• Tidak ada hasil yang ditemukan

UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2009 TENTANG PENERBANGAN

C. Sejarah Berdirinya PT Garuda Indonesia (Persero) di Indonesia

Berdasarkan data yang penulis peroleh dari PT.Garuda Indonesia (Persero), sejarah Garuda Indonesia berawal dari tahun 1940-an. Di mana Indonesia masih berperang melawan Belanda. Pada saat itu, Garuda terbang jalur spesial dengan pesawat DC-3. 26 Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi maskapai penerbangan ini. Pada saat itu nama maskapai ini adalah Indonesian Airways. Pesawat pertama mereka bernama Seulawah atau Gunung Emas, yang

diambil dari nama gunung terkenal di Aceh. Dana untuk membeli pesawat ini didapatkan dari sumbangan rakyat Aceh, pesawat tersebut dibeli seharga 120,000 dolar malaya yang sama dengan 20 kg emas. Maskapai ini tetap mendukung Indonesia sampai revolusi terhadap Belanda berakhir. Garuda Indonesia mendapatkan konsesi monopoli penerbangan dari Pemerintah Republik Indonesia pada tahun 1950 dari Koninklijke Nederlandsch Indie Luchtvaart Maatschappij (KNILM), perusahaan penerbangan nasional Hindia Belanda. Garuda adalah hasil joint venture antara Pemerintah Indonesia dengan maskapai Belanda Koninklijke Luchtvaart Maatschappij (KLM). Pada awalnya, Pemerintah Indonesia memiliki 51% saham dan selama 10 tahun pertama, perusahaan ini dikelola oleh KLM. Karena paksaan nasionalis, KLM menjual sebagian dari sahamnya di tahun 1954 ke pemerintah Indonesia.25

Pada 1953, maskapai ini memiliki 46 pesawat, tetapi pada 1955 pesawat Catalina mereka harus pensiun. Tahun 1956 mereka membuat jalur penerbangan pertama ke Mekkah. Tahun 1960-an adalah saat kemajuan pesat maskapai ini. Tahun 1965 Garuda mendapat dua pesawat baru yaitu pesawat jet Convair 990 Pemerintah Burma banyak menolong maskapai ini pada masa awal maskapai ini. Oleh karena itu, pada saat maskapai ini diresmikan sebagai perusahaan pada 31 Maret 1950, Garuda menyumbangkan Pemerintah Burma sebuah pesawat DC-3. Pada mulanya, Garuda memiliki 27 pesawat terbang, staf terdidik, bandara dan jadwal penerbangan, sebagai kelanjutan dari KNILM. Ini sangat berbeda dengan perusahaan-perusahaan pioneer lainnya di Asia.

25

dan pesawat turboprop Lockheed L-118 Electra. Pada tahun 1961 dibuka jalur menuju Bandara Internasional Kai Tak di Hong Kong dan tahun 1965 tibalah era jet, dengan DC-8 mereka membuat jalur penerbangan ke Bandara Schiphol di Haarlemmermeer, Belanda, Eropa.

Tahun 1970-an Garuda mengambil Jet kecil DC-9 dan Fokker F28 saat itu Garuda memiliki 36 pesawat F28 dan merupakan operator pesawat terbesar di dunia untuk jenis pesawat tersebut, sementara pada 1980-an mengadopsi perangkat dari Airbus, seperti A300. Dan juga Boeing 737, juga McDonnell Douglas MD-11.

Dalam tahun 1990-an, Garuda mengalami beberapa musibah, dan maskapai ini mengalami periode ekonomi sulit. Tetapi, dalam tahun 2000-an ini maskapai ini telah dapat mengatasi masalah-masalah di atas dan dalam keadaan ekonomi yang bagus.

Salah satu lelucon awal mengenai maskapai penerbangan ini adalah bahwa Garuda merupakan akronim dari "Good Airline Run Under Dutch Administration" (Maskapai penerbangan yang baik bila dijalankan di bawah administrasi Belanda) atau "Good And Reliable Under Dutch Administration" (Maskapai yang baik dan terpercaya bila dijalankan di bawah administrasi Belanda). Ini mungkin merujuk pada kenyataan bahwa 10 tahun pertama, Garuda dikelola oleh KLM.

Pada 25 Desember 1949, wakil dari KLM yang juga teman Presiden Soekarno, Dr. Konijnenburg, menghadap dan melapor kepada Presiden di Yogyakarta bahwa KLM Interinsulair akan diserahkan kepada pemerintah sesuai dengan hasil Konferensi Meja Bundar (KMB) dan meminta kepada beliau

memberi nama bagi perusahaan tersebut karena pesawat yang akan membawanya dari Yogyakarta ke Jakarta nanti akan dicat sesuai nama itu.

Menanggapi hal tersebut, Presiden Soekarno menjawab dengan mengutip satu baris dari sebuah sajak bahasa Belanda gubahan pujangga terkenal, Noto Soeroto di zaman kolonial, Ik ben Garuda, Vishnoe's vogel, die zijn vleugels uitslaat hoog boven uw eilanden ("Aku adalah Garuda, burung milik Wisnu yang membentangkan sayapnya menjulang tinggi diatas kepulauanmu")

Maka pada 28 Desember 1949, terjadi penerbangan yang bersejarah yaitu pesawat DC-3 dengan registrasi PK-DPD milik KLM Interinsulair terbang membawa Presiden Soekarno dari Yogyakarta ke Kemayoran - Jakarta untuk pelantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan logo baru, Garuda Indonesian Airways, nama yang diberikan Presiden Soekarno kepada perusahaan penerbangan pertama ini

Mulai Juli 2009, Garuda Indonesia telah menggunakan livery baru pada beberapa pesawatnya yang terbaru yaitu pada Airbus A330-200 dengan registrasi PK-GPJ PK-GPK dan PK-GPH, serta sebuah Boeing 737-800 dengan registrasi PK-GMA. Keempat pesawat tersebut telah diperbaharui tampilan eksteriornya dengan livery baru untuk menyegarkan penampilan maskapai Garuda Indonesia.

Kabin pesawat Garuda Indonesia yang baru juga dilengkapi dengan PTV (Personal Television) pada setiap kursinya, 11 inci untuk kelas bisnis dan 8 inci untuk kelas ekonomi. Warna biru yang dominan pada kursi lama pesawat juga

diubah. Warna merah maroon digunakan pada kursi kelas bisnis, sedangkan kombinasi warna coklat tua - coklat muda digunakan pada kursi kelas ekonomi.26

Pada peristiwa Konferensi Asia Afrika yang digelar di Bandung, Jawa Barat 19 April 1955, Garuda Indonesia adalah maskapai penerbangan resmi untuk melayani delegasi dari 29 negara, termasuk kepala Negara dari Bandara Kemayoran, Jakarta Selatan sebelum mereka melakukan perjalanan ke Bandung. ketika peringatan 50 tahun Konferensi Asia Afrika pada April 2005, Garuda Indonesia menjadi maskapai penerbangan resmi yang membawa 75 kepala negara termasuk Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan dari Bandara Halim Perdana Kusuma di Jakarta menuju Bandung

Penerbangan pertama Garuda Indonesia dimulai pada tahun 1949. Pesawat pertamanya adalah Dakota DC-3. Pada akhir tahun1950-an, Garuda mempunyai 38 unit pesawat terbang yang terdiri 22 unit DC3, 8 pesawat Amphibi Catalina dan 8 Convair 240. pada tahun 1953, armada bertambah menjadi 46 unit dengan tambahan 8 unit Convair 340. dan pada tahun 1954,ditambah lagi dengan 14 unit De Havilland Herons. Pesawat Catalina mengalami kerusakan pada tahun 1955.

Garuda Indonesia memulai pelayanan penumpang menuju Bali pada tahun 1951 dengan menggunakan pesawat Douglas Dakota DC-3. Pelayanan pertama Garuda antara Denpasar-Sydney pada tahun 1961 dengan menggunakan pesawat Douglas DC-8. Secara konsisten Bali terpilih sebagai ”Pulau Terbaik di Dunia” dan Garuda mempunyai peranan penting dalam mengembangkan Bali sebagai tujuan wisata internasional.

Pada Juni 1956, penerbangan haji pertama membawa 40 jemaah haji menuju Saudi Arabia, Garuda Indonesia menggunakan pesawat Convair 340. Saat ini penerbangan haji membawa lebih dari 100.000 jemaah haji menuju Jeddah dari Indonesia tiap tahunnya.

Tahun 1961 peluncuran armada turbo-prop lockheed electras sekaligus peluncuran rute penerbangan ke Hong Kong. Pada tahun 1965, Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan yang pertama dari Asia Tenggara untuk menawarkan layanan antar benua dari Jakarta ke Amsterdam melalui Colombo, Bombay, Roma, dan Prague. Penerbangan itu dioperasikan oleh pesawat terbang Convair 990A yang masih memegang rekor sebagai penerbangan sipil sub-sonic tercepat di dunia.

Dari awal tahun 1970-an hingga pertengahan 1980-an, Garuda Indonesia mengoperasikan armada yang paling besar Fokker Fellowship F-28 twinjets di dalam dunia. Pada saat bersamaan, armada Fokker F-28 terdiri atas 42 pesawat terbang, termasuk Mk-1000 dari 1971, Mk-3000 dari 1976, dan Mk-4000 yang versi paling terbaru dari tahun 1984. layanan F-28 diakhiri pada 5 April 2001 dengan Garuda Indonesia dan mentransfer ke Citilink, pengangkut biaya yang rendah dari Garuda Indonesia.

Garuda Indonesia menjadi penerbangan jet pada 1977, ketika berakhirnya pesawat terbang mesin turboprop Fokker Friendship F-27 digantikan oleh Fokker Fellowship F-28 Mk-3000 twinjets. Armada terdiri atas empat pesawat terbang Douglas DC-10 yang wide-bodied, tiga Douglas DC-8's, Delapan belas Douglas

DC-9's, dan tiga puluh dua Fokker F-28's. Semua armada mengizinkan Garuda Indonesia untuk menawarkan tingkat kenyamanan yang baru dan keandalan mengarungi kepulauan Indonesia

21 Januari 1982, Garuda Indonesia adalah perusahaan penerbangan pertama untuk mengoperasikan suatu Airbus A300-B4 FFCC menggunakan suatu rancangan khusus kokpit pesawat terbang modern.

Tahun 1985 perbaikan fasilitas Garuda Indonesia di Bandar Udara Internasional Soekarno Hatta dan garuda training centre di Jakarta barat telah diresmikan, agustus 2009 garuda indonesia akan menggunakan pesawat boeing B737-800NG untuk memenuhi permintaan pasar.dan pada tahun 2011 Garuda Indonesia akan menggunakan pesawat Boeing B777-300ER yang bias mengangkut 365 penumpang mengarungi 14685 kilometer nonstop

Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonantie Stb. 1939-100) merupakan salah satu peraturan hukum yang mengatur mengenai syarat-syarat untuk pengangkutan barang melalui udara disamping Undang-undang No.1 tahun 2009 Tentang Penerbangan.

Persyaratan umum penyelenggaraan pengangkutan barang melalui udara yang berlaku di Indonesia adalah apa yang dikatan sebagai “General Conditons of Carriage” yang telah disetujui bersama oleh negara anggota dari International Air Transport Association (IATA), dimana Indonesia menjadi anggotanya melalui Garuda Indonesia Airlines (GIA). International Air Transport of Association ini berlaku terhadap penumpang dan bagasi maupun muatan barang

Syarat-syarat umum pengangkutan atau General Conditions of Carriage ini dibuat adalah bertujuan mengadakan keseragaman dalam syarat-syarat pengangkutan dari para negara anggotanya, berlaku bagi pengangkutan barang melalui udara internasional dan domestik bagi negara yang menjadi anggota I.A.T.A untuk diselenggarakan oleh pengangkut udara.

Syarat-syarat khusus yang diberlakukan oleh pengangkutan udara adalah disesuaikan dengan persyaratan umum yang telah berlaku dan didasarkan kepada General Conditions of Carriage dari IATA (International Air Transport Association).

Tiket penumpang pesawat udara sebagai contoh biasanya telah memuat syarat-syarat khusus pengangkutan udara karena itu dengan diterimanya tiket itu oleh seorang penumpang maka terjadilah suatu perjanjian pengangkutan udara antara penumpang itu sendiri dengan pihak pengangkut yang syarat-syaratnya telah dianggap diketahui semuanya oleh kedua belah pihak dan menjadi hukum bagi kedua belah pihak tersebut.

Tiap-tiap pengangkut udara mempunyai syarat-syarat khusus yang didasarkan pada syarat-syarat umum dari IATA. “The General Condition of Carriage”. Sebagai contoh syarat-syarat khusus tersebut diambil dari syarat-syarat khusus pengangkutan udara yang tercantum pada tiket GIA (Garuda Indonesia Airlines) bagi pengangkutan dalam negeri, yakni:27

1. Perjanjian pengangkutan ini tunduk pada ketentuan-ketentuan Undang- Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, serta pada syarat-syarat

27

pengangkutan, tarif-tarif, peraturan-peraturan dinas, kecuali waktu-waktu berangkat dan tiba yang tersebut didalamnya, dan peraturan-peraturan lain dari pengangkut yang merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari perjanjian ini, dan yang dapat diperiksa di kantor-kantor pasasi pengangkut. 2. Tiket penumpang hanya dapat dipergunakan oleh orang yang namanya tertera

diatasnya, dan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain. Penumpang menyetujui bahwa bila perlu pengangkut dapat memeriksa apakah tiket ini benar dipakai oleh orang yang berhak. Jika tiket ini dipergunakan atau dicoba untuk dipergunakan oleh seorang lain dari pada yang namanya tersebut dalam tiket ini maka pengangkut berhak menolak pengangkutan orang tersebut, serta hak pengangkutan dengan tiket ini oleh orang yang berhak dan tertera dalam tiket menjadi batal.

3. Hak untuk menyelenggarakan perjanjian pengangkutan ini kepada perusahaan pengangkutan lain, serta hak untuk mengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disetujui tetap berada ditangan pengangkut.

4. Pengangkut tidak bertanggungjawab atas kerugian apapun juga yang ditimbulkan oleh pembatalan dan/atau kelambatan penyerahan bagasi.

5. Bagasi yang tercatat yang diangkut berdasarkan perjanjian ini hanya akan diserahkan kepada penumpang, jika surat bagasinya dikembalikan kepada pengangkut.

6. Pengangkut bertanggungjawab atas kerugian-kerugian yang timbul pada penumpang dan bagasi dengan mengingat pada syarat-syarat dan batas-batas

yang ditentukan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

7. Bila penumpang pada saat penerimaan bagasi itu tidak mengajukan protes maka dianggap bahwa bagasi itu telah diterima dalam keadaan lengkap dan baik.

8. Semua tuntutan kerugian harus dibuktikan besarnya kerugian yang diderita. 9. Tidak seorangpun dari agen-agen, pegawai-pegawai atau wakil-wakil

pengangkut berhak mengubah atau membatalkan syarat-syarat pengangkutan, tarif-tarif, peraturan-peraturan dinas dan peraturan-peraturan lain dari pengangkut yang berlaku baik sebagian maupun seluruhnya.

Pemegang tiket penumpang pesawat udara yang sah adalah penumpang yang tertera namnya didalam tiket tersebut, dimana apabila terjadi kerugian yang disebabkan kesalahan atau kelalaian oleh pihak pengangkut atau pegawai yang bekerja pada pengangkut udara maka tiket itu dapat digunakan sebagai bukti yang sah untuk menuntut ganti kerugian yang diderita dan bagi pengangkut barang yang berlaku adalah suarat muatan barang.

Telah diterangkan sebelumnya, Pasal 155 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan menyatakan bahwa surat muatan udara diperlukan sebagai bukti tentang adanya perjanjian pengangkutan barang melalui udara, penerimaan barang dan syarat-syarat pengangkutan sehingga dapat dilihat fungsi dari surat muatan udara adalah sebagai berikut :

1. Surat muatan udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 150 huruf d wajib dibuat oleh pengirim kargo.

2. Surat muatan udara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:

a. tanggal dan tempat surat muatan udara dibuat; b. tempat pemberangkatan dan tujuan;

c. nama dan alamat pengangkut pertama; d. nama dan alamat pengirim kargo; e. nama dan alamat penerima kargo;

f. jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada;

g. jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo; h. jenis atau macam kargo yang dikirim; dan

i. pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

3. Penyerahan surat muatan udara oleh pengirim kepada pengangkut membuktikan kargo telah diterima oleh pengangkut dalam keadaan sebagaimana tercatat dalam surat muatan udara.

4. Dalam hal surat muatan udara tidak diisi keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau tidak diserahkan kepada pengangkut, pengangkut tidak berhak menggunakan ketentuan dalam undang-undang ini untuk membatasi tanggung jawabnya

Agar suatu perjalanan dapat terselenggara dengan baik dan lancar maka harus diperhatikan beberapa mengenai dokumen-dokumen pengangkut. Adapun yang menjadi dokumen-dokumen dalam pengangkutan adalah antara lain :

1. Tiket penumpang 2. Tiket bagasi

3. Surat muatan udara

ad. 1. Tiket Penumpang

Tiket penumpang adalah suatu tanda bukti bahwa seseorang telah membayar uang angkutan dan akibatnya berhak naik pesawat udara sebagai penumpang.

Tiket penumpang juga merupakan tanda bukti telah ditutupnya perjanjian pengangkutan antara penumpang dan pengangkut, jadi penumpang adalah salah satu pihak dalam perjanjian pengangkutan udara sedangkan pihak lawannya adalah pengangkut udara. Tiket penumpang merupakan syarat dalam perjanjian pengangkutan udara, tetapi bukan merupakan syarat mutlak sebab tidak adanya tiket penumpang tidak berarti tidak adanya perjanjian pengangkutan udara (Pasal 150 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan). Jadi perjanjian pengangkutan udara bersifat konsensuil yang adanya perjanjian itu pertama kali harus dibuktikan dengan tiket penumpang. Bila tiket penumpang ini tidak ada, salah dibuatnya atau hilang maka perjanjian pengangkut udara dapat dibutkikan dengan alat pembuktian yang lain.

Adapun menurut Pasal 151 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tiket penumpang itu berisi :

1. nomor, tempat, dan tanggal penerbitan; 2. nama penumpang dan nama pengangkut;

3. tempat, tanggal, waktu pemberangkatan, dan tujuan pendaratan; 4. nomor penerbangan;

5. tempat pendaratan yang direncanakan antara tempat pemberangkatan dan tempat tujuan, apabila ada; dan

6. pernyataan bahwa pengangkut tunduk pada ketentuan dalam undang- undang ini.

Dari ketentuan diatas tampak bahwa nama penumpang tidak diharuskan ditulis dalam tiket penumpang itu. Tetapi dalam praktek nama penumpang selalu ditulis dalam tiket. Penulis setuju dengan kebiasaan ini apalagi kalau ditinjau dari sudut ketertiban dan keamanan. Hal ini berhubungan erat dengan syarat-syarat khusus dari perusahaan pengangkutan udara yang bersangkutan, misalnya pada GIA yang berbunyi “tiket penumpang ini hanya dapat dipergunakan oleh orang yang namanya tertera di dalam tiket tersebut, dan tidak dapat dipergunakan oleh orang lain. Penumpang menyetujui bahwa bila perlu pengangkut dapat memeriksa apakah tiket ini benar-benar dipakai oleh orang yang berhak. Jika tiket ini dipergunakan atau dicoba untuk dipergunakan oleh seorang lain dari pada yang namanya tersebut dalam tiket ini, serta hak pengangkutan dengan tiket ini oleh orang yang berhak menjadi batal”.28

Jadi untuk kepentingan ketertiban dan keamanan penulis setuju nama penumpang itu ditulis dalam tiket penumpang yang bersangkutan.tidak perlu tiket ini dinyatakan merupakan perjanjian pengangkutan udara, tetapi tiket itu

merupakan tanda bukti adanya perjanjian pengangkutan udara dan perjanjian pengangkutan ini bersifat konsensuil.

Ad.2 Tiket Bagasi

Dalam pengangkutan itu sendiri, disamping pengangkutan terhadap subjek hukum seperti manusia juga terdapat pengangkutan terhadap benda seperti bagasi.

Tiket bagasi adalah tanda bukti penitipan barang yang nanti bila penumpang turun dari pesawat terbang, barang bagasi itu akan diminta kembali. Tiket bagasi berhubungan erat sekali dengan perjanjian angkutan, merupakan “accessoire verbintenis”. 29

29

Ibid, hal.97

Tiket bagasi berhubungan dengan barang-barang bagasi. Barang-barang adalah barang-barang yang dilaporkan kepada pengangkut dan untuk itu penumpang mendapat tiket bagasi. Jadi, tiket bagasi itu hubungannya erat sekali dengan perjanjian pengangkut. Tetapi meskipun begitu, tidak adanya tiket bagasi, suatu kesalahan didalamnya atau hilangnya tiket bagasi itu tidak mempengaruhi adanya atau berlakunya perjanjian pengangkutan udara yang tetap akan tunduk pada ketentuan-ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Akan tetapi bila pengangkut udara menerima bagasi untuk diangkut tanpa memberikan suatu tiket maka dia tidak berhak mempergunakan ketentuan- ketenuan Pasal 153 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

Dari ketentuan ini dapat ditarik kesimpulan bahwa untuk kepentingannya sendiri, pengangkut udara harus memberikan tiket bagasi kepada penumpang sebab kalau tidak, dia akan rugi bila barang bagasi itu hilang atau rusak.

Barang-barang yang dibawa penumpang dalam perjalan ada dua macam, yaitu:

1. Barang bawaan ialah barang-barang kecil yang dapat dibawa serta oleh penumpang dalam tempat duduknya, misalnya : koper tangan (hand back). Adanya barang-barang ini tidak perlu lagi dilaporkan kepada pengangkut dan terhadap barang-barang ini tidak dipungut biaya.

2. Barang-barang bagasi ialah barang-barang yang dilaporkan kepada pengangkut dan untuk ini penumpang mendapat tiket bagasi. Sampai berat tertentu penumpang dapat melaporkan barang bagasi tanpa biaya.

Menurut Pasal 153 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, tiket bagasi itu harus berisi :

1.nomor tanda pengenal bagasi;

2.kode tempat keberangkatan dan tempat tujuan; dan 3.berat bagasi.

Dari ketentuan tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa tiket bagasi ini bersifat atas pembawa, tetapi tidak dimaksudkan bahwa tiket ini bisa diperjual- belikan. Tiket bagasi ini dibuat rangkap dua, satu untuk penumpang yang lainnya untuk pengangkut udara yang bersangkutan.

Ad.3 Surat Muatan Udara

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 Tentang

Penerbangan Surat Muatan Udara (airway bill) adalah dokumen berbentuk cetak, melalui proses elektronik, atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima kargo untuk mengambil kargo.

Akan tetapi sebaliknya pengirim berhak meminta kepada pengangkut untuk menerima surat muatan udara. Surat muatan udara itu dibuat oleh pengirim dalam rangkap tiga dan diserahkan bersama-sama dengan barangnya kepada pengangkut. Tiga rangkap surat muatan tersebut diperinci sebagai berikut :

1. Lembar pertama memuat kata-kata “untuk pengangkut”, lembar ini ditantangani oleh pengirim.

2. Lembar kedua memuat kata-kata “untuk penerima”, lembar ini ditandatangani oleh pengirim dan pengangkut, dan dikirim bersama-sama barangnya.

3. Lembar ketiga ditanda tangani oleh pengangkut dan setelah barang-barang diterimanya, diserahkan kepada pengirim.

Setelah barang-barang diterimanya, maka oleh pengangkut harus menandatangani surat muatan itu. Tanda tangan pengangkut diganti dengan cap, sedang tanda tangan pengirim dapat dicetak atau dengan cap.

Dalam Pasal 155 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan Surat muatan udara itu udara itu harus berisi :

2. tempat pemberangkatan dan tujuan; 3. nama dan alamat pengangkut pertama; 4. nama dan alamat pengirim kargo; 5. nama dan alamat penerima kargo;

6. jumlah, cara pembungkusan, tanda-tanda istimewa, atau nomor kargo yang ada;

7. jumlah, berat, ukuran, atau besarnya kargo; 8. jenis atau macam kargo yang dikirim; dan

9. pernyataan bahwa pengangkutan kargo ini tunduk pada ketentuan dalam undang-undang ini.

Apabila barang yang mudah rusak, padahal pengirim sudah diberitahu, maka pengangkut wajib menjual dengan cara yang tepat dan segera memberitahu kepada pengirim dan apabila ada alasan yang sah, hakim pengadilan negeri tempat barang disimpan dapat memberi kuasa kepada oarng untuk menjual barang seluruh atau sebagian barang sesuai yang ditentukan dengan kuasa dan hasilnya dipakai untuk biaya penyimpanan dan pengangkutan.

D. Tanggung Jawab PT. Garuda Indonesia (Persero) Sebagai Pengangkut

Dokumen terkait