• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV : PAPARAN DATA DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan Hasil Penelitian

2. Analisis Kinerja Perusahaan

ROE

0%

20%

40%

60%

80%

2002 2003 2004 2005 2006

T a h u n

ROE

%) 62 ( 624785473 ,

0

% 940 100

. 693 . 5

491 . 557 .

2006 = 3 x =

Tahun

Berdasarkan hasil analisis ROI diatas dari tahun 2002 sampai 2006. Maka dapat dilihat kinerja perusahaan PT. HM Sampoerna Tbk dalam bentuk grafik sebagai berikut:

Grafik 4.14

Perhitungan Return On Investment PT. HM Sampoerna, Tbk Tahun 2002-2006

(Dalam Jutaan Rupiah)

Sumber:Hasil analisis laporan keuangan PT. HM Sampoerna,Tbk

2 Analisis Kinerja Perusahaan

! ! " #

Artinya:” Dia terbelenggu, maka bayarkanlah untuknya. Ia lalu berkata:

wahai Rasulullahs, aku telah membayarkan kecuali dua dinar yang aku akui oleh seorang wanita tetapi ia tidak mempunyai bukti. Rasullah bersabda:

“Berikanlah kepadanya, dialah yang berhak, (HR. Imam Ahmad)”.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa Islam menganjurkan kita untuk mempercepat pembayaran hutang. Dan dapat dijadikan pijakan oleh perusahaan dalam membayar hutang jangka pendek. Dan hadist ini cocok dijadikan pedoman terhadap rasio likuiditas.

Rasio likuiditas terdiri dari beberapa rasio antara lain: Current rasio, Quick ratio, dan Kas rasio antara lain:

Tabel 4.5

Perbandingan Rasio Likuiditas PT. HM Sampoerna, Tbk Dengan Rata-rata Industri Tahun 2002-2006

Tahun Current Rasio

Rata-Rata Industri

Quick Rasio

Rata-rata industri

Kas rasio

Rata-rata industri

2002 329 % 234 % 78 % 56 % 53 % 33%

2003 408 % 256 % 135 % 74 % 111 % 48%

2004 209 % 197 % 80 % 61 % 65 % 34%

2005 171 % 203 % 48 % 179 % 26 % 38%

2006 168 % 185 % 36 % 47 % 18 % 13%

Sumber: Hasil Perhitungan rasio keuangan

1) Rasio Lancar (Current Rasio)

Current Rasio ini menunjukkan kemampuan perusahaan dalam menutupi kewajiban-kewajiban jangka pendek (lancar) menggunakan aktiva lancar perusahaan.

Dalam perhitungan Current rasio tidak ada ketentuan mutlak tentang berapa Current rasio yang dianggap baik atau yang harus dipertahankan oleh suatu perusahaan. Akan tetapi sebagai pedoman umum, tingkat current rasio 2,00 dan ini sudah cukup dianggap baik (Syamsudin, 2007: 44).

Berdasarkan hasil Current rasio kinerja PT. HM Sampoerna, Tbk dapat dilihat pada tabel 4.5 mengalami penurunan tapi pada tahun 2002 ke tahun 2003 sempat mengalami kenaikan sebesar 79%

yaitu pada tahun 2002 hutang lancar 1 dijamin oleh aktiva lancar sebesar 329% menjadi 408% aktiva lancar juga masih diatas Current Rasio rata-rata industri rokok sejenis di BEJ adalah 234% dan 258%.

Kondisi ini menunjukkan bahwa Current Rasio dianggap baik karena diatas rata-rata yang ditentukan Peningkatan ini disebabkan oleh menurunnya jumlah hutang lancar seperti hutang usaha, hutang pajak dan diikuti oleh menurunnya beban yang harus dibayar perusahaan semuanya ini dalam pembukuanya berada dalam hutang lancar dan aktiva lancar yang dimiliki oleh PT. HM

Sampoerna, Tbk masih stabil sehingga menambah hasil Current rasio.

Sedangkan 3 tahun berikutnya mulai tahun 2004 sampai tahun 2006 mengalami penurunan tahun 2004 1 hutang lancar dijamin oleh aktiva lancar sebesar 209% oleh aktiva lancar tetapi masih dianggap baik karena diatas rata-rata industri rokok sejenis di BEJ sebesar 197%. Tetapi Current Rasio mengalami penurunan sejak tahun 2005 sampai 2006 yaitu 1 kewajiban lancar dijamin 171% dan 168%, kondisi ini dibawah dari standar Current Rasio dan juga rata-rata industri rokok di BEJ sebesar 203% sampai 185%.

Penurunan ini disebabkan PT. HM Sampoerna, Tbk melakukan peningkatan pembelian cengkeh, tembakau, saos dan bahan pembungkus kepada pihak ketiga dan ini dimasukkan dalam pembukuan hutang usaha sehingga menambah hutang lancar .

Apabila suatu perusahaan mengalami kesulitan keuangan, pembayaran utang usaha akan menjadi lebih lambat, pinjaman ke bank akan lebih banyak. Jika kewajiban lancar ini tumbuh lebih cepat daripada aktiva lancar, maka current rasio akan merosot, dan hal ini dapat membahayakan perusahaan. Karena current rasio merupakan satu-satunya indicator terbaik yang menunjukkan sejauh mana kewajiban lancar dapat dipenuhi dengan aktiva lancar, maka rasio ini paling lazim digunakan sebagai ukuran dari

solvabilita jangka pendek. Alasannya adalah karena rasio tersebut menunjukkan berapa besar aktiva yang dapat dikovenversi menjadi kas pada saat kewajiban lancar jatuh tempo, menurut (Weston,1990: 295).

Menurut bambang (2001: 28) current rasio suatu perusahaan dapat dipertinggi dengan jalan sebagai berikut:

a) Dengan utang lancar tertentu, diusahakan untuk menambah aktiva lancar

b) Dengan aktiva tertentu, diusahakan untuk mengurangi jumlah utang lancar.

c) Dengan mengurangi jumlah utang lancar bersama-sama dengan mengurangi aktiva lancar.

2) Quick Rasio

Quick rasio digunakan untuk mengukur kemampuan PT.

HM Sampoerna, Tbk dalam membayar hutang yang segera dipenuhi dengan aktiva lancarnya yang lebih likuid. Dimana PT.

HM Sampoerna dapat memenuhi kewajiban tanpa harus bergantung pada persediaan. Karena persediaan tidak dapat sepenuhnya dapat diandalkan karena persediaan bukanlah sumber kas yang bisa diperoleh dan bukan tidak mudah untuk dijual pada kondisi ekonomi saat perusahaan kesulitan dalam masalah financial.

Berdasarkan tingkat likuiditas dari quick rasio memiliki pedoman umum yang sering digunakan yaitu sebesar 1,00 atau 100% dianggap perusahaan baik, menurut Syamsudin (2007: 45).

Dari hasil perhitungan Quick rasio menunjukkan kinerja PT.

HM Sampoerna, Tbk dapat dilihat pada tabel 4.5 dari tahun 2002 sampai tahun 2006 mengalami penurunan. Tetapi PT. HM Sampoerna pernah juga mengalami kenaikan terjadi pada tahun 2002 dan tahun 2003 sebesar 57% yaitu pada tahun 2002 hutang lancar 1,00 dijamin 78% menjadi 135% oleh aktiva lancar dikurangi persediaan diatas rata-rata ketentuan Quick rasio juga diatas standar rata-rata industri rokok sejenis di BEJ sebesar 56% sampai 74% . kondisi ini disebabkan perusahaan mengurangi persediaan untuk menutup kemungkinan kerugian.

Pada tahun 2004 dan 2006 Quick rasio mengalami penurunan 55% yaitu pada tahun 2004 dan 2006 sebesar 1,00 hutang lancar dijamin sebesar 80% dan 36% oleh aktiva lancar dikurangi persediaan. Kondisi ini dibawah ketentuan Quick rasio. Ini disebabkan karena PT. Sampoerna Tbk terlalu banyak menambah persediaan digudang karena percaya sudah tidak ada resiko dan telah diansurasikan dari kerugian dengan nilai pertanggung jawaban 1,5 milyar.

Untuk mengatasinya perusahaan perlu memperbanyak penggunaan dananya maka aktiva lancar akan semakin tinggi.

Faktor yang dapat mengakibatkan kenaikan aktiva lancar antara lain dengan menjual aktiva tetap, mendapatkan tambahan modal sendiri, mendapatkan utang jangka panjang. Dan itu semua digunakan untuk menambahkan aktiva lancar.

3) Kas Rasio

Kas rasio digunakan untuk mengukur kemampuan PT. HM Sampoerna, Tbk dalam membayar hutang yang segera dipenuhi dengan aktiva lancarnya hanya dengan kas yang dimiliki perusahaan. Dengan persedian kas yang lebih besar dari utang lancarnya perusahaan tidak perlu khawatir apabila terdapat tagihan yang bersifat mendadak.

Dari hasil perhitungan Kas rasio menunjukkan kinerja PT.

HM Sampoerna, Tbk dapat dilihat pada tabel 4.5 menunjukkan adanya penurunan. Namun sempat mengalami kenaikan ini terjadi pada tahun 2002 ke 2003 sebesar 58%. Yaitu dari 1 kewajiban lancar dijamin 53% menjadi 111% kas PT. HM Sampoerna, Tbk.

Namun dengan jumlah yang lebih besar juga tidak bagus hal ini berarti kinerja manajemen perusahaan kurang baik. Sebab terdapat banyak dana cair yang menganggur.

Namun dari tahun tahun 2005 sampai tahun 2006 perusahaan mengalami penurunan 1 kewajiban lancar hanya dijamin 65% sampai 26% kas yang dimiliki perusahaan. Ini disebabkan pada tahun 2005, Sampoerna Grup memiliki fasilitas pinjaman tanpa jaminan dengan tingkat bunga tahunan berkisar 11,3% sampai 15,2% jatuh tempo pelunasan pada tahun 2006 sehingga menjadikan kewajiban lancar menjadi meningkat dan pengeluaran kas lebih banyak.

Untuk mengatasi hal tersebut perusahaan dianjurkan untuk lebih intensif dalam memperhatikan persediaan rata-ratanya jumlah kas yang ada dalam perusahaan hendaknya tidak kurang dari dari 5% sampai 10% dari jumlah aktiva lancar (Riyanto, 2001:

96). Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi persediaan perusahaan antara lain:

a) Perimbangan antara aliran kas masuk dengan kas keluar, adanya perimbangan tersebut antara lain disebabkan karena adanya keserasian antara syarat pembelian dengan syarat penjualan. Ini berarti pembayaran utang akan dapat dipenuhi dengan kas yang berasal dari pengumpulan piutang.

b) Penyimpangan terhadap aliran kas yang perkiraan, perusahaan yang merugi dari yang diestimasikan, perlulah perusahaan ini

mempertimbangkan adanya persediaan minimum kas yang agak besar.

c) Adanya hubungan baik dengan baik-baik dengan seperti maka akan mempermudah mendapatkan kredur dalam menghadapi kesukaran financial.

b. Rasio Aktivitas

Rasio aktivitas digunakan untuk mengukur sejauh mana efektivitas manajemen dalam mengelola assetnya. Artinya mengukur kemampuan manajemen perusahaan dalam mengelola persediaan, serta kebijakan manajemen dalam mengelola aktiva (Martono, 2004:

56). Penjelasan diatas ini sesuai dengan Al-Qur’an surat Al-Furqon ayat 67 sebagai berikut:

"; , ?$ '

,;;

-@ 3 2

=EF@

Artinya:”Dan orang-orang yang apabila membelanjakan harta mereka tidak berlebih-lebihan dan tidak kikir dan adalah membelanjakan itu ditengah-tengah keduanya, (QS. Al-Furqon: 67)

Sesuai dengan ayat tersebut dalam membelanjakan asset perusahaan seperti untuk persedian harus sesuai dengan kapasitas agar tidak terjadi pengangguran yang dapat merugikan perusahaan

nantinya. Dan ayat tersebut dapat dijadikan dasar dalam rasio aktivitas bagi perusahaan.

Rasio aktivitas terdiri dari beberapa rasio antara lain:

Inventory Turnover, Average Age Of Inventory, Account Receivable Turnover, dan Average Age Receivable antara lain:

Tabel 4.6

Perbandingan Rasio Aktivitas PT. HM Sampoerna, Tbk Dengan Rata-rata Industri Tahun 2002-2006

Tahu n

Inventory Turnover

Rata-Rata Industri

Average Age Of Inventory

Rata-Rata Industri

Fixed Asset Turnover

Rata-Rata Industri 2002 4 Kali 3 Kali 100 hari 220 hari 5 kali 7 kali 2003 4 Kali 3 Kali 92 hari 203 hari 6 Kali 5 Kali 2004 2 Kali 3 Kali 145 hari 211 hari 5 Kali 5 Kali 2005 3 Kali 2 Kali 116 hari 203 hari 8 Kali 4 Kali 2006 3 Kali 2 Kali 117 hari 178 hari 9 Kali 4 Kali Sumber: Hasil Perhitungan rasio keuangan

2). Inventory Turn Over

Perputaran persedian menunjukkan keefektifan dan keefisienan untuk mengatur investasinya dan persediaan yang direfleksikan dalam beberapa kali persediaan itu diputar selama periode tertentu. Perputaran persediaan yang tinggi menandakan semakin tingginya persediaan berputar dalam satu periode.

Inventory turnover akan lebih berarti kalau dibandingkan dengan Inventory turnover perusahaan yang sejenis pada tahun lalu (Syamsudin, 2007: 47).

Dari hasil perhitungan Inventory turnover menunjukkan kinerja PT. HM Sampoerna, Tbk dapat dilihat pada tabel 4.6 mengalami penurunan tapi sempat juga mengalami kenaikan pada tahun 2002 ke tahun 2003 sebesar 0,3 yaitu dari tahun 2002 sebesar 4 kali perputaran persediaan. jumlah ini juga sama dengan perputaran persedian ke tahun 2003 sebesar 4 kali. Dan jika dibandingkan dengan rata-rata industri rokok sejenis tahun 2002 dan 2004 sebesar 4 kali diatas perputaran persedian PT. HM Sampoerna, Tbk. Kondisi ini menunjukkan perusahaan mengalami peningkatan dalam berproduksi rokok.

Pada tahun selanjutnya perputaran persediaan mengalami penurunan pada tahun 2004 sebesar 2 kali keadaan ini bahkan dibawah rata-rata industri rokok sejenis sebesar 3 kali. Kondisi ini menunjukkan bahwa terjadi pengurangan produksi terbukti semakin sedikit perputaran persediaan selama beberapa periode.

Namun penurunan ini tidak terjadi berangsur-angsur terbukti pada tahun 2005 dan 2006 mengalami kenaikan yang masih sama dengan tahun sebelumnya perputaran persediaan sebesar 3 kali dan diatas rata-rata industri rokok sejenis pada tahun 2005-2006 sebesar 2 kali.

Menurut Riyanto (2001: 74-76) Untuk mengatasinya banyak perusahaan perlu untuk mempunyai persediaan minimal (safery

stock) pada persediaan bahan mentah maupun jadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi safery stock bahan mentah adalah:

a) Resiko kehabisan persediaan

Besar kecilnya resiko kehabisan persediaan tergantung kepada:

(1) Kebiasaan para leveransir menyerahkan barangnya kepada perusahaan.

(2) Besar kecilnya jumlah bahan mentah yang dibeli setiap saat.

(3) Dapat diduga atau tidaknya dengan tepat kebutuhan bahan mentah untuk diproduksi.

b) Hubungan antara biaya penyimpanan digudang disatu pihak dengan biaya-biaya ekstra yang harus dikeluarkan oleh perusahaan.

Selain perusahaan harus mempertahankan safery stock bahan mentah bagi perusahaan maka perusahaan harus juga mempertahankan safery stock barang jadi antara lain:

a) Sifat penyesuaian skedul produksi dengan pesanan ekstra b) Sifat persaingan industri

c) Hubungan antara biaya penyimpanan di gudang (carring cost) dengan biaya karena kehabisan persediaan (stock cost).

3). Average Age Of Inventory

Rasio ini digunakan untuk menghitung berapa lama rata-rata persediaan perusahaan yang berada dalam gudang. Artinya

berapa lama modal terikat dalam persediaan. Semakin pendek umur rata-rata inventory maka semakin likuid atau aktif inventory tersebut.

Dari hasil perhitungan Average Age Of Inventory menunjukkan kinerja PT. HM Sampoerna, Tbk dapat dilihat pada tabel 4.6 menunjukkan adanya kenaikan dalam lamanya penyimpan persediaan digudang. Tetapi PT. HM Sampoerna, Tbk juga pernah mengalami penurunan terjadi pada tahun 2002 ke tahun 2003 sebesar 8 hari yaitu tahun 2002 sebesar 100 hari persediaan di gudang ke tahun 2003 sebesar 92 hari persediaan di gudang, keadaan ini bahkan dibawah rata-rata industri rokok sejenis pada tahun 2002-2004 sebesar 220-203 hari. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan semakin cepat melakukan perputaran persediaan yang ada digudang karena perusahaan banyak melakukan produksi rokok. Tetapi kondisi ini tidak bisa bertahan lama terbukti perusahaan mengalami kenaikan terjadi pada tahun 2004 sebesar 145 hari dan terjadi penurunan sedikit jumlanya pada tahun 2005 sebesar 116 hari dan pada tahun 2006 sebesar 117 hari namun kondisi ini jauh lebih baik dibawah rata-rata penyimpanan persediaan digudang oleh industri rokok sejenis sebesar 211 hari, 207 sampai 178 hari. Namun kondisi ini jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya masih kurang

bagus yang menunjukkan produktifitas perusahaan kurang terbukti dengan banyaknya persediaan perusahaan banyak yang menganggur digudang.

Memang sangat sulit dalam pengelolahan persediaan suatu perusahaan. Kesalahan dalam menempatkan tingkat atau jumlah persediaan dapat berakibat fatal. Persediaan terlalu kecil akan menyebabkan hilangnya kesempatan dalam memperoleh laba, sedangkan persediaan yang terlalu besar akan mengakibatkan biaya yang sangat tinggi sehingga memperkecil laba atau memperbesar kerugiaan.

4). Fixed Asset Turnover

Fixed asset turnover biasanya digunakan untuk menunjukkan berapa kali nilai aktiva tetap perusahaan yang berputar apabila diukur dari volume penjualan .

Semakin tinggi fixed asset turnover semakin baik. Artinya perusahaan mempunyai kemampuan aktiva tetap menciptakan penjualan tinggi (Sofyan, 2006: 309).

Dari hasil perhitungan pada tabel 4.6 menunjukkan bahwa Fixed Asset PT. HM Sampoerna, Tbk dari tahun 2002 sampai tahun 2006 mengalami peningkatan. Tetapi juga fixed asset juga pernah pada tahun 2002 ke tahun 2003 yaitu aktiva tetap perputaran sebanyak 5 kali menjadi 6 kali volume penjualan sampai tahun 2003

ke tahun 2004 mengalami penurunan yaitu dari aktiva tetap berputar sebanyak 6 kali volume penjualan yaitu dari 5 kali.

Disebabkan pada bulan Oktober 2004 PT. Sampoerna Air Nasional (SAN) membeli pesawat terbang dengan Cessna Aircraft Company dengan harga 10,5 Juta akan dilunasi pada tanggal 31 Desember 2004 dan disajikan sebagai uang muka pembelian aktiva. Sehingga menambah jumlah aktiva tetap yang dimiliki perusahaan. Kondisi ini menggambarkan bahwa PT. HM Sampoerna, Tbk banyak menyimpan aktiva tetap.

Tetapi kondisi ini tidak terus terjadi penurunan yang terus menerus terbukti adanya peningkatan pada tahun 2004 ke tahun 2005 sampai tahun 2006 aktiva tetap berputar sebanyak 6 kali menjadi 8 sampai 9 kali volume penjualan. Disebabkan perusahaan mengurangi aktiva tetap mencakup aktiva tetap dari salah satu anak perusahaan yang dijual. Kondisi ini menggambarkan bahwa kinerja PT. Sampoerna maksimal dalam mengelola aktiva tetapnya agar lebih berproduktif.

Perhitungan fixed asset turn over memang terfokus pada bagaimana perusahaan mengelola aktiva tetapnya. Mengingat bahwa aktiva tetap mengambarkan jumlah investasinya yang terbesar yang ada diperusahaan, maka harus cukup banyak perhatian dengan keputusan yang akan diambil tidak hanya

berkenaan dengan pembelian suatu aktiva tetap tetapi pengeluaran-pengeluaran selanjutnya yang diperlukan oleh aktiva tetap tersebut (Syamsudin, 2007: 409).

c. Rasio Leverage

Rasio ini menggambarkan hubungan antara utang perusahaan terhadap modal maupun asset. Rasio leverage biasanya digunakan untuk melihat seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh utang atau pihak luar dengan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (Equity). Perusahaan yang baik mestinya memiliki komposisi modal yang lebih besar daripada utang.

Penjelasan diatas ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan oleh Imam Muslim sebagai berikut:

$!

%

&'

& !

&(' (

)(

* +(! ,-.

/ 0

!

Artinya: ”Mati Syahid dijalan Allah SWT akan menghapus semua dosa kecuali utang, (HR Muslim).

Dari hadist diatas dijelaskan dan dianjurkan oleh Nabi untuk tidak melupakan utang yang pernah dimilikinya karena terkait dengan kemaslahatan umat itu sendiri.

Rasio leverage terdiri dari beberapa rasio antara lain: Debt to total asset dan Debt to total equity. Hasil dari perhitungan rasio leverage

PT. HM Sampoerna, Tbk dengan rata-rata industri rokok di BEJ adalah sebagai berikut:

Tabel 4.7

Perbandingan Rasio Aktivitas PT. HM Sampoerna, Tbk Dengan Rata-rata Industri Tahun 2002-2006

Tahun Debt to

Rasio Rata-Rata

Industri Debt to

Equity Rata-Rata Industri

2002 45 % 43 % 85 % 76 %

2003 41 % 41 % 73 % 71 %

2004 55 % 46 % 131 % 90 %

2005 60 % 44 % 155 % 87 %

2006 54 % 46 % 121 % 89 %

Sumber: Hasil Perhitungan rasio keuangan

1). Rasio Total Hutang terhadap aktiva (Debt Ratio)

Debt rasio biasanya digunakan untuk mengukur beberapa besar aktiva perusahaan yang dibiayai oleh kredit. Semakin tinggi debt rasio semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan didalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Dari perhitungan debt to total asset pada tabel 4.7 menunjukkan bahwa perusahaan mengalami penurunan yang tidak banyak. Penurunan terjadi pada tahun 2002 ke tahun 2003 yaitu dari tahun 2002 sebesar 45% ke tahun 2003 sebesar 41%

namun jika dibandingkan dengan rata-rata industri rokok sejenis pada tahun 2002 akiva yang dibiayai utang perusahaan diatas rata-rata industri sebesar 43% dan tahun 2003 terjadi persamaan dengan dengan perusahaan disebabkan berkurangnya utang

perusahaan dan aktiva perusahaan mengalami peningkatan karena PT. HM Sampoerna, Tbk sudah melunasi pinjaman jatuh tempo satu tahun pada utang obligasi dan hutang pada bank.

dan juga, perusahaan pernah mengalami peningkatan pada tahun 2004 dan 2005 sebesar 55% menjadi 60% ini terjadi karena perusahaan lebih banyak menanggung hutang seperti perusahaan menerbitkan obligasi tanpa jaminan dengan nilai nominal Rp1,0 trilun jatuh tempo pada tanggal 17 november 2007 dengan bunga tetap 17,50% yang akan dibayar pertahun selama 3 bulan dan dicatat dalam hutang obligasi jangka panjang.

Kemudian terjadi penurunan lagi pada tahun 2005 ke tahun 2006 yaitu 60% pada tahun 2006 menjadi 54% namun masih diatas rata-rata industri sejenis sebesar 46%, 44%. Kondisi ini terjadi karena meningkatnya total aktiva seperti persediaan, biaya pensiun yang sudah dibayar dan aktiva bersih lainnya dan tidak diimbangi oleh peningkatan hutang perusahaan.

Menurut bambang (2001: 35) Tingkat leverage (solvabilitas) dapat dipertinggi dengan jalan sebagai berikut:

a) Menambah aktiva tanpa menambah utang atau menambah aktiva relatif lebih besar daripada tambahan utang.

b) Mengurangi utang tanpa mengurangi aktiva atau mengurangi utang relatif lebih besar daripada berkurangnya aktiva.

2). Rasio Total Hutang terhadap modal (Debt to Total equity)

Debt to total equity biasanya digunakan untuk mengukur beberapa besar modal perusahaan yang dibiayai oleh kredit.

Semakin tinggi debt to total equity semakin besar jumlah modal pinjaman yang digunakan didalam menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.

Dari perhitungan debt to total equity pada tabel 4.7 menunjukkan tidak jauh beda yang dialami oleh debt total asset bahwa perusahaan mengalami penurunan tetapi perusahaan sempat mengalami kenaikan pada , 2003, 2004, sampai tahun 2005 yaitu dari 73%, 131%, sampai 155% dibiayai oleh hutang dan kondisi ini jauh diatas rata-rata industri sebesar 71%, 90%, sampai 87%. Pada tahun 2002 dan 2003 perusahaan masih mampu untuk melunasi hutang dengan equitas yang dimiliki tetapi pada tahun 2004 equitas perusahaan tidak mencukupi untuk melunasi utang karena utang perusahaan mengalami kenaikan dan juga perusahaan tidak akan kesulitan dalam mencari utang untuk tambahan modal disebabkan perusahaan menjalin kerjasama dengan bank AMRODIB di Belanda yang tidak membutuhkan jaminan. Sehingga perusahaan dengan luluasa menambah hutang tanpa harus mejaga tingkat utang perusahaan untuk memperluas usaha dengan mendirikan Sampoerna Hongkong Co. Ltd di

Hongkong untuk menambah modal perusahaan salah satunya dengan menambah utang.

Tetapi kondisi ini mengalami penurunan yang tidak begitu jauh pada tahun 2005 ketahun 2006 debt to equity sebesar 155%, 121% namun masih diatas rata-rata indusri sejenis sebesar 87%, 89%. Kondisi ini jauh lebih baik bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya ini disebabkan berkurangnya hutang perusahaan karena PT. HM Sampoerna, Tbk telah melunasi kewajiban utang pada bank baik pada jangka pendek maupun jangka panjang tetapi dilihat dari equitas perusahaan masih tidak mencukupi jika digunakan melunasi utang. Kondisi ini menjadikan modal yang digunakan oleh perusahaan masih banyak menggunakan hutang.

d. Rasio Profitabilitas

Rasio profitabilitas biasanya digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu perusahaan dalam menghasilkan laba selama periode tertentu melalui penjualan, aktiva, dan modal perusahaan.

penggunaan modal yang efisien sangatlah penting, ini sesuai dengan penjelasan dalam Al-Qur’an surat Al-Imron ayat 14 sebagai berikut:

+7 <

A=

B 7

>2 +!

78 G ,0 8; - 4

!5$ ; G

( H'

H 0

?$ 9 ,/

.

!5 2

$ , CG 7 % 8

&

=CI@

artinya: ”Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, Yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang.

Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga)”.

Rasio profitabilitas terdiri dari beberapa rasio antara lain: Gross profit margin, Operating profit margin, Net profit margin, Total asset turn over, Return on Equity dan Return on investment. Hasil dari perhitungan rasio leverage dan rata-rata industri rokok sejenis di BEJ adalah sebagai berikut:

Tabel 4.8

Perbandingan Rasio Aktivitas PT. HM Sampoerna, Tbk Dengan Rata-rata Industri Tahun 2002-2006

Tahun GPM Rt-rt

OPM Rt-rt

NPM Rt-rt

ROI Rt-rt

ROE Rt-rt 2002 30% 31% 18% 16% 11% 10% 17% 13

% 33

% 29%

2003 31% 28% 16% 7% 10% 7% 14% 8% 25

% 19%

2004 32% 27% 18% 9% 12% 5% 18% 7% 42

% 23%

2005 30% 27% 16% 3% 10% 6% 20% 10

% 53

% 31%

2006 29% 27% 18% 2% 12% 2% 28% 7% 62

% 8%

Sumber: Hasil Perhiungan Rasio Keuangan

1). Gross Profit Margin

Gross profit margin biasanya digunakan untuk mengukur tingkat laba kotor dibandingkan dengan volume penjualan.

Semakin besar gross profit margin semakin baik keadaan perusahaan, karena hal ini menunjukkan bahwa harga pokok penjualan relatif lebih rendah dibandingkan dengan penjualan.

Demikian pula sebaliknya semakin rendah gross profit margin semakin kurang baik operasi perusahaan (Syamsudin, 2007: 61).

Dari perhitungan gross profit margin pada tabel 4.8 menunjukkan adanya penurunan terus menerus dari tahun 2002, tahun 2003, tahun 2004, tahun 2005, sampai 2006. Namun bila dilihat pada tahun 2002 ke tahun 2003 terjadi penurunan tapi masih stabil gross profit margin yaitu dari 30% menjadi 31% terjadi kenaikan lagi ke tahun 2004 sebesar 33% kondisi ini lebih baik karena diatas rata-rata industri 31%, 28% sampai 27%. Disebabkan perusahaan melakukan perjanjian kerjasama dengan Mitra Produksi Sigaret (MPS) untuk memproduksi sigaret kretek tanggan biaya produksi dibebankan pada usaha sebesar Rp395,1 milyar dan Rp304,8 milyar dan disajikan sebagai bagian dari “beban pokok penjualan” sehingga dengan peningkatan beban pokok penjualan akan mempengaruhi laba kotor perusahaan.

Dokumen terkait