• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERBANKAN

B. Sejarah Perbankan

Dalam sejarahnya, kegiatan perbankan dikenal mulai dari zaman Babylonia. Kegiatan perbankan ini kemudian berkembang ke zaman Yunani kuno serta zaman Romawi. Pada saat itu kegiatan utama bank hanyalah sebagai tempat tukar menukar uang oleh para pedagang antar kerajaan.

Seiring dengan perkembangan perdagangan dunia, maka perkembangan perbankan pun semakin pesat. Hal ini disebabkan karena perkembangan dunia perbankan tidak terlepas dari perkembangan perdagangan. Perkembangan perdagangan yang semula hanya berkembang di daratan Eropa akhirnya menyebar ke Asia Barat. Bank-bank yang sudah terkenal pada saat itu di benua Eropa adalah Bank Venesia tahun 1171, kemudian menyusul Bank of Genoa dan Bank of Barcelona tahun 1320. Sebaliknya, perkembangan perbankan di daratan Inggris baru dimulai pada abad ke 16. Namun karena Negara-negara Eropa seperti Inggris, Perancis, Belanda, Spanyol, atau Portugis begitu aktif mencari daerah perdagangan yang kemudian menjadi daerah jajahannya, maka perkembangan perbankan pun ikut dibawa ke Negara jajahannya sehingga perkembangan perbankan di Indonesia juga tidak terlepas dari era zaman penjajahan Hindia Belanda.

Sejarah perbankan di Indonesia dapat dibagi dalam beberapa kurun, yaitu : 1. Sebelum Kemerdekaan :

a. Zaman Belanda b. Zaman Jepang

2. Sesudah Kemerdekaan : a. Masa Orde Lama b. Masa Orde Baru

1) Tahap stabilisasi dan rehabilitasi 2) Tahap pembangunan

3) Tahap deregulasi 3. Masa Orde Reformasi

1.a Perbankan Zaman Belanda

Kegiatan lembaga keuangan seperti pembiayaan dan perbankan diperkenalkan operasinya oleh Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). VOC membawa serta perangkat sistem keuangan dan pembayaran dalam usaha berdagang, dan mencari keuntungan di bumi Nusantara ini, yang selanjutnya mereka menjurus ke arah penjajahan suatu bangsa dengan berbagai variasi pelaksanaan kebijakan di bidang politik untuk mendukung tujuan ekonomi- perdagangannya.

Perusahaan yang pertama menjalankan fungsi sebagai bank di Indonesia yaitu De Nederlandsche Handel Maatschappij (NHM) yang secara resminya adalah perusahaan dagang. Adapun perusahaan yang benar-benar resmi didirikan untuk menjalankan usaha bank adalah N.V.De Javasche Bank yang didirikan pada tanggal 10 Oktober 1828. De Javasche Bank inilah satu-satunya bank asing yang pada waktu itu direksinya berkedudukan di Indonesia.

Dengan telah berdirinya De Javasche Bank oleh pemerintah Hindia Belanda, bank tersebut diberi monopoli untuk mengeluarkan uang yang semula pengedarannya ditangani oleh pemerintah sendiri. Sejak itu bank tersebut terkenal sebagai bank sirkulasi atau bank of issue. Dari fungsinya seperti itu, maka bank tersebut merupakan bankir bagi pemerintah Hindia Belanda meskipun belum menjadi bank sentral penuh karena hanya menjalankan beberapa tugas yang biasa dilakukan oleh bank sentral, yaitu diantaranya : mengeluarkan dan mengedarkan uang kertas; mendiskonto wesel; surat hutang jangka pendek, dan obligasi negara; menjadi kasir pemerintah; menyimpan dan menguasai dana-dana devisa; dan bertindak sebagai pusat kliring sejak tahun 1909. Meskipun menjalankan tugasnya sebagai bank sirkulasi, tetapi tugas sebagai bank umum pun tetap juga dijalaninya sehingga turut bersaing dengan bank-bank lain. Sifat dualistis ini berulang kali menimbulkan berbagai kritik, dengan alasan-alasan sebagai berikut :13

1. Dengan bunga yang lebih rendah daripada bank-bank lain maka De Javasche Bank dapat dengan mudah menarik nasabah yang terbaik.

2. Persaingan oleh suatu badan (De Javasche Bank) yang karena tugasnya dapat memiliki data-data bank lain, sehingga dianggap tidak wajar.

Tumbuhnya dunia perbankan memberikan pengaruh berupa suatu kondisi masyarakat yang lebih baik, yaitu sejak itu mulai dapat dikatakan bahwa hampir seluruh orang di pedalaman Pulau Jawa telah mengenal uang sebagai alat pembayaran, baik untuk membayar pajak, maupun untuk transaksi jual beli, dan lainnya. Perkembangan selanjutnya maka mulai tumbuh adanya kebutuhan sebuah

13

Muhammad Djumhana, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1996, hal. 41.

bentuk perkreditan yang terorganisasikan dalam suatu lembaga. Melihat kebutuhan tersebut, dibentuklah bank yang khusus dapat melayani penduduk golongan pribumi yaitu Bank Priyayi yang didirikan oleh Patih Raden Bei Wiriaatmadja yang mana modalnya berasal dari kas mesjid.

Pada awal abad ke-20 berdirilah bank-bank kabupaten (afdelingsbanken), yang disebut sebagai bank kabupaten atau bank daerah karena ruang geraknya menyangkut suatu daerah atau kabupaten. Modal kerja bank diperoleh dari kelebihan uang lumbung desa dan bank desa, deposito dari pihak swasta, tetapi pemerintah juga memberikan modal kerja.

Selain didirikannya bank-bank kabupaten, juga didirikan Kas Sentral (Centrale Kas) melalui keputusan Raja Belanda pada tanggal 10 Mei 1912. Lembaga ini diperuntukan guna melayani rakyat yang membutuhkan pinjaman. Pada mulanya lembaga ini merupakan suatu Jawatan Perkreditan Rakyat, yaitu bentuk turut campur pemerintah Hindia Belanda yang lebih dalam mengenai masalah perkreditan rakyat, guna untuk mengarahkan perkreditan rakyat yang lebih sehat.

Lembaga Kas Sentral ini selanjutnya bertugas memberikan modal kerja pada lembaga perkreditan rakyat dan memberikan nasihat serta bimbingan dalam usaha-usaha perkreditan rakyat.

Bank-bank yang dapat bertahan pada masa ini adalah Bank Tabungan Himpunan 1906 dan Bank Tabungan Belanda NISP, PT.Bank Kesawan di Medan, PT.Bank Jakarta di Jakarta, Bank Nasional di Bukit Tinggi. Serta munculnya bank-bank devisa asing untuk mendirikan kantor cabangnya di Indonesia seperti

The Chartered Bank of India, The Overseas Chinese Banking Corporation, The Bank of China.

1.b Perbankan Zaman Jepang

Pada tahun 1942-1945 merupakan masa suram bagi perbankan di Indonesia, dimana semua bank asing termasuk De Javasche Bank dikuasai oleh pemerintah Jepang. Pemerintah Jepang juga memaksa agar menyediakan biaya untuk keperluan perang. Usaha ini dilakukan dengan menutup bank-bank yang ada dengan likuidatornya adalah Nanpo Kaihatsu Kinko, sebuah bank sirkulasi yang berpusat di Tokyo.

Hanya ada satu bank yang diperkenankan yaitu Algemene Volkscredit (AVB) dan diganti namanya menjadi Syomin Ginko.14

Kemudian, berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2 tahun 1946 pemerintah mendirikan Bank Negara Indonesia 1946 pada tanggal 5 Juli 1946, yang kemudian lebih dikenal dengan BNI 1946. BNI banyak membantu kegiatan perjuangan nasional dalam bidang perekonomian pada umumnya dan bidang moneter pada khususnya. Hal ini sesuai dengan tujuan didirikannya bank tersebut, yang tercantum pada Pasal 2 Perpu No. 2 tahun 1946,

2. Perbankan Zaman Indonesia Merdeka

Di awal kemerdekaan terdapat gagasan untuk mendirikan Bank Sirkulasi. Usaha merealisasikannya dengan mendirikan Pusat Bank Indonesia.

14

yaitu : Dengan nama Bank Negara Indonesia didirikan sebuah bank kepunyaan Republik Indonesia untuk :

1. Mengatur pengeluaran dan peredaran uang kertas bank dengan harga yang tetap menurut keperluan masyarakat terhadap alat penukaran.

2. Memperbaiki peredaran alat pembayaran lain.

3. Memenuhi kredit masyarakat, dan umumnya supaya dapat bekerja untuk kepentingan umum.

Selain BNI 1946, bank milik Negara pada saat awal kemerdekaan adalah Bank Rakyat Indonesia. Bank ini adalah hasil perubahan dari De Algemene Volkscredit Bank, dengan dasar hukumnya berupa peraturan pemerintah pada tanggal 2 Januari 1946. Usaha bank tersebut tercantum pada Pasal 3 akta pendiriannya, yaitu Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1946, yaitu : memberikan pinjaman kepada rakyat; menerima uang simpanan; menjalankan tugas-tugas bank umum, dan tugas-tugas lain yang ditetapkan oleh pemerintah. Karena tugasnya tersebut, BRI inilah yang oleh pemerintah ditujukan sebagai bank yang langsung berhubungan dengan rakyat.15

Periode ini diwarnai pula oleh beberapa peristiwa politik yang secara otomatis juga mempengaruhi kebijaksanaan moneter pemerintah. Pada perkembangan perbankan periode ini belum secara jelas terbentuknya sebuah Bank Sentral. Sehingga kemudian dimuatlah ketentuan mengenai Bank Sentral pada Pasal 110 Undang-Undang Dasar RIS yang menyebutkan : ”Ada satu bank

15

sentral untuk Indonesia, Penunjukan bank sentral dan mengenai susunan serta wewenangnya diatur dengan undang-undang”.16

Pada tahun 1950, RIS dibubarkan dan menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dan pemerintah menasionalisasikan De Javasche Bank melalui UU No. 24 Tahun 1951 dan diganti dengan UU No. 11 Tahun 1953 tentang Pokok

2.a Perbankan Pemerintahan Orde Lama

Perkembangan perbankan pada zaman orde lama begitu kalut, sesuai dengan kekalutan perekonomian saat itu. Ekspansi kredit perbankan yang didukung pencetakan uang kertas baru oleh Bank Indonesia telah menciptakan inflasi yang sangat tinggi dengan segala akibat buruknya terhadap perekonomian nasional.

Semua kekalutan perbankan ini terjadi juga karena sifat dualisme bank sentral pada saat itu, yang mana bank sentral juga merangkap sebagai bank komersial atau bank umum.

Pada masa orde lama ditandai dengan peristiwa Konferensi Meja Bundar (KMB) dimana diputuskan untuk menyerahkan kedaulatan Indonesia kepada pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS).

Pihak Indonesia menginginkan agar BNI sebagai Bank Sentral, namun usul tersebut tidak diterima sehingga De Javasche Bank sebagai Bank Sentral yang berhak mengedarkan uang kertas dan membiayai perusahaan Belanda di Indonesia.

16 Ibid.

Bank Indonesia sehingga De Javasche Bank berganti nama menjadi Bank Indonesia.

Namun demikian, sifat dualistik masih mewarnai Undang-Undang Pokok Bank Indonesia dimana selain sebagai bank sentral juga sebagai bank umum sehingga dunia perbankan cenderung kurang berkembang.

2.b Perbankan Pemerintahan Orde Baru

Dengan tenggelamnya orde lama, kehidupan perbankan memasuki babak baru bersama naiknya kebijakan pemerintah Orde Baru. Pemerintahan Orde Baru ingin konsisten menerapkan sistem anggaran berimbang dan lalu lintas devisa bebas. Langkah selanjutnya untuk perbaikan perbankan pada pemerintahan orde baru ini dimulai dengan memperkuat perundang-undangan yang mengatur perbankan baik berupa penggantian maupun membuat undang-undang yang baru, misalnya membuat peraturan yang baru berupa UU Perbankan No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan penggantian peraturan yang lama, yaitu berupa UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral guna mengganti UU Pokok Bank Indonesia 1953.

Sebagai langkah awal perbaikan ekonomi nasional, pemerintah Orde Baru melalui UU No. 14 Tahun 1967 ingin secara jelas mengatur usaha perbankan termasuk masalah perkreditan sehingga kesalahan pengelolaan, seperti ekspansi kredit yang tak terkendali dapat dihindari, dan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi penghimpunan, serta penggunaan dana masyarakat.

2.b.1 Tahap Stabilisasi dan Rehabilitasi

Pada tahap ini perkembangan yang berarti adalah lahirnya landasan pokok yang penting bagi perbankan yaitu dengan lahirnya UU No. 14 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Perbankan dan UU No. 13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral. Pada masa ini dualistis dari Bank Sentral ditiadakan, sehingga kegiatan Bank Umum tidak dijalankan lagi. Salah satu materi yang penting dari Undang- Undang Perbankan Tahun 1967 adalah memberikan arahan kepada dunia perbankan Indonesia yaitu sebagai berikut :

1. Tata perbankan harus merupakan suatu kesatuan sistem yang menjamin adanya kesatuan pimpinan dalam mengatur seluruh perbankan di Indonesia serta mengawasi pelaksanaan kebijaksanaan moneter pemerintah di bidang perbankan.

2. Memobilisasi dan mengembangkan seluruh potensi nasional yang bergerak di bidang perbankan.

3. Membimbing dan mengembangkan potensi tersebut bagi kepentingan ekonomi rakyat.

Sehubungan dengan hal tersebut di atas lebih lanjut dijelaskan bahwa tugas pokok dari dunia perbankan nasional adalah menghimpun dana di masyarakat guna diarahkan ke bidang-bidang yang dapat mempertinggi taraf hidup rakyat. Hal ini sesuai yang diterapkan dalam Tap MPRS No. XXIII/MPRS/1966 mengenai “Pembaharuan kebijaksanaan landasan ekonomi, keuangan, dan pembangunan”17

17

Ibid, hal. 52.

digariskan prioritas-prioritas yang harus diutamakan di dalam arah pembangunan kreditnya, dengan tujuan agar usaha-usaha ke arah peningkatan produksi dapat terlaksana, termasuk penyediaan kredit untuk melayani kebutuhan masyarakat tani, nelayan, dan industri kecil.

Serangkaian keputusan dan undang-undang yang dikeluarkan pada masa ini mampu melahirkan suatu landasan kebijaksanaan nasional tentang pengaturan perbankan di Indonesia. Seiring dengan usaha-usaha pembangunan secara umum yang sistematis tersebut, juga dilakukan rehabilitasi sistem perbankan yang tujuan utamanya adalah untuk menghentikan laju inflasi dengan pengendalian fiscal dan moneter yang ketat tetapi dapat menumbuhkan sistem perbankan yang dapat berperan aktif dalam pembangunan sebagai lembaga perantara keuangan.

2.b.2 Tahap Pembangunan

Masa ini terjadi pada tahun 1970 sampai tahun 1982. Setelah gejolak perkembangan ekonomi dapat dikendalikan, kebijaksanaan moneter diarahkan untuk mencapai stabilitas moneter dan meningkatkan ekspor. Di bidang perkreditan dibuat kebijkasanaan pemberian kredit secara selektif dalam mengatur jumlah dan penyalurannya dalam perekonomian. Penentuan besarnya kredit likuiditas beserta suku bunganya oleh Bank Indonesia kepada bank pemerintah disesuaikan dengan urutan prioritas. Untuk menjaga tekanan inflasi mulai tahun 1973, Bank Indonesia memberlakukan pagu kredit yaitu suatu pembatasan pertumbuhan kuantitatif kredit bank.

Pada tahun 1974, Bank Indonesia mengeluarkan peraturan tentang Pasar Uang di Jakarta, sehingga bank-bank yang memiliki kelebihan dana ataupun kekurangan dana dapat secara bebas melakukan transaksi berupa mentransfer atau meminta dana pada bank lain.

Di samping itu, untuk memantau perkembangan suku bunga di Pasar Uang, Bank Indonesia mengeluarkan Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang dimaksudkan untuk menampung kelebihan dana dari bank-bank yang tidak dapat disalurkan. Hal ini mengakibatkan dana dapat berkurang dan suku bunga dapat meningkat kembali.

2.b.3 Tahap Deregulasi

Pada masa ini terdapat berbagai kebijaksanaan baru yang merupakan kemajuan besar di dunia perbankan Indonesia. Dalam menguraikan perkembangan moneter dan perbankan selama masa ini, terbagi dalam dua bagian yaitu sebelum Pakto 88 dan setelah Pakto 88.18

Perkembangan perbankan mengalami perubahan yang cukup mendasar dengan dikeluarkannya Kebijaksanaan 1 Juni 1983 menghapuskan pagu kredit pada tahun 1973. Hal ini mengurangi ketergantungan bank-bank pada Bank Indonesia dan meningkatkan mobilisasi dana dari masyarakat. Dan memberikan kebebasan terhadap bank-bank dalam menentukan suku 1. Sebelum Pakto 88

18

Bahan ajaran Tan Kamello dan Syarifah Lisa, Hukum Pembiayaan Perbankan, hal. 12- 13.

bunga, baik dalam pengumpulan dana dari masyarakat maupun penyaluran kredit.

Kebijaksanaan tersebut kemudian ditambah lagi dengan deregulasi baru melalui Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988. Melalui paket kebijaksanaan ini, memberikan kemudahan pembukaan dan pemberian ijin kantor cabang sehingga jaringan perbankan menjadi semakin luas.

2. Setelah Pakto 1988

Dalam perkembangannya, Pakto 1988 mengalami penyempurnaan dalam rangka penyesuaian dengan kondisi dan perkembangan moneter, serta perbankan di Indonesia.

Paket terakhir yang dikeluarkan pada tahun 1991 mengenai Prudential Banking (asas kehati-hatian) dan pemenuhan CAR (Capital Aduquacy Ratio) yakni perbandingan antar modal sendiri dengan asset tertimbang menurut risiko.

Puncaknya dengan dikeluarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan. Tujuan penggantian dan penyempurnaan peraturan perbankan adalah dalam rangka mendukung kesinambungan dan peningkatan pelaksanaan pembangunan, dan juga agar mampu menampung tuntutan jasa perbankan.

3. Masa Orde Reformasi

Pada tahun 1997 terjadi krisis moneter di Indonesia dimana nilai tukar rupiah menjadi tertekan dan berdampak pada sendi-sendi perekonomian Indonesia. Dengan dilikuidasinya 16 Bank pada tahun 1997 mengakibatkan

terjadinya Rush dan terjadinya kepanikan masyarakat atas keamanan dananya di bank.

Setelah lengsernya orde baru, terjadi pembaharuan di bidang perbankan dengan dikeluarkannya UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

Hal yang signifikan adalah dengan didirikannya lembaga yang berfungsi untuk melakukan program penyehatan terhadap bank. Badan yang dimaksud adalah Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) yang bersifat sementara.

Selain itu, pada masa ini juga dikeluarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia dimana diberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk menanggulangi krisis ekonomi dalam waktu sesingkat-singkatnya. Oleh karenanya, dalam rangka pengelolaan keuangan nasional yang sehat, Bank Indonesia sebagai Bank Sentral harus mandiri, bebas dari campur tangan pemerintah dan pihak lainnya, serta kinerjanya dapat diawasi dan dipertanggungjawabkan.

Dokumen terkait