• Tidak ada hasil yang ditemukan

Segi Moral

Dalam dokumen BAB IV PEMERANAN 1. Olah Tubuh (Halaman 103-106)

4.2 Teknik Memberi Isi

5. PENGHAYATAN KARAKTER

5.1 Analisis Karakter

5.1.5 Segi Moral

Analisis karakter dari segi moral adalah analisis untuk mencari gambaran pandangan moralitas tokoh. Walaupun segi moral sudah dituliskan oleh penulis lakon dalam naskahnya, sering tidak menjadi bagian objek analisis. Analisis ini perlu dilakukan oleh seorang pemeran dengan tujuan untuk mencari matif-motif atau alasan-alasan tokoh yang akan dimainkan ketika dia membuat sebuah keputusan-keputusan yang bersifat moralitas.

Analisis ini berfungsi untuk mempersiapkan batin dan untuk mengetahui motif peran. Kalau tahu motif dan alasannya maka akan dapat memainkan secara logis. Misalnya, analisis segi moral pada peran Raja Lear dalam lakon Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno Sumardjo. Kenapa Raja Lear ingin membagi kerajaannya kepada anak-anaknya? Kenapa raja Lear marah dan murka pada Cordelia? Kemudian marah pada Gonerill dan Regan sampai mengeluarkan sumpah dan mengutuk anaknya sendiri. Pertanyaan-pertanyaan tersebut akan membimbing akting pemain pada alasan-alasan yang jelas.

Seorang penulis biasanya menuliskan moralitas lakon tersebut, pada dialog tokoh. Misalnya, lakon Raja Lear karya William Shakespeare terjemahan Trisno Sumardjo.

EDGAR : Orang tunduk pada beban jaman serba berat; lidah

tunduk pada rasa, bukan pada adat. Yang tertua paling berat bebannya; kita yang muda tak akan

5.2 Observasi

Seorang pemeran seharusnya menjadi seorang observator atau pengamat yang baik. Observasi berarti menangkap atau merekam hal-hal yang terjadi dalam kehidupan. Tentang masyarakat, tempat, objek dan segala situasi yang menambah kedalaman tingkat kepekaan seorang pemeran. Ketika mengamati objek orang, pemeran seharusnya membuat catatan-catatan baik secara tertulis maupun dalam ingatan. Hal ini bisa menjadi dasar karakter yang akan ditemukannya dimasa datang. Proses ini dapat membantu untuk menciptakan sebuah karakter yang lengkap dalam sebuah struktur permainan.

Kekuatan pengamatan (observasi) adalah gabungan antara empati dan perhatian intelektual. Artinya seorang pemeran harus mengembangkan sesitifitas pada indera: melihat, menyentuh, mencium, mendengar, dan merasakan. Mengenal dan mengingat suatu perasan dalam aktifitas keseharian adalah sangat penting. Untuk mengamati secara benar seseorang harus dapat merasakan dan mengkategorikan inderanya. Jadi, indera (senses), perasaan (feelings), dan pengamatan (observation) bergabung menjadi suatu mata rantai sebagai alat pembentuk sebuah karakter. Seorang pemeran harus menggunakan kekuatan observasi untuk tujuan-tujuan sebagai berikut.

a. Untuk mempelajari karakter manusia. Hal ini berhubungan dengan karakter yang akan dimainkan. Dalam berjalan, gesture, berbicara dan duduk yang nantinya dapat ditiru saat berada di atas panggung.

b. Untuk mempelajari suasana, bagaimana suasana yang digambarkan oleh penulis lakon dapat diwujudkan oleh pemeran lewat tingkah laku, ucapan, maupun hubungan secara keseluruhan.

c. Untuk menggabungkan beberapa kualitas yang dapat dipelajari saat mengamati.

d. Untuk memperkaya perbendaharaan gambar yang bersifat fisik atau realitas.

e. Untuk mencari detail-detail objek secara spesifik dan diaplikasikan pada peran.

Contoh:

Seandainya pemeran memainkan lakon Kereta Kencana Karya Eugene Ionesco terjemahan WS. Rendra. Langkah pertama adalah menganalisis lakon tersebut, kemudian menganalisis karakter yang akan dimainkan. Langkah selanjutnya adalah mengobservasi pera-peran yang ada dalam lakon tersebut, yaitu pada tokoh kakek dan nenek berdasarkan analisis karakter. Kakek adalah seorang orang yang sangat renta, punya penyakit pada saluran pernafasan, sudah pasrah pada kematian, seperti

anak kecil, mantan profesor yang dilupakan tapi juga seorang grilyawan. Observasi difokuskan pada orang-orang yang mempunyai ciri-ciri tersebut. Tempat observasi bisa dimana saja, baik di jalanan, di rumahnya sendiri, di rumah jompo dan lain-lain. Hasil dari observasi akan dicoba pada tempat latihan. Latihan dilakukan secara berulang-ulang sampai menemukan gambaran yang pas baik dari sisi fisik maupun dari sisi psikisnya.

5.3 Interpretasi

Interpretasi pada karakter adalah usaha seorang pemeran untuk menilai karakter peran yang akan dimainkan. Hasil penilaian ini didapat sesuai tingkat kemampuan, pengalaman dan hasil analisis karakter pada lakon. Fungsi interpretasi adalah untuk menjadikan karakter peran menjadi bagian dari diri pemeran. Jadi, pemeran bisa memahami sebuah peranan dan bersimpati dengan tokoh yang hendak digambarkan. Kemudian pemeran berusaha menempatkan dirinya dalam diri karakter tokoh peran. Akhirnya laku pemeran menjadi laku karakter peran.

Setelah menganalisis karakter dan mendapatkan informasi lengkap, maka pemeran perlu melakukan tafsir atau interpretasi. Interpretasi ini berdasarkan data hasil analisa karakter, observasi, dan pangalaman pemeran untuk memberi sentuhan dan atau penyesuaian terhadap peran yang akan dimainkan. Proses ini bisa disebut sebagai proses asimilasi (perpaduan) antara gambaran peran yang diciptakan oleh pemeran dan gambaran peran yang diinginkan oleh penulis lakon. Seorang pemeran sebetulnya boleh tidak melakukan interpretasi terhadap karakter, artinya, ia hanya sekedar melakukan apa yang dikehendaki oleh karakter apa adanya sesuai dengan hasil analisis. Akan tetapi, sangat mungkin seorang pemeran memiliki gagasan tertentu yang akan ditampilkan dalam pementasan setelah menganalisa sebuah karakter.

Hasil dari interpretasi terhadap karakter ini juga harus dipadukan dengan interpretasi sutradara, karena sutradara adalah perangkai atau yang merajut semua unsur pementasan. Proses interpretasi biasanya menyangkut unsur gambaran fisik dan kejiwaan.

x Gambaran Fisik. Interpretasi terhadap gambaran fisik sangat perlu, karena merupakan sesuatu yang pertama dilihat oleh penonton. Fisik peran sangat dipengaruhi oleh sosio budaya dan letak geografis. Penulis lakon ketika menciptakan karakter terkadang mendapatkan bahan dari sekelilingnya. Penulis lakon terkadang memberi gambaran fisik peran secara samar dan tidak mendetail. Tugas seorang pemeran adalah mengadaptasi fisik peran tersebut menjadi menjadi fisik pemeran sehingga bisa dimainkan. Misalnya, hasil analisis

karakter tersebut berarti ada proses interpretasi, yaitu sosok fisik orang Inggris menjadi sosok orang Indonesia, tingkat kekurusan tubuh, warna kulit, tingkat warna putih pada rambut dan jenggotnya, meskipun ini bisa dibantu dengan make-up. Tetapi struktur tulang dan keseluruhan bentuk fisik ini yang agak susah, maka bisa dibuat raja Lear versi Indonesia.

x Kejiwaan. Kejiwaan seseorang sangat dipengaruhi oleh strata sosial, tingkat pendidikan, budaya, pengalaman hidup, dan pengendalian emosi. Kejiwaan ini menpengaruhi semua aspek tingkah laku bahkan cara berkomunikasi. Interpretasi kejiwaan peran dilakukan karena berhubungan dengan manusia yang hidup dan memiliki jiwa. Tugas seorang pemeran adalah menjadikan jiwa peran menjadi jiwanya sendiri. Proses ini perlu adanya penyesuaian-penyesuaian atau bila perlu jiwa peran tersebut diinterpretasikan secara lain karena proses adaptasi. Misalnya, kejiwaan Raja Lear diinterpretasikan bukan sebagai orang yang pemarah atau tingkat kemarahan itu, tetapi disesuaikan dengan kemarahan orang yang berpengaruh pada budaya asal pemeran. Hal ini bisa dan diperbolehkan asal sesuai dengan konsep garap yang dibuat oleh sutradara dalam keseluruhan pementasan.

Dalam dokumen BAB IV PEMERANAN 1. Olah Tubuh (Halaman 103-106)

Dokumen terkait