COCONUTS IN HISTORICAL AND ARCHAEOLOGICAL RECORDS: AN EFFORT OF DEVELOPING MULTI-PURPOSES PLANTS
2.1. Sekilas Tanaman Kelapa
Pohon kelapa atau nyiur (Cocos nucifera) yang tinggi menjulang dengan daun di bagian ujung pohon, morfologinya terdiri atas akar, batang, daun, bunga, dan buah. Tanaman kelapa berakar serabut. Batang kelapa yang tumbuh tegak dan lurus dapat mencapai setinggi 25 meter atau lebih dengan diameter batang antara 25 -- 35 cm. Buah kelapa memiliki sabut pelapis yang cukup tebal dan tempurung yang keras, di dalamnya terdapat daging yang mengandung santan dan air. Pohon kelapa adalah tanaman yang memiliki sebuah titik
tumbuh yang terletak di ujung pohon, dan pohon ini tidak bercabang. Pada kondisi normal, pohon kelapa akan mulai berbunga pada umur antara 6 --- 8 tahun.
Pohon kelapa tumbuh baik di daerah yang berada di bawah ketinggian 300 meter dari permukaan laut dengan curah hujan antara 1270 -- 2550 mm/tahun. Tidak heran bila pohon kelapa banyak ditemukan tumbuh di daerah pantai, pada tanah yang mengandung garam (Sastrapraja dkk.,1980a:33).
Pohon kelapa atau nyiur adalah tanaman serba guna. Semua bagian tanamannya adalah bahan terpakai manusia. Catatan yang cukup tua, yang dibuat akhir abad ke-18 dan diterbitkan pertama kali pada tahun 1811 di Inggeris telah menceritakan hal itu, dimana disampaikan bahwa daging buah kelapa dikonsumsi dalam jumlah besar karena merupakan ramuan penting dalam banyak jenis makanan. Daging buah kelapa yang telah mengalami proses pemasakan juga menghasilkan minyak yang digunakan untuk meminyaki rambut, memasak, dan juga sebagai sarana penerangan. Nira yang dihasilkan pohon kelapa diproses menjadi gula kelapa, tuak, dan selanjutnya setelah disuling menjadi arak. Sabut buah kelapa banyak dianyam dijadikan tali. Adapun lidi yang diperoleh dari daun pohon kelapa dijadikan sapu. Catatan lama itu juga menyebutkan bahwa di Sumatera, tiap-tiap kampung dikelilingi pohon-pohonan dan pohon kelapa adalah jenis yang cukup menonjol. Bersama dengan jenis-jenis palem lainnya, pohon kelapa tumbuh rapat di sepanjang pantai pulau-pulau kecil di lepas pantai barat Sumatera (Marsden,2008:80--81).
Diketahui bahwa batang pohon kelapa juga menghasilkan kayu bangunan, daunnya untuk anyaman dan atap bangunan, sedangkan hasil terpenting tidak lain adalah buahnya yang mencapai jumlah 40--200 butir pertahun pada pohon yang telah dewasa. Penyadapan rangkaian bunga muda tanaman kelapa akan menghasilkan cairan, nira, yang dapat diminum langsung atau dipakai sebagai bahan pembuatan gula kelapa, tuak/arak, dan cuka. Adapun kopra yang dihasilkan dari pengeringan daging buah kelapa merupakan bahan dasar pembuatan minyak goreng, margarin, dan sabun yang merupakan komoditas penting dalam perdagangan dunia. Adapun produsen terpenting kopra adalah Asia dan Kepulauan Pasifik.
Demikianlah dari berbagai jenis tanaman industri, pohon kelapa merupakan jenis yang serba guna. Pohon kelapa disebut sebagai tanaman serba guna karena setiap bagian tanaman dapat dimanfaatkan untuk berbagai kebutuhan manusia (Sastrapradja dkk.,1980b:53). Nilai sosial pohon kelapa juga memiliki peran penting dalam dunia kesehatan. Beberapa manfaat kelapa bagi kesehatan diantaranya, daging buah kelapa diketahui mengandung berbagai macam enzim yang berguna dalam pencernaan. Akar pohon kelapa juga merupakan bahan obat-obatan dan zat pewarna.
Kelapa memiliki nilai ekonomi tinggi bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sebagian hasil tanaman kelapa sudah merupakan komiditi ekspor Indonesia. Batang pohon kelapa baik
dibuat arang atau digunakan sebagai bahan bangunan. Adapun dari tangkai bunganya dihasilkan nira/cairan manis yang banyak dijadikan gula kelapa. Tempurung buah kelapa juga diolah orang menjadi arang batok yang menjadi bahan pembuatan obat dan penyerap racun. Kemudian daun pohon kelapa, dapat dijadikan atap, sapu lidi, pembungkus ketupat, janur (hiasan berupa kerajinan tangan dengan menggunakan daun kelapa muda yang berwarna hijau muda dan kuning), dan juga rumpon (tempat tinggal/berkumpul dan berbiak ikan yang sengaja dibuat untuk memudahkan penangkapan ikan di sebuah wilayah perairan). Adapun daging buah kelapa dapat dibuat menjadi santan, kelapa parut kering, minyak dan lainnya.
Demikianlah satu jenis palem itu merupakan tanaman yang dikenal luas di sebagian belahan dunia. Jauh sebelum gula pasir - yang sebagian besar dihasilkan dari tanaman tebu
(Saccharum officinarum) - tersedia, gula merah merupakan bahan pemanis utama. Bahan
baku pembuatan gula merah diperoleh selain dari pohon tebu, juga dari berjenis pohon palem seperti pohon kelapa, enau/aren, nipah dan pohon siwalan (Mubyarto & Daryanti eds.,1991:75). Gula merah yang dihasilkan dari nira pohon kelapa dikenal sebagai gula kelapa. Sejak lama daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur menghasilkan gula merah berbahan baku nira pohon kelapa. Adapun daerah lain di Nusantara lebih banyak menghasilkan gula merah dari nira pohon enau/aren dan pohon siwalan/lontar (Mubyarto & Daryanti eds.,1991:73).
Berkenaan dengan upaya untuk mendapatkan nilai tambah pohon kelapa, maka nira yang dihasilkan dibuat menjadi gula merah atau gula kelapa. Gula kelapa adalah gula yang dihasilkan dari penguapan nira pohon kelapa (Cocos nucifera). Caranya, nira, yang diperoleh dengan cara menyadap mayang/bunga kelapa yang dilakukan 1--2 kali sehari, direbus hingga kental dan membeku.
Gula kelapa memperlihatkan bahwa kita memiliki potensi sumber daya alam yang kaya raya, yang mampu menyediakan bahan baku secara berkesinambungan. Warisan usaha nenek moyang untuk memproduk gula kelapa hingga kini masih menjadi salah satu alternatif usaha bagi banyak orang di Indonesia. Sebagai produk agroindustri, gula kelapa mempunyai peran penting terutama karena eksistensi dan fungsinya tidak tergantikan oleh jenis gula lain dalam pemakaiannya. Dikenal jelas bahwa gula kelapa mengandung mineral, warna yang khas, rasa, dan aroma. Gula kelapa biasa dijual dalam bentuk setengah mangkok atau setengah elips karena dihasilkan dari cetakan yang digunakan berupa setengah tempurung kelapa. Selain itu ada pula yang berbentuk silindris karena menggunakan bambu sebagai alat cetakannya.
Masih berkenaan dengan upaya menaikkan nilai tambah kelapa, belakangan orang juga membuat kelapa parut kering (farine de coco). Pembuatannya dengan cara memarut daging buah kelapa segar yang kemudian dikeringkan dengan pemanasan hingga bersuhu
71° C. Produk ini demikian istimewa karena rasa dan harumnya sama dengan daging buah kelapa segar. Bila kelapa parut kering ini baru dikenal di Indonesia sesudah Perang Dunia Kedua, maka di Srilangka dan Philipina sudah dihasilkan sejak tahun 1922.
Selanjutnya upaya mendapatkan nilai tambah dari pohon kelapa adalah dengan membuat minyak dari buah kelapa. Ini adalah suatu karya masyarakat di lingkungan yang sarat dengan pohon kelapa. Minyak dimaksud merupakan minyak nabati yang digunakan untuk keperluan dapur/memasak (sehingga orang kerap menyebutnya juga dengan minyak makan). Cara yang umum dilakukan dalam pembuatan minyak adalah dengan memasak langsung santan (cairan kental yang diperoleh dengan terlebih dahulu memarut daging buah) kelapa. Selain itu ada pula yang dilakukan dengan tidak langsung memasak santan, melainkan terlebih dahulu memprosesnya atau dengan menjadikan buah kelapa sebagai kopra.
Oleh karena hal tersebut, maka di seluruh Kepulauan Indonesia dikenal beberapa jenis minyak kelapa, yang dibedakan karena proses pembuatannya. Berikut adalah jenis minyak dimaksud (Soedijanto & Sianipar, 1991:155--156; Beratha,1984:65--67).
a. Minyak Klentik/Kelapa.
Ini adalah jenis minyak yang umum dihasilkan. Cara membuatnya, pertama-tama kelapa yang telah tua dikupas sabutnya dan diambil daging buahnya. Selanjutnya daging buah kelapa di parut, dan diremas-remas dengan air untuk diambil santannya. Setelah itu santan direbus hingga seluruh kandungan airnya menguap. Akhirnya minyak berangsur timbul mengambang di bagian atas santan. Inilah minyak yang diambil, dikumpulkan dan dapat digunakan untuk berbagai keperluan, diantaranya untuk menggoreng berbagai jenis makanan/masakan. Adapaun endapan yang tersisa di bagian bawah, di beberapa daerah di Pulau Jawa disebut blondo, yang gurih dan manis rasanya dimanfaatkan juga sebagai lauk-pauk.
b. Minyak Bacin
Cara membuatnya adalah dengan memarut daging buah kelapa tua yang kemudian dipendam dalam tanah selama beberapa hari. Selanjutnya parutan buah kelapa itu diambil dan dinjak-injak untuk mengeluarkan minyaknya. Jenis minyak kelapa yang satu ini menghasilkan bau yang tidak enak (bacin, dalam bahasa Jawa), sehingga biasanya digunakan hanya untuk bahan bakar/minyak lampu saja.
c. Minyak Bledigan.
Ini adalah upaya mendapatkan minyak yang tersisa pada ampas kelapa yang telah diperas santannya. Cara memperolehnya adalah dengan menempatkannya dalam keranjang selama 4--5 bulan, yang dipadatkan dengan cara dinjak-injak. Ampas kelapa yang telah dipadatkan dan diperam itu disebut gabar, yang masih memiliki kandungan minyak sekitar 5 %. Setelah cukup lama diperam, gabar itu lalu diperas dengan alat pemeras berbahan kayu. Minyak hasil perasan gabar itu yang di beberapa tempat disebut minyak bledigan.
d. Minyak Botokan
Di beberapa daerah di Jawa Tengah bagian selatan, buah kelapa yang belum begitu tua direndam dalam air selama 2 x 24 jam. Setelah itu diangkat dan diletakkan dalam keranjang, kemudian ditutup dengan daun pisang selama satu malam. Selanjutnya dikupas, dan daging buahnya diparut. Hasil parutan daging kelapa itu dijemur selama dua hari, lalu diperas dengan alat pemeras dari kayu.
e. Kopra
Selain menjadi bahan baku pembuatan minyak nabati/tumbuhan, kopra juga digunakan dalam pembuatan beberapa produk lain seperti margarine dan sabun. Selain itu kopra menjadi banyak digunakan untuk bahan pembuatan kosmetik (obat/bahan untuk mempercantik wajah, kulit, dan rambut). Produk minyak nabati berbahankan kopra memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan minyak nabati dari hasil pohon kelapa yang diolah langsung. Adapun proses pembuatan kopra secara umum adalah sebagai berikut. Buah kelapa dikupas sabutnya kemudian di belah dua. Selanjutnya belahan-belahan itu dijemur di panas matahari atau dikeringkan di atas api. Pengeringan dilakukan hingga daging buah kelapa mudah dilepaskan dari tempurungnya.
Setelah terlepas dari tempurungnya, proses pengeringan dilanjutkan kembali di panas matahari atau di atas api. Ini memakan waktu yang cukup lama sampai daging buah kelapanya betul-betul mencapai taraf kering. Pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari memerlukan waktu sampai sepuluh hari, tergantung cuaca. Adapun pengeringan di atas api memerlukan waktu hingga lima hari, dan ini tergantung pada bahan bakar yang digunakan.
Proses selanjutnya untuk menghasilkan minyak kelapa mengharuskan kopra dicuci lalu digiling sampai hancur. Sesudah itu dibasahi dengan uap panas, dipanaskan, dan akhirnya diperas dengan alat pemeras hidrolik bertekanan tinggi. Itu akan menghasilkan rendemen (angka banding dari bahan jadi yang diperoleh dengan sebenarnya dan yang secara teoritis diharapkan diperoleh) minyak yang cukup besar.
Adapun cara lain adalah dengan memasukkan kopra yang sudah digiling ke dalam mesin ekstraksi. Kemudian minyak yang diperoleh dengan cara diekstraksi itu didestilasi/disuling untuk memisahkan minyak kelapa dari cairan pengekstraksi/benzene. Rendemen minyak yang dihasilkan melalui proses ini dapat mencapai lebih tinggi dari rendemen minyak yang dihasilkan dengan cara pertama.