• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kurikulum Berbasis Kompetensi di Sekolah

Sarana dan prasarana yang memadahi jumlah dan jenisnya diasumsikan

akan berperan banyak dalam pembelajaran pendidikan jasmani. Tanpa tersedianya

sarana dan prasarana yang memadahi dapat mengurangi derajat ketercapaian

tujuan pembelajaran.

Dalam pembelajaran keterampilan olahraga yang sering menjadi masalah

adalah keberadaan dan kememadaiannya jenis dan jumlah sarana dan prasarana

yang tersedia.

Idealnya memang hal itu harus lengkap untuk menunjang program yang

akan dilaksanakan. Untuk pengajaran keterampilan renang misalnya, dapat

dilaksanakan secara nyata manakala ada kolam renang yang berfungsi. Tanpa

kolam renang tidak usah bermimpi mengajar berenang kepada anak didik sampai

mereka bisa berenang.

Tetapi kenyataan yang dihadapi pada umumnya keadaan sarana dan

prasarana yang dapat menunjang pelaksanaan pendidikan jasmani di

sekolah-sekolah atau di sekitar sekolah-sekolah masih perlu mendapat perhatian khusus.

Namun demikian, hal ini tidak berarti bahwa jika sarana dan prasarana

penunjang yang ideal sama sekali tidak ada atau hanya tersedia sebagian saja lalu

diperlukan dengan mencoba menkreasi dan memodifikasi sumber-sumber yang

ada serta mudah didapat di lingkungan sekolah itu.

Dengan demikian di sekolah-sekolah seharusnya disediakan sarana dan

prasarana olahraga yang memadahi agar pelaksanaan pendidikan jasmani dapat

berjalan sesuai dengan kurikulum yang ada.

2.3 Kurikulum

2.3.1 Pengertian Kurikulum

Istilah kurikulum awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada

zaman Yunani kuno. Curriculum dalam bahasa Yunani berasal kata kata Curir

artinya pelari dan Curere artinya tempat berpacu. Curriculum diartikan jarak yang

harus ditempuh oleh pelari. Mengambil makna yang terkandung dari rumusan di

atas, kurikulum dalam pendidikan diartikan sejumlah mata pelajaran yang harus

ditempuh atau diselesaikan oleh anak didik untuk memperoleh ijazah (Sudjana,

1989 : 4).

Kurikulum adalah niat dan harapan yang dituangkan dalam bentuk rencana

atau program pendidikan untuk dilaksanakan dan digunakan oleh guru-guru di

sekolah (Sudjana, 1989 : 3). Isi kurikulum adalah pengetahuan ilmiah, termasuk

kegiatan dan pengalaman belajar, yang disusun sesuai taraf perkembangan siswa.

Kurikulum akan mempunyai arti dan fungsi untuk mengubah siswa apabila

dilaksanakan dan ditranformasikan oleh guru kepada siswa dalam suatu kegiatan

Natawidjaja (1979 : 16) berpendapat bahwa kurikulum dirumuskan sebagai

suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai

sejumlah tujuan pendidikan tertentu.

Dari berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kurikulum adalah

segala bentuk pengalaman belajar yang dituangkan dalam rencana atau program

pendidikan untuk mencapai tujuan pendidikan.

2.3.2 Kurikulum dalam Pendidikan

Pendidikan adalah upaya manusia untuk memanusiakan manusia. Manusia

pada hakekatnya adalah makhluk Tuhan yang paling tinggi dibandingkan dengan

makhluk lain ciptaan-Nya, sebab memiliki kemampuan berbahasa dan akal

pikiran, sehingga manusia mampu mengembangkan dirinya sebagai manusia yang

berbudaya. Kemampuan mengembangkan diri dilakukan melalui interaksi dengan

lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (Sudjana,

1989:1)

Pendidikan sebagai upaya memanusiakan manusia pada dasarnya adalah

upaya mengembangkan kemampuan atau potensi individu sehingga dapat hidup

secara optimal baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat serta

memiliki nilai-nilai moral dan sebagai pedoman hidupnya. Pendidikan adalah

proses budaya untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia, melalui proses

yang panjang dan berlangsung sepanjang hayat. Pendidikan terjadi melalui

interaksi insani, tanpa batasan ruang dan waktu. Pendidikan dimulai dari

lingkungan keluarga, dilanjutkan dan ditempa dalam lingkungan sekolah,

membangun kehidupan pribadi, agama, keluarga, masyarakat, bangsa dan

negaranya (Sudjana, 1989 : 2).

2.3.3 Kurikulum dalam Proses Belajar Mengajar

Proses belajar mengajar adalah interaksi siswa dalam lingkungan belajar

yang dirancang sedemikian rupa untuk mencapai tujuan pengajaran, yakni

kemampuan yang diharapkan dimiliki oleh siswa setelah menyelesaikan

pengalaman belajarnya. Tujuan pengajaran pada dasarnya adalah diperolehnya

bentuk perubahan tingkah laku baru pada siswa, sebagai akibat proses belajar

mengajar.

Peranan guru dalam pengajaran lebih berorientasi pada fungsi pemimpin

belajar. Ia merencanakan, melaksanakan, mengorganisasikan dan mengawasi

proses belajar mengajar. Ia harus dapat memilih dan menetapkan strategi belajar

mengajar yang tepat sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa,

lingkungan yang tersedia, serta kondisi pada saat proses itu berlangsung.

2.3.4 Pembinaan Kurikulum

Pembinaan adalah suatu kegiatan untuk mempertahankan dan

menyempurnakan apa yang telah ada, contohnya jika kita memiliki sebuah rumah

maka sehari-hari kita membersihkan rumah, melengkapi perabotnya, mengganti

perabotnya yang telah rusak, memperluas dan memperindah pekarangan, dan

sebagainya. Dengan kata lain, pembinaan kurikulum adalah bentuk kegiatan

memantapkan dan menyempurnakan pelaksanaan kurikulum yang telah kita miliki

agar hasil yang diperoleh lebih baik (Natawidjaja, 1979 : 25).

2.3.5 Pengembangan Kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah tahap setelah pembinaan kurikulum, yaitu

disesuaikan dengan kurikulum potensial. Kurikulum potensial adalah buku

kurikulum yang dituangkan dalam Garis-Garis Besar Program Pengajara (GBPP)

beserta petunjuk pelaksanaanya.

Pengembangan kurikulum merupakan bagian yang esensial dalam program

pendidikan. Sasaran yang ingin dicapai bukanlah semata-mata memproduksi

bahan pelajaran melainkan lebih untuk meningkatkan kualitas pendidikan.

Pengembangan kurikulum juga menyangkut banyak faktor, mempertimbangkan

isu-isu mengenai kurikulum, siapa yang dilibatkan, bagaimana prosesnya, apa

tujuannya dan kepada siapa kurikulum itu ditujukan (Kaber, 1988 : 75). Sekolah

hanya melaksanakan kurikulum yang sudah dikembangakan oleh pakar kurikulum

berdasarkan pengalaman dan koreksi terhadap kurikulum sebelumnya.

Tujuan kurikulum olahraga di Sekolah Menengah Atas (SMA), yaitu:

1) Meletakkan landasan karakter moral yang kuat melalui internalisasi nilai

dalam pendidikan jasmani.

2) Membangun landasan kepribadian yang kuat, sikap cinta damai, sikap sosial

dan toleransi dalam konteks kemajmukan budaya dan etnis dan agama.

3) Menumbuhkan kemampuan berfikir kritis melalui tugas ajar dalam pendidikan

jasmani.

4) Mengembangkan keterampilan untuk melakukan aktifitas jasmani dan

olahraga juga memahami alasan-alasan yang melandasi gerak dan performan.

5) Menumbuhkan kecerdasan emosi dan penghargaan terhadap hak-hak asasi

6) Menumbuhkan rasa percaya diri (self esteem) sebagai landasan kepribadian

melalui pengembangan kesadaran terhadap kemampuan dan pengendalian

terhadap gerak tubuh.

7) Mengembangkan keterampilan dan kebiasaan untuk melindungi keselamatan

diri sendiri dan keselamatan orang lain.

8) Menumbuhkan cara pengembangan dan pemeliharaan pengembangan jasmani

dan pembiasaan pola hidup sehat.

9) Menumbuhkan kebiasaan dan kemampuan untuk berpartisipasi aktif secara

teratur dalam aktivitas fisik dan memahami manfaat dari keterlibatannya.

10) Menumbuhkkan kebiasaan untuk memanfaatkan dan mengisi waktu luang

dalam aktivitas jasmani (Departemen Pendidikan Nasional 2001 : 8)

Jadi kurikulum sangat erat kaitannya dengan keberadaan sarana dan

prasarana, tanpa sarana dan prasarana yang menunjang kurikulum tidak akan

berjalan dengan baik.

Dokumen terkait