keywords: CFD, temperature distribution, modified arch greenhouse, ventilation, simulation
RINGKASAN
TITIN NURYAWATI. Simulasi Distribusi Suhu dan Pola Aliran Udara dalam Rumah Tanaman Tipe Modified Arch Menggunakan Computational Fluid Dynamics. Dibimbing oleh HERRY SUHARDIYANTO, YULI SUHARNOTO dan HARMANTO.
Sektor agrobisnis-agroindustri hortikultura Indonesia merupakan sektor yang sangat penting peranannya dalam ekspor non migas dan perlu ditangani secara serius karena sektor ini mempunyai potensi yang sangat besar dalam peningkatan produksi dan mempunyai peluang pasar yang sangat luas, baik di dalam maupun di luar negeri. Data Kementerian Pertanian menunjukkan bahwa nilai ekspor tahun 2009 mencapai US$ 350.505 juta untuk tanaman hias, disusul produk sayuran sebesar US$ 20.459 juta dan produk buah-buahan sebesar US$ 8.775 juta.
Penggunaan rumah tanaman yang telah disesuaikan konstruksinya dengan iklim tropis (salah satunya adalah tipe busur termodifikasi atau modified arch) dapat menjadi salah satu alternatif dalam pengembangan produk hortikultura di Indonesia. Saat ini telah banyak digunakan rumah tanaman dengan bahan penutup atap dari plastik dan penutup dinding dan bukaan ventilasi atap dari screen. Penggunaan screen tersebut selain berfungsi sebagai ventilasi alamiah, juga berfungsi sebagai pelindung dari hama tanaman. Screen akan mencegah serangga masuk ke dalam rumah tanaman yang akan berimplikasi kepada penurunan penggunaan pestisida.
Secara umum tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja rumah tanaman tipe modified arch di daerah tropis, dan tujuan khususnya adalah: mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi dan melakukan simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara pada rumah tanaman tipe modified arch menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD).
Simulasi CFD dilakukan menggunakan software SolidWorks Office Premium 2010. Simulasi dilakukan dalam empat kasus yaitu saat pagi hari dengan kondisi tidak ada radiasi matahari dan kecepatan angin 0 m/detik (Kasus 1), saat pagi hari dengan tingkat radiasi matahari sedang sebesar 418 W/m2 dan kecepatan angin sebesar 0.5 m/detik (Kasus 2), saat siang hari dengan tingkat radiasi matahari tinggi sebesar 802 W/m2 dan kecepatan angin sebesar 0.6 m/detik (Kasus 3), dan saat sore hari (Kasus 4) dengan kondisi radiasi matahari sedang (514 W/m2) dan kecepatan angin sebesar 1.8 m/detik.
Hasil pengukuran suhu di sekitar rumah tanaman, menunjukkan bahwa suhu udara rata-rata harian adalah 30.5 oC, dengan suhu terendah sebesar 23.0 oC, dan suhu tertinggi sebesar 35.3 oC. Perbedaan suhu di dalam dan di luar rumah tanaman berkisar antara 2.2 - 5.5 oC. Gradien suhu udara di dalam rumah tanaman secara vertikal pada ketinggian 1 - 3 m tidak terlalu besar, kisaran maksimum hanya sebesar 2.3 oC.
Hasil simulasi pada Kasus 1 dengan input suhu lingkungan sebesar 25.2 oC menunjukkan bahwa suhu di dalam rumah tanaman cukup seragam atau hampir sama dengan suhu lingkungan. Gradien suhu sangat kecil dan cenderung meningkat dengan bertambahnya ketinggian, yaitu sebesar 0.05 oC dan mencapai
1.46 oC pada daerah dekat atap. Distribusi suhu pada ketinggian 1 - 3 meter antara 25.39 - 25.44 oC, dan mencapai 26.85 oC pada daerah dekat dengan atap.
Pada Kasus 2 dengan input suhu lingkungan 30.6 oC menunjukkan bahwa suhu di dalam rumah tanaman cukup seragam. Gradien suhu sangat kecil yaitu pada kisaran sebesar 0.3 oC dan mencapai 0.75 oC pada daerah dekat dengan atap. Distribusi suhu pada ketinggian 1 - 3 meter antara 30.6 – 30.9 oC, dan mencapai 31.35 oC pada daerah dekat dengan atap.
Pada Kasus 3 dengan input suhu lingkungan sebesar 34.7oC, hasil simulasi menunjukkan bahwa suhu pada ketinggian 1-3 meter mempunyai suhu yang seragam (34.7 - 34.9 oC) dan baru meningkat pada daerah di atas screen (>3.5 m). Suhu udara pada daerah dekat atap dapat mencapai 39 oC. Gradien suhu secara vertikal pada ketinggian 1-3 m sangat kecil dan baru terlihat gradien suhunya pada ketinggian >3.5 m.
Pada Kasus 4 dengan input kondisi udara sore hari dengan suhu udara sebesar 34 oC, menunjukkan bahwa suhu udara di dalam rumah tanaman seragam dan sama dengan suhu di luar rumah tanaman yaitu sebesar 34.00 – 34.33 oC. Gradien suhu tidak ada di dalam rumah tanaman, hanya kecil sekali di dekat atap.
Perbedaan suhu udara hasil simulasi dan hasil pengukuran pada Kasus 1, 2, 3 dan 4 dinyatakan dalam persentase error untuk melihat keakuratan model pendugaan suhu yang telah dikembangkan. Error yang dihasilkan pada masing-masing kasus cukup kecil yaitu 0.05-2.96% untuk Kasus 1, sebesar 3.77-7.21% untuk Kasus 2, sebesar 2.22-7.37% untuk Kasus 3, dan sebesar 1.16 - 7.72% untuk Kasus 4. Selain persentase error, juga dianalisis nilai koefisien keseragaman dan variasi suhu hasil simulasi, dan hasilnya menunjukkan bahwa nilai koefisien variasi (CV) sebesar 0.12 dan nilai koefisien keseragaman (CU) sebesar 89.76%. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa model simulasi telah berhasil dengan baik melakukan simulasi.
Pada Kasus 1, aliran udara terjadi di dalam rumah tanaman karena adanya efek termal yaitu karena perbedaan tekanan. Udara mengalir melalui dinding screen dan bergerak keatas dan keluar melalui bukaan pada atap. Fenomena ini disebut dengan chimney effect. Proses ini akan terjadi terus - menerus sampai pada saat tidak ada perbedaan suhu di dalam dan di luar rumah tanaman atau saat terjadi aliran angin yang cukup besar. Pada Kasus 2 dan 3, pola aliran udara sama dengan Kasus 1. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian sebelumnya bahwa pada waktu kecepatan angin kurang atau sama dengan 1.67 m/detik pertukaran udara dominan terjadi karena efek termal. Dengan demikian Kasus 2 dan 3 tetap terjadi chimney effect. Pada Kasus 4 dengan kecepatan udara di luar sebesar 1.8 m/detik, maka aliran udara di dalam rumah tanaman terjadi karena adanya dorongan angin, sehingga chimney effect tidak terjadi.
I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor agrobisnis-agroindustri hortikultura Indonesia merupakan sektor yang sangat penting peranannya dalam ekspor non migas. Agrobisnis hortikultura merupakan komoditas yang perlu ditangani secara serius karena komoditas ini mempunyai potensi yang sangat besar dalam peningkatan produktivitas dan mempunyai peluang pasar yang sangat luas, baik di dalam maupun di luar negeri. Peningkatan daya saing melalui peningkatan produktivitas, kualitas dan kontinyuitas produksi harus terus dilakukan agar produk hortikultura Indonesia dapat bersaing dengan produk dari luar. Hal ini untuk mengurangi membanjirnya produk dari luar negeri di pasar Indonesia.
Dari segi produksi, produk hortikultura terus mengalami peningkatan dalam lima tahun terakhir (2005 – 2009). Pada tahun 2005 produksi sayuran sebesar 9.101 juta ton, meningkat menjadi 9.455 juta ton pada tahun 2007 dan mencapai 10.268 juta ton pada tahun 2009. Produksi buah-buahan sebesar 14.786 juta ton pada tahun 2005, meningkat menjadi 17.116 juta ton pada tahun 2007 dan mencapai 18.653 juta ton pada tahun 2009. Sedangkan produk tanaman hias, produksinya sebesar 173.240 juta tangkai pada tahun 2005, meningkat menjadi 179.374 juta tangkai pada tahun 2007, dan mencapai 263.531 juta tangkai pada tahun 2009. Nilai ekspor tahun 2009 yaitu mencapai US$ 350.505 juta untuk tanaman hias, disusul produk sayuran sebesar US$ 20.459 juta dan produk buah-buahan sebesar US$ 8.775 juta (Kementerian Pertanian, 2010).
Pengembangan produk hortikultura perlu terus dilakukan untuk peningkatan nilai produksi, mutu dan ketersediaannya. Salah satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan perluasan penggunaan rumah tanaman untuk budidayanya. Penggunaan rumah tanaman lebih ditujukan untuk melindungi tanaman dari hujan, angin dan hama, mengurangi intensitas radiasi matahari yang berlebihan, mengurangi penguapan air dari daun dan media, serta memudahkan perawatan tanaman (Suhardiyanto, 2009).
Aplikasi teknologi rumah tanaman dengan meniru konstruksi rumah tanaman di daerah subtropika ternyata tidak sesuai untuk daerah tropika. Hal ini dapat dilihat dengan tingginya nilai suhu di dalam rumah tanaman. Pada rumah
tanaman dengan konstruksi kaca dan besi berbentuk standard peak di daerah Bogor, Jawa Barat, suhu di dalamnya dapat mencapai 44.5 oC (Asnawi, 2009). Kondisi ini akan menyebabkan tanaman menjadi stres dan akibatnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dilakukan berbagai modifikasi rumah tanaman yang sesuai untuk daerah tropika, baik dari segi konstruksi maupun material yang digunakan. Modifikasi tersebut dapat berupa perubahan bentuk atap, penambahan bukaan atap, perubahan sudut kemiringan atap, penggunaan material plastik pada atap dan screen pada dinding dan modifikasi lainnya.
Standarisasi mengenai konstruksi dan material penyusun rumah tanaman di Indonesia sudah tersedia, namun aplikasinya belum terlaksana secara maksimal sehingga cukup menyulitkan bagi petani yang akan mendisain dan membangun rumah tanaman. Standarisasi ini diperlukan untuk memberikan pedoman kepada petani untuk membangun rumah tanaman agar mendapatkan kondisi iklim mikro yang sesuai untuk produksi tanaman yang diinginkan.
Perkembangan saat ini, telah banyak digunakan rumah tanaman dengan bahan penutup atap dari plastik dan penutup dinding dan bukaan ventilasi atap dari screen. Penggunaan screen tersebut selain berfungsi sebagai ventilasi alamiah, juga berfungsi sebagai perlindungan hama tanaman. Screen akan mencegah serangga masuk ke dalam rumah tanaman yang akan berimplikasi kepada penurunan penggunaan pestisida. Bethke (1990) telah merekomendasikan beberapa ukuran net yang dapat digunakan untuk menekan serangan hama tanaman.
Penggunaan screen memang mengurangi jumlah serangan hama pengganggu yang masuk ke dalam rumah tanaman, akan tetapi penggunaannya menurunkan laju ventilasi dan menaikkan suhu udara dalam rumah tanaman. Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari karakteristik resistansi udara pada screen untuk memprediksi penurunan tekanan yang terjadi sebagai fungsi dari aliran kecepatan udara yang melewati screen (Miguel et al., 1997, 1998; dan Teitel, 2001). Penelitian yang lain tentang pengaruh screen yang dipasang pada bukaan ventilasi rumah tanaman di daerah subtropika juga telah dilakukan oleh Teitel, 2001; dan Katsoulas, 2006. Akan tetapi analisis pola aliran
3
udara pada rumah tanaman dengan penggunaan screen di daerah tropika belum banyak dilakukan.
Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa rumah tanaman telah banyak digunakan di Indonesia, akan tetapi penelitian mengenai identifikasi iklim mikro di dalamnya masih sedikit. Pengetahuan mengenai kondisi iklim mikro di dalam rumah tanaman berperan penting untuk penentuan jenis tanaman yang akan diproduksi dan desain sistem irigasi yang akan digunakan (Tanny, et al., 2003).
Penggunaan simulasi numerik dengan program komputer untuk memprediksi laju aliran udara dan distribusi suhu dalam rumah tanaman di daerah subtropika telah dilakukan oleh Bartzanas et al., 2002; Fatnassi et al., 2002; dan Fatnassi et al., 2003, selain itu terdapat juga berbagai simulasi yang dapat digunakan untuk memprediksi laju aliran udara dan distribusi suhu dalam rumah tanaman dengan menggunakan CFD seperti yang dilakukan oleh Fatnassi et al., (2006). Soni et al., (2005). dan Harmanto et al., (2006) telah mempelajari pengaruh berbagai macam ukuran screen untuk rumah tanaman di daerah tropika.
Penelitian mengenai iklim mikro di dalam rumah tanaman di daerah tropika akan sangat membantu dalam perencanaan desain rumah tanaman yang sesuai untuk daerah tropika. Untuk itu diperlukan suatu penelitian mengenai identifikasi dan laju ventilasi serta optimasi ukuran screen yang sesuai digunakan untuk rumah tanaman di daerah tropika.
1.2 Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah menganalisis kinerja ventilasi alamiah pada rumah tanaman tipe modified arch di daerah tropis. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah
1. Mempelajari ventilasi alamiah yang terjadi pada rumah tanaman tipe modified arch menggunakan program Computational Fluid Dynamics (CFD).
2. Melakukan simulasi distribusi suhu dan pola aliran udara di dalam rumah tanaman tipe modified arch dengan menggunakan Computational Fluid Dynamics (CFD).
2.1 Rumah Tanaman
Rumah tanaman merupakan suatu tempat tanaman untuk tumbuh dan berkembang dengan kondisi lingkungan mikro yang telah diatur agar mendekati kondisi yang optimum. Khusunya di Indonesia, fungsi rumah tanaman lebih kepada perlindungan tanaman dari pengaruh buruk cuaca dan mengurangi intensitas matahari yang berlebihan. Dalam konteks budidaya tanaman, pengertian rumah tanaman adalah struktur lingkungan yang tertutup oleh bahan transparan (tembus cahaya) dengan memanfaatkan radiasi surya untuk pertumbuhan tanaman (Mastalerz, 1977).
Menurut Nelson (1981), istilah rumah tanaman digunakan untuk menyatakan sebuah bangunan yang memiliki struktur atap dan dinding yang bersifat tembus cahaya, sehingga tanaman tetap memperoleh cahaya matahari dan terhindar dari kondisi lingkungan yang tidak menguntungkan. Kondisi lingkungan yang dimaksudkan adalah curah hujan yang deras, tiupan angin yang kencang atau keadaan suhu yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Pemilihan bentuk rumah tanaman yang digunakan pada suatu lahan tergantung pada keadaan lingkungan dan jenis tanaman yang dibudidayakan (Walls, 1993). Dalam aplikasinya rumah tanaman dapat ditemukan dalam berbagai bentuk rumah tanaman seperti pada Gambar 1.
Bentuk rumah tanaman yang umum digunakan didaerah tropis adalah bentuk venlo dan bentuk tunnel. Di Indonesia lebih banyak ditemukan rumah tanaman dengan bukaan pada atap. Bentuk ini lebih cocok untuk daerah tropis dengan pertimbangan bahwa penerimaan sinar matahari relatif banyak sehingga diperlukan suatu konstruksi yang memungkinkan sirkulasi udara berlangsung lebih lancar.
5
Gambar 1. Bentuk rumah tanaman (Suhardiyanto, 2009).
Bentuk arch dikembangkan bukan dengan pertimbangan untuk memaksimumkan cahaya matahari yang ditransmisikan, tetapi lebih merupakan pertimbangan biaya (Tiwari dan Goyal, 1998). Biaya pembangunan rumah tanaman dengan atap arch dapat ditekan menjadi 75% dibandingkan dengan atap berbentuk peak. Selain itu, atap berbentuk lengkung (curved atau arch) lebih mudah dalam pemasangan atap dari bahan plastik film. Bentuk arch dapat dimodifikasi menjadi quonset/tunnel dan coldframe sesuai dengan kebutuhan dan keadaan lokasi.
Konstruksi rumah tanaman di daerah tropika harus dibuat dengan memaksimalkan penggunaan bukaan baik pada atap atau dinding agar dapat memberikan efek pergantian udara (ventilasi) yang baik. Pemanfaatan ventilasi
e. Venlo house
g. Arch f. Mansard
d. Even span/Standard peak/Gable
i. Cold frame h. Quonset/tunnel
a. Flat b. Shed/Lean - to c. Uneven span
e. Venlo house e. Venlohouse g. Arch g. Arch f. Mansard f. Mansard
d. Even span/Standard peak/Gable d. Even span/Standard peak/Gable
i. Cold frame i. Cold frame
h. Quonset/tunnel h. Quonset/tunnel
a. Flat
atap yang dikombinasikan dengan cukupnya tinggi ruangan rumah tanaman juga membantu dalam pendinginan udara di dalam ruangan (Harmanto et al., 2006; Munoz et al., 1999)
2.2 Ventilasi Alamiah
Ventilasi alamiah adalah pertukaran udara di dalam suatu bangunan dengan udara di luarnya tanpa menggunakan kipas atau peralatan mekanik lainnya (Suhardiyanto, 2009). Konstruksi yang sederhana, biaya awal yang murah dan biaya energi yang rendah merupakan alasan utama tipe ventilasi ini sering digunakan, terutama di daerah tropika. Akan tetapi ventilasi yang tergantung faktor alamiah ini memiliki sifat yang berbeda-beda dan menghadapi banyak keterbatasan. Faktor yang berpengaruh terhadap ventilasi alamiah antara lain cuaca, letak geografis, penghalang angin, dan persyaratan lingkungan. Faktor ini harus diperhatikan dalam perancangan sistem ventilasi alamiah dan pengaturan-pengaturan selanjutnya (Hellickson & Walker, 1983).
Ventilasi alamiah terjadi akibat faktor termal dan faktor angin. Faktor termal berperan dominan pada saat kecepatan udara rendah, sehingga terjadi pergerakan udara akibat perbedaan suhu dan kerapatan udara di dalam dan di luar rumah tanaman. Bot (1983) menyatakan bahwa pada kecepatan angin kurang atau sama dengan 1.67 m/detik faktor termal berperan dominan. Selanjutnya Kamaruddin (1999) menyatakan bahwa batas kecepatan angin tersebut adalah 1 m/detik sedangkan menurut Papadakis et al. (1996) sebesar 1.67 m/detik.
Adanya pergerakan angin disekitar rumah tanaman menyebabkan terjadinya perbedaan tekanan udara antara di dalam dan di luar rumah tanaman. Papadakis et al. (1996) menyatakan bahwa pada saat kecepatan angin di atas 1.8 m/detik efek termal terhadap laju ventilasi dapat diabaikan. Jika kecepatan angin di luar rumah tanaman cukup tinggi dan perbedaan suhu udara di dalam dan di luar rumah tanaman kecil maka faktor angin dominan dan pengaruh faktor termal dapat diabaikan. Inilah yang dinamakan ventilasi akibat faktor angin.