• Tidak ada hasil yang ditemukan

BOGOR

2006

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul : Ketahanan Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Februari 2006

Iwan Risnasari NIM E 051020231

IWAN RISNASARI. Ketahanan Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer terhadap Cuaca. Dibimbing oleh YUSUF SUDO HADI, FAUZI FEBRIANTO dan MYRTHA KARINA.

Penggunaan wood polymer composite (WPC) saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor) seperti lantai dan dinding rumah bagian dalam, perabot rumah tangga, dan lain-lainnya tetapi juga berkembang untuk digunakan di luar ruangan (outdoor) seperti dek kapal, lambung kapal, dan atap rumah. Penggunaan WPC untuk aplikasi outdoor memunculkan permasalahan yang terkait dengan daya tahan WPC seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas terhadap ultraviolet (UV). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer terhadap ketahanan komposit kayu plastik-daur-ulang yang dipaparkan terhadap cuaca. Dalam penelitian ini terdapat 12 perlakuan yang terdiri dari 2 faktor, yaitu penambahan maleat anhidrida (MAH) dan UV stabilizer dengan 3 kali ulangan. Faktor MAH terdiri dari 2 taraf, yaitu MAH 0 % dan MAH 2,5 % sedangkan faktor UV stabilizer terdiri dari 6 taraf, yaitu konsentrasi UV stabilizer 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 %. Lembaran komposit kayu plastik-daur-ulang yang dihasilkan dari penelitian ini kemudian dipaparkan terhadap cuaca selama 6 bulan. Pengujian yang dilakukan terhadap komposit yang telah mengalami pemaparan meliputi perubahan warna dan sifat mekanis (kekuatan tarik/tensile srength, modulus young dan elongasi patah/break elongation). Pengamatan lebih lanjut dilakukan dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) untuk mengetahui perubahan permukaan komposit, dan alat Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) untuk mengetahui perubahan gugus karbonil pada komposit. Hasil penelitian antara lain menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer tidak dapat menurunkan tingkat perubahan warna pada komposit, tetapi penambahan MAH berpengaruh nyata terhadap kekuatan tarik dan modulus young dari komposit selama 6 bulan pemaparan, sedangkan penambahan UV stabilizer tidak berpengaruh nyata. Faktor penambahan MAH dan UV stabilizer hanya berpengaruh nyata terhadap elongasi patah pada komposit yang tidak mengalami pemaparan, sedangkan pada komposit yang mengalami pemaparan selama 6 bulan tidak terlihat pengaruhnya. Hasil pengamatan SEM menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer mampu meningkatkan ikatan antara serbuk kayu dengan plastik dan mampu mempertahankan struktur komposit yang telah mengalami pemaparan cuaca selama 6 bulan. Hasil pengujian FTIR menunjukkan bahwa penambahan MAH dan UV stabilizer pada komposit dapat mengurangi oksidasi yang terjadi akibat pemaparan, yang ditunjukkan dengan indeks karbonil yang lebih rendah.

TERHADAP CUACA

IWAN RISNASARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006

Nama : Iwan Risnasari NIM : E051020231

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir.H.Yusuf Sudo Hadi, M.Agr

Dr.Ir.Fauzi Febrianto, MS Dr. Myrtha Karina

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Pengetahuan Dekan Sekolah Pascasarjana Kehutanan

Dr.Ir. Dede Hermawan, M.Sc. Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc.

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Ir. H. Yusuf Sudo Hadi, M.Agr, Dr. Ir. Fauzi Febrianto, MS serta Dr. Myrtha Karina yang telah memberikan bimbingan, arahan serta saran, dan kritik kepada penulis selama penelitian dan penyusunan tesis ini.

2. Kepala Pusat Penelitian Fisika-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bandung beserta staf (Bapak Sudirman, Bapak Anung, Ibu Jimat, dan Ibu Indri) atas ijin, fasilitas, dan bantuan yang diberikan selama penulis melakukan penelitian.

3. Dr. Basuki Sumawinata dari Laboratorium Genesis dan Mineralogi Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB atas ijin dan fasilitas pengujian yang diberikan kepada penulis.

4. Direktorat Pendidikan Tinggi yang telah memberikan beasiswa kepada penulis.

5. Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan ijin dan bantuan pendidikan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

6. Yayasan Toyota Astra yang telah memberikan bantuan dana penelitian kepada penulis.

7. Orang tua dan suami penulis yang telah memberikan semangat dan dorongan kepada penulis untuk menyelesaikan studi S2 ini.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna, sehingga perlu adanya perbaikan-perbaikan. Semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penulis dan semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Februari 2006 Iwan Risnasari

Penulis dilahirkan di Bondowoso pada tanggal 19 Agustus 1973 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara, dengan orang tua Bapak AM Irawan dan Ibu Suristiani.

Tahun 1992 penulis lulus dari SMAN 2 Bondowoso dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Tahun 1993 penulis diterima di Jurusan Teknologi Hasil Hutan Fakultas Kehutanan dan lulus tahun 1997.

Pada tahun 1999 penulis diterima sebagai staf pengajar di Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara (USU). Tahun 2002 penulis diterima di Program Studi Ilmu Pengetahuan Kehutanan (IPK) Sekolah Pascasarjana IPB, dan tahun 2003 mendapatkan beasiswa dari Direktorat Pendidikan Tinggi (DIKTI)

viii

Halaman DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 3

Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 3 Hipotesis Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Komposit Kayu-Plastik ... 5

Limbah Kayu dan Limbah Plastik ... 6 Pemanfaatan Limbah Plastik ... 10 Pengaruh Cuaca terhadap Kayu, Plastik, dan Komposit Kayu-Plastik ... 11 UV Stabilizer ... 12

BAHAN DAN METODE ... 16 Tempat dan Waktu Penelitian ... 16 Bahan dan Alat ... 16 Metode Penelitian ... 17

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25 Kondisi Pemaparan ... 25 Perubahan Warna (Color Difference) ... 25 Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ... 29 Modulus Young ... 31 Elongasi Patah (Break Elongation) ... 33 Hasil Pengamatan Scanning Electron Microscope (SEM) ... 35 Hasil Pengamatan Fourier Transform Infrared Spectroscopy (FTIR) ... 37

SIMPULAN DAN SARAN ... 44 Simpulan ... 44 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

ix

Halaman 1. Unit Struktural Polimer Berdasarkan Glass Transition ... 7 2. Data Rata-Rata Cuaca Bulanan Stasiun Bandung ... 25 3. Nilai Nilai Rata-Rata Perubahan Parameter Kecerahan (L*) dan

Paramater Warna (a* dan b*) pada Komposit Selama Pemaparan ... 26 4. Nilai Rata-Rata Perubahan Warna (∆E*ab) pada Komposit Selama

Pemaparan ... 26 5. Nilai Kekuatan Tarik Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 30 6. Nilai Modulus Young Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 32 7. Nilai Elongasi Patah Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 34

x

Halaman 1. A) Serbuk Kayu 120 Mesh, B) Polipropilen Daur Ulang,

C) UV Stabilizer ... 16 2. Alat Mixer (Labo Plastomill) ... 17 3. Kempa Dingin dan Kempa Panas ... 18 4. Diagram Alir Proses Pembuatan Komposit Kayu

Plastik-Daur-Ulang dengan Penambahan UV Stabilizer ... 19 5. Bentuk Contoh Uji Sifat Mekanis ISO 527-3 ... 20 6. Alat Pembuat Dumbbell ... 20 7. Alat Penyangga Contoh Uji di Lapangan ... 21 8. Hubungan Antara ∆L*, ∆a*, dan ∆b* pada Pengukuran

Perubahan Warna ... 22 9. Alat untuk Pengujian Sifat Mekanis ... 22 10. Alat Scanning Electron Microscope (SEM) ... 23 11. Pengaruh Pemaparan terhadap Nilai Perubahan Warna

pada Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 28 12. Lembaran Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang :

A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah Pemaparan 3 Bulan ... 29 13. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Kekuatan Tarik ... 31 14. Sampel setelah Pengujian Tarik: A) RPP Murni,

B) Komposit Kayu Plastik-Daur-Ulang ... 32 15. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nilai Modulus Young ... 33 16. Pengaruh Waktu Pemaparan terhadap Nillai Elongasi Patah ... 34 17. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum dipaparkan, B) Setelah

dipaparkan 6 bulan ... 36 18. Hasil Pengamatan dengan SEM pada Komposit Menggunakan

MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan,

B) Setelah Pemaparan 6 Bulan ... 36 19. Mekanisme Fotooksidasi dan Pembentukan Radikal pada

xi

B) Setelah Pemaparan 1 Bulan ... 40 22. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Tanpa MAH dan UV Stabilizer : A) Sebelum Pemaparan, B) Setelah

Pemaparan 6 Bulan ... 41 23. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit Menggunakan

MAH dan UV Stabilizer: A) Sebelum Pemaparan,

B) Setelah Pemaparan 6 Bulan ... 42 24. Hasil Pengamatan dengan FTIR pada Komposit yang Hanya

Menggunakan UV Stabilizer: A) Sebelum Pemaparan,

xii

1. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap

Perubahan Warna ... 48 2. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap

Kekuatan Tarik ... 50 3. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap

Modulus Young ... 52 4. Sidik Ragam Perlakuan MAH dan UV Stabilizer terhadap

Elongasi Patah ... 54 5. Hasil Pengukuran dan Perhitungan Perubahan Warna Sebelum

dan Setelah Pemaparan ... 56 6. Hasil Pengukuran Kekuatan Tarik ... 58 7. Hasil Pengukuran Modulus Young ... 59 8. Hasil Pengukuran Elongasi Patah ... 60

Latar Belakang

Penelitian mengenai wood polimer composite/WPC (produk komposit yang merupakan penggabungan antara serbuk kayu sebagai pengisi/filler dengan plastik/resin termoplastik sebagai matriks) akhir-akhir ini makin berkembang, terutama di negara maju seperti Amerika Serikat dan Jepang. Perkembangan teknologi WPC ini berhubungan dengan efisiensi penggunaan kayu solid yang ketersediaannya makin lama makin berkurang dan pemanfaatan limbah kayu maupun limbah plastik yang saat ini mengganggu. Dari kegiatan pemanenan dan industri pengolahan kayu dihasilkan limbah kayu berupa potongan-potongan kayu bulat (log), sebetan, serbuk gergaji (saw dust), potongan venir dan lain-lain. Karena industri pemanenan dan pengolahan kayu masih banyak yang belum efektif dan efisien dari segi peralatan maupun manajemen, rendemen yang dihasilkan belum optimal sehingga jumlah limbah yang dihasilkan cukup besar yakni sekitar 50% dari volume kayu bulat yang diolah. Data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa limbah kayu yang dihasilkan industri kayu lapis dan kayu gergajian diperkirakan 7.508.019 m3, yang pemanfaatannya belum optimal.

Penggunaan plastik telah berkembang sedemikian rupa meliputi seluruh sektor kehidupan mulai dari pengemasan berbagai jenis produk, peralatan rumah tangga, mebel hingga bahan bangunan dan automotif. Dalam penggunaannya, barang-barang plastik akan menghasilkan limbah plastik yang tidak dapat terdekomposisi oleh mikroorganisme pengurai di alam (non biodegradable). Limbah plastik telah menimbulkan masalah lingkungan, yaitu penumpukannya dalam jumlah besar di alam.

Penggunaan WPC saat ini tidak hanya berkembang untuk produk yang digunakan di dalam ruangan (indoor) seperti lantai dan dinding rumah bagian dalam, perabot rumah tangga dan lain-lainnya tetapi juga berkembang untuk digunakan di luar ruangan (outdoor) seperti dek kapal, lambung kapal, dan atap rumah. Penggunaan WPC untuk aplikasi outdoor memunculkan permasalahan

yang terkait dengan daya tahan WPC seperti stabilitas panas (thermal stability), ketahanan terhadap jamur (fungal resistance), ketahanan terhadap perubahan bentuk karena penyerapan uap air (ketahanan terhadap kelembaban), dan stabilitas terhadap ultraviolet (UV).

Terkait dengan penggunaan di luar ruangan, fotodegradasi terhadap WPC adalah masalah yang cukup rumit karena setiap komponennya dapat terdegradasi melalui mekanisme yang berbeda. Stark dan Matuana (2002) mengemukakan bahwa fotodegradasi jenis polimer sintetik dari golongan poliolefin seperti polypropylene (polipropilena/PP), high density polyethylene (HDPE) dan low density polyethylene (LDPE) berasal dari munculnya polimer-oksigen kompleks karena keberadaan sisa-sisa katalis, gugus hidroperoksida, gugus karbonil, dan ikatan ganda yang terjadi selama pembentukan polimer. Bahkan ketika ketiadaan adsorbsi sejumlah ultraviolet yang nyata, sejumlah kecil dari ketidakmurnian inipun dapat menimbulkan degradasi pada polimer. Degradasi polimer akibat fotooksidasi menimbulkan pengaruh yang tidak diinginkan seperti menurunnya kekuatan, kekakuan, dan kualitas permukaan. Memperlambat atau menghilangkan reaksi-reaksi yang menyebabkan degradasi ini sangat penting untuk menjaga stabilisasi WPC terhadap pengaruh UV. Kayu juga mengalami fotodegradasi. Semua komponen penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa, lignin, dan ekstraktif mudah mengalami fotodegradasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pelapukan kayu merupakan proses yang berhubungan dengan permukaan kayu, melibatkan cahaya (photo-induced) yang merusak lignin sehingga menjadi produk yang dapat bereaksi dengan air. Hal ini dapat menimbulkan turunan gugus fungsional kromoforik seperti karbonil, asam karboksilat, quinon, radikal hidroperoksida dan lain-lain (Stark and Matuana, 2002).

Dari hasil penelitian Sulaeman (2003) terhadap komposit serbuk kayu-plastik polipropilena daur ulang yang telah dipaparkan 3 bulan, diketahui terjadi perubahan warna pada permukaan komposit yang terkena langsung UV. Setelah pemaparan 6 bulan sifat-sifat mekanis dari komposit seperti kekuatan tarik komposit, elongasi patah dan modulus young menurun, bahkan pemberian 2,5% maleat anhidrida (MAH) sebagai compatibilizer tidak memberikan pengaruh pada

kekuatan komposit tersebut terhadap cuaca. Hasil pengamatan dengan alat Scanning Electron Microscope (SEM) memperlihatkan telah terjadi degradasi pada komposit setelah dipaparkan terhadap cuaca, yang dapat dilihat pada bagian melintang yaitu serbuk kayu dan plastik polipropilena daur ulang terpisah dan membentuk rongga-rongga. Setelah dipaparkan pada cuaca terjadi retakan-retakan pada hampir seluruh permukaan komposit. Untuk meningkatkan ketahanan komposit terhadap fotodegradasi akibat radiasi UV, maka perlu dilakukan kajian mengenai pengaruh penambahan UV Stabilizer.

Perumusan Masalah

Meskipun penelitian mengenai fotodegradasi komposit plastik dan kayu sudah dilakukan, namun informasi mengenai pengaruh penambahan UV stabilizer terhadap proses fotodegradasi komposit kayu plastik-daur-ulang belum banyak dilakukan, terutama di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian tentang penambahan UV stabilizer terkait dengan tingkat kerusakan akibat fotodegradasai pada WPC seperti perubahan warna (color difference) dan kekuatan mekanisnya.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer dan maleat anhidrida (sebagai compatibilizer) terhadap kekuatan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah pemaparan terhadap cuaca.

2. Mengetahui pengaruh penambahan UV stabilizer dan maleat anhidrida (sebagai compatibilizer) terhadap penampakan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah pemaparan terhadap cuaca.

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi mengenai ketahanan komposit kayu plastik-daur-ulang setelah adanya penambahan UV stabilizer terhadap cuaca.

Hipotesis Penelitian

Penambahan UV stabilizer diduga dapat meningkatkan ketahanan dan mempertahankan penampilan komposit kayu plastik-daur-ulang terhadap cuaca.

Komposit Kayu-Plastik

Komposit kayu merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan setiap produk kayu yang terbuat dari potongan-potongan kayu yang lebih kecil dan direkat bersama-sama (Maloney, 1996). Mengacu pada pengertian di atas, komposit kayu-plastik mengandung arti setiap komposit yang mengandung kayu (dari berbagai bentuk) dan resin termoset atau termoplastik. Termoset adalah plastik yang dibuat dengan proses pemanasan dan tekanan kemudian mengalami perubahan kimia yang membuatnya keras. Pemanasan kembali tidak akan melunakkan plastik jenis ini. Termoplastik adalah plastik yang dapat berulangkali dilunakkan, seperti polietilena, polivinil klorida (PVC).

Komposit kayu-plastik termoset diperkenalkan pada awal tahun 1900-an. Produk komersial komposit ini pertama kali dipasarkan dengan nama dagang bakelite, yang terbuat dari phenol formaldehyde dan tepung kayu. Penggunaan komersial pertama kali dilaporkan sebagai a gearshift knob untuk Rolls Royce pada tahun 1916 (Gordon, 1988 dalam Clemons, 2002). Komposit kayu-plastik termoplastik telah diproduksi di Amerika Serikat selama beberapa dekade (Clemons, 2002).

Pada tahun 1993, sebanyak 424.000 ton bahan pengisi termoplastik dikonsumsi oleh pasar Amerika Serikat. Bahan pengisi tersebut digunakan untuk meningkatkan kekakuan dan kekuatan thermoplastik. Kebanyakan komposit termoplastik menggunakan bahan pengisi yang bersifat tidak terbarukan (non renewable), seperti serat kaca atau mineral. USDA Forest Service, Forest Products Laboratory (FPL) telah menghasilkan database penting yang menunjukkan bahwa komposit termoplastik yang dibuat menggunakan limbah kertas atau limbah serat kayu sebagai pengisi memberikan hasil yang positif dan sangat bermanfaat. Keunggulan dari komposit termoplastik dengan pengisi limbah kertas atau limbah serat kayu tersebut adalah bersifat terbarukan, murah, ringan dan tidak abrasiv pada alat prosesnya.

Serat kayu dapat juga digabungkan dengan plastik seperti polietilena, polipropilena dan comingled termoplastik menggunakan teknologi melt-blending yang murah, kecepatan proses produksi tinggi dimana kayu dan kertas dicampur dengan molten plastic. Campuran ini dapat dibentuk menjadi produk dengan menggunakan proses plastic conventional seperti ekstruksi dan molding injeksi. Plastik bertindak sebagai matriks, penyatu kayu selama proses sedangkan kayu membawa beban pada produk akhir komposit, yang menandakan keseimbangan efektif kemampuan proses dan kekuatan dari produk akhir (Youngquist, 1995).

Limbah Kayu dan Limbah Plastik

Limbah Kayu

Dilihat dari segi lokasi terjadinya limbah, maka limbah kayu dapat dibedakan atas limbah pemanenan kayu yang berada di hutan dan limbah pengolahan kayu yang berada di lokasi industri pengolahan kayu. Limbah pemanenan kayu adalah massa kayu yang tidak dimanfaatkan sebagai akibat dari kegiatan pemanenan di hutan alam, dapat berupa (a) jenis-jenis kayu non komersil/tidak termasuk kayu mewah atau kayu dekoratif dengan penggunaan tertentu, (b) kayu bulat dengan diameter kurang dari 30 cm tanpa batasan panjang, dan (c) kayu bulat dengan panjang kurang dari 2 meter tanpa batasan diameter (Massijaya, 1997).

Menurut Purwanto et al. (1994) komposisi limbah yang terjadi dalam industri pengolahan kayu adalah sebagai berikut :

• Penggergajian yang meliputi serbuk gergaji 10,6%, sebetan 25,9% dan potongan 14,3%. Bila dijumlahkan besarnya 50,8% dari jumlah bahan baku yang digunakan.

• Kayu lapis (plywood) yang terdiri dari limbah potongan dolok 5,6%, serbuk gergaji 0,7%, sampah venir basah 24,8%, sampah venir kering 12,6%, sisa kupasan 11,0%, dan potongan tepi kayu lapis 6,3%. Bila dijumlahkan besarnya limbah adalah 61,0% dari jumlah bahan baku yang digunakan.

Data dari Departemen Kehutanan dan Perkebunan pada tahun 2004 menunjukkan bahwa produksi kayu lapis Indonesia mencapai 4.514.392 m3 dan kayu gergajian mencapai 432.967 m3. Dari jumlah produksi kedua produk tersebut dapat diperkirakan bahwa limbah kayu pada kedua jenis industri mencapai 7.508.019 m3.

Sifat Umum Plastik

Cowd (1991), mengemukakan bahwa polimer merupakan material dengan berat molekul tinggi yang terbentuk dari pengulangan unit-unit monomer yang lebih sederhana. Plastik merupakan polimer yang memiliki variasi jenis dan fungsi yang beragam sesuai dengan monomer penyusunnya. Untuk membedakan polimer satu dengan polimer lainnya, ada beberapa cara yang dapat digunakan. Salah satu cara yang digunakan adalah mengetahui suhu transisi kaca (Glass Transition Temperature /Tg), yaitu suhu saat plastik mulai mengalami perubahan dari bentuk padat menjadi bentuk yang lunak (Osswald dan Menges, 1995). Struktur beberapa polimer berdasarkan Tg dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Unit struktural polimer berdasarkan Glass Transition (Tg) Unit Struktural Polimer Tg (oC) -CH2-CH2- Linier polietilena - 125 -CH2-CH- CH3 Isotaktik polipropilena - 20 -CH2-CH- CH2H5 Isotaktik polibutena - 25 -CH2-CH- HC-CH3 CH3 Isotaktik poli-3-metilbutena-1 50 -O- CH-CH2- CH3 Isotaktik polipropilenaoksida -75 -CH2-CH- Cl Polivinil klorida 50

Secara umum plastik merupakan campuran bahan yang dapat dibentuk menjadi serat, lembaran atau padatan, dapat dicetak untuk kemudian mengeras dengan ketegaran yang beraneka ragam. Bahan utama plastik adalah resin atau polimer sintetis, yang diperoleh dari proses polimerisasi senyawa hidrokarbon. Oleh karena itu plastik termasuk senyawa organik dan sering disebut polimer sintetis. Bila polimer alam berasal dari tumbuh-tumbuhan, maka polimer sintetis dihasilkan dari pemrosesan petrokimia. Plastik mengandung beberapa bahan tambahan untuk meningkatkan kualitas plastik sesuai dengan kebutuhan. Proses pencampuran dikenal sebagai compounding dilakukan agar bahan-bahan dapat tercampur serata mungkin (Syafitrie, 2001).

Plastik mempunyai rantai kimia yang panjang dan berat molekul yang tinggi. Sifat fisis plastik bergantung pada berat molekul dan struktur molekulnya. Sifat fisis plastik yang baik memiliki berat molekul minimum 10.000 (Ulrich, 1995 dalam Syafitrie, 2001).

Untuk memperbaiki sifat-sifat fisik-kimia, plastik memerlukan bahan tambahan atau aditif. Bahan aditif yang sengaja ditambahkan itu disebut komponen non-plastik, diantaranya berfungsi sebagai : pewarna, antioksidan, penyerap cahaya ultraviolet, penstabil panas, penurun viskositas, penyerap asam, pengurai peroksida, pelumas, peliat, pengelat, meningkatkan titik leleh, anti pecah, anti lengket dan lain-lain (Crompton, 1979 dalam Syafitrie, 2001).

Walaupun sifat plastik beragam dan kompleks, secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi 2 jenis yaitu termoplastik dan termoset. Termoplastik adalah plastik yang lunak bila dipanaskan dan kemudian mengeras ketika didinginkan. Proses pemanasan dan pendinginan dapat diulang-ulang. Contoh termoplastik antara lain polietilena (PE, HDPE, LDPE), polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polistirena (PS), dan polietilena tereftalat (PET). Plastik termoset dibuat dengan proses pemanasan dan tekanan kemudian mengalami perubahan kimia yang membuatnya keras. Pemanasan kembali tidak akan melunakkan plastik jenis ini. Fenolik atau urea adalah plastik termoset yang paling banyak dipakai (Syafitrie, 2001).

Pada umumnya termoplastik dibagi kedalam dua kelompok, yaitu plastik komoditi dan plastik engineering. Plastik komoditi mencakup berbagai jenis plastik yang dikenal seperti poliolefin yang mencakup golongan polietilena (PE, HDPE, LDPE) dan polipropilena (PP), polivinil klorida (PVC), polistirena (PS), dan polietilena tereftalat (PET) (Moavenzadeh dan Taylor, 1995).

Untuk mengetahui penggunaan plastik secara tepat, maka perlu diketahui bahan baku yang digunakan :

1. Polietilena (PE); pada umumnya polietilena diklasifikasikan atas tiga golongan, yaitu low density polyethylene (LDPE) dengan densitas 0,910 – 0,925 g/cm3, medium density polyethylene (MDPE) dengan densitas 0,926 – 0,940 g/cm3 dan high density polyethylene dengan densitas 0,941 – 0,956 g/cm3.

Secara umum, polietilena tahan terhadap air tetapi tidak baik sebagai penghalang oksigen dan karbondioksida. Tahan terhadap bahan kimia, tetapi pada suhu di atas 60o C dapat bereaksi dengan beberapa hidrokarbon organik. Tidak terpengaruh oleh asam dan basa kuat kecuali asam nitrat pada suhu tinggi. LDPE paling banyak digunakan sebagai kantung, harganya murah dan dapat dikelim (silling), MDPE bersifat lebih kaku daripada LDPE dan tahan terhadap suhu yang lebih tinggi daripada LDPE. HDPE bersifat lebih kaku

Dokumen terkait