• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV GAMBARAN UMUM

C. Sarana dan Prasarana

2. Sarana Pendidikan

Desa Pagar Gading tidak memiliki sarana pendidikan yang baik. Di Desa Pagar Gading hanya terdapat beberapa sekolah saja, hal ini dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 4.4

Jumlah Lembaga Pendidikan Desa Pagar Gading No Jenis Pendidikan NEGERI SWASTA Gedung (Buah) Guru (Orang) Murid (Orang) Gedung (Buah) Guru (Orang) Murid (Orang) 1 TK - 2 4 32 2 SD 1 12 152 1 6 54 3 SLTP - - - 1 8 29 4 SLTA - - - 1 5 18 5 Akademi - - - - - - 6 PT - - - - Jumlah 1 12 152 5 23 1

Sumber: Data Monografi Desa Pagar Gading, Tahun 2014. 3. Sarana Perekonomian

Dalam memenuhi kebutuhan sehari-haridan sebagai tempat bertemunya penjual dan pembeli dibutuhkan tempat khusus yang menyediakan kebutuhan masyarakat. Desa Pagar Gading memiliki sarana perekonomian yang dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 4.5

Sarana Perekonomian Desa Pagar Gading

No Jenis Sarana Perekonomian Jumlah

1. 2. 3.

Pasar desa Kios desa

Koperasi simpan pinjam

1 buah 1 buah 2 buah Sumber: Data Monografi Desa Pagar Gading, Tahun 2014.

4. Sarana Kesehatan

Pemerintah Desa Pagar Gading dengan segenap kemampuan berusaha untuk mensejahterakan masyarakat atau warganya melalui beberapa unit usaha kesehatan. Sedangkan menjadi peserta KB adalah sudah menjadi kebutuhan. Kegiatan posyandu bagi bayi dan anak balita sangat rutin dilakukan, yaitu seminggu sekali setiap hari selasa. Desa Pagar Gading memiliki 1 buah puskesmas, 2 pos posyandu, 2 orang bidan desa dan satu orang mantri desa, serta 2 orang bidan praktek.

5. Sarana Olahraga

Sarana olahraga yang dimiliki oleh Desa Pagar Gading ini digunakan oleh masyarakat Desa Pagar gading, biasanya oleh anak-anak muda masyarakat tersebut. Dengan adanya sarana olahraga ini, mereka bisa terus melatih dan mengembangkan bakat mereka di bidang olahraga. Adapun jenis sarana yang dimaksud adalah 1 buah lapangan sepak bola, 3 buah lapangan voli, dan 2 buah lapangan bulutangkis.

6. Sarana Peribadatan

Mayoritas agama penduduk Desa pagar Gading beragama muslim, dengan demikian tempat peribahan di desa ini juga seimbang dengan jumlah penduduk sebagai pemeluk agama masing-masing. Desa pagar Gading memiliki sarana peribadatan yang berupa 2 buah Masjid, 6 Mushola, dan 1 Gereja.

D. Produksi Pertanian

Secara umum usaha tani yang dijalankan di wilayah Desa Pagar Gading meliputi tanaman pangan dan perkebunan, baik yang dibudidayakan pada lahan sawah maupun pada lahan kering. Usaha tanaman pangan yang diusahakan terutama padi, jagung, singkong, dan sayur-sayuran.

Hasil pertanian tersebut umumnya tidak dijual semua, tetapi sebagian dikonsumsi sendiri oleh petani untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan hasil penjualan tanaman pangan dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lainnya. Akan tetapi, hal tersebut lain halnya dengan hasil pertanian berupa singkong. Hasil pertanian singkong semuanya dijual langsung ke pabrik, karena singkong yang ditanam oleh masyarakat Desa Pagar Gading tidak bisa untuk langsung di konsumsi.

Untuk tanaman perkebunan yang banyak diusahakan di Desa Pagar Gading meliputi tanaman kelapa sawit, tanaman kakao, dan tanaman karet. Untuk saat ini tanaman yang banyak dibudidayakan adalah tanaman karet. Tanaman

karet sangat cocok ditanam di daerah ini karena memiliki tingkat kesuburan yang tinggi. Petani di Desa Pagar Gading memilih tanaman karet untuk dibudidayakan karena dianggap memiliki tingkat keuntungan yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang lainnya.

E. Budidaya Tanaman Karet

1. Penanaman, Pemeliharaan, dan Pemasaran Hasil Perkebunan

Sebelum menanam bibit karet terlebih dahulu menyiapkan lubang tanaman dengan jarak tanam 4 x 3 meter atau 4 x 4 meter, tergantung keinginan petani karet. Tanah-tanah cangkulan tersebut diberi pupuk kompos di setiap lubangnya., kemudian bibit karet hasil stekan ditanam. Pemeliharaan tanaman karet meliputi penyulaman, pemangkasan, dan pemupukan. Setelah 4-6 minggu setelah tanam, hendaknya diadakan pemeriksaan ke kebun karet. Bila ditemukan bibit karet yang mati, secepatnya dilakukan penyulaman, ini dimaksudkan agar pertumbuhan bibit sulaman tidak jauh tertinggal dengan tanaman lainnya.

Untuk meningkatkan kesuburan tanah, petani karet pasti melakukan pemupukan. Pemupukan tanaman karet biasanya dilakukan pada musim penghujan, ini dimaksudkan agar pupuk bisa langsung terserap oleh tanaman karet. Selain pemupukan, tanaman ini juga membutuhkan pemangkasan secara rutin. Pemangkasan dilakukan untuk mengatur pertumbuhan tanaman karet agar tidak mengganggu tanaman karet satu dangan tanaman karet yang

lainnya. Sampai sekarang ini hasil pertanian karet masih belum bisa diolah oleh masyarakat Desa Pagar Gading. Petani produsen menjual getah karet (lateks) melalui jalur pemasaran tradisional, penjualan tersebut dilakukan melalui beberapa perantara seperti pedagang kecil, pedagang besar, dan pedagang pemasok industri.

2. Gambaran Pertanian Karet di Desa Pagar Gading

Pertanian karet merupakan matapencaharian di bidang pertanian yang saat ini banyak diminati oleh masyarakat Desa Pagar Gading. Desa Pagar Gading sendiri memiliki luas perkebunan karet sebesar 864,25 Ha dengan petani lateks sebesar 321 kepala keluarga. Lahan yang dimiliki oleh petani ukurannya berbeda-beda, berikut adalah klasifikasinya.

BAB V

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini disajikan mengenai analisis dan pembahasan terhadap data yang telah diproses selama penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dalam penelitian yang telah penulis laksanakan diperoleh data yang diperlukan untuk menjawab masalah-masalah yang dikemukakan dalam BAB I.

A. Analisis Jalur-jalur Pemasaran Getah Karet (Lateks) di Desa Pagar Gading Jalur pemasaran yang dimaksud disini adalah jalur-jalur yang menghubungkan jalur produksi lateks yang telah siap untuk dijual atau disalurkan kepada pemakai industri, dimana untuk menghubungkan hasil produksi lateks tersebut diperlukan perantara-perantara. Dalam hal ini yang menjadi perantara adalah para pedagang, yaitu pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang pemasok industri. Dalam analisis ini secara berturut-turut akan dibahas jalur pemasaran yang dilalui oleh 9 petani responden yang terbagi menjadi 3 petani skala produksi kecil yaitu petani yang memiliki lahan perkebunan karet kurang dari 20.000 , 3 petani skala produksi sedang yaitu petani yang memiliki lahan perkebunan karet dari 20.000 sampai dengan 40.000 , dan 3 petani skala produksi besar, yaitu petani yang memiliki lahan perkebunan karet lebih dari 40.000 .

1. Jalur Pemasaran Lateks yang Dilalui oleh Petani Skala Produksi Besar Jalur pemasaran yang dimaksud disini adalah jalur yang dilalui oleh petani karet yang memiliki lahan perkebunan lebih dari 40.000 . Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada 3 orang petani skala produksi besar, peneliti mendapatkan informasi bahwa petani di Desa pagar Gading menggunakan jasa perantara pedagang dalam memasarkan hasil produksinya. Dari 3 orang petani karet skala produksi besar, 2 diantaranya mengatakan bahwa mereka menjual lateks hasil perkebunan mereka kepada pedagang pengepul dengan cara didatangi ke rumah, sedangkan 1 orang petani lainnya bahwa mereka menjual lateks hasil perkebunan mereka langsung kepada pedagang pemasok industri.

Gambar 5.1

Jalur Pemasaran Lateks yang Dilalui oleh Petani Skala Produksi Besar Petani Besar Pemakai Industri Pedagang pengepul Pedagang besar Pedagang pemasok industri Pedagang pemasok industri

Gambar 5.1 merupakan jalur pemasaran yang dilalui oleh petani dengan skala produksi besar. Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa mereka mempunyai alternatif yang berdeda dalam menjual hasil produksinya. Bagi petani yang menjual getah karet (lateks) kepada pedagang pengepul dengan cara didatangi ke rumah, ternyata mereka memiliki alasan mengapa mereka menjual lateks dengan cara yang demikian. Alasan yang pertama karena sudah kenal dekat dengan pedagang pengepul dan sudah langganan, jadi sudah pasti hasil perkebunan para petani akan selalu diambil pada hari yang sama setiap minggunya. Alasan kedua adalah menghemat waktu, karena waktu dapar digunakan untuk memperkerjakan hal yang lainnya. Selain alasan tersebut, keadaan jalan yang rusak, tidak adanya kendaraan untuk menjual langsung kepada pedagang pemasok industri, dan resiko dalam perjalanan juga menjadi alasan tersendiri bagi para petani. Sedangkan bagi petani yang menjual lateks langsung kepada pedagang pemasok industri mempunyai alasan jika menjual lateks langsung kepada pedagang pemasok industri harga menjadi lebih tinggi jika dibandingkan dengan menjual kepada pedagang pengepul. Kendaraan yang sudah memadai untuk menjual lateks langsung ke pedagang pemasok industri juga menjadi alasan petani tersebut. Dalam pemasarannya, masyarakat Desa Pagar Gading menggunakan jasa perantara pedagang besar dan jasa perantara pedagang pemasok industri dari daerah lain. Hal tersebut dikarenakan karena tidak adanya masyarakat yang berprofesi sebagai pedagang besar dan pedagang pemasok industri.

2. Jalur Pemasaran Lateks yang Dilalui oleh Petani Skala Produksi Sedang Jalur pemasaran yang dimaksud disini adalah jalur yang dilalui oleh petani karet yang memiliki lahan perkebunan lebih dari 20.000 sampai dengan 40.000 . Semua petani skala produksi sedang di Desa Pagar Gading mengginakan jasa perantara pedagang pengepul, kesimpulan ini diperoleh dari data yang didapat peneliti dari 3 orang petani responden yang mengatakan bahwa mereka menjual lateks hasil perkebunannya kepada pedagang pengepul.

Pada gambar 5.2 terlihat bahwa dalam menjual lateks petani skala poduksi sedang menggunakan perantara pedagang pengepul. Petani ini memiliki alasan yang tidak jauh berbeda dengan petani lainnya yang menjual lateks kepada pedagang pengepul. Alasan pertama mengapa para petani menjual kepada pedagang pengepul adalah proses pemasaran mudah dan cepat, petani tinggal menunggu di rumah dan pedagang pengepul akan dating sendiri untuk membeli lateksnya. Kedua sudah langganan dan kenal, dan yang ketiga adalah menghemat waktu dan tidak mengeluarkan biaya transportasi. Dengan alasan tersebut menunjukkan bahwa petani dalam menjual hasil produksinya selalu memperhitungkan untung dan ruginya. Bagi petani yang mengatakan sudah langganan, disini petani sudah memperhitungkan untuk penjualan yang akan dating, ia tidak perlu membuang tenaga dan membuang waktu untuk mencari pedagang lain yang mau membeli hasil perkebunannya.

Petani yang mengatakan menghemat waktu dan tidak perlu mengeluarkan biaya transportasi terlihat bahwa mereka memiliki kecenderungan berfikir secara bisnis, karena waktu diutamakan dan juga memperhitungkan pengeluaran.

Jalur pemasaran yang dilalui oleh 3 petani skala produksi sedang tidak memiliki perbedaan, yaitu semua petani menggunakan jasa perantara pedagang pengepul. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Gambar 5.2

Jalur Pemasaran Lateks yang Dilalui oleh Petani Skala Produksi Sedang

3. Jalur Pemasaran Lateks yang Dilalui oleh Petani Skala Produksi Kecil Jalur pemasaran yang dimaksud disini adalah jalur yang dilalui oleh petani karet yang memiliki lahan perkebunan kurang dari 20.000 . Dari 3

Petani Sedang Pemakai Industri Pedagang pengepul Pedagang besar Pedagang pemasok industri

orang petani yang diambil datanya, peneliti mendapat informasi bahwa 1 orang responden menjual getah karet hasil perkebunan mereka kepada pedagang pengepul dengan cara didatangi ke rumah masing-masing. Ada lagi 1 petani responden yang juga mengatakan menjual lateks langsung kepada pedagang pengepul, dan 1 petani responden mengatakan menjual lateks langsung kepada pedagang pemasok industri. Hal ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Gambar 5.3

Jalur Pemasaran Lateks yang Dilalui oleh Petani Skala Produksi Kecil

Bagi petani yang menjual getah karet kepada pedagang pengepul mempunyai alasan yang sama dengan petani lain yang juga menjual getah karet kepada pedagang pengepul. Sedangkan petani yang mejual lateks

Petani Kecil Pemakai Industri Pedagang besar Pedagang pemasok industri Pedagang pemasok industri Pedagang pengepul Pedagang besar

kepada pedagang besar mengatakan jika menjual lateks kepada pedagang besar harganya akan lebih sedikit tinggi dibandingkan dengan harga yang diberikan oleh pedagang pengepul. Dalam hal ini, petani yang memilih menjual lateksnya kepada pedagang besar mempunyai alasan yang khusus. Petani memilih menjual lateks langsung kepada pedagang besar dikarenakan petani tersebut bekerja sebagai buruh kepada salah seorang pedagang besar, jadi petani tertsebut membawa hasil perkebunannya sekaligus berangkat bekerja.

Penggunaan jasa perantara pedagang pengepul lebih banyak digunakan, hal ini tidak hanya terjadi pada jalur pemasaran lateks yang dilalui oleh petani tertentu saja, tetapi banyak digunakan oleh petani skala produksi besar, petani skala produksi sedang, dan skala produksi kecil. Dengan keadaan seperti ini dapat dikatakan bahwa para petani di Desa Pagar Gading mempunyai pilihan sendiri untuk menentukan jalur pemasaran yang akan dialuinya.

B. Analisis Distribusi Marjin dalam Jalur-jalur Pemasaran Lateks

Marjin pemasaran yang dimaksud disini adalah selisih antara harga jual lateks dan harga beli lateks di setiap tahap dalam proses pemasaran lateks. Sedangkan marjin total adalah selisih antara harga di tingkat konsumen akhir yang dalam hal ini adalah harga jual lateks di tingkat pedagang pemasok industri dan harga tingkat petani. Permasalahan dalam analisis marjin adalah adanya

perbedaan harga jual dan harga beli lateks pada tingkat petani maupun pada tingkat pedagang. Untuk mengatasi hal tersebut maka dibuat rata-rata harga jual dan harga beli lateks pada masing-masing tingkatan, yaitu tingkat petani skala produksi besar, petani skala produksi sedang, dan petani skala produksi kecil.

Dalam analisis ini, data diperoleh dari 3 petani skala produksi besar, 3 petani skala produksi sedang, 3 petani skala produksi kecil, 3 pedagang pengepul, 3 pedagang besar, dan 3 pedagang pemasok industri. Untuk analisis marjin pemasaran secara berturut-turut akan dibahas distribusi marjin dari tingkat petani skala produksi besar, dari tingkat petani skala produksi sedang, dan dari tingkat petani skala produksi kecil.

1. Distribusi Marjin Pemasaran Lateks dari Tingkat Petani Skala Produksi Besar

Berdasarkan wawancara yang telah penulis lakukan diperoleh rata-rata harga jual dan harga beli lateks dari tingkat petani besar. Rata-rata harga lateks yang dimaksud dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 5.1

Rata-rata Harga Lateks dari Tingkat Petani Skala Produksi Besar pada Bulan Mei 2014

No. Sampel Petani (Rp/Kg) P. Pengepul (Rp/Kg) P. Besar (Rp/Kg) P. Industri (Rp/Kg) 1 2 3 6.200 6.100 6.300 7.000 6.800 6.900 7.900 7.600 7.700 8.900 8.500 8.900 Jumlah 18.600 20.700 23.200 26.300 Rerata 6.200 6.900 7.733 8.767

Jika kita lihat pada tabel di atas terdapat keberagaman harga yang diterima oleh setiap petani. Keberagaman harga tersebut terjadi karena kualitas getah karet (lateks) yang dihasilkan oleh masing-masing petani tidak sama. Namun hal tersebut tidak berpengaruh terlalu besar, perbedaan harganya juga sangat sedikit. Kualitas karet biasanya memiliki tipe, yaitu tipe A dan B. Tipe-tipe tersebut dilihat dari kandungan air yang terdapat dalam kepingan lateks, harga akan sedikit lebih rendah apabila kandungan air dalam kepingan lateks dinilai cukup banyak. Keberagaman harga ini tidak hanya terjadi pada petani skala produksi besar, hal tersebut juga terjadi pada petani skala produksi sedang dan skala produksi kecil.

Dari tabel 5.1 kita dapat melihat rata-rata harta lateks pada tingkat petani besar adalah Rp 6.200 per kilogram, pada tingkat pedagang pengepul sebesar Rp 6.900 per kwintal, pada tingkat pedagang besar yaitu Rp 7.733 per kilogram, dan rata-rata harga lateks pada tingkat pedagang pemasok industri sebesar Rp 8.767 per kilogram. Perbedaan harga tersebut menunjukkan adanya marjin pemasaran. Perbedaan harga di tingkat pedagang pengepul dengan harga ditingkat petani menunjukkan adanya marjin pemasaran di tingkat pedagang pengepul sebesar Rp 700 per kilogram, perbedaan harga di tingkat pedagang besar dengan harga di tingkat pedagang pengepul menunjukkan adanya marjin pemasaran di tingkat pedagang besar sebesar Rp 833, dan perbedaan harga di tingkat pedagang pemasok industri dengan harga

di tingkat pedagang besar menunjukkan adanya marjin pemasaran sebesar Rp 1.034 per kilogram.

Untuk lebih jelasnya berikut ini akan disajikan analisis biaya dan marjin pemasaran lateks dari tingkat petani besar sampai dengan pedagang pemasok industri dapat dilihat pada tabel 5.2.

Tabel 5.2

Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran Lateks dari Tingkat Petani Skala Produksi Besar di Desa Pagar Gading pada Bulan Mei 2015

No Uraian Nilai (Rp/Kw) Pangsa Harga Industri (%) 1. Petani 2.

Harga Jual Petani Pedagang Pengepul 620.000 70,72 Biaya transportasi Biaya Upah 8.360 4.870 0,95 0,56 Biaya Timbang 4.470 0,51

Marjin Keuntungan Pedagang Pengepul 52.300 5,97

Harga Jual Pedagang Pengepul 690.000 78,70

3. Pedagang Besar

Biaya Transportasi 8.900 1,02

Biaya Upah 5.400 0,62

Biaya Timbang 3.320 0,38

Marjin Keuntungan Pedagang Besar 65.680 7,49

Harga Jual Pedagang Besar 773.300 88,21

4. Pedagang pemasok industri

Biaya Transportasi 27.230 3,11

Biaya Upah 4.950 0,56

Biaya Timbang

Marjin Keuntungan Pedagang pemasok industri

1.320 69.900

0,15 7,97

Harga Jual Pedagang pemasok industri 876.700 100

Dari tabel 5.2 di atas kita bisa melihat biaya-biaya yang ditanggung oleh para pedagang. Disini terlihat bahwa pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang pemasok industri mempunyai tugas yang sama. Di dalam pemasaran ini para pedagang menanggung biaya transportasi, biaya upah, dan biaya timbang. Biaya transportasi yang dimaksudkan disini adalah biaya pengangkutan lateks dari rumah para petani yang dibawa oleh pedagang pengepul ke pedagang besar. Sedangkan biaya upah dan biaya timbang adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh para pedagang untuk membayar para pekerja yang tenaga kerjanya dibutuhkan dalam proses pemasaran lateks. Biaya yang ditanggung oleh pedagang pengepul antara lain adalah biaya transportasi sebesar Rp 8.360 per kwintal, biaya upah sebesar Rp 4.870 per kwintal, dan biaya timbang sebesar Rp 4.470 per kwintal.

Jenis-jenis biaya yang ditanggung pedagang pengepul sama halnya dengan jenis biaya yang ditanggung oleh pedagang besar. Besaranya biaya transportasi yang dikeluarkan oleh pedagang besar tidak jauh berbeda dengan pedagang pengepul, hal tersebut dikarenakan para pedagang sudah memiliki alat transportasi sendiri. Untuk satu kali penjualan lateks, pedagang besar mengeluarkan biaya transportasi sebesar Rp 8.900 per kwintal. Sedangkan biaya upah yang dimaksud di sini adalah biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja yang membantu. Untuk satu kali penjualan lateks, pedagang besar memerlukan tenaga kerja sekitar 8 orang dan untuk biaya upah yang dikeluarkan sebesar Rp 800.000. Dalam hal ini pedagang besar mengeluarkan

biaya upah sebesar Rp 5.400 per kwintal dan biaya timbang sebesar Rp 3.320 per kwintal. Dari tabel 5.2 dapat kita lihat jika marjin keuntungan yang diambil oleh pedagang besar lebih besar darpada marjin keuntungan pedagang pengepul. Pedagang besar menerima marjin keuntungan sebesar Rp 65.680 per kwintal, sedangkan marjin keuntungan yang diterima oleh pedagang pengepul hanya sebesar Rp 52.300 per kwintal.

Selain pedagang pengepul dan pedagang besar, pedagang pemasok industri juga menanggung jenis-jenis biaya yang sama. Pedagang pemasok industri merupakan pedagang yang berhubungan langsung denga pemakai industri akhir. Biaya-biaya uang dikeluarkan oleh pedagang pemasok industri antara lain adalah biaya transportasi sebesar 27.230 per kwintal, biaya upah sebesar 4.950 per kwintal, dan biaya timbang sebesar 1.320 per kwintal. Dibandingkan pedagang-pedagang yang lain, pedagang pemasok industri menerima marjin keuntungan yang paling besar. Marjin keuntungan yang terima oleh pedagang pemasok industri sebesar Rp 69.900 per kwintal.

Dari perhitungan analisis biaya maka dapat diketahui bahwa marjin keuntungan yang dinikmati oleh para pedagang berbeda-beda, hal ini dikarenakan omset penjualan yang berbeda-beda. Perbandingan antara harga jual tingkat petani sebesar Rp 620.000 per kwintal dengan harga jual lateks di tingkat pedagang pemasok industri sebesar Rp 876.700 per kwintal, dapat kita ketahui bagian yang diterima petani dari harga tingkat pemasok (farmer’s

2. Distribusi Marjin Pemasaran Lateks dari Tingkat Petani Skala Produksi Sedang

Rata-rata harga lateks dari tingkat petani skala produksi sedang adalah sebagai berikut.

Tabel 5.3

Rata-rata Harga Lateks dari Tingkat Petani Skala Produksi Sedang pada Bulan Mei 2014

No. Sampel Petani (Rp/Kg) P. Pengepul (Rp/Kg) P. Besar (Rp/Kg) P. Industri (Rp/Kg) 4 5 6 6.300 6.500 6.400 6.900 7.100 7.100 7.700 8.000 7.900 8.900 9.200 8.900 Jumlah 19.200 21.100 23.600 27.000 Rerata 6.400 7.033 7.866 9.000

Sumber: Data Primer

Dari tabel di atas kita dapat melihat rata-rata harga lateks di tingkat petani, pedagang pengepul, pedagang besar, dan pedagang pemasok industri. Untuk harga tingkat petani rata-rata harga lateks adalah sebesar Rp 6.400 per kwintal, pada tingkat pedagang pengepul sebesar Rp 7.033 per kilogram, pada tingkat pedagang besar rata-rata harga lateks sebesar Rp 7.866 per kilogram, dan harga rata-rata lateks tingkat pedagang pemasok industri adalah sebesar Rp 9.000 per kilogram.

Dari tabel di atas kita juga dapat melihat bahwa pedagang pemasok industri merupakan pedagang yang rata-rata harga jual lateksnya paling tinggi dibandingkan dengan harga pada tingkat pedagang besar maupun pedagang pengepul, hal ini disebabkan karena pedagang pemasok industri berhubungan langsung dengan konsumen akhir (pemakai industri). Jika dilihat secara

keseluruhan harga rata-rata lateks di tingkat pedagang lebih besar jika dibandingkan dengan harga rata-rata ditingkat petani, ini dikarenakan adanya biaya-biaya yang harus dikeluarkan yang ikut menjadi pertimbangan dalam penentuan harga. Sedangkan untuk petani sendiri tidak ada biaya yang ikut dipertimbangkan dalam menentukan harga jual lateks. Perhitungan secara terperinci mengenai analisis biaya dan marjin pemasaran lateks dari tingkat petani sedang dapat dilihat sebagai berikut.

Tabel 5.4

Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran Lateks dari Tingkat Petani Skala Produksi Sedang di Desa Pagar Gading pada Bulan Mei 2015

No Uraian Nilai (Rp/Kw) Pangsa Harga Industri (%) 1. Petani

Harga Jual Petani 640.000 71.11

2. Pedagang Pengepul

Biaya transportasi 8.360 0.93

Biaya Upah 4.870 0.54

Biaya Timbang 4.470 0.50

Marjin Keuntungan Pedagang Pengepul 45.600 5.07

Harga Jual Pedagang Pengepul 703.300 78.14

3. Pedagang Besar Biaya Transportasi Biaya Upah Biaya Timbang

Marjin Keuntungan Pedagang Besar Harga Jual Pedagang Besar

8.900 5.400 3.320 65.680 786.600 0.99 0.60 0.37 7.30 87.40 4. Pedagang pemasok industri

Biaya Transportasi Biaya Upah 27.230 4.950 3.03 0.55

Biaya Timbang

Marjin Keuntungan Pedagang pemasok industri

1.320 79.900

0.15 8.88

Harga Jual Pedagang pemasok industri 900.000 100

Sumber: Data Primer

Dalam tabel 5.4 terlihat bahwa biaya-biaya yang ditanggung oleh para

Dokumen terkait