• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum PAUD

PAUD Cikal Mandiri merupakan sekolah yang terletak di Kota Bogor yang beralamat di Jalan Danau Bogor Raya, Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara. Sekolah ini terintegrasi dengan Posyandu. Dengan luas tanah sebesar 800 meter. PAUD ini berdiri pada tahun 2005 dan dana operasi PAUD ini berasal dari swadaya masyarakat sekitar. Jumlah guru yaitu sebanyak 10 orang dengan siswa berjumlah 158 orang yang terbagi atas 4 kelas, yaitu kelas A1 dan A2 untuk anak usia 2 sampai 3 tahun, kelas B1 dan B2 untuk anak berusia 3 sampai 4 tahun, sedangkan kelas C1 dan C2 untuk anak berusia 4 sampai 5 tahun dan kelas D1 dan D2 untuk anak berusia 5 sampai 6 tahun. Kelas C dan D masuk pada siang hari bergantian dengan kelas A dan B. Fasilitas yang dimiliki sekolah antara lain taman bermain dan gedung Posyandu. Berdasarkan Tabel 7 jumlah siswa PAUD Cikal Mandiri yang dapat memenuhi kriteria penelitian dan ibu siswa yang bersedia diwawancarai sebanyak 32 siswa.

Sama halnya dengan Cikal Mandiri, dana operasional PAUD Dukuh juga berasal dari dana swadaya masyarakat sekitar. PAUD Dukuh berdiri pada tahun 2006, beralamat di Desa Sukaraja, Kelurahan Sukaraja Kecamatan Bogor Utara. Jumlah guru sekolah sebanyak 6 orang, dengan jumlah siswa sebanyak 40 orang siswa yang terbagi atas 3 kelas, yaitu kelas A untuk anak usia 3 sampai 4 tahun, kelas B kecil untuk anak usia 4 sampai 5 tahun dan kelas B besar untuk anak usia 5 sampai 6 tahun. Fasilitas yang dimiliki sekolah antara lain taman bermain dan Posyandu yang terintegrasi dengan BKB (Bina Keluarga Balita) bersama PAUD Dukuh . PAUD ini setiap bulannya juga digunakan sebagai Posyandu warga sekitar. Berdasarkan Tabel 6 jumlah siswa PAUD Dukuh yang dapat memenuhi kriteria penelitian dan ibu siswa yang bersedia diwawancarai sebanyak 23 siswa.

Tabel 7 Jumlah siswa yang mengikuti penelitian

Nama PAUD n %

Cikal Mandiri 32 58

Dukuh 23 42

Karakteristik Ibu Usia Ibu

Usia ibu pada penelitian ini berkisar antara 20 tahun sampai dengan 50 tahun dengan rata-rata 29 ± 5,5. Berdasarkan pengelompokan umur Papalia, Old dan Fiedlman (2008), berdasarkan kelompok usia ibu sebagian besar ibu (67%) berada pada kategori dewasa muda dan sisanya (33%) yang berada pada kategori usia dewasa madya (Tabel 8). Dilihat dari usia ibu, maka presentase terbesar ibu menurut kelompok usianya termasuk ke dalam kelompok usia dewasa muda (21-30 tahun) yaitu kelompok usia yang masih produktif (Hurlock 2000).

Tabel 8 Karakteristik ibu berdasarkan usia, tingkat pendidikan dan pekerjaan

Karakteristik Cikal Mandiri Dukuh Total

Usia ibu n % n % n % 20-30 24 75 13 57 37 67 31-50 8 25 10 43 18 33 Total 32 100 23 100 55 100 Tingkat pendidikan n % n % n % SD 7 22 6 26 13 24 SMP 13 41 5 22 18 33 SMA 12 38 9 39 21 38 PT 0 0 3 13 3 5 Total 32 100 23 100 55 100 Jenis pekerjaan n % n % n %

Ibu rumah tangga 31 97 22 96 53 96

Lainnya 1 3 1 4 2 4

Total 32 100 23 100 55 100

Tingkat Pendidikan Ibu

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap pola pengambilan keputusan dalam keluarga termasuk dalam pemberian ASI dan MP-ASI. Di dalam penelitian ini pendidikan formal ibu dikelompokkan menjadi SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Tabel 8 menunjukkan tingkat pendidikan ibu pada kedua PAUD tersebut cukup beragam, sejumlah 38% ibu berada pada kelompok berpendidikan SMA, hanya 5% ibu yang berada pada kelompok berpendidikan Perguruan Tinggi, dan masih terdapat 24% ibu berpendidikan SD.

35

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang berpengaruh terhadap pola asuh anak termasuk pemberian makan, pola asuh konsumsi pangan dan status gizi. Umumnya pendidikan seseorang akan mempengaruhi sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Ibu yang memiliki tingkat pendidikan tinggi akan lebih mudah menerima pesan dan informasi mengenai gizi dan kesehatan anak (Rahmawati 2006). Pendidikan ibu merupakan salah satu faktor penentu mortalitas bayi dan anak karena tingkat pendidikan ibu berpengaruh terhadap perawatan kesehatan, higiene, dan kesadarannya terhadap kesehatan anak dan keluarga (Madanijah 2003).

Pekerjaan Ibu

Pekerjaan adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan suatu penghargaan berupa materi maupun yang lebih dari materi (karir dan jabatan). Umumnya pekerjaan dilakukan untuk mendapatkan suatu penghasilan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sebagai individu dan memenuhi kebutuhan keluarga (Pujiyanti 2008). Tabel 8 menunjukkan bahwa pada umumnya ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga (96%) dan hanya 4% ibu yang bekerja yaitu sebagai guru dan buruh. Berdasarkan hal tersebut bisa diperkirakan bahwa porsi terbesar pendapatan diperoleh dari ayah untuk menghidupi keluarga.

Hasil penelitian Handayani (2006), menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang mempunyai pengetahuan tentang menyusui dengan baik ada pada kategori ibu yang bekerja, sedangkan sebagian kecil yang berpengetahuan baik berada pada kategori ibu yang tidak bekerja. Hal ini disebabkan ibu yang bekerja mempunyai lingkungan yang lebih luas sehingga informasi tentang ASI yang didapat lebih banyak, sedangkan bagi ibu yang tidak bekerja apabila informasi dari lingkungannya kurang maka pengetahuannya kurang, apalagi bila ibu tersebut tidak aktif dalam mengikuti berbagai kegiatan kesehatan maka informasi yang diterimanya akan lebih sedikit.

Pengetahuan gizi ibu

Pengetahuan gizi ibu yang dinilai meliputi pengetahuan tentang ASI, MP-ASI, pengetahuan tentang gizi dan kesehatan. Soal pengetahuan gizi dengan rentang skor 1-20 dan rata-rata nilai pengetahuan gizi ibu adalah 80 + 10. Nilai terbesar yang diperoleh ibu adalah 95, sedangkan nilai terkecil ibu sebesar 60 yang sebagian besar dalam kategori baik (47%), sedangkan tingkat pengetahuan

gizi ibu kategori cukup yaitu 51% (Tabel 9). Pengetahuan gizi merupakan salah satu faktor yang sangat penting untuk meningkatkan status gizi keluarga karena apabila pengetahuan gizi kurang maka akan menyebabkan timbulnya kekurangan gizi bagi anak (Pujiyanti 2008).

Tabel 9 Sebaran ibu berdasarkan jawaban benar dan tingkat pengetahuan gizinya

Pengetahuan Gizi Cikal Mandiri Dukuh Total

n % n % n % Topik ASI 12 38 6 26 18 33 MP-ASI 12 38 6 26 18 33 Gizi 5 16 3 13 8 15 Kesehatan 15 47 7 30 22 40 Tingkat Pengetahuan n % n % n % Kurang (<60) 1 3 0 0 1 2 Cukup (60-80) 14 44 14 61 28 51 Baik (80>) 17 53 9 39 26 47 Total 32 100 23 100 55 100

Tabel 9 menunjukkan bahwa sebagian besar ibu yang dapat menjawab dengan benar soal tentang kesehatan yaitu 40% dan soal tentang ASI dan MP-ASI memiliki persentase yang sama yaitu 33%, sedangkan ibu yang dapat menjawab dengan benar soal tentang gizi hanya 15%. Ada beberapa pertanyaan yang kebanyakan ibu masih salah menjawabnya, antara lain makanan yang tepat saat anak berusia 6-9 bulan, berat minimal bayi baru lahir dan kegunaan dari imunisasi TBC. Banyaknya ibu yang menjawab benar soal tentang kesehatan, seharusnya dapat mempengaruhi tingkat kesehatan anak, karena pengetahuan tentang kesehatan dan perkembangan anak yang minimal biasanya mempengaruhi tingkat kesehatan anak yang minimal pula (Yuliana 2004).

Menurut Nurmiati (2006), umumnya penyelenggaraan makanan dalam rumah tangga sehari-hari dikoordinir oleh ibu. Ibu yang mempunyai kesadaran gizi yang tinggi akan melatih kebiasaan makan sehat sedini mungkin kepada putra-putrinya. Ibu berperan penting dalam melatih anggota keluarganya untuk membiasakan mengkonsumsi makanan yang sehat. Agar ibu dapat memilih makanan yang sehat dan sesuai dengan standar maka perlu menguasai pengetahuan tentang pemilihan bahan pangan.

37

Karakteristik Anak Usia dan jenis kelamin anak

Jumlah anak yang diteliti adalah 55 siswa PAUD yang terdiri dari 32 siswa PAUD Cikal Mandiri dan 23 siswa PAUD Dukuh. Berdasarkan Tabel 9, dapat diketahui bahwa siswa PAUD perempuan (60%). Umur anak yang diambil pada penelitian ini adalah anak yang berumur minimal 2 tahun dan maksimal 4 tahun karena pada umunya anak yang berusia 2-4 sudah mengikuti PAUD (rataan 4 ± 0,55). Tabel 10 menunjukkan anak yang berusia 2 tahun hanya 4%, sedangkan anak yang berusia 3 tahun 25% dan kebanyakan siswa PAUD berusia 4 tahun yaitu sebanyak 71%.

Tabel 10 Sebaran anak berdasarkan jenis kelamin dan umur

Karakteristik Cikal Mandiri Dukuh Total

Jenis kelamin n % n % n % Laki-laki 13 41 9 39 22 40 Perempuan 19 59 14 61 33 60 Total 32 100 23 100 55 100 Umur anak n % n % n % 2 2 6 0 0 2 4 3 9 28 5 22 14 25 4 21 66 18 78 39 71 Total 32 100 23 100 55 100 Riwayat kelahiran

Data yang diperoleh menunjukkan sebanyak 95% anak dilahirkan cukup bulan (Tabel 11). Anak yang dilahirkan cukup bulan adalah bayi yang lahir setelah usia kandungan ibunya 9 bulan dan anak yang dilahirkan tidak cukup bulan terdiri dari anak yang dilahirkan ketika usia kandungan ibunya kurang dari atau lebih dari 9 bulan (Hurlock 2000). Sebanyak 87% anak yang dilahirkan dengan proses kelahiran normal dan sisanya 13% anak dilahirkan dengan proses kelahiran caesar (Tabel 11).

Dilihat dari banyaknya anak yang lahir cukup bulan dan melalui proses normal dapat dikatakan kesehatan anak cukup baik. Menurut Pujiyanti (2008), hal ini berkaitan dengan bagaimana seorang ibu menjaga dan memelihara calon bayinya sejak di dalam kandungan. Selain itu kemudahan akses untuk menjangkau fasilitas kesehatan juga mendukung di dalam mewujudkan kesehatan ibu dan bayi, sehingga angka kematian ibu dan bayi dapat diturunkan.

Tabel 11 Sebaran anak berdasarkan riwayat kelahiran Lahir cukup bulan Cikal Mandiri Dukuh Total

n % n % n % Ya 30 94 22 96 52 95 Tidak 2 6 1 4 3 5 Total 32 100 23 100 55 100 Proses kelahiran n % n % n % Normal 28 88 20 87 48 87 Caesar 4 13 3 13 7 13 Total 32 100 23 100 55 100

Riwayat Pemberian ASI Pemberian Pralaktal

Makanan pralaktal adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi sebelum ASI keluar. Kebiasaan memberikan makanan dan minuman kepada bayi yang baru lahir atau sering disebut dengan makanan pralaktal pada awal kelahiran seperti madu (24%) dan susu formula (18%) (Tabel 12), merupakan salah satu penyebab tidak dapat memberikan ASI eksklusif. Hal ini terjadi karena pemberian pralaktal dapat membuat bayi tidak mau menyusui kepada ibunya karena bayi merasa kenyang. Berdasarkan hasil Riskesdas (2010) di provinsi Jawa barat sebanyak 73% ibu memberikan kolostrum, 18,4% ibu memberikan madu dan 68,1% memberikan susu formula sebagai makanan pralaktal.

Tabel 12 Sebaran anak berdasarkan pemberian pralaktal Jenis pralaktal Cikal Mandiri Dukuh Total

n % n % n %

Kolostrum 16 50 16 70 32 58

Madu 8 25 5 22 13 24

Susu Formula 8 25 2 9 10 18

Total 32 100 23 100 55 100

Berdasarkan Tabel 12 hanya 58% ibu yang memberikan kolostrum pada awal kelahiran anaknya. Menurut penelitian Pujiyanti (2008), ada beberapa alasan ibu tidak memberikan kolostrum kepada anaknya pada awal kelahiran karena tidak tahu manfaat besar dari kolostrum, warna cairan tersebut keruh, ada yang melarang pemberiannya dan ketika bayinya lahir ibu tidak sadarkan diri.

Menurut Roesli (2000), seharusnya sebisa mungkin ASI diberikan paling lambat 20-30 menit dari waktu lahir dan selama ASI belum diberikan tidak perlu diberikan makanan pralaktal. Kolostrum adalah ASI yang keluar pada hari-hari

39

pertama sampai hari ke empat setelah melahirkan. Kolostrum yang keluar pada hari-hari pertama kelahiran sudah dapat mencukupi kebutuhan bayi walaupun ASI yang keluar hanya sedikit sehingga tidak perlu memberikan makanan atau minuman yang lain kepada bayi. Kolostrum merupakan cairan pelindung yang kaya zat anti infeksi dan berprotein. Komposisi dari kolostrum ini dari hari ke hari selalu berubah, merupakan cairan kental dengan warna kekuning-kuningan, lebih kuning dibandingkan dengan susu yang matang.

Pemberian ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan (Roesli 2009). Menurut Sensus Dasar Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2003 prevalensi pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan masih rendah yaitu sebesar 39,5 % sedangkan menurut riset kesehatan dasar Indonesia tahun 2010, prevalensi pemberian ASI eksklusif hingga bayi berumur 6 bulan hanya sebesar 15,3% (Riskesdas 2010). Tabel 13 menunjukkan bahwa pemberian ASI eksklusif hingga 6 bulan 60% dan sampai 4 bulan 18%, hal ini terjadi karena beberapa anak telah diberi makanan pendamping ASI sebelum berusia 6 bulan.

Tabel 13 Sebaran anak berdasarkan riwayat pemberian ASI eksklusif ASI Eksklusif

(Bulan)

Cikal Mandiri Dukuh Total

n % n % n % 0-1 2 6 0 0 2 4 0-2 0 0 0 0 0 0 0-3 3 9 1 4 4 7 0-4 8 25 2 9 10 18 0-5 5 16 1 4 6 11 0-6 14 44 19 83 33 60

Menurut Muchtadi (2002), ASI eksklusif terutama diberikan selama enam bulan pertama karena pada masa-masa ini bayi dalam kondisi kritis. Pertumbuhan dan pembentukan psikomotor terjadi sangat cepat pada masa enam bulan pertama, sehingga pemberian ASI eksklusif akan sangat mendukung. Selain itu, ibu yang berhasil memberikan ASI secara eksklusif pada bayi akan merasakan kepuasan, kebanggaan, dan kebahagiaan yang mendalam (Roesli 2000).

Menurut Arifin (2002) ada berbagai faktor yang mempengaruhi kegagalan pemberian ASI eksklusif. Faktor tersebut bisa dari pihak ibu, bayi maupun dari

faktor lingkungan. Faktor yang berasal dari pihak ibu disebabkan antara lain karena karakteristik sosial dan ekonomi ibu (pendapatan, tingkat pendidikan dan pekerjaan ibu), pengetahuan ibu tentang ASI dan kondisi kesehatan ibu yang semua itu membuat ibu tidak bisa memberikan ASI secara eksklusif kepada bayinya. Faktor yang berasal dari pihak bayi mungkin karena preferensi bayi terhadap ASI, sedangkan dari faktor lingkungan sendiri ini disebabkan karena sumber informasi pemberian makanan atau minuman selain ASI.

Pemberian MP-ASI

Menurut penelitian yang terus berkembang, WHO (Organisasi Kesehatan Dunia) dan IDAI mengeluarkan kode etik yang mengatur agar bayi wajib diberi ASI eksklusif (ASI saja tanpa tambahan apa pun, bahkan air putih) sampai umur 6 bulan. Setelah umur 6 bulan bayi mulai mendapatkan makanan pendamping ASI (MP-ASI) berupa bubur susu, nasi tim, buah dan sebagainya namun ASI tetap dilanjutkan hingga usia 24 bulan (Prabantini 2010).

Lebih dari separuh ibu (60%) memberikan sari buah sebagai MP-ASI tepat pada usia 6-7 bulan, namun masih ada (16%) ibu yang memberikan sari buah pada usia dibawah 6 bulan (Tabel 14). Menurut Handy (2010), usia 6-7 bulan merupakan tahap awal pemberian MP-ASI, pemberian yang berlebihan dapat mengurangi konsumsi ASI yang masih menjadi makanan utama untuk bayi di bawah 12 bulan. Makanan pendamping ASI yang pertama diberikan yaitu bertekstur lembut dan cair agar bayi tidak perlu mengunyah. Ketika memberikan sari buah sebaiknya menghindari buah yang asam, buah kaleng, jus buah kemasan dan manisan buah.

Tabel 14 juga menunjukkan bahwa sebanyak 44% ibu memberikan nasi tim tepat pada usia 8-9 bulan, namun masih ada (14%) ibu yang memberikan nasi tim pada usia dibawah 6 sampai 7 bulan. Menurut Handy (2010), setelah mengenalkan aneka jenis makanan bertekstur lembut dan cair pada usia 6-7 bulan, maka selanjutnya anak dapat diberikan makanan bertekstur sedikit kasar salah satunya berupa nasi tim. Untuk memperkaya pengalaman makan, nasi tim dapat dicampurkan dengan berbagai macam makanan yang bertekstur lembut misalnya tahu, ubi merah, tempe dan sebagainya.

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui pemberian biskuit bayi oleh ibu pada usia 8-9 bulan hanya 27%, namun masih terdapat beberapa ibu yang memberikan biskuit bayi pada usia dibawah 6 sampai 7 bulan sebanyak 17%. Menurut Handy (2010), biskuit termasuk dalam cemilan genggam yang diberikan

41

pada usia 8 bulan. Hal ini diberikan karena pada usia tersebut sudah mulai tumbuh gigi. Selain biskuit dapat juga diberikan potongan buah/sayur segar atau dikukus (labu siam, wortel dan kentang) yang dapat diberikan sebagai pengganti cemilan genggam yang praktis, sehat alami dan melatih kemandirian anak. Biskuit ataupun cemilan genggam sebaiknya ukurannya sebesar kepalan tangan bayi, tidak licin, mudah digigit dan tidak lengket ditangan maupun dibibir.

Tabel 14 Sebaran responden berdasarkan jenis dan waktu pemberian MP-ASI

Jenis dan waktu Cikal mandiri Dukuh Total

MP-ASI (bulan) n % n % n % Sari buah 1 1 3 0 0 1 2 3 2 6 0 0 2 4 4 3 9 0 0 3 5 5 3 9 0 0 3 5 6-7 23 72 10 43 33 60 8-9 0 0 9 39 9 16 10-12 0 0 4 17 4 7 Total 32 100 23 100 55 100 Nasi Tim 1 1 3 0 0 1 2 4 3 9 0 0 3 5 5 3 9 1 4 4 7 6-7 8 25 2 9 10 18 8-9 8 25 16 70 24 44 10-12 9 28 4 17 13 24 Total 32 100 23 100 55 100 Biskuit Bayi 1 1 3 0 0 1 2 3 0 0 1 4 1 2 4 4 13 1 4 5 9 5 1 3 1 4 2 4 6-7 17 53 9 39 26 47 8-9 6 19 9 39 15 27 10-12 3 9 2 9 5 9 Total 32 100 23 100 55 100 Nasi 4 1 3 0 0 1 2 6-7 0 0 0 0 0 0 8-9 2 6 3 13 5 9 10-12 29 91 20 87 49 89 Total 32 100 23 100 55 100

Hampir seluruh ibu (89%) memberikan nasi pada usia 10-12 bulan dan hanya 2% ibu yang memberikan nasi kepada anaknya pada usia dibawah 6 bulan. Menurut Handy (2010), setelah anak menunjukkan kemampuan mengunyah, maka selanjutnya diberikan makanan yang lebih padat. Pada rentang usia 9-12 bulan, sangat disarankan untuk meningkatkan kekasaran tekstur makanan hingga mendekati makanan keluarga untuk menghindari kesulitan makan pada kemudian hari. Sebagian besar bayi dapat menerima menu keluarga sejak usia 12 bulan sambil tetap menyusui. Menu keluarga yang sehat yaitu menu seimbang yang memenuhi kebutuhan karbohidrat (50-55%), lemak (15-25%), protein (20-25%), vitamin dan mineral. Pesatnya tumbuh kembang dan aktivitas bayi yang tinggi memerlukan cukup banyak energi dan zat gizi. Pada usia 12 bulan, anak mulai menunjukkan keterampilan makan yang baik, sehingga penting memberikan kesempatan pada anak untuk makan secara mandiri dan mengajarkan tata cara makan yang tepat sesuai jadwal.

Sama halnya dengan hasil penelitian Oktarina (2010), sebagain besar ibu (54%) memberikan sari buah pada usia 4-6 bulan dan 76,4% ibu memberikan MP-ASI berbentuk nasi tim kepada anaknya pada usia 6-9 bulan. Selain itu lebih dari separuh ibu (64,2%) mulai memberikan nasi lembik kepada bayinya ketika berusia 10-12 bulan. Makanan selingan biskuit sebagian besar (63%) mulai diberikan ibu ketika bayi berusia 4-6 bulan.

Menurut Prabantini (2010), beberapa alasan perlunya menunda MPASI hingga usia 6 bulan diantaranya adalah ASI merupakan satu-satunya makanan dan minuman yag dibutuhkan bayi hingga usia 6 bulan, memberikan perlindungan yang lebih baik pada bayi terhadap berbagai penyakit dan memberi kesempatan pada sistem pencernaan bayi agar berkembang menjadi lebih baik. Apabila MP-ASI diberikan pada usia dibawah 6 bulan maka khawatir anak akan mengalami kurang gizi, gagal melalui ASI ekslusif selama 6 bulan dan meningkatkan resiko penyakit alergi, infeksi dan sistem pencernaan rusak (Handy 2010).

Menurut Albar (2004) dalam Pujiyanti (2008), jika MP-ASI diberikan terlalu dini, bayi akan menderita diare karena makanan terkontaminasi lingkungan luar dan kurang menghisap payudara sehingga produksi ASI berkurang. Namun jika bayi tidak dilatih makan setelah usia 6 bulan keadaan ini akan menyebabkan bayi kekurangan gizi. Tujuan pengenalan MP-ASI bukan hanya untuk menjamin kebutuhan gizi bayi setelah 6 bulan tetapi juga untuk memperkenalkan pola

43

makan keluarga kepada bayi secara bertahap. Bayi mulai diberi MP-ASI pada usia 6 bulan secara bertahap berdasarkan jenis, konsistensi dan tekstur makanannya.

Frekuensi Pemberian MP-ASI

Berdasarkan Tabel 15 hampir semua anak mengkonsumsi MP-ASI berupa sari buah, nasi tim, biskuit dan nasi dengan frekuensi 2 kali dalam sehari. Sebanyak 60% anak mengkonsumsi sari buah 2 kali dalam sehari. Sari buah yang biasanya dikonsumsi anak diantaranya pisang, jeruk dan ada juga yang mengkonsumsi pepaya. Menurut Handy (2010), pada saat pemberian MP-ASI tahap awal sebaiknya diberikan 2 kali sehari, karena pemberian MP-ASI yang berlebihan dapat mengurangi konsumsi ASI.

Tabel 15 Jenis MP-ASI dan frekuensi pemberiannya per hari Frekuensi Konsumsi Cikal Mandiri Dukuh Total

MP-ASI (x /hari) n % n % n % Sari buah 1 12 38 4 17 16 29 2 16 50 17 74 33 60 3 4 13 2 9 6 11 Total 32 100 23 100 55 100 Nasi Tim 1 5 16 1 4 6 11 2 18 56 16 70 34 62 3 9 28 6 26 15 27 Total 32 100 23 100 55 100 Biskuit Bayi 1 6 19 1 4 7 13 2 18 56 14 61 32 58 3 8 25 8 35 16 29 Total 32 100 23 100 55 100 Nasi 1 1 3 0 0 1 2 2 22 69 14 61 36 65 3 9 28 9 39 18 33 Total 32 100 23 100 55 100

Selain sari buah nasi tim juga dikonsumsi sebagai makanan pendamping ASI. Berdasarkan hasil penelitian anak yang mengonsumsi nasi tim berjumlah 62% dengan frekuensi 2 kali sehari (Tabel 15). Pemberian nasi tim (makanan lunak) sebaiknya diberikan dengan frekuensi 2-3 kali sehari (Prabantini 2010).

Menurut Krisnatuti (2000), nasi tim sebagai MP-ASI dapat disajikan dengan berbagai macam campuran bahan makanan lainnya, diantaranya dapat dicampur dengan telur, daging sapi, daging ayam yang diiris kecil-kecil, ikan dan tempe sebagai bahan tambahan sumber protein. Tambahan vitamin dan mineral dalam nasi tim bisa diperoleh dari sayuran hijau yang dihancurkan. Sayuran hijau yang paling disukai anak untuk bahan campuran dalam nasi tim diantaranya adalah bayam, kangkung, dan wortel. Sebagai cemilan genggam (finger food), ibu dapat memberikan biskuit bayi kepada anak, biasanya biskuit langsung diberikan kepada anak pada saat gigi anak sudah mulai tumbuh.

Berdasarkan Tabel 15 biasanya cemilan biskuit diberikan dengan frekuensi 2 kali dalam sehari (58%). Menurut Handy (2010), biasanya cemilan dapat diberikan dengan frekuensi 1-2 kali dalam sehari. Cemilan genggam yang diberikan juga dapat bervariasi diantaranya sayur/buah segar ataupun yang dikukus.

Lebih dari setengah ibu (65%) memberikan nasi dengan frekuensi 2 kali sehari. Nasi diberikan setelah anak sudah dapat beradaptasi dengan makanan keluarga, pada umumnya diberikan setelah anak menjelang usia 12 tahun. Menurut Prabantini (2010), setelah anak mulai diperkenalkan makanan keluarga sebaiknya makanan diberikan dengan frekuensi 3-4 kali sehari dan diselingi dengan cemilan 1-2 kali dalam sehari. Pada umumnya anak yang menjelang usia 12 bulan sudah semakin terampil mengunyah dan mampu menggunakan tangan dan jari karena kemampuan motoriknya sudah meningkat.

Usia Penyapihan

Menurut Marimbi (2010), menyapih artinya memberhentikan pemberian ASI kepada bayi, masa ini merupakan masa yang paling kritis dalam kehidupan bayi. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi usia penyapihan bayi, salah satunya yaitu banyak sekali para ibu yang menyapih anaknya terlalu cepat yaitu pada usia kurang dari 1 tahun terutama pada ibu-ibu yang bekerja, sedangkan penyapihan yang terlalu awal dapat mempengaruhi pertumbuhan bayi.

Berdasarkan Tabel 16 sebanyak 33% anak yang disapih pada usia 1 tahun sampai 2 tahun, sedangkan anak yang disapih pada usia >2 tahun sebanyak 44%. Namun anak yang disapih pada usia 7-12 bulan sebanyak 11% dan anak yang disapih pada usia 0-6 bulan sebanyak 13%. Hal ini menunjukkan masih ada ibu yang tidak meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 24 bulan, padahal ASI merupakan makanan terbaik yang dapat diberikan ibu

45

kepada anak karena secara psikologis dapat menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dan anak.

Tabel 16 Sebaran anak berdasarkan usia penyapihan ASI

Usia Penyapihan Cikal Mandiri Dukuh Total

(bulan) n % n % n % 0-6 4 13 3 13 7 13 7-12 5 16 1 4 6 11 13-24 9 28 9 39 18 33 >24 14 44 10 43 24 44 Total 32 100 23 100 55 100

Menurut penelitian Jakobsen et al (2003) pada bayi usia 9-35 bulan di Guinea-Bissau, menunjukkan bahwa bayi yang telah disapih mengalami enam kali lebih tinggi angka kematiannya selama tiga bulan pertama perang disana daripada bayi yang masih disusui. Hal ini membuktikan bahwa efek perlindungan ASI merupakan hal yang utama melawan infeksi dalam keadaan darurat. Dalam seminar Roesli (2010), dikatakan dalam salah satu penelitian yang dilakukan Dr Katherine Hobbs Knutson dari Rumah Sakit di Boston, Amerika Serikat, ASI secara signifikan mempengaruhi perangai anak di masa depan. Hal ini terjadi karena ketika ibu menyusui ada rangsangan terhadap panca indera bayi, sehingga bayi akan merasakan, melihat, mencium, dan mendengar sesuatu yang ada di dekatnya, termasuk keintiman dengan ibunya. Roesli menyatakan ada beberapa gangguan mental pada anak apabila anak tidak diberikan hak ASI-nya selama 2 tahun yaitu menarik diri, gelisah/depresif, gangguan perhatian (autisme), gangguan cara berfikir, gangguan bersosialisasi dan tingkah laku agresif.

Telah banyak hasil penelitian yang membuktikan keunggulan ASI

Dokumen terkait