BOGOR
2008
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kandungan Hormon IAA, Serapan Hara, dan Pertumbuhan Beberapa Tanaman Budi Daya sebagai Respon terhadap Aplikasi Pupuk Biologi adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2008
Sigit Tri Wibowo G351050131
Pertumbuhan Beberapa Tanaman Budi Daya sebagai Respon terhadap Aplikasi Pupuk Biologi. Dibimbing oleh HAMIM dan ARIS TRI WAHYUDI.
Penggunaan pupuk kimia (anorganik) yang terus menerus dapat menurunkan kesuburan tanah. Tujuan penelitian ini adalah mempelajari kandungan hormon, tingkat serapan hara, dan pertumbuhan beberapa tanaman budidaya terhadap aplikasi pupuk biologi. Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor, Jawa Barat. Rancangan Acak Lengkap dengan faktor tunggal dilakukan pada lima jenis tanaman budi daya yaitu jagung, padi, kedelai, kacang tanah, dan caisim, masing- masing dengan 3 ulangan. Perlakuan terdiri dari 4 taraf yaitu : I. Tanpa pupuk, II. 100% pupuk biologi (dosis 100 g/pot), III. 100% pupuk anorganik, IV. Kombinasi pupuk biologi dan pupuk anorganik dengan perbandingan 50%: 50%. Pupuk biologi yang digunakan adalah kompos yang diperkaya mikroba Pseudomonas, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium, dan pelarut P. Dosis pupuk anorganik adalah 0.5 g/pot Urea; 0.5 g/pot SP-36; 0.375 g/pot KCl untuk padi, jagung, caisim dan 0.125 g/pot Urea; 0.5 g/pot SP-36; 0.375 g/pot KCl untuk kedelai dan kacang tanah. Penggunaan pupuk biologi dapat meningkatkan kandungan hormon IAA pada jaringan tanaman caisim, jagung, dan kedelai rata-rata sebesar 73-159%. Penggunaan pupuk biologi juga mampu meningkatkan tingkat serapan hara (N, P, dan K) pada seluruh tanaman sebesar 2-34 kali dibandingkan tanaman kontrol. Peningkatan produksi dihasilkan oleh aplikasi pupuk biologi pada tanaman jagung, kacang tanah, dan caisim. Di sisi lain, perlakuan tersebut belum meningkatkan pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman padi dan kedelai. Hasil penelitian ini menunjukkan pupuk kompos yang diperkaya mikroba aktivator dapat menggantikan pupuk anorganik bagi pertumbuhan dan produksi beberapa tanaman budidaya.
SIGIT TRI WIBOWO. Hormone IAA Content, Nutrient Uptake, and Gowth of Some Cultivated Crops in Response to The Application of Biofertilizer. Under the direction of HAMIM and ARIS TRI WAHYUDI
Application of inorganic fertilizer simultaneously has been known to cause a decrease in soil fertility. The aim of this research was to study hormone content, nutrient uptake, and productivity of some cultivated crops in response to application of biofertilizer. The research was conducted in a green house of Cikabayan IPB Farm, Bogor Agriculture University, Darmaga, Bogor, West Java. A completely randomized design was applied in single factor experiment for five cultivated crops (maize, rice, soybean, peanut, and caisim) with 3 replications. The treatments consisted of 4 factors : I. Without fertilizer, II. 100% biofertilizer (dosage 100g/pot), III. 100% inorganic fertilizer IV. Combination between biofertilizer and inorganic fertilizer (50%: 50%). Biofertilizer was applied using compost enriched by Pseudomonas, Bacillus, Azotobacter, Azospirillum, Rhizobium, and P-solubilising bacteria. The dosage of inorganic fertilizer are 0.5 g/pot Urea; 0.5 g/pot SP-36; 0.375 g/pot KCl for rice, maize, caisim and 0.125 g/pot Urea; 0.5 g/pot SP-36; 0.375 g/pot KCl for soybean and peanut. Application of biofertilizer enhanced auxin hormone content of caisim, maize, and soybean by average of 73-159%. In addition, the treatment also increased the uptake of N, P, and K of all the plants by 2 to 35 times as compared to control plant. The production was increased on maize, peanut, and caisim due to application of biofertilizer. On the other hand, the treatment did not affect vegetative growth and production of soybean and rice. The result indicated that application of compost enriched by microbial activator was able to replace inorganic fertilizer for growth and production of some cultivated crops.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2008 Hak cipta dilindungi undang-undang
1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB
SEBAGAI RESPON TERHADAP APLIKASI PUPUK
BIOLOGI
SIGIT TRI WIBOWO
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Departemen Biologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Nama : Sigit Tri Wibowo
NIM : G351050131
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Hamim, M.Si. Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Biologi
Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA. Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang atas segala rahmat dan berkah-Nya, sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak Desember 2006 ini ialah peranan pupuk biologi dengan judul Kandungan Hormon IAA, Serapan Hara, dan Pertumbuhan Beberapa Tanaman Budi Daya sebagai Respon terhadap Aplikasi Pupuk Biologi.
Penulis sangat berterima kasih sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Hamim, M.Si. dan Dr. Aris Tri Wahyudi, M.Si. selaku komisi pembimbing, atas segala bimbingan, saran, dan kritiknya selama penelitian hingga selesainya penulisan karya ilmiah ini, serta Dr. Ir. Miftahudin, M.Si yang telah banyak memberi saran. Penelitian ini didanai dari Proyek Penelitian Kerja Sama antara LPPM IPB dengan Ditjen PLA Departemen Pertanian RI Melalui CF-SKR 2006, untuk itu kami mengucapkan terima kasih. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada istriku tercinta, ayah, ibu, dan keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Rekan- rekan seperjuangan (Eky, Ifun, Eko, Indra, Oim, Elvi, dan Asri) terima kasih atas kerja samanya.
Penulis berharap karya ilmiah ini bermanfaat.
Jakarta, Januari 2008
Sigit Tri Wibowo
Penulis dilahirkan di Gunung Kidul pada tanggal 30 Januari 1978 dari ayah Drs. Marsiono dan ibu Sujati. Penulis merupakan putra ketiga dari tiga bersaudara.
Tahun 2001 penulis lulus sarjana dari Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2005, penulis diterima di Program Studi Biologi pada Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis bekerja sebagai dosen tidak tetap pada Jurusan Pendidikan IPA, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sejak tahun 2004 hingga sekarang.
Halaman
DAFTAR TABEL………. xii
DAFTAR GAMBAR ……… xiii
DAFTAR LAMPIRAN………. xiv
PENDAHULUAN………. 1 TINJAUAN PUSTAKA
Hara Mineral Tumbuhan……… 4
Sumber-sumber Hara Mineral……… 5 Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati……… 7 Pemanfaatan Mikroba sebagai Pupuk Hayati……….. 8 Interaksi Mikroba dan Tumbuhan……… 10 BAHAN DAN METODE
Bahan Tanaman……….. 13
Tanah Percobaan dan Kompos……….. 13 Waktu dan Tempat Penelitian……… 13
Rancangan Percobaan……… 14
Pemeliharaan………. 14
Pemanenan dan Uji Hasil……….. 14 Analisis Jaringan Tanaman……… 15
Analisis Data………. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil………. 17 Hasil Analisis Uji Fisik dan Kimia Tanah Percobaan ………. 17 Hasil Analisis Kompos dengan Mikroba Aktivator…………. 18 Kandungan Hormon Auksin/IAA pada Jaringan Tanaman … 19 Tingkat Serapan Hara Tanaman ……….……… 23 Respon Morfologi Tanaman terhadap Aplikasi Pupuk ……… 27 Hubungan antara Kandungan IAA dengan Serapan Hara…… 32
Halaman
1 Sifat fisik dan kimia tanah percobaan……… 17 2 Kadar hara pupuk kompos sebelum dan sesudah ditambah
mikroba aktivator………. 19
Halaman
1 Prinsip perubahan muatan kation pada permukaan partikel tanah... 6 2 Bagan pengikatan nitrogen pada bakteri dalam nodul... 12 3 Rata-rata kandungan hormon IAA pada tanaman jagung ……… 20 4 Rata-rata kandungan hormon IAA pada tanaman padi…….……….. 20 5 Rata-rata kandungan hormon IAA pada tanaman kedelai……… 21 6 Rata-rata kandungan hormon IAA pada tanaman kacang tanah……… 22 7 Rata-rata kandungan hormon IAA pada tanaman caisim..……… 23 8 Rata-rata serapan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
tanaman jagung………. 24
9 Rata-rata serapan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
tanaman padi………..……….. 25
10 Rata-rata serapan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
tanaman kedelai……….. 25
11 Rata-rata serapan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
tanaman kacang tanah……… 26
12 Rata-rata serapan hara nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K)
tanaman caisim………. 27
13 Respon morfologi tanaman jagung terhadap aplikasi pupuk………. 28 14 Respon morfologi tanaman padi terhadap aplikasi pupuk... 29 15 Respon morfologi tanaman kedelai terhadap aplikasi pupuk………. 30 16 Respon morfologi tanaman kacang tanah terhadap aplikasi pupuk… 31 17 Respon morfologi tanaman caisim terhadap aplikasi pupuk……... 32 18 Hasil regresi antara kandungan IAA terhadap serapan N………….. 33 19 Hasil regresi antara kandungan IAA terhadap serapan P……….. …. 34 20 Hasil regresi antara kandungan IAA terhadap serapan K………. …. 35
Halaman
1 Hara mineral makro dan mikro pada tumbuhan... 51
2 Kriteria sifat fisik dan kimia tanah... 52
3 Standar kualitas kompos menurut Bank Dunia... 53
4 Standar kualitas pupuk organik menurut internasional, PT PUSRI, dan
pasar khusus………. 54
Penggunaan pupuk anorganik (kimia) secara terus menerus akan mengakibatkan rusaknya sifat fisik tanah, tanah menjadi lebih padat, terjadi penimbunan fosfat dan menurunnya kegiatan jasad hidup di dalamnya karena
menurunnya kadar bahan organik (Havlin et al. 2005). Selain itu, kebutuhan akan
pupuk anorganik telah menyebabkan sering terjadinya kelangkaan pupuk di pasaran dan melambungnya harga pupuk tersebut. Hal inilah yang mendorong perlunya rangkaian penelitian dan pengembangan teknologi, serta rekomendasi pemupukan untuk tanaman budi daya yang efisien. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan upaya penggunaan pupuk alternatif yang dapat lebih memelihara kesuburan tanah dan meringankan beban para petani. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan adalah penggunaan pupuk organik yang mengandung
mikroba aktivator (biofertilizer).
Menurut Vessey (2003) biofertilizer adalah substansi yang mengandung
mikroorganisme hidup yang ketika diaplikasikan pada benih, permukaan tanaman, atau tanah, dapat memacu pertumbuhan tanaman tersebut. Beberapa keuntungan penggunaan produk mikroba dibandingkan dengan agen senyawa kimia, antara lain: (i) produk mikroba lebih aman digunakan daripada produk kimia, (ii) substansi beracun maupun mikroba itu sendiri tidak terakumulasi dalam rantai makanan, (iii) kemampuan bereplikasi sendiri menghindarkan kebutuhan pada penggunaan yang berulang, (iv) organisme target jarang membangun resistensi seperti pada kasus penggunaan senyawa kimia sebagai agen pengendalian hama tanaman, (v) penggunaan biokontrol tidak membahayakan proses ekologi atau lingkungan (Weller 1998; Gloud 1990; Shen 1997). Sehingga penggunaan pupuk organik dengan mikroba aktivator dapat menciptakan pertanian yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Wu et al. (2005) melaporkan bahwa penggunaan biofertilizer yang
mengandung mikoriza dan bakteri penambat nitrogen (Azotobacter chroococum),
bakteri pelarut P (Bacillus megaterium), dan pelarut K (Bacillus mucilaginous)
mikroba dapat berperan dalam pertumbuhan tanaman melalui beberapa mekanisme seperti penyediaan unsur hara dalam tanah (Lynch 1990), peningkatan
kemampuan bersaing dengan patogen akar (Weller et al. 2002), atau peningkatan
kemampuan menyerap unsur hara (Smith & Read 1997). Wu et al. (2005)
menambahkan penggunaan biofertilizer tidak hanya meningkatkan kadar unsur
hara pada tanaman seperti nitrogen (N), fosfor (P), dan kalium (K), tetapi juga menjaga kandungan senyawa organik dan total N dalam tanah. Sebagai tambahan, mikroba dapat mendorong peningkatan pertumbuhan rambut-rambut akar
sehingga penyerapan air dan hara mineral menjadi lebih efisien (Lerner et al.
2005). Sedangkan Pattern dan Glick (2005) menyatakan bahwa mikroba dapat memacu produksi hormon pertumbuhan seperti IAA, sitokinin, dan giberelin.
Menurut Guo et al. (2004), penggunaan mikroba aktivator dapat berperan sebagai
agen biokontrol terhadap penyakit tanaman akibat infeksi mikroba patogen hingga tingkat efisiensi 78,2%.
Walaupun telah diketahui bahwa beberapa mikroba dapat memproduksi hormon IAA dan meningkatkan hara tanah, namun belum banyak laporan bahwa hal tersebut dapat berperan meningkatkan kandungan hormon IAA dan serapan hara dalam jaringan tanaman. Untuk itu perlu dilakukan penelitian yang melihat respon fisiologi tanaman tersebut terhadap pemanfaatan pupuk biologi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mempelajari kandungan hormon IAA, tingkat
serapan hara, pertumbuhan, dan produksi pada tanaman jagung (Zea mays L.),
padi (Oryza sativa L.), kedelai (Glycine max L.), kacang tanah (Arachis hypogaea
Perumusan Hipotesis
Penggunaan pupuk biologi mampu meningkatkan kandungan hormon IAA, serapan hara beberapa tanaman budi daya dalam kaitannya dengan peningkatan produktivitas tanaman tersebut.
TINJAUAN PUSTAKA
Hara Mineral Tumbuhan
Tumbuhan merupakan organisme autotrofik. Mereka hidup sangat
bergantung pada lingkungan sekitarnya, mengambil CO2 dari atmosfer dan air
serta mineral dari dalam tanah. Berbagai hara mineral dibutuhkan tumbuhan untuk melangsungkan kegiatan metabolisme, pertumbuhan, dan perkembangannya.
Berdasarkan kebutuhan tumbuhan, hara mineral tersebut dapat dibedakan menjadi hara makro (dibutuhkan dalam jumlah besar) dan hara mikro (dibutuhkan dalam jumlah lebih sedikit). Ketersediaan hara mineral makro dan mikro tersebut sangat penting karena setiap zat mempunyai kegunaan yang berbeda-beda. Hal itu pula yang mengakibatkan kebutuhan tumbuhan untuk setiap zat berbeda-beda jumlahnya (Taiz & Zeiger 1991). Perbedaan kandungan berbagai hara dalam jaringan tumbuhan menunjukkan perbedaan kebutuhan akan hara tersebut (Lampiran 1).
Unsur karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) merupakan unsur utama penyusun makromolekul berupa karbohidrat, protein, lipid dan asam nukleat. Hara
mineral tersebut dapat bersumber dari H2O dalam tanah, CO2 dan O2 dari
atmosfer. Senyawa-senyawa tersebut dibutuhkan dalam berbagai kehidupan tumbuhan. Nitrogen (N) merupakan penyusun asam amino (protein), klorofil,
koenzim, dan asam nukleat. Di alam, nitrogen melimpah dalam bentuk N2 bebas
(78%) yang belum siap diserap oleh tanaman. Untuk menjadikan dalam bentuk
tersedia (NO3- dan NH4+) diperlukan proses nitrifikasi oleh bakteri di dalam tanah.
Fosfor (P) dibutuhkan tumbuhan untuk menyusun asam nukleat, fosfolipid, beberapa koenzim dan ATP ( Adenosin Tri Fospat). Fosfor tersedia di alam dalam
bentuk H2PO4- dan HPO42-. Gejala kekurangan unsur hara ini ditunjukkan oleh
tanaman dengan timbulnya warna keunguan pada bagian bawah daun. Kalium (K) merupakan hara makro yang berperan sebagai kofaktor dalam sintesis protein, menjaga keseimbangan air dan terlibat dalam pergerakan stomata. Hara ini
tersedia dalam bentuk K+ yang larut air di dalam tanah. Gejala defisiensi K+
dari tepi daun menuju ke pusat. Kalsium (Ca) penting untuk pembentukan dan stabilitas dinding sel dan dalam pemeliharaan struktur dan permeabilitas membran, pengaktifan beberapa enzim dan mengatur banyak respon sel terhadap rangsangan. Magnesium (Mg) merupakan komponen utama dari klorofil. Defisiensi Mg pada tumbuhan akan menyebabkan terjadinya penguningan daun (klorosis). Mg juga berperan dalam pengaktivan enzim (Shuman 2000).
Hara mikro dibutuhkan oleh semua tanaman dalam bentuk kation logam
(Cu2+, Fe2+, Mn2+, Zn2+) dan anion (B-, Cl-, Mo-). Meskipun kebutuhan tanaman
sedikit tetapi kekurangan unsur ini dapat menghambat pertumbuhan atau mengurangi hasil sebagaimana hara makro. Fungsi umum hara mikro merupakan komponen struktural dari enzim, baik enzim untuk pengaktivan atau pengaturan, sebagai pembawa elektron pada reaksi oksidasi reduksi, sebagai komponen
dinding sel atau pengisi larutan yang berkaitan dengan osmosis dan
keseimbangan muatan (Taiz & Zeiger 1991; Hopkins 1995; Campbell et al.
2003).
Sumber-sumber Hara Mineral
Tanah merupakan sumber unsur hara utama di alam. Tanah sangat bervariasi baik dalam hal komposisi, struktur, dan suplai nutrisi. Bagian terpenting dalam hal penyediaan nutrisi baik organik maupun anorganik disebut sebagai koloid. Koloid tanah bertanggung jawab melepaskan nutrisi ke larutan tanah sehingga tersedia untuk diserap oleh akar tanaman. Interaksi antara koloid tanah dengan unsur hara dipacu oleh muatan listrik pada permukaan koloid tanah (Gambar 1). Kation- kation diserap oleh lapisan partikel tanah yang bermuatan
negatif. Perubahan keasaman tanah akibat meningkatnya konsentrasi H+
menyebabkan terjadinya perubahan muatan listrik yang akan mendorong terjadinya pelepasan ion-ion lain dari partikel tanah. Prinsip pertukaran ion tersebut sering disebut kapasitas tukar kation (KTK). KTK merupakan sifat kimia yang erat hubungannya dengan kesuburan tanah. Tanah dengan nilai KTK tinggi mampu menyerap dan menyediakan unsur hara lebih baik dari pada tanah yang memiliki nilai KTK rendah (Taiz & Zeiger 1991).
Gambar 1 Prinsip perubahan muatan kation pada permukaan partikel tanah (Taiz & Zeiger 1991).
Selain hara mineral yang secara alami terkandung dalam tanah, berbagai hara seperti nitrogen melibatkan mikroorganisme dalam penyediaannya di dalam
tanah. Proses fiksasi N2 oleh bakteri Rhizobium, dan nitrifikasi oleh
Nitrosomonas, Nitrosococcus dan Nitrobacter, memungkinkan N2 bebas di
atmosfer diubah menjadi NH3 dan selanjutnya diubah menjadi NO3- yang siap
diserap oleh tumbuhan. Hara P dan K juga banyak tersedia dalam tanah sebagai hasil aktivitas bakteri pelarut P dan K (Hopkins 1995). Jadi, secara alamiah tanah telah mengandung berbagai unsur hara bagi tumbuhan. Namun demikian, penggunaan tanah untuk budidaya berbagai macam tanaman telah menyebabkan terjadinya penurunan kandungan hara tersebut, sehingga tanah tidak lagi mencukupi kebutuhan tanaman. Oleh sebab itu pertanian saat ini sangat bergantung pada pemupukan untuk menyediakan unsur hara bagi tanaman.
Pemupukan terutama dilakukan untuk menambah kandungan hara N, P, K, dan S. Pemupukan dengan pupuk anorganik telah secara intensif dilakukan sejak tahun 1960an. Dengan pemakaian bibit unggul yang tanggap terhadap pemupukan, pupuk anorganik seperti Urea, KCL, dan TSP memberikan sumbangan nyata terhadap peningkatan produksi pertanian. Sejak itu, petani menggunakan pupuk buatan dan mengesampingkan pupuk organik karena lebih mudah dan murah serta lebih cepat direspon oleh tanaman. Penggunaan pupuk anorganik yang terlalu lama dan berlebihan ternyata telah menyebabkan
kerusakan sifat fisik dan kimia tanah serta menurunkan kandungan mikroorganisme dalam tanah. Oleh sebab itu berbagai kajian penggunaan pupuk organik untuk mempertahankan kesuburan tanah telah banyak dilakukan dan menunjukkan hasil yang memuaskan. Meskipun respon tanaman terhadap pupuk organik lebih lama, pupuk organik dapat mempertahankan tingkat produksi tanaman (Bekti & Surdianto 2001).
Penggunaan pupuk organik berupa kompos dapat meningkatkan kandungan hara seperti N, P, K, Ca, dan Mg. Pupuk jenis ini mudah tersedia bagi tanaman. Hal tersebut dapat menutupi kekurangan kandungan hara pada tanah miskin (Sudarsana 2000).
Pemanfaatan Pupuk Organik dan Pupuk Hayati
Dalam usaha untuk memperbaiki kondisi tanah akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan maka banyak kalangan yang memanfaatkan berbagai jenis pupuk berbahan dasar bahan organik. Selain tujuan tersebut, penggunaan pupuk hayati yang mengandung mikroorganisme juga dilaporkan banyak meningkatkan produksi berbagai tanaman. Bekti dan Surdianto (2001) melaporkan penggunaan pupuk kompos 1500 kg/ha mampu meningkatkan produksi padi dan efisiensi penggunaan pupuk SP-36 dan KCL. Kompos yang digunakan adalah kompos kotoran sapi dengan pakan utama jerami padi hasil fermentasi. Selain itu, penggunaan pupuk kompos juga dapat memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan aerasi. Bahan organik merupakan sumber utama energi atau menjadi bahan makanan bagi aktivitas jasad mikro tanah. Penambahan bahan organik dengan rasio C/N tinggi mendorong pembiakan jasad renik dan mengikat beberapa unsur hara tanaman. Anwar (1993) melaporkan pemberian kompos yang
berasal dari biomassa Gliricidia dan kacang tanah memberikan hasil kedelai lebih
tinggi. Nuraini dan Puspitasari (2004) menambahkan, pemanfaatan bahan organik meningkatkan N-total tanah, P-tersedia, K-tersedia, dan tinggi tanaman jagung. Penggunaan pupuk kombinasi antara organik dan anorganik dapat digunakan
sebagai alternatif teknologi budidaya untuk tanaman padi (Sebayang et al. 2004).
menekan penggunaan pupuk buatan pada budi daya sayur-sayuran seperti
kangkung darat (Ipomoea reptans Poir) (Harijati et al. 1996) dan tanaman kubis
(Lologau & Thamrin 2005). Selain itu, Rubiyo et al. (2005) melaporkan
penggunaan pupuk kandang dapat meningkatkan produktivitas tanaman kopi. Pemanfaatan pupuk hayati berupa mikoriza yang dikombinasikan dengan
pupuk kompos Azolla efektif meningkatkan pertumbuhan luas daun, jumlah
cabang produktif, dan persentase infeksi mikoriza pada tanaman kedelai. Kompos tersebut juga efektif meningkatkan luas daun, bobot kering akar, dan bobot biji
per tanaman. Pemberian mikoriza dan kompos Azolla dapat mengurangi
penggunaan pupuk N dan P hingga 15 % dari rekomendasi dalam meningkatkan kadar N jaringan, serapan P, dan jumlah polong per tanaman (Begananda & Rokhminarsi 2004). Harjoso dan Utari (2004) menambahkan penggunaan pupuk hayati pada tanaman kedelai dapat mengefisienkan penggunaan pupuk N 50% hingga 100%.
Pemanfaatan Mikroba sebagai Pupuk Hayati
Permasalahan utama dalam penggunaan pupuk hayati adalah rendahnya kandungan unsur hara dalam pupuk tersebut. Menurut Isroi (2005) kompos yang
matang kandungan haranya kurang lebih mengandung : 1.69% N, 0.34% P2O5,
dan 2.81% K. Dengan kata lain 100 kg kompos setara dengan 1.69 kg Urea, 0.34 kg SP 36, dan 2.18 kg KCl. Misalnya untuk memupuk padi dibutuhkan dosis sebesar 200 kg Urea/ha, 75 kg SP 36/ha dan 37.5 kg KCl/ha, maka jika menggunakan kompos dibutuhkan dosis sebanyak 22 ton/ha. Jumlah kompos yang demikian besar ini memerlukan banyak tenaga kerja dan berimplikasi pada naiknya biaya produksi.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut pemanfaatan mikroba tanah untuk meningkatkan unsur hara bagi tumbuhan telah banyak dilakukan. Pemanfaatan mikroba ini didasari pada kemampuan mikroba tersebut untuk menyediakan hara
dalam tanah . Penggunaan bakteri Rhizobium pada budi daya tanaman
kacang-kacangan dikarenakan bakteri tersebut mampu menambat nitrogen bebas di atmosfer sehingga dapat diubah bentuknya menjadi tersedia bagi tanaman. Namun
mikroba tersebut terbatas penggunaannya pada famili leguminoseae. Sedangkan
Mikroba penambat N non-simbiotik misalnya: Azospirillum sp. dan Azotobacter
sp. dapat digunakan untuk semua jenis tanaman. Selain bakteri penambat N,
bakteri pelarut P dan K seperti Aspergillus sp., Penicillium sp., Pseudomonas sp.,
dan Bacillus megaterium mampu melepaskan unsur P dan K yang terikat pada partikel tanah menjadi tersedia bagi tanaman ( Atlas & Bortha 1998).
Kelompok mikroba lain yang juga berperan dalam penyerapan unsur P adalah Mikoriza yang bersimbiosis dengan akar tanaman. Setidaknya ada dua jenis mikoriza yang sering dipakai untuk biofertilizer, yaitu: ektomikoriza dan endomikoriza. Mikoriza berperan dalam melarutkan P dan membantu penyerapan hara P oleh tanaman. Selain itu tanaman yang bermikoriza umumnya juga lebih