• Tidak ada hasil yang ditemukan

OLAH RASA/

FORMAT PENILAIAN Kompetensi

N. Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) 1.Makna Sekolah Islam Terpadu

Sekolah Islam Terpadu (SIT) pada hakekatnya adalah sekolah yang mengimplementasikan konsep pendidikan Islam berlandaskan Al-Qur’an dan As -Sunnah. Konsep operasional SIT merupakan akumulasi dari proses pembudayaan, pewarisan dan pengembangan ajaran agama Islam, budaya dan peradaban Islam dari generasi ke generasi. Istilah “Terpadu” dalam SIT dimaksudkan sebagai penguat (taukid) dari Islam itu sendiri. Maksudnya adalah Islam untuk menyeluruh, integral, bukan parsial. Hal ini menjadi semangat utama dalam gerak dakwah di bidang pendidikan ini sebagai “perlawanan” terhadap pemahaman sekuler dan dikotomi.128

SIT diartikan sebagai sekolah yang menerapkan pendekatan penyelenggaraan dengan memadukan pendidikan umum dan pendidikan agama menjadi satu jalinan kurikulum. Pelajaran umum seperti Matematika, IPA, IPS, Bahasa, Jasmani/Kesehatan, dan Keterampilan di bingkai dengan pijakan, pedoman dan panduan Islam. Sementara di pelajaran agama, kurikulum diperkaya dengan pendekatan konteks kekinian dan kemanfaatan, dan kemaslahatan.129

127Ibid.

128 Sukro Muhab, et. al, Standar Mutu Sekolah Islam Terpadu: Jaringan Sekolah Islam Terpadu (Jakarta: JSIT Indonesia, 2010), h. 35.

129

Dengan sejumlah pengertian di atas, dapatlah ditarik suatu pengertian umum yang komprehensif bahwa SIT adalah sekolah Islam yang diselenggarakan dengan memadukan secara integratif nilai dan ajaran Islam dalam bangunan kurikulum dengan pendekatan pembelajaran yang efektif dan pelibatan yang optimal dan koperatif antara guru dan orang tua, serta masyarakat untuk membina karakter dan kompetensi peserta didik.130

Sekolah berlabel Islam Terpadu “IT” muncul dalam berbagai tingkatan. Mulai dari level Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas. Fenomena ini memunculkan nama Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT), Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT), dan Sekolah Menengah Atas Islam Terpadu (SMAIT).

Kehadiran SDIT dan SMPIT terasa lebih banyak dibanding SMAIT. Hal ini menandakan bahwa sekolah unggulan, khususnya yang memberikan tawaran pembentukan karakter (kepribadian) lebih banyak ditawarkan sejak tingkat paling rendah. Bahkan kini muncul dalam level prasekolah dengan munculnya Taman Kanak-Kanak Islam Terpadu di sejumlah daerah. Orang tua nampaknya berkeinginan agar anak-anak mereka sudah bisa mengenal agamanya sejak dini.131

Di belakang nama sekolah berlabel “IT” mereka biasanya menggandeng nama yang berasal dari kata bahasa Arab atau nama yayasan yang menaunginya. Seperti Sekolah Islam Terpadu Al-Biruni di Makasar, sekolah yang terdiri dari TK, SD, dan SMP ini berada di bawah Yayasan Al-Biruni Mandiri; Sekolah Islam Terpadu Iqra’ di Bengkulu, sekolah yang terdiri SDIT dan SMPIT di bawah Yayasan al-Fida’.132

Dan masih banyak lagi sekolah Islam terpadu yang lainnya. Semua sekolah yang berlabel “IT” adalah lembaga pendidikan yang dikelola swasta. Walaupun begitu sekolah ini banyak mendapatkan respon positif orang tua. Salah satu indikatornya adalah jumlah murid yang membludak setiap tahun ajaran baru. Bahkan mereka berani menolak pendaftaran murid yang melebihi kapasitas daya tampung. Indikator lain adalah menjamurnya

130Ibid. h. 36.

131 Nanang Fatchurochman, Madrasah, Sekolah Islam Terpadu, Plus dan Unggulan (Depok: Lendean Hati Pustaka, Cet. 2, 2012), h. 4.

132

sekolah “IT” baru guna menampung daya tarik para orang tua siswa. Walaupun pada umumnya sekolah “IT” bertarif lebih besar dengan sekolah umum lainnya, orang tua tidak keberatan. Apalagi bagi mereka yang mempunyai kemampuan finansial yang lebih. Dengan mensekolahkan anaknya di sini, mereka merasa tidak khawatir perilaku anak mereka di luar rumah. Karena jam belajar di sekolah “IT” yang lebih panjang umumnya juga dipakai untuk sejumlah kegiatan ekstra dan sejumlah kegiatan positif lain yang ditawarkan. Sehingga banyak orang tua yang tidak mau mengambil resiko dan memilih sekolah berlabel “IT”.133

2. Tujuan SMPIT

Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) sebagai kelanjutan dari bentuk satuan pendidikan Sekolah Dasar. Sekolah Islam Terpadu (SIT), merupakan sekolah yang mencoba menerapkan sistem terpadu dengan melaksanakan program fullday school. Yang dimaksud program terpadu adalah program yang memadukan program pendidikan umum dan pendidikan agama, antara pengembangan potensi intelektual (fikriyah), emosional (ruhiyah), dan fisik (jasadiyah), dan antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sebagai pihak yang memiliki tugas dan tanggung jawab terhadap dunia pendidikan.134

Pemaduan program pendidikan umum dan agama dilakukan secara kuantitatif dan kualitatif. Secara kuantitatif artinya porsi program pendidikan umum dan pendidikan agama diberikan secara seimbang. Secara kualitatif berarti pendidikan umum diperkaya dengan nilai-nilai agama dan pendidikan agama diperkaya dengan muatan-muatan yang ada dalam pendidikan umum. Nilai-nilai agama memberikan makna dan semangat (roh) terhadap program pendidikan umum.135

SMPIT bertolak dari visi yang dibangun atas dasar keyakinan, bahwa proses pendidikan bertolak dari dan menuju fitrah manusia yang hakiki sebagai hamba Allah. Dalam arti pendidikan merupakan proses pencarian jati diri manusia dan

133Ibid. h. 5-6.

134 Zubaedi, Desain…, h. 333.

135

proses memanusiakan manusia. Pendidikan membangun kesadaran kepada manusia tentang; siapa yang menjadikan manusia itu ada, dari mana manusia itu berasal, dan apa tugas manusia di bumi ini? Dalam proses pendidikan manusia diposisikan dan diperlakukan sebagai manusia yang memiliki potensi, ciri dan karakteristik yang unik. Maka dalam proses memanusiakan manusia itu harus sesuai dengan apa yang diperintahkan oleh Allah, Rabb yang menjadikan manusia itu ada dan sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah saw.136 Dalam mencapai visi tersebut, sekolah Islam terpadu mengemban misi menjadi wahana konservasi nilai-nilai ajaran Islam yang dibawa, diajarkan, dan dicontohkan Nabi Muhammad saw. menjadi wahana membangun, menumbuhkan, mengembangkan, membentuk, membina, dan mengarahkan potensi dasar (fitrah) anak didik.

Dalam perkembangannya, model pendidikan ini selalu diorientasikan pada pembentukan karakter anak yang utuh baik dari aspek kognitif, afektif, maupun psikomotoriknya. Dalam aspek kognitif misalnya, anak didik dituntut untuk memiliki wawasan yang luas baik dalam ilmu-ilmu agama maupun ilmu-ilmu umum. Pada aspek afektif anak dituntut memiliki akidah yang benar, bersikap positif, misalnya: santun, toleran, jujur, berani, disiplin, rajin, cinta kasih sesama, bertanggung jawab, dan mandiri. Dalam aspek psikomotorik, misalnya anak terbiasa mencintai membaca dan menghafal al-Qur’an maupun al-Hadis, mampu melaksanakan praktik ibadah secara benar, bertindak terampil dan kreatif, serta selalu mengusahakan kesehatan dirinya.137

Sejalan dengan visi, misi dan tujuan yang telah dipaparkan, sekolah Islam terpadu dirancang dengan sistem terpadu yang memungkinkan siswa mengembangkan potensi dasarnya secara terpadu, terus menerus dan berkesinambungan. Guru tidak hanya berperan sebagai pengajar (mudarris), tetapi juga sebagai pendidik (murabbi) yang harus memahami perkembangan siswa. Guru dituntut menjadi sumber keteladanan yang nyata bagi siswa.

136 Badan Pengembangan Pendidikan Yayasan al-Fida, Manual Manajemen Pengembangan Sekolah SMPIT Iqra’

(Bengkulu: Yayasan Pendidikan, Sosial dan Dakwah al-Fida’ SMPIT Iqra’, 2005), h. 2. 137

Dengan segenap keterpaduan, pendidikan Islam di sekolah Islam terpadu menawarkan berbagai nilai lebih yang dapat diperoleh diantaranya siswa mendapatkan pendidikan umum yang penuh dengan nuansa keislaman, siswa mendapatkan pendidikan agama Islam secara aplikatif dan teoritis (do’a, shalat, dan cara makan/minum), siswa mendapat pelajaran dan bimbingan cara baca dan menghafal Al-Qur’an (tahfizh) secara tartil, siswa dapat menyalurkan potensi dirinya melalui kegiatan ekstrakurikuler, perkembangan bakat, minat, dan kecerdasan siswa diantisipasi sejak dini, pengaruh negatif dari luar sekolah dapat diminimalisasi.138

Penguatan pendidikan karakter dan budi pekerti melalui sekolah “IT” menjadi jawaban terhadap kekurangan yang selama ini mewarnai institusi sekolah. Pola pendidikan yang umumnya berjalan di sekolah-sekolah saat ini hanya sekadar menampilkan aspek “simbolis” bahwa setiap anak didik yang lulus kemudian mendapatkan ijazah yang bertuliskan deret angka, tetapi kurang membentuk sikap dan pola pikir anak. Anak jadinya mengalami split-personality (kepribadian terbelah) akibat salahnya sistem pendidikan. Sekolah seperti ini tidak lagi tampil sebagai suatu lembaga pendidikan tetapi telah terjebak menjadi “industri pengajaran” yang hanya sekedar memenuhi target kurikulum tanpa memperhatikan “evaluasi” terhadap hasil proses belajar mengajar pada anak didiknya (karakter seperti apa yang ada pada anak sekolah selesai mendapat pengajaran?). Anak sekedar tersekolahkan tetapi tidak terdidik oleh budaya intelektual, sosial, budaya, dan agama. Kalau orientasi pendidikan pada diri anak sendiri tidak pernah tercapai, lalu bagaimana orientasi kebangsaan yang lebih besar. Sejalan dengan pandangan Ki Hajar Dewantara, pengetahuan dan kepandaian bukan tujuan melainkan alat (perkakas) untuk meraih kematangan jiwa yang akan dapat mewujudkan hidup dan penghidupan tertib dan suci, serta bermanfaat bagi orang lain.139

138Ibid. h. 336. 139