• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sejak reformasi berlangsung di Indonesia tahun 1998, sistem politik mulai berubah. Kini kepala pemerintahan dipilih langsung. Presiden dipilih langsung. Gubernur dipilih langsung. Bupati, Walikota juga dipilih langsumg. Metode dan kultur kompetisi berubah. Seseorang menjadi presiden, gubernur, walikota bukan lagi ditentukan partai. Mereka terpilih bukan lagi karena petunjuk pejabat, juga bukan lagi dipilih oleh anggota parlemen. Mereka menjadi pemimpin pemerintahan karena

dipilih langsung oleh ratusan ribu bahkan jutaan pemilih.16F

17

Politik menjadi tak pasti. Siapa yang menang siapa yang kalah, susah kita prediksi. Calon partai besar bisa kalah. Presiden yang ingin jadi presiden lagi seperti Megawati juga bisa kalah. Orang mulai mencari pegangan baru untuk memahami sebab-musabab kemenangan dan kekalahan seseorang dalam pemilu yang dipilih langsung. Profesi konsultan politik kerjanya memberikan advis bagaimana harus merespon aspirasi dan harapan pemilih sebaik-baiknya, berdasarkan hasil riset yang sangat akurat. Kemudian hasil riset itu menjadi basis membuat strategi “image

17

Denny Januar Aly, King Maker Politik Indonesia(Palembang: Men’s Obsession, 2007), h. 4.

building” agar sang tokoh semakin selaras dengan harapan dan aspirasi mayoritas

pemilih.17F

18

Profesi konsultan politik sudah mapan di Amerika Serikat. Jika kita membaca aneka literatur politik, profesi konsultan politik sudah lahir sebelum Perang Dunia II. Pada tahun 1930an di California, Amerika Serikat, lahir perusahaan bernama Whitakerand Baxter, yang dianggap cikal bakal konsultan politik modern. Berbeda dengan sebelumnya, Whitaker and Baxter menggunakan riset dan kampanye media untuk membantu para pemimpin terpilih dalam pemilu. Sedangkan profesi ini di Indonesia pada Era Orde Baru, profesi konsultan politik tak berkembang karena tak

ada pemilihan pemimpin yang benar-benar bebas dan dipilih langsung oleh rakyat.18F

19

Survei mampu mengartikulasikan kembali suara 150 juta pemilih, yang tersebar dari Aceh sampai Papua. Setelah mereka didayagunakan dalam pemilu, umumnya mereka dilupakan. Yang berbicara di publik setelah pemilu selesai hanya tokoh elit. Namun, survey mampu membuat mereka kembali berbicara. Jumlah mereka yang 150 juta itu cukup diwakili oleh sampel sebanyak 1200 responden yang diambil secara metodik. Kita menjadi tahu sikap 150 juta pemilih itu terhadap, misalnya kinerja pemerintahan, bencana alam, hukum Islam, dan lain sebagainya.

18

Denny Januar Aly, King Maker Politik Indonesia, h. 6.

19

Kita tak perlu mewawancarai sebanyak 150 juta pemilih itu, tapi cukup melalui survei sistem sampel saja.19F

20

Survei menjadi instrumen yang penting sekali bagi demokrasi, yang bersandar kepada kedaulatan rakyat. Survei membuat rakyat dapat terus menerus berbicara dan didengar pandangannya, harapannya, kekecewaannya, kemarahannya. Di Amerika Serikat, Eropa Barat, dan beberapa negara yang demokrasinya matang, terbukti bahwa demokrasi itu akan menjadi kokoh jika mengakomodasi kepentingan dan aspirasi rakyat. Suara rakyat itu dapat dilihat melalui survei. Tak ada cara lain. Di koran hanya sebagian orang yang bersuara. Akan tetapi, dalam survei nasional, 150 juta pemilih dari Aceh sampai Papua yang berbicara mewakili keseluruhan warga negara.20F

21

Secara geografis, politik kini bukan hanya monopoli masyarakat elite namun telah menjadi bagian dari aktivitas yang begitu penting dalam berbagai hal di seluruh dunia. Tidak peduli mereka yang berada di negara maju, bahkan di negara tertinggal juga politik menjadi sesuatu yang penting. Itu artinya politik politik hari ini bukanlah persoalan mau tidak mau, suka atau tidak, tetapi sejauh mana orang dapat memanfaatkan yang lainnya. Sebab setiap jengkal tanah sudah menjadi kalkulasi politik baik teoritis bahkan secara praktis sudah dikapling oleh Daerah Pemilihan

20

Denny Januar Aly, King Maker Politik Indonesia, h. 12.

21

(Dapil) yang “dikuasai” oleh para duta yang akan menyuarakannya di gedung

parlemen dan pusat kekuasaan.21F

22

Tingginya angka Golongan Putih (Golput) tidak serta merta mencerminkan ketidaktahuan dan ketidakpedulian masyarakat terhadap politik. Setiap orang tidak bisa mengelak dari kenyataan bahwa persoalan politik menyita waktu, tenaga, pikiran, dan bahkan harta. Artinya, mereka yang tidak menggunakan hak suara di waktu pencoblosan pun sesuangguhnya tidak lepas dari terpaan kepentingan politik. Paling tidak, masyarakat yang berada di posisi paling bawah sekalipun, pasti pernah paling minimal melihat media kampanye, sehingga tidak menutup kemungkinan dia harus membicarakannya dengan rekan kerja di tempat kerja, warung kopi, di rumah, tetangga, dan lainnya. Sehingga secara tak sadar, dalam masyarakat mau tidak mau

harus terlibat dalam sebuah pergulatan berpikir tentang dunia politik.22F

23

Dunia politik kini begitu akrab dalam kehidupan, sehingga dua poin penting saat ini yang harus menjadi konsen partai politik maupun kandidat pemimpin ketika berbicara tentang kampanye. Pertama, sejauh mana mereka meyakinkan tentang partai politik dan kandidat yang ditawarkannya kepada masayarakat. Kedua, bagaimana kemudian elite partai politik dan kandidat dapat mengemas partai politik

22

Roni Tabroni, Marketing Politik Media dan Pencitraan di Era Multipartai (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), h. 17.

23

dari sosok tokoh yang diusung menjadi sesuatu yang begitu menarik bagi masyarakat.23F

24

Dalam konteks inilah muncul dalam dunia politik apa yang disebut dengan Konsultan Politik (Marketing Politik). Keberadaan marketing politik menjadi sangat penting dalam rangka bagaimana menjajakan partai politik dan kandidat menjadi seolah-olah barang dagangan yang dipoles dan dicitrakan sebaik mungkin sehingga mulai dari aspek luar hingga yang paling abstrak sekalipun dapat dikemas menjadi menarik untuk dipandang, dibaca dan akhirnya memengaruhi emosi dan rasio masyarakat.24F

25

Sehingga konsep yang di tawarkan oleh konsultan politik yaitu keinginan untuk memberikan kepuasan terhadap tuntutan para pemilih.

Dokumen terkait