• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sekedar Catatan

Bismillah. Wa bihi nasta'iinu.

Tidak henti-hentinya semestinya kita bersyukur kepada Allah. Sebab setiap detik waktu yang kita lalui adalah berkat nikmat dan karunia-Nya. Setiap tetes air yang kita minum, setiap hembusan nafas yang kita lakukan, dan setiap detak jantung yang kita rasakan.

Saudaraku yang dirahmati Allah, kasih sayang Allah kepada hamba-hamba-Nya sangatlah luas dan beraneka ragam. Bahkan kita pun tidak akan sanggup menghingga seberapa besar dan sebanyak apa

jumlah nikmat dan rahmat yang telah Allah limpahkan kepada diri kita yang lemah ini. Cahaya yang kita nikmati setiap hari, telinga yang kita gunakan untuk mendengar, mata yang kita pakai untuk melihat, dan lisan yang kita gunakan untuk berbicara. Semua ini adalah bagian kecil dari nikmat yang telah Allah berikan kepada kita; dalam rangka menguji kita apakah kita bisa menjadi hamba yang bersyukur kepada-Nya atau justru sebaliknya...

Perjalanan waktu demi waktu, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan, tahun demi tahun yang telah berlalu seolah tidak kita sadari bahwa itu adalah anugerah dan kesempatan yang Allah berikan kepada kita untuk mengisi hidup di alam dunia ini dengan ketakwaan. Mungkin anda tidak sadar bahwa selama ini begitu banyak dosa dan kesalahan yang telah kita torehkan di atas lembaran catatan amal. Betapa hitam hati kita karena dosa dan kedurhakaan. Betapa keras hati kita karena saking jauhnya dari mengingat Allah dan kalam-Nya. Belumkah tiba saatnya bagi insan-insan beriman untuk tunduk hati mereka khusyu' dalam kelezatan dzikir kepada Allah?

Ataukah sebenarnya kita sedang hanyut dan larut serta tenggelam dalam sejuta kelalaian dan berlapis-lapis kegelapan? Kegelapan dosa, kebodohan, maksiat, dan penyimpangan pemikiran serta jerat hawa nafsu dan tertipu oleh bisikan setan... Seolah luka demi luka yang menimpa hati tidak lagi menyisakan rasa perih dan pedih akibat kemaksiatan. Seperti yang dikatakan oleh sebagian orang, bahwa 'tidaklah luka akan menyisakan rasa sakit, bagi badan orang yang sudah menjadi

mayat'. Atau kita sekarang ini adalah mayat-mayat berjalan. Jasad kita hidup tetapi hati kita telah

dibutakan dan tidak lagi memancarkan cahaya iman dan ketaatan. Wallahul musta'aan...

Saudaraku yang dirahmati Allah, hidayah dari Allah adalah sebuah nikmat agung yang harus kita sadari, nikmat besar yang tidak boleh kita sia-siakan. Hidayah itu mahal, buktinya orang 'sebaik' Abu Thalib pun tidak diberikan hidayah; gara-gara dia tidak enak dengan kaumnya apabila meninggalkan agama nenek-moyang mereka. Dia lebih suka bertahan dengan agama berhala daripada mengikuti ajaran tauhid suci yang dibawa oleh keponakannya...

Anda mungkin perlu sedikit merenung dan mengingat kembali saat-saat dimana Allah masih curahkan nikmat hidayah itu di hari-hari kecil anda. Ketika anda masih berkumpul bersama teman-teman untuk sholat berjama'ah di masjid, untuk berbuka puasa bersama, untuk bermain bersama, dan tertawa bersama-sama. Tidakkah hal itu menjadi kenangan manis dalam lintasan sejarah kehidupan anda? Hidayah itu terlalu mahal untuk dijual hanya demi ceceran-ceceran dunia; bahkan dunia seisinya ini tidak sebanding dengan hidayah Islam! Sebab sekaya apapun orang kafir maka kekayaan mereka tidak akan bisa menebus siksa neraka di akhirat sana...

Ya, semoga anda tidak menyangka bahwa penulis sedang berusaha untuk menggurui dan mempengaruhi pikiran anda. Sama sekali tidak ada niat jahat di balik tulisan ini. Hanya sebuah catatan dan kumpulan curahan hati yang tak bisa lagi dibendung karena melihat kenyataan yang sedemikian memilukan. Sebuah bencana yang menimpa hati jauh lebih mengerikan daripada bencana yang menimpa rumah dan pemukiman. Longsor, banjir, atau gunung meletus mungkin hanya akan melenyapkan nyawa korban. Akan tetapi kekafiran dan kemusyrikan yang telah meliputi hati akan menyisakan duka dan penyesalan yang berkepanjangan.

Apakah memandang iman sebagai keburukan dan melihat syirik sebagai kebaikan bukan sebuah bencana bagi anda? Apakah menilai penghambaan kepada selain Allah sebagai kebebasan dan keluhuran budaya merupakan nikmat atau justru malapetaka bagi kehidupan anda? Seorang ulama besar bernama Ibnul Qayyim rahimahullah mengingatkan tentang keadaan orang-orang yang berkubang dalam dosa kemusyrikan. Beliau berkata :

Mereka berlari meninggalkan penghambaan yang mereka diciptakan untuknya Maka mereka pun terjebak dalam perbudakan nafsu dan setan

Itulah hakikat orang yang mengabdi kepada sesembahan selain Allah; bahwa dia adalah pemuja hawa nafsu dan penyembah setan. Setan lah yang menyeru manusia untuk hanyut dan

menenggelamkan diri dalam fitnah kemusyrikan dan kekafiran. Setan mengajak kelompoknya agar bersama-sama nanti menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala. Setan tidak peduli apakah manusia sesat dari jalan kesenangan yang haram atau dari jalan penyimpangan pemikiran. Setan tidak peduli yang penting anda sesat dan kufur kepada Allah jalla wa 'ala.

Sudah jauh-jauh hari setan bersumpah di hadapan Allah ingin menyesatkan umat manusia dari jalan yang lurus. Setan akan berjuang dengan segala macam cara. Setan akan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan dan cita-citanya. Setan akan menebarkan angan-angan palsu, kerancuan pemahaman, dan tipu daya yang menyesatkan dan membinasakan. Setan mengutus bala tentaranya setiap hari untuk menyebar kerusakan demi kerusakan. Oleh sebab itu Allah telah peringatkan anak cucu Adam untuk tidak menjadikan setan sebagai teman. Apalagi menjadikan setan sebagai

penasihat dan konsultan dalam menjalani gaya hidup dan mengelola kehidupan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, hidup di alam dunia ini adalah sebuah kenikmatan. Akan tetapi kenikmatan ini akan berubah menjadi malapetaka ketika tidak kita gunakan dalam rangka syukur kepada Allah. Seperti yang pernah disinggung oleh seorang ulama terdahulu yang bernama Abu Hazim rahimahullah. Beliau berkata, “Setiap nikmat yang tidak semakin mendekatkan diri

kepada Allah itu adalah malapetaka.”

Nikmat hidup di dunia hanya akan menjadi bencana apabila tidak dihiasi dengan iman dan amal salih. Oleh sebab itu kehidupan yang baik dan bahagia hanya diberikan kepada mereka yang beriman dan beramal salih. Allah berfirman (yang artinya), “Barangsiapa yang melakukan amal

salih dari kalangan lelaki atau perempuan dalam keadaan beriman, pasti Kami akan memberikan kepadanya kehidupan yang baik, dan benar-benar Kami akan memberikan balasan kepada mereka berupa pahala yang lebih baik daripada apa yang mereka kerjakan.” (an-Nahl : 97)

Iman adalah sumber kebaikan. Iman adalah sebab keselamatan. Dan iman adalah jalan menuju kemuliaan. Allah berfirman (yang artinya), “Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuri

imannya dengan kezaliman/syirik, mereka itulah orang-orang yang diberikan keamanan, dan mereka itulah orang-orang yang diberi petunjuk.” (al-An'aam : 82)

Iman adalah pembenaran di dalam hati, diucapkan dengan lisan serta diamalkan dengan anggota badan. Iman bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena kemaksiatan. Rasulullah shallallahu

'alaihi wa sallam bersabda, “Iman itu adalah kamu beriman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, hari akhir, dan kamu beriman kepada takdir; yang baik dan yang buruk.” (HR. Muslim). Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Iman ada tujuh puluh lebih cabang. Yang paling tinggi adalah ucapan laa ilaha illallah, yang terendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan rasa malu adalah salah satu cabang iman.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hasan al-Bashri rahimahullah berkata, “Bukanlah iman itu dengan berangan-angan atau

menghias-hias penampilan. Akan tetapi iman adalah apa-apa yang bersemayam di dalam hati dan dibuktikan dengan amalan-amalan.”

Allah berfirman (yang artinya), “Sesungguhnya orang-orang beriman itu hanyalah orang-orang

kepadanya ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka, dan mereka hany bertawakal kepada Rabbnya...” (al-Anfal : 2-3)

Orang yang beriman memadukan di dalam dirinya antara perbuatan kebaikan dan merasa khawatir kalau-kalau amalnya tidak diterima. Dia menghadirkan rasa takut dan harap di dalam ibadahnya. Takut dan harap itu bagaikan dua belah sayap seekor burung yang ia akan terbang dengannya. Adapun orang fajir atau munafik mengumpulkan di dalam jiwanya antara berbuat keburukan dan merasa aman dari makar Allah. Mereka mengira telah melakukan sebaik-baik amalan tetapi pada kenyataannya amal mereka sia-sia dan tidak diterima di sisi Rabbnya.

Orang yang beriman akan merasakan kelezatan dalam ketaatan. Rasul shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, “Pasti akan merasakan manisnya iman; orang yang ridha Allah sebagai Rabb, Islam

sebagai agama, dan Muhammad sebagai rasul.” (HR. Muslim)

Malik bin Dinar rahimahullah berkata, “Telah keluar para pemuja dunia dari dunia dalam

keadaan belum merasakan sesuatu yang paling nikmat di dalamnya.” Orang-orang pun bertanya

kepadanya, “Apakah itu yang paling nikmat di dunia, wahai Abu Yahya?” maka beliau menjawab,

“Yaitu mengenal Allah 'azza wa jalla...”

Iman adalah sumber kebahagiaan insan. Allah berfirman (yang artinya), “Demi masa.

Sesungguhnya manusia benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman, beramal salih, saling menasihati dalam kebenaran, dan saling menasihati untuk menetapi

kesabaran.” (al-'Ashr : 1-3)

Amal salih adalah bagian dari iman. Tidak ada iman tanpa amal. Oleh sebab itu amal merupakan bagian tak terpisahkan dari hakikat iman. Amal tidak akan diterima kecuali apabila ikhlas karena Allah dan sesuai dengan ajaran Rasulullah shalallahu 'alaihi wa sallam.