• Tidak ada hasil yang ditemukan

Datum Genuk merupakan datum lokal yang digunakan di Indonesia yang menggunakan

model ellipsoid Bessel 1841 (Aji & Ristandi 2010). Datum Genuk merupakan datum yang digunakan untuk titik-titik triangulasi Sumatera, Jawa, Bali, Lombok, sampai Nusa Tenggara. Wilayah laut yang menggunakan datum ini adalah Sumatera, Jawa, Bali, sampai Nusa Tenggara.

Datum World Geodetic System 1984 (WGS’84)

Datum WGS’84 merupakan kerangka acuan yang digunakan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat untuk semua pemetaan,

charting, survei, dan kebutuhan navigasi. Datum WGS’84 ditentukan menggunakan teknik survei satelit Doppler pada Januari 1987. Pada Januari 1994, akurasi pengukuran menggunakan WGS’84 ditingkatkan dengan menggunakan pengukuran satelit Global Positioning System (GPS). Sekarang kerangka acuan ini sudah secara resmi disebut WGS’84. Global Positioning System (GPS)

Global Positioning System (GPS) didesain, diciptakan, dan dioperasikan oleh Departemen Pertahanan Amerika Serikat. Satelit GPS yang pertama diluncurkan pada tahun 1978 dan sepenuhnya operasional pada pertengahan 1990-an (Xu 2007).

Global Positioning System terdiri atas tiga segmen utama, yaitu segmen angkasa (space

segmen) yang terdiri atas satelit-satelit GPS, segmen sistem kontrol (control segment) yang terdiri atas stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit, dan segmen pemakai (user segment) yang terdiri atas pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengolah sinyal data GPS (Pratomo 2004).

Similarity Transformation

Aktivitas dasar dari survei daratan adalah pengintegrasian set-set data geodetik, yang dikumpulkan dengan berbagai macam cara, menjadi sebuah data set yang konsisten yang menggunakan kerangka referensi geodetik yang

biasa digunakan. Kebutuhan untuk

mentransformasi data dari satu kerangka referensi geodetik menjadi kerangka referensi geodetik lainnya dapat diselesaikan dengan menerapkan transformasi koordinat (Mitsakaki 2004).

Terdapat beberapa model transformasi koordinat. Salah satunya transformasi empat parameter, yaitu dua parameter translasi ∆x0

dan ∆y0, satu parameter rotasi θ, dan satu parameter skalar K. Similarity transformation

2D juga dikenal dengan transformasi Helmert, dengan rumus berikut:

x2=ax1-by1+∆x0 y2=ay1+bx1+∆y0

dengan a=Kcosθ dan b=Ksinθ. Transformasi Helmert juga bisa dirumuskan dalam bentuk matriks berikut: x2 y2 =x0y0 +K cosθ sinθ - sinθ cosθ x1 y1 Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) adalah pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik yang mirip dengan jaringan syaraf biologis (Siang 2004). JST dibentuk sebagai generalisasi model matematika dari jaringan syaraf biologis, dengan asumsi bahwa:

1 Pemrosesan informasi terjadi pada banyak elemen sederhana (neuron).

2 Sinyal dikirimkan di antara neuron-neuron melalui penghubung-penghubung.

3 Penghubung antarneuron memiliki bobot yang akan memperkuat atau memperlemah sinyal.

4 Untuk menentukan output, setiap neuron menggunakan fungsi aktivasi (biasanya bukan fungsi linear) yang dikenakan pada jumlah input yang diterima. Besarnya

output ini selanjutnya dibandingkan dengan suatu batas ambang.

Sebagai contoh, neuron Y menerima input

dari neuron X1,. .., Xn (Gambar 1). Bobot pada hubungan dari X1, …, ke neuron Y adalah

, …, . Input untuk neuron ke Y (y_in) adalah jumlah perkalian antara sinyal X1, …, Xn

dan bobotnya sebagai berikut:

y_in = w1x1 + …. + wnxn =

Nilai aktivasi y dari neuron Y ditentukan oleh fungsi aktivasi terhadap input yang diterimanya, y=f(y_in). Fungsi aktivasi merupakan fungsi yang menentukan level aktivasi, yakni keadaan internal sebuah neuron dalam jaringan. Output aktivasi ini biasanya dikirim sebagai sinyal ke semua neuron pada

layer di atasnya.

Gambar 1 Model JST sederhana. x1 x2 x3 w1 w2 w3

3

Propagasi Balik Resilient

JST propagasi balik adalah JST dengan topologi multi-lapis (multilayer) dengan satu lapis masukan (lapis x), satu atau lebih lapis tersembunyi (lapis z), dan satu lapis keluaran (lapis y). Setiap lapis memiliki neuron-neuron (unit-unit) yang dimodelkan dengan lingkaran (Gambar 2).

Gambar 2 Jaringan syaraf propagasi balik dengan satu lapis tersembunyi. Neuron pada satu lapis dengan neuron pada lapis berikutnya dihubungkan dengan model koneksi yang memiliki bobot-bobot (weights) w

dan v. Lapis tersembunyi dapat memiliki bias dengan bobot sama dengan satu (Dhaneswara & Moertini 2004).

Pelatihan propagasi balik meliputi 3 fase, yaitu:

1 Propagasi maju, sinyal masukan (xi) dipropagasikan ke lapisan tersembunyi menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Keluaran dari setiap unit lapisan tersembunyi (zj) tersebut selanjutnya dipropagasikan maju lagi ke lapisan tersembunyi di atasnya menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Demikian seterusnya hingga dihasilkan keluaran jaringan (yk).

2 Propagasi mundur, berdasarkan kesalahan

tk-yk, dengan tk adalah target yk yang harus dicapai, dihitung faktor δk(k=1,2, ..,m) yang dipakai untuk mendistribusikan kesalahan unit yk ke semua unit tersembunyi yang terhubung langsung dengan yk. Faktor

δk juga dipakai untuk mengubah bobot garis yang berhubungan langsung dengan unit keluaran. Dengan cara yang sama, dihitung faktor δk di setiap unit di lapisan tersembunyi sebagai dasar perubahan bobot semua garis yang berasal dari unit

tersembunyi di lapisan di bawahnya. Demikian seterusnya hingga semua faktor δ

di unit tersembunyi yang berhubungan langsung dengan unit masukan dihitung. 3 Perubahan bobot, setelah semua faktor δ

dihitung, bobot semua garis dimodifikasi secara bersamaan. Perubahan bobot suatu garis didasarkan atas faktor δ neuron di lapisan atasnya.

Ketiga fase tersebut diulang-ulang hingga kondisi penghentian dipenuhi (Siang 2009).

Algoritme propagasi balik resilient berusaha untuk mengeliminasi besarnya efek dari turunan parsial dengan cara menggunakan tanda turunannya saja dan mengabaikan besarnya nilai turunan. Tanda turunan ini akan menentukan arah perbaikan bobot-bobot. Besarnya perubahan setiap bobot ditentukan oleh suatu faktor yang diatur pada parameter yang disebut Faktor Naik (FN) atau Faktor Turun (FT). Apabila gradient fungsi error

berubah tanda dari satu iterasi ke iterasi berikutnya, bobot akan berkurang sebesar FT. Sebaliknya, apabila gradient error tidak berubah tanda dari satu iterasi ke iterasi berikutnya, bobot akan bertambah sebesar FN. Apabila gradient error sama dengan 0, perubahan bobot sama dengan perubahan bobot sebelumnya.

Pada awal iterasi, besarnya perubahan bobot diinisialisasikan dengan parameter delta0. Besarnya perubahan tidak boleh melebihi batas maksimum yang terdapat pada parameter

deltamax. Apabila perubahan bobot melebihi maksimum perubahan bobot, perubahan bobot akan disetsama dengan maksimum perubahan bobot. Algoritme lengkap propagasi balik

resilient bisa dilihat pada Lampiran 1. Mean Square Error (MSE)

Mean Square Error merupakan salah satu cara menghitung kesalahan dalam peramalan. MSE dihitung dengan mengkuadratkan hasil kesalahan peramalan. MSE memiliki beberapa kelebihan, di antaranya proses perhitungannya yang sederhana dan proses komputasinya yang mudah. Selain itu, perhitungan MSE membutuhkan memori yang sedikit, bisa mengevaluasi setiap sampel, dan antarsampel tidak saling tergantung satu sama lainnya (Wang & Bovik 2009). Rumus perhitungan MSE dapat dilihat sebagai berikut.

MSE= 1

n (F-T) 2 n

dengan n = jumlah titik,

F = nilai prediksi,

T = nilai target.

Dokumen terkait