• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II PENGATURAN TENTANG PELAYANAN UMUM YANG

C. Sejarah Singkat PT. Kereta Api Indonesia (Persero)

Salah satu alat transportasi publik yang masih disukai oleh masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera adalah kereta api. Bepergian dengan menggunakan moda kereta api dirasa lebih aman dan tidak terkena dampak kemacetan seperti angkutan jalan, selain biayanya lebih murah, kepastian waktu perjalanan juga lebih terjamin di bandingkan dengan moda transportasi lainnya. Ditambah lagi pada saat ini pelayanan angkutan rel massal ini sudah lebih baik dibandingkan dengan kondisi di masa lalu. Untuk mencapai kondisi seperti sekarang, perkeretaapian Indonesia mengalami sejarah yang sangat panjang.

Kereta api adalah salah satu alat atau saran transportasi yang diciptakan dan digunakan oleh manusia sebagai media perpindahan dari suatu tempat ke tempat lain, baik perpindahan orang maupun perpindahan barang. Lahirnya kereta api sebagai sarana transportasi mempunyai kaitan erat dengan upaya manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka dan mengatasi kesulitan hidup yang dihadapi oleh mereka yang kesemuanya merupakan upaya untuk meningkatkan taraf hidup manusia.

Keunggulan moda transportasi kereta api (KA) antara lain mampu mengangkut penumpang dan barang dalam jumlah besar dan massal, hemat energi, hemat lahan, ramah lingkungan, tingkat keselamatan tinggi, adaptif terhadap perkembangan teknologi.60

       60

Taufik Hidayat, Regulasi, Keselamatan dan Pelayanan Perkeretaapian Indonesia, (Jakarta : Indonesian Railway Watch, 2011), hlm.2.

Sejarah kelahiran PT. Kereta Api Indonesia (Persero) bermula dari ditemukannya lokomotif oleh George Stephenson di Inggris tahun 1814. Pada waktu itu masyarakat menamakannya “kuda besi”. Dari penemuan lokomotif tersebut membawa angin baru terhadap pertumbuhan alat transportasi mekanis.61

Kehadiran kereta api di Indonesia ditandai dengan pencangkulan pertama pembangunan jalan kereta api di desa Kemijen, Jumat tanggal 17 Juni 1864 oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Mr. L.A.J Baron Sloet van den Beele. Pembangunan diprakarsai oleh Naamlooze Venootschap Nederlandsch Indische

Spoorweg Maatschappij (NV. NISM) yang dipimpin oleh Ir. J.P de Bordes dari

Kemijen menuju desa Tanggung (26 Km) dengan lebar sepur 1435 mm. Ruas jalan ini dibuka untuk angkutan umum pada hari Sabtu, 10 Agustus 1867.62

Dilihat dari sudut waktu, sesungguhnya penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Indonesia tidaklah begitu terlambat, bila dibandingkan dengan penggunaan kereta api sebagai alat transportasi umum di Eropa, apalagi bila dibandingkan dengan negeri Belanda yang mulai menggunakannya baru pada tahun 1939, jadi hanya terpaut waktu 28 tahun. Hal itu dapat dipahami, karena pada masa itu tanah air kita sedang dalam cengkraman penguasa kolonial dari negeri Belanda.63

Selain di Jawa, pembangunan jalan kereta api juga dilakukan di Sumatera Selatan (1914), Sumatera Barat (1891), Sumatera Utara (1886), Aceh (1874),       

61

Sugeng Harsoyo, Kedudukan Hukum PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN),Skripsi, (Medan, Fakultas Hukum, 2003), hlm. 73.

62

PT. Kereta Api Indonesia, Sejarah Perkeretaapian, http://www.kereta-api.co.id/, diakses 6 Juni 2014.

63

Tim Telaga Bakti Nusantara, Sejarah Perkeretaapian Indonesia Jilid I, (Bandung : Penerbit Angkasa, 1997), hlm.155.

bahkan tahun 1922 di Sulawesi juga telah dibangun jalan kereta api sepanjang 47 km antara Makassar-Takalar, yang pengoperasiannya dilakukan tanggal 1 Juli 1923, sisanya Ujungpandang-Maros belum sempat diselesaikan. Sedangkan Kalimantan, meskipun belum sempat dibangun, studi jalan kereta api Pontianak-Sambas (220 km) sudah diselesaikan. Demikian juga pulau Bali dan Lombok juga pernah dilakukan studi pembangunan jalan kereta api.64

Pada zaman penjajahan Belanda, perkeretaapian benar-benar mengalami kejayaan akibat melimpahnya barang komoditas hasil produksi perkebunan dan pabrik yang saat itu diangkut oleh kereta api, sebagai satu-satunya alat transportasi darat yang mampu mengangkut dalam jumlah besar dengan biaya yang relatif murah dan waktu yang relatif lebih cepat, selain agar dapat mengangkut hasil bumi, kereta api juga bermanfaat bagi kepentingan pertahanan pada waktu itu. Belanda memang memiliki pandangan jauh ke depan soal masa depan transportasi Indonesia.

Kesuksesan pembangunan dan pemanfaatan jaringan transportasi kereta api yang dirasakan pemerintah kolonial Belanda maupun pihak-pihak swasta terpaksa berakhir setelah Jepang masuk ke Indonesia. Setelah pemerintahan Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tahun 1942, sejak saat itulah sarana-sarana yang telah dibangun oleh pemerintah Belanda juga dikuasi oleh Jepang termasuk sarana perkeretaapian.

Pada masa pendudukan Jepang (1 Maret 1942 - 17 Agustus 1945) semua perkeretaapian di Jawa dikuasai oleh pemerintah angkatan darat (Rikuyun). Pada       

64

Wikipedia, Sejarah Perkeretaapian di Indonesia,

masa ini perkeretaapian lebih difungsikan sebagai perangkat perang. Dimana terjadilah pembongkaran jalan rel, sarana dan prasarana berkurang, pekerjaan perawatan terabaikan, sehingga kondisi operasi perkeretaapian sangat merosot. Semua perusahaan kereta api disatukan dengan nama Rikuyu Kyoku. Sedangkan perkeretaapian di Sumatera di bawah pemerintahan angkatan laut Jepang (Kaigun) dengan nama Tetsudo Tai dengan pusat di Bukit Tinggi.65

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945, karyawan kereta api yang tergabung dalam "Angkatan Moeda Kereta Api" (AMKA) mengambil alih kekuasaan perkeretaapian dari pihak Jepang. Peristiwa bersejarah yang terjadi pada tanggal 28 September 1945, pembacaan pernyataan sikap oleh sejumlah anggota AMKA, menegaskan bahwa mulai tanggal 28 September 1945 kekuasaan perkeretaapian berada ditangan bangsa Indonesia. Orang Jepang tidak diperkenankan lagi campur tangan dengan urusan perkeretaapian di Indonesia. Inilah yang melandasi ditetapkannya 28 September 1945 sebagai Hari Kereta Api di Indonesia, serta dibentuknya "Djawatan Kereta Api Republik Indonesia" (DKARI).66

Setelah negara Republik Indonesia menjadi negara kesatuan pada Januari 1950, DKARI berubah menjadi DKA. Berdasarkan UU No. 19 dengan Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1963, terhitung 22 Mei 1963 status perusahaan kereta api di Indonesia berubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA). Sedangkan di Sumatera, Deli Spoorweg My terhitung 1957 dinasionalisasi dan

       65

Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Sejarah Panjang Perkeretaapian di Indonesia, http://dishub.jabarprov.go.id/content.php?id=299, diakses 6 Juni 2014.

66

masuk di bawah perusahaaan kereta api pemerintah pada saat itu dan kemudian bergabung menjadi PNKA.67

Masih dalam rangka pembenahan BUMN, Pemerintah mengeluarkan UU No. 9 Tahun 1969 Tentang BUMN tanggal 1 Agustus 1969, yang menetapkan BUMN menjadi tiga, yaitu Perseroan, Perusahaan Umum dan Perusahaan Jawatan. Sejalan dengan UU dimaksud berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 61 Tahun 1971 tanggal 15 September 1971, bentuk Perusahaan PNKA dikembalikan ke dalam bentuk perusahaan Jawatan menjadi “Perusahaan Jawatan Kereta Api” (PJKA).

Selanjutnya berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 57 Tahun 1990 Tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Kereta Api Menjadi Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api, pada 2 Januari 1991, Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) mengalami perubahan menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka). Bentuk Perum digunakan hingga menjelang akhir pemerintahan Orde Baru.

Tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi, sekaligus memupuk keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan. Sifat usaha Perum lebih menitikberatkan pada pelayanan umum baik pelayanan maupun penyediaan barang dan jasa. Perum memiliki kekayaan sendiri yang terpisah dengan kekayaan negara.68

       67

Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Barat, Loc.cit.

68

Kemudian diikuti dengan diterbitkannya Undang-Undang No 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, dengan tujuan agar lebih otonom dan berorientasi komersial. Dokumen tersebut juga menyatakan komitmen pemerintah tentang hal spesifik yang hendak dilaksanakan, yaitu korporatisasi dan komersialisasi subsektor perkeretaapian.69

Berikutnya, dalam rangka “Loan Agreement” No. 4106-IND tanggal 15 Januari 1997 berupa bantuan proyek dari Bank Dunia, yang kemudian lebih dikenal dengan Proyek efisiensi perkeretaapian atau “Railway Efficiency Project” (REP), diarahkan pada peningkatan efisiensi dan kualitas pelayanan yang ditempuh melalui delapan kebijakan, yaitu: 70

a. Memperjelas peranan antara pemilik (owner), pengaturan (regulator), dan pengelola (operator);

b. Melakukan restrukturisasi Perumka, termasuk merubah status Perusahaan Umum menjadi Perseroan Terbatas;

c. Kebijakan pentarifan dengan pemberian kompensasi dari pemerintah kepada Perumka atas penyediaan KA non komersial, yaitu tarifnya ditetapkan oleh pemerintah;

d. Rencana jangka panjang dituangkan dalam Perencanaan Perusahaan

(Corpoorate Planning), yang dijabarkan ke dalam rencana kerja anggaran

perusahaan secara tahunan;

e. Penggunaan peraturan dan prosedur dalam setiap kegiatan; f. Pengingkatan peran serta sektor swasta;

g. Peningkatan SDM;

h. Pengelolaan lingkungan, kesehatan dan keselamatan kerja.

Sejalan dengan maksud REP (Railway Efficiency Project) tersebut, langkah berikut menuju korporatisasi dan komersialisasi subsektor perkeretaapian adalah perubahan status dari bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) berdasarkan Peraturan Pemerintah No.       

69

Taufik Hidayat (1), Jalan Panjang Menuju Kebangkitan Perkeretaapian Indonesia Reformasi dan Restrukturisasi Perkeretaapian, (Bandung : Indonesian Railway Watch, 2012), hlm. 83.

70

19 Tahun 1998 Tentang pengalihan Bentuk Perusahaan Umum (Perum) Kereta Api Menjadi Perusahaan Perseroan (Persero), tanggal 3 Februari 1998, Keppres No. 39 Tahun 1999, dan Akta Notaris Imas Fatimah No. 2 Tahun 1999, menjadi PT. Kereta Api (Persero).

Perubahan ini menegaskan bahwa pengalihan status tersebut memberi konsekuensi harus mampu menghidupi dan mengembangkan diri (mandiri), fleksibel dalam pengelolaan, serta peningkatan pelayanan, pendapatan dan efisiensi biaya (profit oriented).71

Bentuk Perseroan Terbatas dipertahankan hingga kini. Ada perubahan nama ketika pada 2010 direksi menganggap penting untuk memasukkan kata ‘Indonesia’ pada nama perseroan. Melalui Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010, nama resmi perseroan menjadi PT. Kereta Api Indonesia (Persero).72

Dilihat dari perubahan demi perubahan regulasi yang mengatur perkeretaapian Indonesia, dapatlah disimpulkan sarana angkutan massal itu sejak diambil alih dari Belanda hingga kini telah mengalami perubahan status yang luar biasa. Pada mulanya perusahaan Negara melalui tiga bentuk badan usaha, yaitu perusahaan jawatan (Perjan), kemudian berubah menjadi perusahaan umum (Perum) dan pada akhirnya berubah menjadi perusahaan perseroan (Persero).

Tabel 2.1 Ringkasan Sejarah Perkeretaapian Indonesia

Periode Status Dasar Hukum

Th. 1864 Pertama kali dibangun Jalan Rel sepanjang 26 km antara Kemijen Tanggung oleh Pemerintah Hindia Belanda

1864 s.d 1945 Staat Spoorwegen (SS) Verenigde IBW       

71

Taufik Hidayat (1), Op.Cit., hlm. 85.

72

Hadi M. Djuraid, Jonan & Evolusi Kereta Api Indonesia, (Jakarta : PT Mediasuara Shakti-BUMN Track, 2013), hlm. 158.

Spoorwegenbedrifj (VS) Deli Spoorwegen Maatschappij (DSM) 1945 s.d 1950 DKA IBW 1950 s.d 1963 DKA - RI IBW 1963 s.d 1971 PNKA PP. No. 22 Th.1963 1971 s.d.1991 PJKA PP. No. 61 Th.1971 1991 s.d 1998 PERUMKA PP. No. 57 Th.1990

1998 s.d. 2010 PT. KERETA API (Persero) PP. No. 19 Th.1998 Keppres No. 39 Th.1999

Akte Notaris Imas Fatimah

Mei 2010 s.d sekarang

PT. KERETA API INDONESIA (PERSERO)

Instruksi Direksi No. 16/OT.203/KA 2010

Sumber: Website Resmi PT. Kereta Api Indonesia (Persero), http://www.kereta-api.co.id/

Restrukturisasi perkeretaapian merupakan kebijakan yang cukup besar dan penting dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia. Berbagai faktor yang melatarbelakangi retrukturisasi perkeretapian antara lain adalah :73

1. Kegagalan perkeretaapian dalam memberikan kualitas pelayanan bagi masyarakat, baik yang menyangkut kenyamanan (comfort), kemudahan (convenience), ketepatan waktu (punctuality) dan keandalan (reliability);

2. Kegagalan perkeretaapian untuk beradaptasi dengan pasar;

3. Kegagalan perkeretaapian mengenal demand bagi pelayanan baru dan mengembangkan produk-produk baru;

4. Model organisasi perkeretaapian yang masih bercorak tradisional, termasuk di dalamnya adalah kurangnya independensi manajemen terhadap campur tangan negara;

5. Terjadinya kemunduran kualitas prasarana (track) dan peningkatan subsidi, kinerja finansial yang lemah sebagai akibat peningkatan biaya-biaya operasi dan pemeliharaan, ketidaksesuaian peningkatan volume terhadap peningkatan pendapatan baru.

Rencana restrukturisasi PT. Kereta Api Indonesia dimulai dengan adanya

Railway Efficency Project yang didukung oleh Bank Dunia.74 Target utama dari

       73

Taufik Hidayat (1) ,Op.cit., hlm. 47.

74

restrukturisasi perkeretaapian sesungguhnya tidak terlepas dari sasaran pokok untuk melindungi kepentingan publik, yang berorientasi penuh kepada penugasan jasa kereta api, peningkatan efisiensi pencapaian kinerja yang lebih baik, serta peningkatan pangsa pasar dan kualitas pelayanan.

Satu lagi perubahan yang cukup besar dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia adalah menyangkut penyelenggara perkeretaapian itu sendiri. Sejak berlakunya Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian, kondisi perkeretaapian nasional dapat dikatakan masih bersifat monopoli. Sebagaimana disebutkan bahwa badan penyelenggara adalah badan usaha milik negara yang melaksanakan penyelenggaraan angkutan kereta api, yaitu Perumka75 (sekarang PT. KAI).

Kondisi tersebut dihadapkan pada berbagai masalah, antara lain kontribusi perkeretaapian terhadap transportasi nasional masih rendah, sarana dan prasarana belum memadai, jaringan masih terbatas, kemampuan pembiayaan terbatas, tingkat kecelakaan masih tinggi, dan tingkat pelayanan masih jauh dari harapan.

Dengan pertimbangan yang ada maka terjadi perubahan dalam undang-undang yang baru yaitu Undang-Undang No. 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Dalam undang-undang ini perkeretaapian tetap diselenggarakan oleh suatu badan usaha yaitu Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian.76

       75

Lihat Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian.

76

Perubahan itu berarti bahwa berdasarkan undang-undang perkeretaapian yang baru, maka penyelenggara perkeretaapian tidak lagi dimonopoli oleh negara dalam bentuk BUMN, melainkan telah terbuka kesempatan bagi pihak lain seperti Badan usaha Milik Daerah (BUMD) termasuk badan hukum Indonesia yang khusus didirikan untuk perkeretaapian (swasta).

D. Pengaturan tentang Public Service Obligation sebagai Bentuk Pelayanan Umum oleh PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai BUMN Persero

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) adalah perusahaan milik negara yang bergerak dalam bidang transportasi penumpang dan barang menggunakan kereta api. 77

PT. Kereta Api Indonesia (Persero) sebelum menjadi Perusahaan Perseroan seperti sekarang ini mengalami beberapa kali pergantian bentuk badan hukum. Pergantian bentuk badan hukum itu bukanlah sekedar pergantian nama dan status. Hal itu membawa implikasi pada pengelolaan perusahaan secara mendasar.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara hanya mengenal 2 (dua) jenis perusahaan milik negara, yaitu Perusahaan Umum dan Persero. Undang-undang tersebut membedakan secara jelas maksud dan tujuan dua bentuk badan usaha itu.

Pasal 36 ayat (1) menyebutkan, maksud dan tujuan Perum adalah menyelenggarakan usaha yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa       

77

Tim Penulis PPM Manajemen, Inovasi Perusahaan Indonesia, (Jakarta : Penerbit PPM, 2014), hlm. 79.

penyediaan barang dan/atau jasa yang berkualitas dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat. Dengan kata lain, penekanan fungsi Perum adalah pada kegiatan usaha untuk pelayanan kepada masyarakat, tanpa keharusan untuk memperoleh keuntungan.78

Sedangkan Persero secara tegas disebutkan tujuannya adalah untuk memperoleh keuntungan. Pasal 12 mencantumkan maksud dan tujuan pendirian persero adalah: a) menyediakan barang dan/atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat; b) mengejar keuntungan guna meningkakan nilai perusahaan. Maka perubahan dari status Perum menjadi Persero pada tahun 1998 membawa konsekuensi kereta api harus dikelola sebagai sebuah perusahaan dengan orientasi untuk memberikan jasa pelayanan publik yang berkualitas dan mengejar keuntungan.79

Salah satu sumber pendapatan yang kemudian diharapkan akan menjadi keuntungan (profit) adalah melalui penjualan tiket penumpang dengan tarif yang proporsional. Proses penentuan tarif pada dasarnya didesain untuk mempertahankan keseimbangan antara persyaratan finansial perkeretaapian dan kepentingan umum, seperti kemampuan penyediaan layanan dan keselamatan dengan memperhatikan aspek lingkungan.

Permasalahan penyesuaian tarif telah menjadi permasalahan klasik. Untuk kereta api komersial, tarif ditentukan sendiri oleh PT. Kereta Api Indonesia

       78

Hadi M. Djuraid, Loc.cit.

79

(Persero). Namun untuk tarif kereta api non-komersial (kelas ekonomi) tarif ditentukan oleh pemerintah dengan persetujuan DPR.80

Keterlibatan pemerintah sangat tinggi dalam proses penentuan tarif, terutama tarif angkutan pelayanan kelas ekonomi. Negosiasi biasanya dilakukan antara entitas politik (legislatif) dengan manajemen perkeretaapian. Permintaan manajemen bagi kenaikan tarif pun harus melewati proses review yang panjang dan dipengaruhi oleh berbagai faktor-faktor eksternal. Ketidakpastian ini menyebabkan manajemen tidak dapat menentukan pendapatan dan rencana program investasi jangka panjang secara akurat.

Inefisiensi pada proses penentuan tarif telah melipatgandakan subsidi. Kenaikan tarif yang tidak mencukupi merupakan penyebab pendapatan rendah dan pelayanan kurang maksimal yang memperlemah kinerja perkeretaapian.81

Mengingat sebagian besar penumpang kereta api adalah masyarakat bawah yang menggunakan kereta api kelas ekonomi, maka sesungguhnya tanggung jawab terhadap kualitas pelayanan terhadap konsumen pada dasarnya secara substansial berada di pundak pemerintah sebagai owner perkeretaapian Indonesia, sesuai dengan Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Undang-undang tersebut secara eksplisit memberikan penugasan khusus kepada PT. Kereta Api Indonesia (Persero) dalam pengelolaan kereta api kelas ekonomi dengan tarif sepenuhnya ditentukan oleh pemerintah, namun PT. KAI (Persero)

       80

Taufik Hidayat (2), Perkeretaapian Indonesia di Persimpangan Jalan, (Jakarta : YLKI, IRW, dan Ford Foundation, 2004), hlm.31.

81

memperoleh kompensasi dalam bentuk subsidi yang diatur dalam skema PSO

(Public Service Obligation).82

Ada 2 (dua) hal yang menjadi latar belakang yang mendasari diberikannya PSO kepada perkeretaapian. Pertama, kebijakan Pemerintah pada Desember 1995 tentang pengembangan perkeretaapian sebagai policy framework yang tertuang dalam Goal and Policies for Development of the Railway Transport Sub Sector, yang memuat antara lain peran Pemerintah sebagai pembuat kebijakan dan peraturan perundang-undangan perkeretaapian, pemilik perusahaan, pemilik prasarana pokok, dan sebagai rgulator. Pemerintah sebagai regulator dapat menugaskan badan penyelenggara untuk mengoperasikan kereta api dengan tarif di bawah normal dengan pemberian kompenasi.83

Kedua, Staff Appraisal Report Bank Dunia yang tercantum dalam Railway

Efficiency Project Report 15646-IND, tanggal 17 Oktober 1996 yang memuat

antara lain pentarifan dan kompensasi atas angkutan Kelas Ekonomi (PSO). Staff

Appraisal Report merekomendasikan penerapan PSO dengan prinsip-prinsip

utama PSO.84

PSO (Public Service Obligation) merupakan salah satu bentuk realisasi

dari Pasal 34 ayat (3) UUD 1945 yang menyebutkan : “Negara bertanggung jawab atas fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.

Banyak peraturan perundang-undangan yang melandasi pelaksanaan PSO

(Public Service Obligation) dalam penyelenggaraan perkeretaapian oleh PT.

       82

Ibid., hlm. 4-5.

83

Taufik Hidayat, Op.Cit., hlm.61.

84

Kereta Api Indonesia (Persero) sebagai penyelenggara perkeretaapian di indoneisa.

Pertama, Undang-Undang No. 19 Tahun 2003 tentang BUMN, Pasal 66

ayat (1) dan (2) beserta penjelasannya menyatakan bahwa Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan kegiatan BUMN.

Dalam penjelasannya disebutkan bahwa meskipun Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didirikan dengan maksud dan tujuan untuk mengejar keuntungan, tidak tertutup kemungkinan untuk hal-hal yang mendesak, BUMN diberikan penugasan khusus oleh pemerintah. Apabila penugasan tersebut menurut kajian secara finansial tidak fisibel, pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut termasuk margin yang diharapkan.

Kedua, dalam Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 tentang Pendirian,

Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN, dalam bab tentang Kewajiban Pelayanan Umum, disebutkan bahwa :85

(1) Pemerintah dapat memberikan penugasan khusus kepada BUMN untuk menyelenggarakan fungsi kemanfaatan umum dengan tetap memperhatikan maksud dan tujuan serta kegiatan usaha BUMN.

(2) Rencana penugasan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikaji bersama antara BUMN yang bersangkutan, Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis yang memberikan penugasan tersebut yang dikoordinasikan oleh Menteri Teknis yang memberikan penugasan.

       85

Lihat Pasal 65 ayat (1) sampai dengan ayat (6) Peraturan Pemerintah No. 45 tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran BUMN

(3) Apabila penugasan tersebut secara finansial tidak menguntungkan, Pemerintah harus memberikan kompensasi atas semua biaya yang telah dikeluarkan oleh BUMN tersebut, termasuk margin yang diharapkan sepanjang dalam tingkat kewajaran sesuai dengan penugasan yang diberikan.

(4) Setiap penugasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus terlebih dahulu mendapatkan persetujuan RUPS untuk Persero dan Menteri untuk Perum.

(5) BUMN yang melaksanakan penugasan khusus Pemerintah, harus secara tegas melakukan pemisahan pembukuan mengenai penugasan tersebut dengan pembukuan dalam rangka pencapaian sasaran usaha perusahaan.

(6) Setelah pelaksanaan kewajiban pelayanan umum, Direksi wajib memberikan laporan kepada RUPS/Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis yang memberikan penugasan.

Dalam penjelasan Pasal 65 PP No. 45 Tahun 2005 ini menyatakan bahwa fungsi kemanfaatan umum adalah penugasan yang diberikan Pemerintah dalam rangka memberikan kewajiban pelayanan umu (PSO) yaitu berupa kewajiban Pemerintah untuk menyediakan barang dan jasa tertentu yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat luas.

Ketiga, dalam Undang-Undang No.23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian

disebutkan bahwa untuk pelayanan kelas ekonomi, dalam hal tarif angkutan yang ditetapkan oleh Pemerintah atau Pemerintah Daerah lebih rendah daripada tarif yang dihitung oleh Penyelenggara Sarana Perkeretaapian berdasarkan pedoman penetapan tarif yang ditetapkan oleh Pemerintah, selisihnya menjadi tanggung jawab Pemerintah atau Pemerintah Daerah dalam bentuk kewajiban pelayanan publik atau yang dikenal dengan PSO (Public Service Obligation).86

Keempat, SKB 3 Menteri : Menteri Perhubungan, Menteri Keuangan, dan

Menteri PPN/Kepala Bappenas No. KM.19 Tahun 1999, No. 83/KMK.03/1999,

       86

No. KEP.024/K/03/1999, tentang Pembiayaan atas Pelayanan Umum Angkutan Kereta Api Penumpang Kelas Ekonomi, Pembiayaan atas Perawatan dan Pengoperasian Prasarana Kereta Api serta Biaya atas Penggunaan Prasarana Kereta Api (PSO,IMO dan TAC).87

Kelima, SKB 3 Dirjen : Dirjen Perhubungan Darat, Dirjen Anggaran, dan

Deputi Kepala Bappenas Bidang Prasarana No. SK.95/HK.101/DRJD/1999, No.KEP-37/A/1999, No.3998/D.VI/06/1999, tentang Kriteria, Tolok Ukur, Prosedur dan Mekanisme Pembiayaan atas Pelayanan Umum Kereta Api Kelas Ekonomi, Biaya Perawatan dan Pengoperasian serta Biaya penggunaan Prasarana Kereta Api.88

Keenam, dasar PSO (Public Service Obligation) dalam penyelenggaraan

perkeretaapian adalah Perpres No. 53 Tahun 2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik dan Subsidi Angkutan Perintis Bidang Perkeretaapian, Biaya Penggunaan Prasarana Perkeretaapian Milik Negara, serta Perawatan dan Pengoperasian Perkeretaapian Milik Negara.

Dalam Perpres No.53 Tahun 2012 ini yang dimaksud dengan kewajiban pelayanan publik (Public Service Obligation) adalah kewajiban pemerintah untuk memberikan pelayanan angkutan kereta api kepada masyarakat dengan tarif yang terjangkau.89

Pelayanan angkutan kereta api yang digunakan untuk menyelenggarakan kewajiban pelayanan publik harus memenuhi standar pelayanan minimum yang       

87

Taufik Hidayat, Op.Cit., hlm. 65.

88

Ibid., hlm. 65-66.

89

Lihat Pasal 1 angka 2 Perpres No.53 Tahun 2012 tentang Kewajiban Pelayanan Publik

Dokumen terkait