• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sebaliknya eli musim hlijan, air yang turun dari langit dapat menp1ir deru, berkat model dan posisi mirina atap rumah Mi

nana yana cukup �am. Atap untuk rumah tentunya terprap

Iebih baik dari atap untuk banpnan lumbung, misalnya.

Na­

�un dalam ·membuat lumbung, orang Minq fup sudah mem­

punyai keahlian

dan

kesunauhan yang cukup tingi.

·

Bqitu tere

ncanan

ya pembuatan lumbung oleh orang

Mi­

nang, 'sehingp

Y.B.

Manlunwi.iaya, mengawali penulisan buku­

nya yang berjudul

.Prual .Prual PengantJU Fist lea Bangunan�

de­

ngan membicarakan p&JUang Iebar tentang keistimewaan

lum-bung Minang

. ·

Maka menulislah Y.B. Mangunwjjaya sebagai berik.ut:

"Perhatikan lumbung padi dari Minang di sebelah ini perihal

'

efisiensi kegunaan maupun konstruksinya. Wadah padi ting­ gi di atas tanah. Jadi kering. Jalan hama tikus dan sebagai­ 'nya mudah dikontrol. Dinding cukup rapat menahan hujan. Namun cukup berlubang demi kelancaran ventilasi isi, agar jangan membusuk bila terkena kelembaban. Berkat bahan bambu. Atap sangat teJjal sehingga air hujan cepat pergi me­ ngalir. Kulit atap rapat dari seng. Tetapi di jaman dulu atap dibuat dari ijuk. Tahan air dan karena tebalnya kadap air ju­ ga. Rapat-kedap, namun tetap memungkinkan penguapan sisa-sisa air di selah-selah serabutnya.

Konstruksi kerangka berbidang-bidang dinding yang tidak bertugas memikul beban, selain pewadahan padi. Tiang-tiang dibuat tidak sejajar, melainkan melebar ke atas. Itu memper­ tinggi kekakuan sambungan-sambungan tiang dengan balok­ balok horisontal."

Begitu dijawab bagus persoalan daya-daya momen yang be­ keJja pada sambungan-sambungan, sebagai akibat dari daya­ daya horisontal dari kekuatan-kekuatan angin dari samping, dari torsi (perputaran) akibat adanya daya pada berat padi dan sebagainya. Masih diperkuat lagi oleh sekur-sekur silang. Keempat tiang cukup berdiri atas alas batu kerempeng. Ba­ tu menghalang-halangi kelembaban masuk tiang. Peletakan

bebas sendi semacam ini benar-benar kebal terhadap gon­

cangan-goncangan gempa bumi. Sungguh suatu cara berkon­ struksi yang bermutu tinggi dan berpengetahuan mengatasi alam yang sangat cerdas." *)

Uraian di atas mirip pujian-pujian dari Romo Mangun yang terasa berlebihan. Tetapi bila dicocokkan dengan kenyataannya, tidak meleset sama sekali. Tidak ada yang berlebihan sama seka­ li. Begitulah adanya, begitulah kenyataannya. Uraian di atas

adalah m���enai kaitannya dengan segi Guna. Lebih jauh, Y.B. MangunWIJaya juga menguaraikan arsitektur Iumbung Minang tersebut dari segi citra-nya:

"Perhatikan sekarang bentuk dan gaya bahasa lumbung padi ini. Laras terhadap alam sekitar, yang bergunung-gu­ nung memuncak seperti atap lumbung itu. Alas sempit dan tubuh melebar semakin ke atas mencitrakan manusia Mi­ nang yang tidak berbudi rendah, tetapi bagaikan asap gu­ nung berapi, membubung dan semakin melebar di atas. Se­ perti pohon-pohon juga. Citra manusia yang tidak tengge­ lam, tetapi yang dari kodratnya duduk dan berdiri di atas panggung. Artinya menguasai alam. Namun melaraskan diri secara ikhlas dengan alam. Lumbung dipakai dari bahan-ba­ han alamiah. Tetapi di sini lumbung bukan hanya gudang belaka, bukan alat atau budak belaka. Tetapi ia dibentuk lu­ wes elegan, dihias seperti bahasa pantun atau kekawin. Wa­ laupun "hanya" lumbung, namun bangunan kecil ini mem­ bahasakan jiwa Minang. Dan semoga jiwa bangsa Indonesia juga, yang rajin dan cerdas mempergunakan modal anuge­ rah bumi alam tanah air. Namun tidak hanya mengejar efi­ siensi belaka atau pramatika hantem kromo. Citra yang me­ ngerti keindahan, kewajaran, kejujuran, keluwesan, budi bahasa tinggi terungkap di lumbung ini. Balok dan batang­ batang yang horisontal menunjuk kepada alam sekitar dan sesama manusia, tiang dan atap dari sempit ke Iebar menju­ lang ke atas bagaikan lancip anak panah menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa beserta nilai-nilai kebaikan dan ke­ indahan hidup yang asli dan yang selalu didambakan setiap manusia, bukankah itu yang memancar dari citra bangunan kecil ini?".

Demikianlah uraian yang mengandung pendapat dan penilaian dari Y.B. Mangunwijaya, mengenai arsitektur lumbung Minang. Ini suatu analisis yang cukup mendalam, menyentuh sendi-sen­ di simbolisme sekaligus memberikan penafsirannya yang berni­ lai.

Apabila kita ikuti uraian Mangunwijaya tersebut, kita juga bisa sampai kepada kesadaran, bahwa untuk memahami lebih lanjut mengenai arsitektur Minang, kita perlu juga melakukan penelitian sosiologis bahkan juga psikologis.

56

Selain itu, penilaian Y.B. Mangunwijaya juga perlu disebar luaskan kepada seluruh masyarakat Indonesia, tennasuk masya­ rakat Minang sendiri. Terutama lagi bagi generasi penerusnya. Mengapa, karena daerah Minang sendiri tampak ada gejala-geja­ la yang mengkhawatirkan. Sedikit demi sedikit arsitektur yang bukan Minang bertumbuh dan berkembang di sana. Arsitektur Minang sendiri rupanya perlahan-lahan mulai terlupakan.

Beruntunglah, karena masih banyak masyarakat Minang di pedesaan yang dengan setia ' mencintai, menjiwai dan terns membina arsitektur Minang sebagai bagian dari kehidupan me­ reka. Sementara itu, kaum cerdik pandai yang banyak meran­ tau, tidak tampak mengembangkan atau meneruskan tradisi ar­ sitektur Minang di tempat pemukimannya yang baru. Begitu juga kalangan awamnya, tidak membangun rumahnya di peran­ tauan berdasarkan arsitektur Minang yang sudah tennasyhur mu­ tunya yang indah dan megah itu.

Maka sudah waktunya bagi masyarakat Indonesia, terutama masyarakat Minangnya, untuk kembali mengkaji, menghayati dan melestarikan eksistensi arsitektur Minangkabau dalam kehi­ dupan kita semua, sebagai bagian integral dari kebudayaan na­ sional kita.

Dalam bab-bab terdahulu telah kita

bicarakan

menaenai pe­ ngertiah kebudayaan. Masalah kebudayaan sejak dahulu banyak dibbicarakan oleh kaum cerdik pandai dan tampaknya tidak akan henti-hentinya mertiadi bahan · pembicaraan serta pemikir­ an manusia. Mengapa?

Kebudayaan, dapat dikatakan adalah sama dengan manusia itu sendiri. Kebudayaan ada sejak adanya manusia. Subyek ke­ budayaan adalah man usia itu sendiri. J adi selagi masih ada ma­ nusia, juga masih ada kebudayaan. Hidup matinya kebudayaan melekat, bersama-sama dengan hidup matinya umat manusia ju­ ga. Dengan kata lain, manusia dan kebudayaannya adalah tidak terpisahkan.

Dalam sejarah kebudayaan, dalam sejarah kehidupan manu­ sia, sudah tercatat banyaknya kebudayaan yang mati. Kematian kebudayaan itu tentu �a karena kematian manusianya. Selan­ jutnya kita juga bi� melihat sekarang, beberapa kebudayaan

yang akan atau hampir mati.

Kita lihat misalnya kebudayaan kaum Aborigin di Aus� dan masyll'lkat Indian di Amerika. Sedikit demi sedikit mereka lenyap, sehinga jumlah manusia mlkin mengecil. Bila masyara­ kat Aboriain Australia dan Indian Amerika punah. tentu akan punah jup akhimya kebudayaan mereka.

Tentu banyak sebab mengapa mereka semakin kecil jumlah­ nya. Ada sebab dari luar dan ada sebab dari dalam. Sebab dari luar ialah, adanya kekuatan yang membuat merekaterdesak ke­ hidupannya. Desakan itu terus menerus, sehinga kaum Abori- ·

gin di Australia atau Indian di Amerika menplami kesukaran hi­ dup. Keadaan semakin mendesak lqi, sehinaa kini baik kaum aboriain maupun Indian tingal sedikit sekali dan dikhawatirkan

akan punah sama aekali.

pu-58

nahnya satu rumpun bangsa. Ada kalanya hanya menimbulkan