• Tidak ada hasil yang ditemukan

SASARAN C-2 : Mengintegrasikan rencana tata ruang wilayah pesisir dalam RTRWK dan RTRWP

Dalam dokumen Contoh Agenda TOT OK (Halaman 149-152)

Indikator C-2

〈 Tersusunnya rencana tata ruang wilayah kabupaten dan provinsi yang mencakup wilayah pesisir

Strategi C-2

〈 Revisi RTRWK dan RTRWP dengan mensyaratkan RTRW pesisir menjadi bagiannya

〈 Memberdayakan tim penataan ruang secara optimal dengan mengikutsertakan institusi non- pemerintah

REKOMENDASI

Upaya penanggulangan kerusakan wilayah pesisir memerlukan suatu upaya pengelolaan secara terpadu (Integrated Coastal Management), yang memuat keterpaduan Sistem (ruang- waktu), Fungsi (harmonisasi antar lembaga), dan Kebijakan (konsistensi program pusat- daerah). ICM dapat mengambil beberapa bentuk yang tergantung dengan konteksnya, tetapi secara prinsip difokuskan pada peningkatan pemanfaatan sumberdaya pesisir secara berkelanjutan melalui proses-proses interaktif dalam pengembangan peraturan/produk hukum dan kebijakan, koordinasi lintas sektoral dan pendidikan (Olsen et al. 1998, Cicin-Sain and Knecht 1998, Kay and Alder 1999).

Program ICM adalah suatu program multi sektor dan lintas kewenangan yang hanya dibatasi dengan batas-bats ekologi. ICM adalah suatu upaya yang dapat ditawarkan untuk menjalin

komitmen kelembagaan yang memfokuskan pada upaya-upaya yang bermanfaat dalam konservasi biodiversitas, pengembangan matapencaharian, dan peningkatan kesehatan masyarakat dan lingkungannya.

Prinsip-prinsip pengelolaan wilayah pesisir yang sangat terkait dengan ICM adalah :

〈 Menciptakan visi untuk mengarahkan strategi perencanaan untuk menghindari keputusan sepihak/sektoral

〈 Mengacu kepada prinsip keterpaduan

〈 Mempromosikan transparansi dalam perencanaan dan pembuatan keputusan

〈 Menghargai proses suatu produk hukum/peraturan/perundang-undangan

〈 Tidak tergantung pada pemerintah saja

Menggunakan “good science” dan informasi yang akurat dalam perencanaan

〈 Menjaga kualitas lingkungan pesisir

Melakukan monitoring dan memberikan masukan (feed back) dan belajar untuk efektifitas program/proyek

〈 Mengadakan pelatihan untuk peningkatan SDM

DAFTAR PUSTAKA

Cicin-Sain, B & R.W. Knecht 1998. Integrated coastal and ocean management: Concept and practice. Island Press.

Goodstein, L.D, T.N.Nolan and J.W.Pfeiffer. 1992. Applied Strategic Planning :A Comprehensive Guide. Pfeiffer & Company, San Diego, California.

LAN dan BPKP. 2000. Perencanaan Strategik Instansi Pemerintah. Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.

Lowry, K. 1999. Notes on strategic planning framework for Lampung. 3 p

Pemerintah Provinsi Lampung. 2000. Rencana Strategis Pengelolaan Wilayah Pesisir. Kerjasama PKSPL- IPB/CRC Univ.Rhode Island.

Sondita, F.A. 2000. Metode Identifikasi Isu Pengelolaan Pesisir dalam Bengen, D.G. Prosiding Pelatihan untuk Pelatih, Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu.

Wiryawan, B, B.Marsden, H.A.Susanto, A.K.Maki, M.Ahmad, H.Poespitasari. 1999 (eds). Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB dan Coastal Resources Center, University of Rhode Island. Bandar Lampung

PENDAHULUAN

Pengelolaan berbasis-masyarakat sudah merupakan suatu pendekatan yang banyak dipakai di dalam program-program pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir terpadu di berbagai negara di dunia ini, khususnya di negara-negara berkembang. Pendekatan ini secara luas digunakan di wilayah Asia Pasifik seperti di negara-negara Filipina dan Pasifik Selatan. Keberhasilan pendekatan ini semakin banyak dan didokumentasi secara baik (Polotan-de la Cruz, 1993; Buhat, 1994; Pomeroy, 1994; White et.al., 1994; Ferrer et.al., 1996; Pomeroy and Carlos, 1997; Wold Bank,1999). Di negara-negara dimana sistem pemerintahannya semakin mengarah pada desentralisasi dan otonomi lokal, pendekatan berbasis masyarakat ini dapat merupakan pendekatan yang lebih tepat guna, lebih mudah dan dalam jangka panjang dapat terbukti lebih efisien dan efektif dalam segala hal.

Pendekatan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis-masyarakat telah dicobakan diberbagai proyek pembangunan di Asia yang dibiayai oleh Bank Pembangunan Internasional. Sebagai contoh, Program Sektor Perikanan di Filipina yang bernilai 150 juta US dolar (Albaza- Baluyut, 1995), Proyek Coremap di Indonesia, juga berbagai proyek bantuan bilateral lainnya (seperti CRMP -Filipina dan Proyek Pesisir - Indonesia), memasukkan pengelolaan berbasis masyarakat sebagai bagian dari desain program. Filipina memiliki pengalaman sejarah yang cukup panjang dalam pengelolaan berbasis masyarakat sejak sekitar dua dasawarsa terakhir ini. Pendekatan ini telah menjadi pendekatan utama dalam pengelolaan sumberdaya pesisir di negara ini sebagai bagian dari system pemerintahan yang desentralistis. Pada pergantian millenium ini telah ada ratusan contoh Pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat yang tersebar di hampir setiap wilayah pesisir di negara ini.

Di Indonesia, dengan dikeluarkannya UU No 22 tahun 1999 yang memberikan kewenangan kepada daerah dalam mengelola pesisir dan lautnya sejauh 12 mil untuk provinsi dan 4 mil untuk kabupaten memberikan peluang yang besar bagi pendekatan pengelolaan sumberdaya pesisir terpadu dan berbasis masyarakat. Selain itu dengan adanya Departemen Kelautan dan Perikanan dan konteks perubahan pemerintahan di Indonesia setelah era reformasi mendorong pemerintah pusat dan di daerah mengembangkan pendekatan pembangunan yang melibatkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat setempat dalam bentuk pengelolaan secara bersama (co-management) berbasis masyarakat.

Upaya-upaya seperti ini sudah di mulai di Sulawesi Utara sejak tahun 1997 untuk mengadaptasikan pendekatan-pendekatan berbasis masyarakat ini dalam konteks pembangunan dan pengelolaan di Indonesia (Crawford & Tulungen, 1998a, 1998b, 1999a, 1999b,; Tulungen et.al., 1998, 1999; Crawford et.al, 1998) lewat Proyek Pesisir (Coastal

Resources Management Project - CRMP). Proyek Pesisir yang dimulai sejak tahun 1997 ini

didasarkan pada pemikiran/hipotesa bahwa pendekatan partisipatif dan desentralistis akan

PROGRAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR TERPADU DAN BER BASIS MASYARA KAT: TELA AH KASUS DI KABUPATEN MINAHASA, SULAWESI UTARA

J. JOHNNES TULUNGEN

Field Program Manager Proyek Pesisir Sulawesi Utara crmp@manado.wasantara.net.id

mengarah lebih pada berkelanjutan dan adil/seimbangnya pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir di Indonesia. Setelah melakukan kegiatan dan upaya selama empat tahun di Sulawesi Utara, contoh-contoh praktek pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis-masyarakat mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan yang mendukung validitas pemikiran/hipotesa dari Proyek Pesisir. Makalah ini merangkum pendekatan dan pengalaman Proyek Pesisir dalam pengembangan Program Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir tingkat desa yang dilaksanakan lewat proses terpadu antara partisipasi masyarakat, keterlibatan pemerintah setempat dan koordinasi antar lembaga terkait di tingkat Kecamatan, Kabupaten dan Provinsi yang telah menghasilkan berbagai luaran positif dan nyata dilapangan.

KONSEP DASAR PENGELOLAAN SUMBERDAYA WILAYAH PESISIR TERPADU

Dalam dokumen Contoh Agenda TOT OK (Halaman 149-152)