• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PENGANUT AGAMA HINDU ETNIS KARO

3.1 Sejarah Agama Hindu

3.1.1 Lahirnya Agama Hindu di India

Perkembangan agama Hindu di India, menurut Soekmono ( 2009 ), pada hakekatnya dapat dibagi menjadi 4 fase yaitu zaman Weda, zaman Brahmana, zaman Upanisad dan zaman Budha.

- Zaman Weda

Pada waktu bangsa Arya berada di Punjab di lembah sungai Sindhu, sekitar 2500 - 1500 tahun SM, setelah mendesak bangsa Dravida kesebelah Selatan sampai ke dataran tinggi Dekkan. Bangsa Arya telah memiliki peradaban tinggi, mereka menyembah dewa - dewa seperti Agni, Varuna, Vayu, Indra, Siwa dan sebagainya. Walaupun dewa - dewa itu banyak, namun semuanya adalah manifestasi dan perwujudan Tuhan Yang Maha Tunggal. Tuhan yang tunggal dan maha kuasa dipandang sebagai pengatur tertib alam semesta. Pada zaman ini, masyarakat dibagi atas kaum brahmana yaitu golongan pendeta, ksatriya yaitu golongan pemerintahan dan tentara, waisya yaitu golongan pedagang dan sudra yaitu golongan para buruh atau pekerja kasar.

- Zaman Brahmana

Kekuasaan kaum brahmana amat besar pada kehidupan keagamaan. Kaum

brahmanalah yang mengantarkan persembahan orang kepada para dewa pada

beragama yang teratur. Kitab brahmana adalah kitab yang menguraikan tentang upacara keagamaan. Penyusunan tentang tata cara upacara agama berdasarkan wahyu - wahyu Tuhan yang termuat di dalam ayat - ayat kitab suci Weda.

- Zaman Upanisad

Pada zaman upanisad, lebih meningkat pada pengetahuan batin yang lebih tinggi, yang dapat membuka tabir rahasia alam gaib. zaman upanisad ini adalah zaman pengembangan dan penyusunan falsafah agama, yaitu zaman orang berfilsafat atas dasar Weda. Pada zaman ini muncullah ajaran filsafat yang tinggi, yang kemudian dikembangkan pula pada ajaran purana. Sejak zaman purana, pemujaan Tuhan sebagai Tri Murti menjadi umum.

- Zaman Budha

Zaman budha dimulai ketika putra Raja Sudhodana yang bernama Sidharta, menafsirkan Weda dari sudut logika dan mengembangkan sistem yoga dan

semadhi, sebagai jalan untuk menghubungkan diri dengan Tuhan.

3.1.2 Masuknya dan Penyebaran Agama Hindu di Indonesia

Dalam bukunya R. Moh Ali ( 2005 ), Ada beberapa pendapat dari para ahli mengenai masuknya agama Hindu ke Indonesia, pendapat para ahli tersebut adalah :

- Krom ( ahli - Belanda ), dengan teori Waisya

Masuknya pengaruh Hindu ke Indonesia adalah melalui kaum pedagang yang datang dari India ke Indonesia. Pada saat itu kontak para pedagang dengan masyarakat asli Indonesia saat itu terjadi proses saling mempengaruhi antara

mereka. Termasuk dalam bidang kepercayaan seperti yang terjadi ada agama Hindu.

- Mookerjee ( ahli - India tahun 1912 ).

Menyatakan bahwa masuknya pengaruh Hindu dari India ke Indonesia dibawa oleh para pedagang India dengan armada yang besar. Setelah sampai di pulau Jawa ( Indonesia ), mereka mendirikan koloni dan membangun kota - kota sebagai tempat untuk memajukan usahanya. Dari tempat itulah mereka sering mengadakan hubungan dengan India. Kontak yang berlangsung sangat lama, maka terjadi penyebaran agama Hindu di Indonesia.

- Moens dan Bosch ( ahli - Belanda )

Menyatakan bahwa peranan kaum ksatrya sangat besar pengaruhnya terhadap penyebaran agama Hindu dari India ke Indonesia. Demikian pula pengaruh kebudayaan Hindu yang dibawa oleh para para rohaniwan Hindu dari India ke Indonesia.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia terjadi pada awal tahun masehi, ini dapat diketahui dengan adanya bukti tertulis atau benda - benda purbakala. Abad ke 4 Masehi diketemukannya tujuh buah yupa 6 peningalan kerajaan Kutai di Kalimantan Timur. Dari tujuh buah yupa, didapatkan keterangan mengenai kehidupan keagamaan pada waktu itu, yang menyatakan bahwa yupa didirikan

untuk memperingati dan melaksanakan yadnya 7 oleh Mulawarman, sebagai kepercayaan Hinduisme.

Masuknya agama Hindu ke Indonesia, menimbulkan perubahan yang besar, yaitu berakhirnya zaman prasejarah di Indonesia. Perubahan dari religi kuno ke dalam kehidupan beragama yang memuja Tuhan Yang Maha Esa dengan kitab suci Weda dan juga munculnya kerajaan yang mengatur kehidupan suatu wilayah. Selain di Kutai ( Kalimantan Timur ), agama Hindu juga berkembang di Jawa Barat, pada abad ke - 5 dengan diketemukannya tujuh buah prasasti, yakni prasasti

ciaruteun, kebonkopi, jambu, pasir awi, muara cianten, tugu dan lebak. Semua

prasasti tersebut berbahasa sansekerta dan memakai huruf palawa. Dari prasasti - prasasti didapatkan keterangan yang menyebutkan bahwa Raja Purnawarman adalah Raja Tarumanegara beragama Hindu, beliau adalah raja yang gagah berani dan lukisan tapak kakinya disamakan dengan tapak kaki Dewa Wisnu (Poesponegoro, 2008).

3.1.3 Masuknya Agama Hindu pada Etnis Karo

Etnis Karo sudah mengenal Hindu dari sejak 685 M, hal tersebut di buktikan dengan adanya kerajaan Karo yang di rajai oleh raja Haru. Kerajaan tersebut terletak di daerah Deli Tua dan merupakan kerajaan Hindu yang ada di Sumatera Utara ( Darwan Prinst, 2005 ).

7

Yadnya adalah persembahan suci yang dilakukan dengan hati yang tulus iklas dan merupakan salah satu kewajiban bagi umat Hindu.

Pada zaman penjajahan Belanda, etnis Tamil yang berasal dari India didatangkan ke daerah Sumatera Utara untuk dijadikan sebagai buruh kasar, yang diperkerjakan di perkebunan - perkebunan milik Belanda yang ada di Sumatera Utara. Etnis Tamil tersebut juga membawa kepercayaan - keparcayaannya, sehingga mempengaruhi kepercayaan penduduk asli.

Penyebaran ajaran Hindu, dilakukan oleh para kaum brahmana ( pendeta ) dari india yang sengaja langsung datang untuk menyebarkan agama Hindu kepada penduduk asli, khususnya etnis Karo yang ada di Sumatera Utara. Hal tersebut ditandai dengan adanya marga brahmana yang merupakan bagian dari marga

sembiring pada etnis Karo. Selain marga brahmana, terdapat juga marga yang

lainnya yang berasal dari India, marga tersebut adalah colia, pandia, keling,

meliala yang kesemuanya tersebut tergabung dalam sub marga sembiring. Selain

marga brahmana, semua sub marga sembiring tersebut berasal dari kotanya masing - masing yang ada di India.

Menurut Juara Ginting ( 2009 ), masuknya etnis Karo ke agama Hindu disebabkan, pada tahun 1972 dibentuklah organisasi bernama Parisada Hindu Karo (PHK), dengan dukungan kelompok Hindu Tamil dari Medan. Kelompok Hindu Tamil menganggap dan mengklem bahwa kepercayan dan upacara tradisional pada etnis Karo salah satu bentuk kepercayaan Hinduisme. Pada tahun 1985, Parisada Hindu Dharma Indonesia ( PHDI ) meresmikan Parisada Hindu Karo ( PHK ), menjadi cabang PHDI dengan nama Parisada Hindu Dharma Karo (PHDK). Pada tahun 1980, kerjasama antara Hindu etnis Karo dengan Hindu Tamil mulai melemah. Karena pada saat itu Hindu Bali mendominasi Parisada

Hindu Dharma Indonesia cabang provinsi Sumatera Utara. Hindu Karo perlahan - lahan beralih dari Hindu Tamil ke Hindu Bali.

Di Desa Lau Rakit, pada awalnya penduduk setempat menganut agama tradisional yaitu agama perbegu ( pemena ). Agama perbegu ( pemena ) adalah suatu kepercayan terhadap roh - roh nenek moyang dan benda - benda yang mempunyai kekutan gaib. Roh nenek moyang dan benda - benda tersebut disembah, karena mereka anggap dapat membantu mereka dalam menuntaskan masalah yang berasal dari luar logika mereka.

Penyembahan terhadap roh nenek moyang dan benda - benda tersebut dilakukan dengan berbagai macam kegiatan upacara religi tradisional Karo. Adapun upacara tersebut adalah ercibal ( pemberian sesjen ), erpangir ku lau yang dipimpim oleh seorang dukun yaitu guru sibaso yang dianggap mempunyai kekuatan mistik dan dapat menghubungkan mereka dengan roh yang telah meninggal.

Upacara agama perbegu ( pemena ) yang dilakukan dengan berbagai kagiatan upacara - upacara tradisonal Karo tersebut, dianggap mirip dengan upacara Hinduisme. Maka Sampalan Purba ( Karo ) yang berasal dari daerah Deli Tua bekerja sama dengan penganut agama pemena ( perbegu ), mengundang pendeta Hindu yang berasal dari Bali untuk datang ke Desa Lau Rakit. Pendeta Hindu yang berasal dari Bali mengajarkan mengenai konsep ke-Tuhan-an kepada mereka dan menghubungankan kepercayaan agama Hindu dengan kepercayaan agama tradisional Karo tersebut.

Pada tahun 1976 dibentuklah Parisada Hindu Dharma bagi etnis Karo yang ada di Desa Lau Rakit. Struktur pengurusan Parisada Hindu Dharma pada waktu itu adalah ketuanya Leket Tarigan, wakil ketua adalah Penjahitan ginting, sekretaris adalah umbun Barus dan dibantu oleh 2 orang lainnya yaitu Mucul Barus dan Prep Barus.

Dokumen terkait