• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II Sejarah Peradaban Islam dan Peradaban Barat

B. Sejarah Peradaban Islam

1. Ekspansi Kerajaan Umayyah

Memasuki masa kekuasaan Muawiyah yang menjadi awal kekuasaan Kerajaan Umayyah, pemerintahan yang bersifat demokratis berubah menjadi

monarchiheridetis (kerajaan turun-temurun).67 Kekhalifaan Muawiyah diperoleh melalui kekerasan, diplomasi, dan tipu daya, tidak dengan pemilihan atau suara terbanyak. Suksesi kepemimpinan secara turun temurun dimulai ketika Muawiyah mewajibkan seluruh rakyatnya untuk menyatakan setia terhadap anaknya, Yazid. Muawiyah bermaksud mencontoh monarchi di Persia dan Bizantium. Dia memang tetap menggunakan istilah khalifah, namun, dia memberikan interpretasi baru dari kata-kata itu untuk mengagungkan jabatan tersebut. Dia menyebut “khalifah Allah” dalam pengertian “penguasa” yang diangkat oleh Allah.68Kerajaan Umayyah mewarisi sistem kerajaan yang pernah dipraktekkan oleh Kerajaan Persia dan Romawi.69

Kekuasaan Bani Umayyah berumur kurang lebih 90 tahun. Ibu kota negara dipindahkan Muawiyah dari Madinah ke Damaskus,tempat ia berkuasa sebagai gubernur sebelumnya.70

Ekspansi yang terhenti pada masa khalifah Usman dan Ali dilanjutkan kembali oleh dinasti ini. Di zaman Muawiyah, Tunisia dapat ditaklukkan. Di sebelah Timur, Muawiyah dapat menguasai daerah Khurasan sampai sungai Oxus

Khalifah-khalifah besar dinasti Bani Umayyah ini adalah Muawiyah ibnu Abi Sufyan (661-680), ‘Abdu Al-Malik ibnu Marwan (685-705), Al-Walid ibnu ‘Abdul Malik (705-715), Umar ibnu ‘Abdu Al-Aziz (717-720), dan Hasyim ibnu ‘Abdu Al-Malik 9724-743).

67

Dalam sumber lain disebutkan dari kekhalifahan menjadi kerajaan.

Fuad Mohd Fachruddin. 1985. Perkembangan Kebudayaan Islam. Jakarta:Bulan Bintang. Hlm. 44.

68

Badri Yatim. Op. Cit., Hlm. 42.

69

Akbar S Ahmed. 1989. Discovering Islam: Making Sense of Muslim History and Society. London: Routledge. Hlm. 38.

70

Memindahkan pusat kerajaan dari Madinah ke Damaskus sebagai langkah awal untuk memperkuat kekuasaannya.Lihat Syed Mahmuddunasir. 1985. Islam: Its Concept & History. New Delhi: Lahoti Fine Art Press. Hlm. 151.

dan Afganistan sampai ke Kabul. Angkatan lautnya melakukan serangan-serangan ke ibu kota Bizantium, Konstantinopel. Ekspansi ke Timur yang dilakukan Muawiyah kemudian dilanjutkan oleh khalifah ‘Abdu Al-Malik. Dia mengirim tentara menyeberangi sungai Oxus dan dapat berhasil menundukkan Balkhan (Balkan dalam sebutan Barat), Bukhara, Khawariz, Ferghana, dan Samarkand. Tentaranya bahkan sampai ke India dan dapat menguasai Balukhistan, Sind, dan daerah Punjab sampai Maltan.

Ekspansi ke Barat secara besar-besaran dilanjutkan di zaman Al-Walid ibnu ‘Abdul Malik. Masa pemerintahan Walid adalah masa ketenteraman, kemakmuran, dan ketertiban. Umat Islam merasa hidup bahagia. Pada masa pemerintahannya yang berjalan kurang lebih sepuluh tahun itu tercatat suatu ekpedisi militer dari Afrika Utara menuju wilayah barat daya benua Eropa, yaitu pada tahun 711dibawah pimpinan Tariq bin Ziyad.71Setelah Aljazair dan Maroko dapat ditundukkan, Tariq bin Ziyad, dengan pasukannya menyeberangi selat yang memisahkan antara Maroko dengan benua Eropa, mendarat di suatu tempat yang sekarang dikenal dengan nama Giblaltar (Jabal Tariq). Tentara Spanyol dapat dikalahkan. Dengan demikian, Spanyol menjadi sasaran ekspansi selanjutnya. Ibu kota Spanyol, Kordova (Cordoba), dengan cepat dapat dikuasai. Menyusul setelah itu kota-kota lain seperti Seville, Elvira, dan Toledo yang dijadikan ibu kota Spanyol yang baru

71

Dia adalah panglima kepercayaan Musa Ibnu Nushair, gubernur di Afrika Utara. Tidak dijelaskan apakah Tariq orang Arab atau Moor (kaum barbar Afrika yang masuk Islam).

Philip Khuri Hitti. 2006. History of the Arabs: Rujukan Induk dan Paling Otoritatif Tentang Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta. Hlm. 627.

setelah jatuhnya Kordova. Pasukan Islam memperoleh kemenangan dengan mudah karena mendapat dukungan dari rakyat setempat yang sejak lama menderita akibat kekejaman penguasa. Di zaman Umar ibnu ‘Abdu Al-Aziz, serangan dilakukan ke Prancis melalui pegunungan Pirannee. Serangan ini dipimpin oleh ‘Abdu Al-Rahman ibnu ‘Abdullah Al-Ghafiqi. Ia mulai dengan menyerang Bordeau, Poitiers. Dari sana ia mencoba menyerang Tours. Namun, dalam peperangan yang terjadi di luar kota Tours, Al-Ghafiqi terbunuh dan

tentaranya mundur kembali ke Spanyol. Di samping daerah-daerah tersebut di atas, pulau-pulau yang terdapat di Laut Tengah juga jatuh ke tangan Islam pada zaman Bani Umayyah ini.

Dengan keberhasilan ekspansi ke beberapa daerah, wilayah kekuasaan Islam masa Bani Umayyah meliputi Spanyol, Afrika Utara, Syria, Palestina, jazirah Arabia, Irak, sebagian Asia Kecil, Persia, Afganistan, daerah yang sekarang disebut Pakistan, Purkmenia, Uzbek, dan Kirgis di Asia Tengah.72

Pada September 714, Musa dan Tariq berangkat bersama ke Damaskus untuk memenuhi panggilan khalifah Al-Walid yang diabaikan kedua penakluk tersebut sebelum penaklukan. Akan tetapi saudara khalifah yang ditunjuk untuk menggantikannya, memberi perintah untuk menunda kedatangan mereka ke Damaskus sampai kematian khalifah yang lama diumumkan. Dan ketika mereka masuk ke ibukota, Sulaiman sebagai khalifah yang baru Kerajaan Umayyah meminta wilayah yang ditaklukkan itu diserahkan kepadanya beserta harta rampasan yang mereka bawa, permata yang dilucuti dari “Meja Sulaiman”, emas dan perak. Sulaiman, mengusir Musa dari istana dengan tuduhan mengambil rampasan perang Iberia untuk dirinya sendiri. Tariq, jenderal yang membawa Islam ke Eropa, lenyap sama sekali dari sejarah.73

2. Pemerintahan Islam di Spanyol74

Pemerintahan Islam, sejak pertama kali menginjakkan kaki di tanah Spanyol hingga jatuhnya pemerintahan Islam terakhir di sana, berlangsung lebih dari tujuh setengah abad. Sejarah panjang yang tersebut dapat dibagi menjadi enam periode, yaitu:

72

Badri Yatim. Op. Cit., Hlm. 43-44.

73

David Levering Lewis. Op. Cit., Hlm. 208-210.

74

1. Periode Pertama (711-755)

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan para wali yang diangkat oleh khalifah Bani Umayyah yang berpusat di Damaskus. Pada periode ini stabilitas politik negeri Spanyol belum tercapai secara sempurna, gangguan-gangguan masih terjadi, baik datang dari dalam maupun dari luar. Gangguan dari dalam antara lain berupa perselisihan di antara elit penguasa, terutama akibat perbedaan etnis dan golongan. Di samping itu, terdapat perbedaan pandangan khalifah di Damaskus dan gubernur Afrika Utara yang berpusat di Kairawan (Kairo). Masing-masing mengaku bahwa mereka yang paling berhak menguasai daerah Spanyol ini. Oleh karena itu, terjadi dua puluh kali pergantian wali (gubernur) Spanyol dalam jangka waktu yang sangat singkat. Perbedaan pandangan politik itu menyebabkan seringnya terjadi perang saudara. Hal ini ada hubungannya dengan perbedaaan etnis, terutama antara Barbar asal Afrika Utara dan Arab Yamani. (Arab Selatan). Perbedaan etnis iniseringkali menimbulkan konflik politik, terutama ketika ada figur yang tangguh. Itulah sebabnya di Spanyol pada saat itu tidak ada gubernur yang mampu mempertahankan kekuasaannya untuk jangka waktu yang agak lama.

2. Periode Kedua (755-912)

Pada periode ini, Spanyol berada di bawah pemerintahan seorang yang bergelar amir (panglima atau gubernur) tetapi tidak tunduk kepada pusat pemerintahan Islam yang ketika itu dipegang oleh khalifah Abbasiyah di Baghdad. ‘Abdu Al-Rahman I merupakan pewaris Kerajaan Umayyah yang resmi berdasarkan hukum yang ditetapkan oleh Kerajaan Umayyah saat itu. Ketika pendiri Kerajaan Abbasiyah mengambil alih kekuasaan di Damaskus, dia berhasil melarikan diri. Amir pertama adalah ‘Abdu Al-Rahman I, yang memasuki Spanyol tahun 755 dan diberi gelar Al-Dakhil (yang masuk ke Spanyol). Kekuasan kemudian dipegang oleh amir Hisyam I, Hakim I, ‘Abdu Al-Rahman II, Muhammad ibnu ‘Abdu Al-Rahman, Munzir ibnu Muhammad, dan ‘Abdullah ibnu Muhammad.

3. Periode Ketiga (912-1013)

Periode ini berlangsung mulai dari pemerintahan ‘Abdu Al-Rahman III. Dia merupakan penerus kekuasaan khalifah yang dulunya dipegang oleh khalifah dari Kerajaan Abbasiyah yang berpusat di Baghdad (sebelumnya Damaskus). Penggunaan gelar tersebut ketika dia mendengar berita, Al-Muktadir, khalifah Kerajaan Abbasiyah meninggal dunia dibunuh oleh pengawalnya sendiri yang diartikan bahwa situsasi politik kerajaan tidak stabil. Karena itulah, gelar ini mulai digunakan pada tahun 929. Khalifah ‘Abdu Al-Rahman III berkuasa dari tahun 912-961. Khalifah-khalifah selanjutnya adalah Hakim II yang berkuasa dari tahun 961-976, dan Hisyam II berkuasa dari tahun 976-1009.

4. Periode Keempat (1013-1086)

Pada periode ini, Spanyol terpecah menjadi lebih dari tiga puluh negara kecil di bawah pemerintahan Al-Mulukuth Thawaif (raja-raja golongan). Masing-masing raja mendirikan negara-kota yang berpusat di satu kota seperti Seville, Kordoba, Toledo, dan sebagainya. Yang terbesar di antaranya adalah Abbadiyah di Seville. Pada periode ini sering terjadi perang sesama muslim yang tidak jarang salah satu pihak meminta bantuan dari kepada raja-raja Kristen. Meskipun, kehidupan politik tidak stabil, namun kehidupan intelektual terus berkembang pada periode ini. Para sarjana dan sastrawan mendapatkan perlindungan dari satu istana ke istana lain.

5. Periode Kelima (1086-1248)

Pada periode ini, Spanyol yang terpecah menjadi beberapa negara-kota berhasil disatukan oleh Kerajaan Murabitun (1086-1143) dan yang kemudian digantikan oleh Kerajaan Muwahidun (1146-1235). Kerajaan Murabitun awalnya dimulai dari sebuah gerakan agama yang didirikan oleh Yusuf ibnu Tasyfin di Afrika Utara. Pada tahun 1062, dia berhasil mendirikan sebuah kerajaan yang berpusat di Marakesy. Dia dan pasukannya memasuki Spanyol pada tahun 1086

dan berhasil mengalahkan pasukan Castilia. Karena perpecahan di kalangan raja-raja Muslim, Yusuf melangkah jauh untuk menguasai Spanyol dan ia berhasil untuk itu. Kerajaan ini kemudian berakhir pada tahun 1143 baik di Afrika Utara maupun di Spanyol disebabkan penerus kerajaan yang lemah. Spanyol kembali menjadi negara-negara kecil yang kemudian disatukan kembali oleh Kerajaan Muwahhidun yang berpusat di Afrika Utara pada tahun 1146. Kerajaan ini didirikan oleh Muhammad ibnu Tumart. Kerajaan ini masuk ke Spanyol di bawah pimpinan ‘Abdu Al-Mun’im. Pada tahun 1212 Kerajaan ini diserang oleh pasukan Kekaisaran Romawi Suci dan mengalami banyak kekalahan. Kerajaan ini melemah dan penguasanya kembali ke Afrika Utara tahun 1235. Kemudian Spanyol kembali berada di bawah penguasa-penguasa kecil yang menyebabkan semua wilayah jatuh ke dalam Kekaisaran Romawi Sucikecuali Kota Granada.

6. Periode Keenam (1248-1492)

Pada periode ini, Islam hanya berkuasa di daerah Granada di bawah kerajaan Ahmar (1232-1492).Kerajaan ini berakhir disebabkan perselisihan orang-orang istana dalam memperebutkan kekuasaan. Abu ‘Abdullah Muhammad merasa tidak senang kepada ayahnya, karena menunjuk anaknya yang lain sebagai penggantinya menjadi raja. Dia memberontak dan berusaha merampas kekuasaan. Dalam pemberontakan itu, ayahnya terbunuh dan digantikan oleh Muhammad ibnu Sa’ad. Abu ‘Abdullah kemudian meminta bantuan kepada Raja Ferdinand dan Ratu Isabella (penguasa yang wilayahnya merupakan bagian Kekaisaran Romawi Suci) untuk menjatuhkannya. Kedua penguasa ini dapat mengalahkan penguasa yang sah dan Abu ‘Abdullah naik takhta. Dan pada akhirnya Kota Granada jatuh pada tahun 1492 setelah Raja Ferdinand dan Ratu Isabella memutuskan untuk bersatu menginvasi kota tersebut.

3. Spanyol Pada Masa Pemerintahan Islam

Pada tahun 711 bangsa Arab sebagai pemenang memperkenalkan agama Islam ke Spanyol dan pada tahun 1502 suatu perjanjian antara Ferdinand dan

Isabella melarang agama Islam di seluruh kerajaan itu. Sepanjang abad di antara kedua tahun tadi, kamu Muslimin di Spanyol telah mengisi salah satu lembaran sejarah di Eropa pada masa Abad Pertengahan. Selama ratusan tahun naskah-naskah lama dari Yunani diterjemahkan ke dalam bahasa Arab, yaitukomentar-komentar tentang pemikiran Plato, Aritoteles, Euclid, neo-Platonis dan risalah kedokteran Hippocrates dan Galen yang berkembang dalam peradaban Islamdikembalikan ke Eropamelalui Spanyoldan Sisilia, dimana masyarakat Barat kemudian mengembangkan pengetahuan tersebut melalui berbagai pencapaian-pencapaian, yang membantu memicu lahirnya gerakan Renaissance di Eropa.75

Ketika kaum Muslim pertama kali membawa agama Islam ke Spanyol, mereka menemui agama Kristen Katolik sangat kuat setelah dapat menaklukkan faham sekte Arianisme. Konsili ke-6 di Toledo memutuskan bahwa semua raja harus bersumpah tidak akan menganut suatu agama kecuali Katholik, dan akan melaksanakan hukum menentang semua aliran yang menyimpang, sementara sebuah ketentuan lain melarang setiap orang dengan ancaman hukuman penjara dan penyitaan seluruh harta miliknya bagi siapa yang mempersoalkan Gereja dan keuskupan Katholik Suci,lembaga-lembaga Evangelic, defenisi tentang Peter, dekrit-dekrit Gereja dan Perjamuan Suci.76 Pihak klergi memperoleh kedudukan dan pengaruh yang kuat dalam mengatur negara, para bishop dan eklesiasti duduk dalam dewan-dewan nasional untuk menentukan masalah-masalah penting kenegaraan, meratifisir pengangkatan dan pemberhentian raja. Kaum klergi ini mengambil kesempatan dengan kekuasaannya itu untuk menekan umat Yahudi yang merupakan kelompok besar Spanyol, menyiksa secara brutal orang-orang yang menolak dibaptis.77

75

Akbar S Ahmed. Op. Cit., Hlm. 44.

76

Bandingkan dengan isi Konsili Toledo VI yang ditulis oleh Norman Roth.

Norman Roth. 1994. Jews, Visigoths, and Muslims in Medieval Spain: Cooperation and Conflict. Leiden: BRILL. Hlm. 31-32.

77

Ibid. Hlm. 23.

Karena perlakuan kasar ini, mereka memandang bangsa Arab sebagai kaum pembebas, mereka membantu menertibkan kota-kota yang baru ditaklukkan dan membukakan gerbang kota-kota yang sedang dikepung.

Kaum muslim juga menerima sambutan hangat dari kelompok budak yang selama ini sangat menyedihkan nasibnya di bawah kekuasaan Gothik, dan yang ilmu agamanya terlalu bercampur takhayul, sehingga hampir tidak dapat dipertanggungjawabkan nilainya, sedang di pihak lain, kebebasan dan banyak keuntungan lain dapat mereka peroleh manakala mereka menggabungkan diri ke dalam golongan Muslim.

Justru kaum budak yang teraniaya inilah kelompok pertama di Spanyol yang masuk Islam, menyusul kemudian sisa-sisa penduduk beragama berhala yang masih terdapat hingga tahun 693. Banyak pula di antara bangsawan Kristen, terlepas dari faktor kesadaran sendiri atau karena motif lain, memeluk agama baru ini. Tetapi tidak sedikit tentunya rakyat jelata dan golongan menengah yang menganut Islam dengan kesadaran yang sungguh-sunguh, meninggalkan agama Kristen karena pemimpinnya telah melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya, membiarkan umatnya terbengkalai dan hanya mementingkan urusan dunia. Sekali masuk Islam, mereka ini segera menjadi umat yang taat dan anak-anaknya disuruh belajar mengaji pada ulama-ulama Salaf, yang corak hidupnya nampak berbeda sekali dengan kehidupan mewah para bangsawan Arab sendiri.78

Tetapi jelas dalam perkembangan waktu selanjutnya, keadaan tidak mengubah nasib mereka, dan ketika para bishop Kristen merasa puas menduduki jabatan-jabatan pemerintahan Islam, ketika daerah-daerah episkopal terpaksa dilelang, dan orang-orang yang lebih cenderung untuk dikatakan atheis ditunjuk

Pada waktu kaum muslimin ini menaklukkan Spanyol, kebudayaan Gothik menurut ahli-ahli sejarah Kristen telah mengalami kemunduran, bergelimang maksiat dan penyelewengan, sehingga datangnya Islam dianggapnya sebagai balasan bala dari Tuhan buat mereka yang sesat dan durhaka, tetapi pernyataan seperti ini terlalu sering dikemukakan oleh pihak Gereja dan sulit diterima kebenarannya begitu saja tanpa fakta yang nyata.

78

sebagai penggembala umat dan mereka ini pada gilirannya mengangkat orang-orang yang tidak bermoral menjadi pendeta. Orang-orang-orang Kristen telah kehilangan nilainya karena didiskreditkan oleh para pendeta yang korup dan berusaha mencari nilai-nilai moral dan spiritual yang lebih serasi di dalam ajaran Islam.

Besar kemungkinan, salah satu faktor utama cepat meluasnya agama Islam di Spanyol adalah justru karena sikap toleransinya terhadap agama Kristen. Satu-satunya keberatan yang dirasakan oleh penduduk Kristen terhadap pemerintahan Islam ialah adanya semacam perlakuakn yang berbeda mengenai pembayaran pajak negara, dimana mereka harus membayar pajak per kapita 28 dirham dari orang-orang kaya, 24 dirham dari golongan menengah dan 12 dirham dari mereka yang hidup dengan gaji bulanan. Pajak ini yang dimaksudkan sebagai pengganti kewajiban dinas militer, hanya dikenakan bagi warga negara pria yang sehat jasmaninya, sedang wanita, anak-anak, para pendeta, orang sakit, buta, gagu, pengemis, dan budak dibebaskan sama sekali sehingga sebenarnya terlihat lebih ringan daripada pajak yang dikumpulkan oleh pejabat-pejabat Kristen sendiri.

Kecuali terhadap pekara-perkara penghinaan agama Islam, seperti hukuman mati yang dijatuhkan kepada salah satu pendeta di Kordoba, bernama Perfectus pada bulan Ramadhan tahun 850 karena menghina Muhammad dan mencerca Islam, maka penduduk Kristen memiliki pengadilan sendiri berdasarkan hukum Kristen sendiri.79

79

Ibid.Hlm. 656.

Mereka tidak mengalami gangguan dalam peribadatannya, kebaktian massal pun mendapat jaminan kebebasan, berikut segala aspek dan perlengkapannya sesuai dengan tatacara Katolik, mazmur

dinyanyikan bersama, khutbah disajikan kepada umum dan perayaan-perayaan gereja dibenarkan sebagaimana biasa. Mereka tidak dilarang mengenakan pakaian khusus, juga apabila mereka ingin meniru cara berpakaian bangsa Arab, seperti yang terjadi kemudian pada abad ke-9. Malah sewaktu-waktu mereka dibolehkan mendirikan gereja baru.

Para rahib bebas muncul di depan umum dengan jubahnya yang khas dan para pendeta atau pastor tidak perlu menyembunyikan tanda-tanda jabatannya. Di samping itu, perbedaan keyakinan agama tidak menghalangi orang-orang Kristen untuk diangkat menjadi pegawai pemerintahan atau mengabdi sebagai karyawan instansi militer.

Orang-orang Kristen yang dapat menerima kenyataan hilangnya kekuasaan politik mereka, tidak mengalami banyak kesulitan, dan terbukti hanya satu kali adanya pemberontakan kaum Kristen selama abad ke-8, yaitu di Beja (salah satu kota di negara Portugal saat ini), dan itupun nampaknya hanya karena terpengaruh oleh hasutan seorang pemuka Arab. Mereka yang mengungsi ke daerah kekuasaan Perancis dengan maksud agar dapat hidup di bawah pemerintahan Kristen, ternyata tidak lebih beruntung nasibnya dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang tinggal di Spanyol. Pada tahun 812 Charlemagne turun tangan membantu melindungi pengungsi-pengungsi yang mengikutinya ketika mundur dari Spanyol. Tiga tahun kemudian Louis Yang Alim terpaksa mengeluarkan surat perintah untuk melindungi orang-orang ini dari tindakan kasar kaum bangsawan yang selalu merampas tanah yang telah sengaja diperuntukkan bagi kaum pelarian tersebut. Tetapi surat perintah inipun tidak dapat bertahan lama, sehingga nasib mereka kembali menderita. Demikian juga terlihat misalnya di Cagots, suatu daerah koloni pelarian Spanyol yang melarat menerima perlakuan buruk serta memohon belas kasih dari kawan seagamanya.

Sikap toleransi pemerintah Islam terhadap penduduk Kristen di Spanyol dan kebebasan pergaulan antara penganut kedua agama ini, mengakibatkan sering terjadinya asimilasi. Istilah Muzarabes (yaitu berasal dari kata Mustabirin atau yang berarti arabisasi) yang digunakan terhadap orang-orang Spanyol Kristen pada masa pemerintahan Islam, merupakan bukti adanya tendensi kearah itu. Pelajaran bahasa Arab segera menggantikan bahasa Latin sehingga bahan teologi Kristen lambat laun terlupakan. Bahkan beberapa pemimpin tinggi gereja merasa kaku sendiri karena tidak lancer berbahasa Latin. Pengetahuan bahasa Latin

demikian merosotnya di sebagian negeri Spanyol sehingga dirasa perlu untuk menerjemahkan buku Undang-undang Gereja Spanyol dan Injil ke dalam bahasa Arab demi kepentingan umat Kristen.

Sementara kesusasteraan Arab yang tinggi itu sangat menarik minat dan perhatian mereka, sebaliknya mereka yang ingin mempelajari kesusasteraan Kristen terbentur pada terbatasnya bahan-bahan, meskipun nilainya hanya pantas dipakai dalam camp(kemah) latihan anggota barbar Gothik. Di samping itu sulit sekali mencari guru meskipun untuk tingkat sekolah dasar. Pada masa-masa berikutnya, kebutuhan akan pendidikan Kristen makin meningkat.80

Kaum Yahudi, Kristen, dan Muslim diorganisasikan oleh agama ke dalam serikat-serikat ekonomi untuk membeli, menjual, mengimpor, dan mengekspor

‘Abdu Al-Rahman I mengawali kebangkitannya dari Visigoth yang bobrok menjadi kemegahan cosmopolitan yang akhirnya akan membuat Kordoba menjadikota kebanggaan Eropa abad kesepuluh. Tembok kota diperbaiki, demikian juga jembatan Romawi yang merentang di atas Guadalquivir, segera setelah ia menetap di istana emirat. Ia mulai menggarap saluran air besar kota yang akan terus bertahan hingga menjelang akhir pemerintahannya. Kota ini akan mencapai puncak yang unik dalam perdagangan dan budaya ilmu pengetahuan dan arsitektur selama masa pemerintahan ‘Abdu Al-Rahman III (912-961) dan putranya, Al-Hakim II, tetapi fondasi kehebatannya diletakkan oleh sang Elang (julukan ‘Abdu Al-Rahman I). Lambang keagungan masa depan itu adalah dirham perak yang dirancang dengan indah pada akhir masa pemerintahan amir (koin perak kedua Penaklukan). Kurang dari satu abad setelah kematian ‘Abdu Al-Rahman III, kota di Guadalquivir akan tumbuh sampai seratus ribujiwa, penduduknya meningkat pada dekade itu yang disebabkan oleh meningkatnya gelombang perdagangan. Tidak ada kota lain di Barat yang menyamai ukuran kota Kordoba, puncak prestasi ekonomi dan budaya Islam di Eropa.

80

dalam persaingan kuat dan sehat yang memberikan laba ke kota tersebut. Dirham ‘Abdu Al-Rahman III adalah bagian dari remonetisasi perdagangan dunia, fenomena dinamis yang dimungkinkan oleh kontrol dan akses ekumene Arab ke sumber daya berlimpah perak dan tembaga. Harus dicacat bahwa ekonomi Kordoba dioperasikan di bawah kontrol harga yang ditetapkan oleh negara. Ini adalah ekonomi tanpa bunga yang dibebankan pada pinjaman. Meskipun hubungan antara Al-Andalus Umayyah dan Irak Abbasiyah sering mendektai perang terbuka, permusuhan politik bersama hanya berdampak sedikit pada hubungan perdagangan.81

Baghdad merupakan ibukota Kerajaan Abbasiyah yang menggantikan Damaskus sebagai ibukota kerajaan Umayyah. Sejarah dan legenda menyebutkan bahwa zaman keemasan Baghdad terjadi selama masa kekhalifaan Harun

Dokumen terkait